#Gerakan Membunuh Jogja: Penyadaran Publik lewat Kri Ɵk
C. #Gerakan Membunuh Jogja: Penyadaran Publik lewat Kri Ɵk
Pembangunan di Kota Yogyakarta yang semakin masif, ternyata berdampak juga pada munculnya berbagai gerakan aksi yang meneriakkan isu-isu ketidakadilan. Salah satu gerakan tersebut yakni gerakan Urban Literacy Campaign. Gerakan ini awalnya digerakkan karena adanya ketidakpuasan terhadap sedikitnya orang yang menyuarakan tentang kerusakan-kerusakan ekologis, kerusakan tata ruang dan kerusakan kebudayaan yang berawal dari penguasaan tanah oleh segelintir orang yang bermodal.
Sebelum menggunakan nama gerakan Urban Literacy Campaign, David Efendi 74 , pendiri gerakan ini menggunakan tagar Gerakan Membunuh Jogja, karena ketidakpuasan terhadap tagar #savejogja yang kurang dapat menggerakkan orang untuk peduli. David Efendi percaya bahwa gerakan secara sporadis itu lebih bagus, sehingga yang meneriakkan isu-isu lingkungan, keseimbangan ekosistem, keadilan tata ruang, keadilan tanah dan sebagainya itu harus muncul dari beragam, tidak hanya diteriakkan oleh anak-anak muda. Tetapi juga bisa dilakukan oleh orang tua, dari berbagai basis komunitas dan kampus, sehingga gerakan ini nantinya menjadi suatu gerakan baru yang susah untuk dilumpuhkan.
Gerakan ini menarik karena gerakan ini termasuk ke dalam gerakan gaya baru, sifat dari gerakan ini adalah sporadis, bergerak secara online, sehingga dapat lintas teritorial, dibuat sesederhana mungkin, dan tidak dilembagakan, sehingga lebih mudah untuk
74 Wawancara dengan David Efendi, S.IP., MA (UGM)., MA (UHM), Dosen Ilmu Poli k Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, selaku pendiri Gerakan Urban Literacy
Campaign pada tanggal 20 Mei 2016.
Dampak Dan Resist ensi At as Pembangunan Hot el
Gerakan ini bukan ditujukan untuk menghentikan kerusakan yang diakibatkan oleh cepatnya pembangunan, namun berupaya untuk mengedukasi publik secara pelan agar mempunyai emansipasi dan kepedulian terhadap lingkungan. Dalam konteks Yogyakarta, David meyakini bahwa publik atau masyarakat sebagai grass root movement, dapat mengalahkan hukum di dalam ranah demokrasi. Contohnya ketika Hotel Fave secara hukum sudah mempunyai IMB, namun ketika hotel tersebut beroperasi dan menyebabkan berkurangnya air tanah warga sekitar, yang kemudian memunculkan gerakan-gerakan penolakan yang dilakukan oleh warga Miliran, ternyata mendapat respon dari Pemerintah Kota dengan dilakukannyapumping test yang hasilnya memang pihak hotel terbukti telah mengambil air warga sekitarnya sehingga kemudian hotel tersebut disegel.
Provokasi publik tersebut dilakukan dengan cara-cara pembuatan poster-poster sebagai sindiran terhadap isu-isu lingkungan dan perkotaan serta dengan tindakan-tindakan perlawanan secara kreatif. Dalam konteks pembangunan hotel yang semakin marak di Kota Yogyakarta, David mengungkapan bahwa:
“...begitu juga hotel. Hotel di Jogja dalam waktu sebulan bisa berganti...Saya dapat informasi dari Pak Herry Zudianto 75 itu.... di Jogja itu perpindahan pemilik hotel itu cepat sekali, ngerikan kan? Jadi kan.. komoditas....hotel itu bukan dalam konteks bisnis yang dijalankan satu orang atau satu group...tetapi untuk dijual lagi..di Jogja itu sudah masuk hukum kayakgitu...”
114 JOGJA-KU(DUNE ORA) DIDOL
Cepatnya perpindahan kepemilikan hotel di Kota Yogyakarta ini menjadi salah satu sebab mengapa banyak sekali investor yang ingin membangun hotel, karena hotel sudah menjadi barang komoditas yang bisa diperjualbelikan. Jika ditilik dengan rencana pembangunan Bandara Baru yang akan dibangun di Kulonprogo, maka Kota Yogyakarta merupakan tempat paling strategis dalam simpul transportasi dan juga sebagai pusat dari tujuan pariwisata. Akibatnya kemudian adalah, bahwa secara ekonomi, bisnis investasi dalam bidang perhotelan masih menjadi primadona di masa yang akan datang.
Dalam konteks pembangunan hotel, dimana Pemerintah Kota Yogyakarta tidak memperhitungkan daya dukung wilayah untuk menyangganya dapat dikatakan bahwa Pemerintah Kota telah melakukan bunuh diri. Inilah alasannya mengapa Gerakan Membunuh Jogja menjadi suatu gerakan yang harus disuarakan sebagai bentuk edukasi publik atas isu perkotaan dan lingkungan yang berkembang akibat pembangunan hotel yang semakin masif.
75 Mantan Walikota Yogyakarta Periode 2006-2011.
Dampak Dan Resist ensi At as Pembangunan Hot el