Pendidikan Bela Negara seagai Alternatif Utama

8.Pendidikan Bela Negara seagai Alternatif Utama

  Kementerian Pertahanan RI merancang pelatihan bela negara untuk berbagai komponen bangsa dan ormas. Tujuannya adalah (1) menanamkan ideologi Pancasila dan menjaga keberagaman bangsa, (2) cinta Tanah Air, dan (3) menjaga dan pemahaman yang sama tentang Pancasila dan keberagaman bangsa. Program bela negara bernilai strategis dalam menghadapi spektrum ancaman perang modern yang memanfaatkan teknologi di era teknologi informatika perang bersifat amorf (tak berbentuk). Sebagaimana perang ekonomi diwarnai dengan pertarungan nilai. Bela Negara bukanlah militerisasi. Sistem pertahanan negara adalah integrasi antar- komponen bangsa, bukan berarti sama-sama mengangkat senjata. Batas antara bela negara dengan militerisasi tertuang dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pada penjelasan Pasal 9 bahwa upaya bela Negara adalah sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Bela Negara tak ada kaitannya dengan latihan memegang senjata atau militerisasilatihan militer. Bela Negara adalah hak warga negara untuk membina kesadaran berbangsa, bukan untuk kombatan, dan negara memfasilitasinya untuk bela Kementerian Pertahanan RI merancang pelatihan bela negara untuk berbagai komponen bangsa dan ormas. Tujuannya adalah (1) menanamkan ideologi Pancasila dan menjaga keberagaman bangsa, (2) cinta Tanah Air, dan (3) menjaga dan pemahaman yang sama tentang Pancasila dan keberagaman bangsa. Program bela negara bernilai strategis dalam menghadapi spektrum ancaman perang modern yang memanfaatkan teknologi di era teknologi informatika perang bersifat amorf (tak berbentuk). Sebagaimana perang ekonomi diwarnai dengan pertarungan nilai. Bela Negara bukanlah militerisasi. Sistem pertahanan negara adalah integrasi antar- komponen bangsa, bukan berarti sama-sama mengangkat senjata. Batas antara bela negara dengan militerisasi tertuang dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pada penjelasan Pasal 9 bahwa upaya bela Negara adalah sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Bela Negara tak ada kaitannya dengan latihan memegang senjata atau militerisasilatihan militer. Bela Negara adalah hak warga negara untuk membina kesadaran berbangsa, bukan untuk kombatan, dan negara memfasilitasinya untuk bela

  Isu sentral dunia kini, yakni nasionalisme atau proteksionisme, korporatisasi perusahaan dan negara. Populisme bagian dari gerakan mundur di era globalisasi yang sempit dalam memandang arah kehidupan, seperti chauvinisme, nativisme, dan keagamaan yang sempit sehingga antikemajemukan. Populisme timbul akibat neoliberalisme yang direspon akibat kesenjangan yang ditimbulkan oleh kapitalisme. Empat pilar demokrasi, yakni media massa yang bebas dan tak memihak, masyarakat sipil yang kuat, parpol yang benar, dan penegakan hukum. Keberhasilan pendidikan bela negara diharapkan tak terjadi pelanggaran hukum atas perundang-undangan karena ketidaktahuan pelaku. Sebagaimana dialami FN (20 tahun) yang membawa bendera Merah Putih dengan coretan dan gambar dua pedang disilang berwarna hitam. Hal ini saat FN berunjuk rasa di depan Markas Besar Polri di Jalan Trunojoyo Jakarta Selatan Senin, 16 Januari 2017. FN ikut dalam unjuk rasa yang digelar Front Pembela Islam (FPI) untuk menuntut pencopotan Kapolda Jabar dan Mentro Jaya. Hal ini melanggar Pasal 68 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Lambang Negara yang berbunyi “setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.