PEMBANGUNAN KETRANSMIGRASIAN

6.1.2 PEMBANGUNAN KETRANSMIGRASIAN

Menyikapi terhadap rencana Pemerintah Aceh untuk membangun rumah dhuafa sebanyak 100.000 Unit yang dibagi menjadi 5 tahun dan dimulai pada Tahun 2013 sebanyak 20.000 yang disesuaikan dengan RPJMA Tahun 2012-2017 perlu diapresiasi mengingat kebutuhan rumah yang layak huni dan sehat merupakan sebuah kebutuhan asasi. Artinya, program pemerintah tersebut diselaraskan dengan tupoksi kerja masing-masing Dinas teknis termasuk dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh.

Menghadapi besarnya kesenjangan antar wilayah di Aceh merupakan penyebab besarnya jumlah penduduk miskin terutama di perdesaan, maka pembangunan transmigrasi merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat dikembangkan untuk mengintegrasikan pembangunan kawasan perdesaan sebagai hinterland dengan kawasan perkotaan, sebagai pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah dengan memanfaatkan potensi dan peluang yang tersedia.

Dengan disahkan UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, maka transmigrasi akan lebih jelas perannya dalam mengatasi kesenjangan antar wilayah melalui pembangunan perdesaan dan pengembangan ekonomi lokal sebagai upaya peningkatan daya saing daerah. Hal tersebut disebabkan karena berubahnya pendekatan pembangunan transmigrasi dari pendekatan perpindahan penduduk menjadi pendekatan pengembangan kawasan, semakin besarnya peran Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Aceh melalui Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh sejak perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan transmigrasi, serta diwajibkannya kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memberikan kemudahan kepada Investor atau Badan Usaha lainnya untuk mengembangkan investasi di Kawasan Transmigrasi.

a. Hasil Pembangunan Program Transmigrasi di Aceh Jumlah warga yang telah ditempatkan selama 37 Tahun hingga tahun 2012 sejak tahun 1975 mencapai 41.582 KK yang tersebar di 158 UPT (Unit Permukiman Transmigrasi) atau 19 Kabupaten/Kota seperti yang disajikan pada Tabel 6.1.2.1.

Tabel 6.1.2.1

Jumlah Lokasi Permukiman Transmigrasi di Aceh Berdasarkan Kabupaten/Kota dari Tahun 1975-2012

Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, 2013

Pembangunan lokasi transmigrasi terbesar di Kabupaten Aceh Singkil sebelum pemekaran menjadi kotamadya Subulussalam (30 Lokasi UPT), kemudian Pembangunan lokasi transmigrasi terbesar di Kabupaten Aceh Singkil sebelum pemekaran menjadi kotamadya Subulussalam (30 Lokasi UPT), kemudian

Secara persentase, di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Nagan Raya, Aceh Jaya dan Kota Subulussalam jumlah desa-desa bentukan transmigrasi mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap pengembangan pembangunan Kabupaten/Kota. Banyak lagi kontribusi pembangunan transmigrasi seperti penyediaan fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, lembaga-lembaga ekonomi, transportasi perhubungan, layanan komunikasi, pertanian dan perkebunan serta sarana produksi pertanian. Dalam konteks otonomi daerah sejalan dengan program transmigrasi berparadigma baru, peran kaum transmigran dapat diposisikan sebagai pioneer pembangunan daerah. Sebagai contoh berbagai upaya dan peran yang telah dilakukan para transmigran selama ini adalah dapat menjadikan kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru sehingga setelah mengalami perkembangan terutama karena pada awalnya ditunjang dengan produktivitas sektor pertanian yang maju mereka mampu menyulap kawasan transmigrasi tersebut sebagai desa-desa baru dan tidak sedikit berubah fungsi menjadi kota kecamatan bahkan Ibukota Kabupaten.

b. Paradigma Baru Pembangunan Program Transmigrasi Pembangunan bidang ketransmigrasian melalui Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh selain menjadi alternatif dalam mengurangi kesenjangan wilayah, dapat berkonstribusi dalam memperkuat ketahanan pangan daerah, memperkuat pilar ketahanan daerah, mendukung kebijakan pengembangan energi alternatif, mendukung pemerataan investasi secara berkelanjutan yang pada akhirnya dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Untuk mendukung program tersebut di atas, terdapat sejumlah kawasan transmigrasi yang potensial untuk direvitalisasi dan kawasan baru yang potensial untuk dikembangkan guna mempercepat tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru.

Di Aceh saat ini melalui Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh mempunyai total cadangan areal untuk permukiman transmigrasi seluas ± 508.241,61 Ha dengan berbagai aspek legalitas. Areal yang telah dimanfaatkan untuk permukiman transmigrasi seluas ± 74.157,55 Ha dan areal yang masih potensial untuk dikembangkan sebagai permukiman adalah seluas ± 225.169,50 Ha. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6.1.2.2.

Tabel 6.1.2.2

Luas Areal Cadangan untuk Permukiman Transmigrasi

Berdasarkan Kabupaten/Kota di Aceh

SISA AREAL AREAL YANG NO KABUPATEN/LOKASI

ASPEK LEGAL PEMANFAATAN

LAHAN

POTENSIAL TDK POTENSIAL

(Ha)

(Ha)

(Ha) (Ha) 1 2 3 4 5 6

I ACEH BESAR

4,972.50 - II NAGAN RAYA

10,304.50 32,839.59 III GAYO LUES

3,150.00 18,757.45 IV ACEH TENGAH

2,800.00 16,656.00 V BENER MERIAH

3,070.00 3,780.00 VI ACEH TAMIANG

11,228.00 200.00 VII ACEH UTARA

2,210.00 11,213.00 VIII BIREUEN

1,100.00 8,690.00 IX ACEH SINGKIL

30,005.00 42,235.00 X ACEH BARAT

21,772.50 6,642.50 XI ACEH BARAT DAYA

- 3,100.00 XII ACEH SELATAN

550.00 12,750.00 XIII SIMEULUE

Sejak diimplementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang diubah terakhir dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi peningkatan jumlah kabupaten/kota, kecamatan dan desa yang cukup signifikan. Pembangunan perdesaan terutama di daerah tertinggal, terluar, terdepan dan paska konflik, yang selama ini cenderung mengabaikan potensi sinergi dengan kawasan perkotaan dalam suatu konsep pengembangan wilayah dapat mengakibatkan hasil pembangunan perdesaan justru terserap ke perkotaan baik dari sisi sumberdaya manusia, alam, bahkan modal. Kondisi kawasan perdesaan tersebut pada umumnya memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar, namun belum didukung dengan infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai sehingga merupakan peluang cukup besar untuk pengembangan pembangunan ekonomi melalui program ketransmigrasian

Akibat kesenjangan antar wilayah yang cukup besar, maka disatu sisi Pemerintah Daerah dalam hal ini Kabupaten/Kota mempunyai masalah dalam hal keterbatasan sumberdaya manusia untuk mengelola dan mengembangkan wilayahnya, sehingga dalam melaksanakan pembangunan belum sesuai dengan perencanaan. Namun disisi lain

terdapat Pemerintah Kabupaten/ Kota yang menghadapi tekanan

kependudukan cukup berat akibat

keterbatasan

potensi

sumberdaya alam wilayahnya.

Dengan adanya masalah berbeda yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota tersebut, pada dasarnya merupakan potensi sinergis yang saling mendukung dan melengkapi kekurangan tersebut melalui kerjasama antar daerah di bidang ketransmigrasian terutama di Provinsi Aceh.

c. Rencana Pembangunan Transmigrasi Sejak ditandatanganinya MoU

Helsinki pada tahun 2005, program

transmigrasi lebih memprioritaskan pembangunan

yang

diperuntukkan

kepada kaum dhuafa, masyarakat

tertinggal/terisolir,masyarakat perbatasan, masyarakat Daerah Aliran

Sungai (DAS), masyarakat korban

bencana, masyarakat yang terkena abrasi

laut, masyarakat perambah hutan, mantan kombatan GAM dan korban

konflik untuk diberdayakan

dan

ditempatkan di lokasi transmigrasi sebagai transmigrasi lokal (Translok).

Sampai dengan tahun 2012, perencanaan

tata ruang yang telah disurvey sebagai

Didukung dengan adanya ketersediaan Pencandangan Areal yang diperuntukkan bagi pembangunan kawasan transmigrasi yang ditetapkan oleh Surat Keputusan Bupati/Walikota. Adapun informasi jumlah lokasi yang telah dilakukan survey tata ruang berdasarkan Kabupaten/Kota seperti yang disajikan pada Tabel

6.1.2.3.

Untuk mendukung aktivitas sosial ekonomi, kepada transmigran disediakan lahan usaha yang nantinya apabila telah memenuhi persyaratan akan menjadi status hak milik. Lahan usaha tersebut diperuntukkan sebagai modal untuk mengembangkan berbagai usaha sesuai dengan pola permukiman. Selain itu transmigran juga menerima bantuan lainnya dari pemerintah untuk jangka waktu tertentu seperti Jadup (Jaminan Hidup), sarana produksi pertanian, pembinaan serta perlindungan dalam pengembangan kemitraan usaha seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian. Dengan berbagai bantuan ini diharapkan transmigran dapat mengembangkan usaha pokok yang berupa usaha primer sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya dibandingkan dengan sebelumnya.

Tabel 6.1.2.3 Jumlah Lokasi yang Telah dilakukan survey Tata Ruang Berdasarkan Kabupaten/Kota

TELAH NO

JUMLAH DESIGN DAYA

KAB/KOTA KET TATA RUANG TAMPUNG DI BANGUN

1 PIDIE JAYA 5 500 200 2 ACEH BARAT

5 1,175 100 3 ACEH TENGAH

3 600 53 4 ACEH TAMIANG

2 700 - 5 BENER MERIAH

3 550 150 6 GAYO LUES

6 450 - 7 SIMEULUE

3 979 - 8 ACEH UTARA

3 600 - 9 BIREUEN

3 475 - 10 NAGAN RAYA

7 960 - 11 PIDIE

7 800 50 12 ACEH SINGKIL

1 100 - 13 ACEH JAYA

5 870 - 14 KOTA SUBULUSSALAM

5 870 - 15 ACEH SELATAN

1 100 - 16 ACEH BESAR

2 250 - JUMLAH

61 9,979 553

Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, 2013

Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, 2013