KERANGKA EPISTEMOLOGI EKONOMI ISLAM TERHADAP SUBSIDI BBM

3.1.4. Fiqih Ekonomi Islam terhadap Rasionalitas Penggunaan Kekayaan Negara

Diriwayatkan dari Abu Al-Walid yang mengatakan: Aku mendengar Khulah binti Qais, istri Hamzah bin Abdul Muthalib, mengatakan Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Harta ini sungguh hijau dan manis. Siapa yang mendapatkannya dengan cara yang sah, ia mendapat keberkahan di dalamnya. Tapi banyak orang yang menghambur-hamburkan harta Allah dan Rasul-Nya dengan sesuka hati mereka. Orang-orang ini tidak akan mendapat apapun pada hari kiamat selain api neraka.”

Riwayat di atas menyuruh kita untuk mencari harta dengan cara yang halal agar harta tersebut menjadi berkah. Seseorang yang memiliki harta kekayaan harus menggunakan sesuai kebutuhan, tidak boros, dan sewajarnya. Sikap berlebih-lebihan akan membawa manusia ke dalam ketidakbaikan.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Zarir yang mengatakan bahwa ia mengunjungi Ali bin Abi Thalib r.a. Hasan mengatakan: Hari itu adalah hari Idul Adha. Lalu ia (Ali) menjamu kami dengan hazirah (semacam makanan). Aku mengatakan: Semoga Allah melimpahkan kebaikan kepada anda, sekiranya anda menghidangkan bebek atau angsa kepada kami, karena Allah ‘Azza Wa Jalla telah memperbanyak kebaikan. Lalu ia mengatakan: Wahai Ibnu Zarir, aku sesungguhnya mendengar Rasulullah bersabda: “Tidak halal bagi seorang khalifah dari harta Allah kecuali dua mangkuk. Satu mangkuk untuk ia makan bersama keluarganya dan satu mangkuk lagi untuk dihidangkan pada masyarakat (tamu).”

Riwayat ini juga menyuruh kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam memanfaatkan harta kekayaan. Seorang pemimpin tidak boleh lupa diri dan

36 Lihat Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al Khatab (Jakarta: KHALIFA, 2006), hlm. 233-235.

menguasai sepenuhnya harta kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya. Seorang pemimpin harus adil terhadap rakyatnya. Apa yang dimilikinya, sesungguhnya terdapat hak rakyatnya.