65 Universitas Sumatera Utara BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah dilakukan sesuai dengan langkah- langkah yang dituntut dan telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara kemasan informasi dengan makna pesan yang ditayangkan oleh tayangan 86 di Net Tv terhadap citra polisi sehingga dapat
mengubah citra polisi saat ini di kalangan mahasiswa FISIP USU. 2.
Khalayak memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap tayangan 86 di Net Tv yang dapat memberikan harapan baik terhadap Institusi penegak hukum yang
berkualitas dalam menegakkan hukum Indonesia di kemudian hari, dimana responden adalah pihak yang mempersepsikan aparat penegak hukum itu sendiri
yang sedang berusaha membangun reputasinya. 3.
Penilaian positif diberikan kepada khalayak yakni dari kalangan mahasiswa FISIP USU, yang menilai Tayangan 86 di Net Tv adalah salah satu acara reality show
yang diharapkan mampu membentuk citra image yang diharapkan. Hal ini dilihat dari hasil uji hipotesis yang menyatakan hasil signifikan hubungan antara
tayangan 86 di Net Tv dengan citra polisi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah peneliti peroleh se3lama melakukan penelitian, maka peneliti mengajukan sejumlah saran sebagai berikut :
1. Sehubungan dengan hasil penelitian dan pembahasan dapat dilihat bahwa
hubungan intensitas tayangan 86 di Net Tv dengan citra polisi terdapat hubungan yang signifikan, maka sebaiknya Net Tv tetap mempertahankan program tayangan
86 ini, karena tayangan ini memberikan informasi yang edukatif bagi para penontonnya
2. Sehubungan dengan hasil penelitian dan pembahasan dapat dilihat bahwa
hubungan daya tarik tayangan 86 di Net Tv dan citra polisi diharapkan tetap terjaga dengan pengemasan yang unik, yang dapat memberikan sebuah kesan,
kepercayaan dan sikap tersendiri kepada para penontonnya.
Universitas Sumatera Utara
66 Universitas Sumatera Utara
3. Dari pembahasan dan penelitian yang peneliti lakukan mengenai tayangan 86 di
Net Tv, agar tayangan ini dapat ditayangkan dengan durasi yang lebih lama dan akan lebih baik pula jika dalam tayangan 86 ini ditayangkan bagaimana
keseharian polisi di dalam kantor, agar para penonton lebih mengetahui tugas dan wewenang yang sebenarnya.
4. Perlunya mengungkap variabel-variabel lain yang ikut mempengaruhi hubungan
antara tayangan 86 di Net Tv dengan citra polisi di kalangan masyarakat agar dapat memperkaya penelitian di bidang public relations. Dan juga diharapkan
untuk penelitian selanjutnya judul ini dapat dijadikan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode kualitatif.
Universitas Sumatera Utara
BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Kerangka Teori
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah
yang ada dalam penelitiannya Arikunto, 1998:93.
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
2.1.1 Komunikasi Massa
Sejalan dengan perkembangan media komunikasi, maka berkembang pula ilmu komunikasi massa. Komunikasi massa merupakan studi ilmiah tentang media massa beserta
pesan yang dihasilkan, pembaca pendengar penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
media cetak dan elektronik.Sebab pada awal perkembangannya, komunikasi massa berasal dari pengembagan kata media mass communication media komunikasi massa.
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner. Ia mendefenisikan komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasika nmelalui media massa
pada sejumlah besar orangmass communication is messages communicated through amass medium to a large number of people. Definisi komunikasi massa yang lebih rinci
dikemukakan oleh ahli komunikasi yang lain, yaitu Gebner. Menurut Gerbner 1967“Mass
communication is the tehnologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continous flow of messages in industrial societes”. Komunikasi
massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki masyarakat.
Komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media masa. Pengertian ini juga ditegaskan oleh ahli komunikasi lainnya, JosephA. Devito. Ia
mengemukakan defenisinya dalam dua item. Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa khalayak. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh
Universitas Sumatera Utara
penduduk atau semua orang yang menonton televisi, tetapi ini berarti khalayak yang besar itu pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi
yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya: televisi,
radio, surat kabar,majalah, film, buku dan pita. Effendy,1990:21. Komunikasi massa merupakan jenis komunikasi yang menggunakan saluran media
dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh terpencar, sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu.
Rakhmat, 2005 : 189. Adapun ciri-
ciri komunikasi massa menurut Nurrudin dalam buku “Komunikasi Massa
” Nurrudin, 2004 :16-28 antara lain: 1.
Komunikasi massa berlangsung satu arah, ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga, artinya media massa sebagai
saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. 3.
Pesan pada komunikasi massa bersifat umum, pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum public karena ditujukan kepada umum dan mengenai
kepentingan umum. 4.
Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan, kemampuan media massa untuk menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan
yang disebarkan. 5.
Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen, komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi
massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yakni
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Sedangkan menurut Meletzke, komunikasi massa didefenisikan sebagai setiap
bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. Istilah
tersebar disini menunjukkan bahwa komunikan sebagai pihak penerima pesan tidak berada di satu tempat, tetapi tersebar di berbagai tempat. Ditambahkan menurut Joseph A. Devito
merumuskan defenisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang pengertian massa, serta tentang media yang digunakannya. Yakni, “pertama, komunikasi
Universitas Sumatera Utara
massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-
pemancar yang audio atau visual Ardianto, 2004:3-6. Teori komunikasi yang dianggap paling awal 1948.Lasswell menyatakan bahwa
cara yang terbaik untukmenerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan :Who says in which channel to whom with what effect Siapa mengatakan apa melalui saluran apa
kepada siapa dengan efekapa. Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik : Lasswell itumerupakan unsur-unsur proses komunikasi yaitu Communicator komunikator, Message
pesan, Media media, Receiver komunikanpenerima, dan Effeck efek. Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah sebagai berikut :
The surveillance of the environment pengamatan lingkungan The correlation of the parts of society in responding to the environment korelasi
kelompok-kelompok dalammasyarakat ketika menanggapi lingkungan. The transmission of the social heritage from onegeneration to the next transmisi
warisan sosial darigenerasi yang satu ke generasi yang lain. Berdasarkan definisi mengenai komunikasi massa diatas dapat disimpulkan bahwa
inti dari komunikasi massa adalah proses penyampaian ide atau pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media massa sehingga pesan dapat diterima secara serempak.
Media massa baik media cetak maupun elektronik efektif menjangkau dan menyebarkan informasi, ide, nilai-nilai kepada komunikan yang beraneka ragam serta terpisah secara
geografis. Setiap proses komunikasi mempunyai hasil akhir yang disebut dengan efek. Efek muncul dari seseorang yang menerima pesan komunikasi baik secara disengaja maupun tidak
disengaja. Dalam penelitian efek komunikasi massa, media massa dipandang sangat berpengaruh, tetapi ada saat lain ketika dianggap sedikit bahkan hampir tidak berpengaruh
sama sekali. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pandangan dalam memandang efek dari media massa tersebut.
Secara umum terdapat tiga efek dari komunikasi massa, Nurrudin, 2004:192-199 yaitu:
1. Efek kognitif
Pesan komunikasi massa akan menimbulkan perubahan dalam hal pengetahuan, pandangan dan pendapat terhadap sesuatu yang diperoleh khalayak. Efek ini berkaitan
dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. 2.
Efek afektif
Universitas Sumatera Utara
Pesan komunikasi massa mengakibatkan berubahnya perasaan tertentu dari khalayak. Orang dapat menjadi lebih marah atau berkurang rasa tidak senangnya terhadap
sesuatu akibat membaca surat kabar, mendengarkan radio, atau menonton televisi. Efek ini berhubungan dengan emosi, sikap, atau nilai.
3. Efek behavioral
Pesan komunikasi massa yang merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau
film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Siaran kesejahteraan keluarga yang banyak disiarkan dalam televisi menyebabkan para ibu rumah tangga memiliki
keterampilan baru. Pernyataan – pernyataan ini mencoba mengungkapkan tentang
efek komunikasi massa pada perilaku, tindakan dan gerakan khalayak yang tampak dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2.1.2 Media Massa
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak penerima dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat
kabar, film, radio, televisi, dan internet Cangara, 2006:122. Media massa merupakan istilah yang digunakan untuk mempertegas kehadiran suatu kelas, seksei media yang dirancang
sedemikian rupa agar dapat mencapai audiens yang sangat besar dan luas yang dimaksudkan dengan besar dan luas adalah seluruh penduduk dari suatu bangsanegara. Secara tak sengaja
memang media massa yang menerpa audiens sekaligus membuat masyarakat membentuk masyarakat massa mass society dengan karakteristik budaya tertentu yakni budaya massa
mass culture, popular culture. Media massa merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat, digunakan
berhubungan dengan khalayak masyarakat secara umum, dikelola secara profesional dan bertujuan mencari keuntungan. Dengan demikian, tidak semua media informasi atau
komunikasi dapat disebut media massa. Telepon, meskipun dengannya kita bisa berhubungan, bukanlah merupakan media massa karena hubungannya individu. Buletin
intern suatu lembaga juga bukan media massa karena informasinya terkait dengan kepentingan lembaga yang kadang tidak dikelola secara profesional, bahkan tidak bertujuan
demi keuntungan Monry, 2008:12. Penelitian efek media massa terhadap khalayak bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana kehadiran suatu media atau peroses penyampaian pesan mempengaruhi khalayak dalam
Universitas Sumatera Utara
berfikir, bersikap dan berprilaku, Ardianto dan Adinaya 2005:164 tujuan dari terjalinnya komunikasi ini antara lain adalah :
1. Agar terjadi perubahan sikap attitude chage , khalayak diharapkan
dapat merubah sikap dalam mematuhi peraturan karena kehadiran aparat penegak hukum nyata ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seperti yang digambarkan dalam tayangan
86 di Net Tv. 2.
Perubahan pendapat opinion chage melalui program 86, diharapkan khalayak dapat membentuk opini terhadap POLRI sehingga dapat
merubah opini buruk atau citra negatif terhadap institusi POLRI. 3.
Perubahan prilaku behaviour change merupakan perubahan prilaku secara nyata, diharapkan masyarakat dapat berprilaku sesuai dengan
norma dan peraturan- peraturan yang berlaku. Seperti dalam berkendara kendaraan bermotor selalu mengenakanhelm, tidak menerobos lampu merah
persis seperti yang di gambarkan dalam tayangan 86. 4.
Perubahan sosial sosial chage, diharapkan khalayak atau masyarakat dalam kehidupan bersosial antara polisi dan masyarakat dapat
hidup berdampingan agar tidak terjadi konflik. Secara umum, fungsi dari media massa adalah sebagai berikut Sudarman,2008:7:
a. Menginformasikan to inform. Maksudnya media massa merupakan tempa tuntuk
menginformasikan peristiwa-peristiwa atau hal-hal penting yang perlu diketahui oleh khalayak.
b. Mendidik to educate. Tulisan di media massa dapat mengalihkan ilmu pengetahuan
sehingga mendorong perkembangan intelektual, membentuk watak dan dapat meningkatkan keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan para pembacanya.
c. Menghibur to intertaint. Media massa merupakan tempat yang dapat memberikan
hiburan atau rasa senang kepada pembacanya atau khalayaknya. d.
Mempengaruhi to influence. Maksudnya bahwa media massa dapat mempengaruhi pembacanya. Baik pengaruh yang bersifat pengetahuan cognitive, perasaan
afektive, maupun tingkah laku conative. e.
Memberikan respons sosial to social responsibility, maksudnya bahwa dengan adanya media massa kita dapat menanggapi tentang fenomena dansituasi sosial atau
keadaan sosial yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
f. Penghubung to linkage, maksudnya bahwa media massa dapat menghubungkan
unsur-unsur yang ada dalam masyarakat yang tidak bias dilakukan secara perseorangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Media massa berperan sebagai agent of change yaitu sebagai pelopor perubahan Bungin, 2006:85. Ini adalah paradigma utama media massa. Dalam menjalankan
paradigmanya media massa berperan: 1.
Media edukasi yaitu media massa menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat menjadi cerdas, pikiran terbuka dan menjadi masyarakat yang maju.
2. Media informasi yaitu media yang selalu menyampaikan informasi yang terbuka dan
jujur kepada masyarakat, menjadikan masyarakat kaya akan informasi dan terbuka dengan informasi.
3. Media hiburan juga menjadi media massa yang institusi terhadap budaya, dimana
mendorong agar perkembangan budaya itu bermanfaat bagi masyarakat yang bermoral dan juga mencegah agar perkembangan budaya itu tidak merusak peradaban
masyarakat. Media massa pada masyarakat luas saat ini dapat dibedakan atas tiga kelompok,
meliputi media cetak, media elektronik, dan media online Monry, 2008:12. 1.
Media cetak merupakan media tertua yang ada di muka bumi. Media cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta Senatus di kerajaan Romawi,
kemudian berkembang pesat setelah Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti surat kabar koran, tabloid, dan
majalah. 2.
Media elektronik muncul karena perkembangan teknologi modern yang berhasil memadukan konsep media cetak, berupa penulisan naskah dengan suara radio,
bahkan kemudian dengan gambar, melalui layar televisi. Maka kemudian, yang disebut dengan media massa elektronik adalah radio dan televisi.
3. Media online merupakan media yang menggunakan internet. Sepintas lalu orang akan
menilai media online merupakan media elektronik, tetapi pakar memisahkannya dalam kelompok tersendiri. Alasannya, media online menggabungkan gabungan
proses media cetak dengan menulis informasi yang disalurkan melalui sarana elektronik, tetapi juga berhubungan dengan komunikasi personal yang terkesan
perorangan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Televisi
Menurut Effendy 1994:21 yang dimaksud dengan televisi adalah siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa,
yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menmbulkan keserampakan, dan komunikasinya bersifat heterogen. Televisi
adalah sistem telekomunikasi untuk penyiaran dan penerimaan gambar dan suara dari jauh atau media komunikasi yang mentransmisikan gambar visual dan suara audio.
Televisi adalah media massa yang memancarkan suara dan gambar atau secara mudah dapat disebut
dengan radio“with picture”atau “movie at home”. Widjaya;1987. Televisi merupakan media yang paling efektif dan efisien dalam penyampaian pesan
–pesan atau ide – ide dari penyampai pesan, karena media televisi tidak hanya mengeluarkan suara saja
tetapijuga disertai dengan gambar dan warna. Menurut Defleur and Dennis :
“Television s sound is basically FM Radio. Sounds are picked up from amicrophone, turntable, or tape recorder. They are them mixed in an audioboard and sent to the
transmitter, where the waves we described earlier in the chapter are generated, modulated, and sent out the antenna to hereceived in the home. Off course, since not all television is live,
the soundsard the pictures may be stored on video tape and broadcast orrebroadcast”. Artinya ialah suara televisi pada dasarnya adalah radio FM. Suara yang diambil dan
mikrophone, atau tape perekam. Semua ini kemudian dikombinasikan di papan audio dan dikirim ke transmitter, dimana gelombang diterjemahkan pada awal bagian dan
digeneralisasikan, dimodulasi dan dikirim keluar ke antena dan diterima di rumah. Tentu saja, karena tidak sama siaran televisi disiarkan langsung, suara dan gambar bisa dikirim di tape
video dan disiarkan atau disiarkan ulang kemudian. Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi televisi adalah gabungan dan bentuk gambar dan suara atau visual dan audio visual meliputi
segala sesuatu yang dapat kita lihat seperti gambar hidup, tulisan, logo televisi, jam penayangan,dan lain-lain.
Perkembangan teknologi pertelevisian sampai saat ini sudah berkembang sedemikian pesat sehingga dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak adalagi batasan antara satu
negara dengan negara yang lainnya” Muda, 2003:4. Televisi, disamping sebagai media yang amat menghibur, juga menjadi saluran komunikasi dua arah yang efektif. Penggunaan televisi
sekarang tidak hanya dimiliki oleh masyarakat diperkotaan saja namun juga bisa dinikmati oleh masyarakat di pedesaan. Kelebihan yang dimiliki oleh televisi adalah mampu
Universitas Sumatera Utara
mentransformasikan gambar, suara, dan warna-warna yang sesuai dengan aslinya sehingga apabila ada acara yang ditayangkan di televisi dengan mengambil setting tempat tertentu
maka pemirsa sudah dapat mengetahui tempat itu tanpa harus pergi ke sana. “Nilai-nilai lebih dari televisi tersebut membuat daya rangsang seseorang terhadap media televisi cuk
up tinggi” Kuswandi, 1996:20.
Menurut Effendy 2005:27-30 dalam kaitannya dengan komunikasi massa, televisi menjadi media massa yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat dibanding dengan media
massa lainnya. Siaran televisi menjadi lebih komunikatif dalam menyampaikan pesan, dengan audio visual yang dimilikinya. Maka dari itu televisi sangat berguna dalam upaya
pembentukan sikap, perilaku, dan perubahan pola pikir. Seperti halnya media massa lain, televisi pada pokoknya mempunyai tiga fungsi pokok yakni sebagai berikut:
1. Fungsi Penerangan The Information Function
Televisi mendapat perhatian yang besar dikalangan masyarakat karena dianggap sebagai media yang mampu menyiarkan informasi yang sangat memuakan. Hali ini
didukung oleh 2 dua faktor, yaitu: a.
Immediacy Kesegaran. Pengertian ini mencakup langsung dan peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa pada saat
peristiwa itu berlangsung. b.
Realism Kenyataan. Ini berarti televisi menyiarkan informasinya secara audio dan visual dengan perantara mikrofon dan kamera sesuai dengan kenyataan.
2. Fungsi Pendidikan The Educational Function
Sebagai media massa, televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya begitu banyak secara simultan dengan
makna pendidikan, yaitu meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat. Siaran televisi menyiarkan acara-acara tersebut secara teratur, misalnya pelajaran
bahasa, matematika, ekonomi , politik, dan sebagainya.
3. Fungsi Hiburan The Entertainment Function
Sebagai media yang melayani kepentingan masyarakat luas, fungsi hiburan yang melekat pada televisi tampaknya lebih dominan dari fungsi lainnnya. Sebagian besar
dari alikasi waktu siaran televisi diisi oleh acara-acara hiburan, seperti lagu-lagu, film cerita, olahraga, dan sebagainya. Fungsi hiburan ini amat penting, karena ia menjadi
Universitas Sumatera Utara
salah satu kebutuhan manusia untuk mengisi waktu mereka dari aktivitas di luar rumah.
Bersamaan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan media televisi kepada pemirsa, maka isi pesan itu juga akan diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut visi
pemirsa serta efek yang ditimbulkan juga beraneka ragam. Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara televisi berkaitan erat dengan
status sosial ekonomi dan kondisi pemirsa saat menonton televisi Kuswandi, 1996:99. Tayangan televisi dapat diartikan sebagai adanya suatu pertunjukan acara yang
ditampilkan atau disiarkan melalui media massa televisi. Tayangan tersebut bisa bermanfaat hiburan, informasi, ataupun edukasi seperti tayangan mengenai pendidikan. Dalam kehidupan
sehari-hari kita sering memperoleh berbagai pengalaman. Hal ini dikarenakan terintegrasinya kelima indera yang kita miliki, tetapi dengan menonton audiovisual, akan mendapatkan 100
dari informasi yang diperoleh sebelumnya. Ini sebagai akibat timbulnya pengalaman tiruan stimulated experience dari media audiovisual tadi Darwanto, 2007:119.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan pesan melalui televisi, diantaranya adalah Darwanto, 2007:119 :
1. Pemirsa
Dalam setiap bentuk komunikasi dengan menggunakan media apapun, seorang komunikator akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang komunikannya. Tetapi
dalam komunikasi melalui televisi, faktor pemirsa menjadi perhatian lebih, disebabkan komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik dalam
kategori anak-anak, remaja, dewasa.
2. Waktu
Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan agar setiap acara yang ditayangkan dapat secara proporsional dan dapat diterima oleh sasaran khalayak.
3. Durasi
Durasi berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap penayangan acara. 4.
Metode penyajian Fungsi utama televisi pada umumnya menurut khalayak adalah untuk menghibur dan
mendapatkan informasi. Bukan berarti fungsi mendidik dan membujuk diabaikan,
Universitas Sumatera Utara
fungsi non hiburan dan non informasi harus tetap ada karena sama pentingnya bagi komunikator dan komunikan.
Menurut Frank Jefkins, televisi memiliki sejumah karakteristik khusus dari program acara televisi yaitu ;
1. Selain menghasilkan suara, televisi juga menghasilkan gerakan, visi, dan warna
2. Pembuatan program televisi lebih lama dan lebih mahal
3. Karena mengandalkan tayangan secara visual, maka segala sesuatu yang nampak
harus dibuat semenarik mungkin. Sedangkan program acara televisi terdiri dari :
a. Buletin Berita Nasional, misalnya siaran berita atau buletin berita regional yang
dihasilkan oleh stasiun- stasiun TV loka l b.
Liputan- liputan khusus yang mengupas tentang berbagai masalah terbaru secara mendalam.
c. Program- program Olahraga, baik olahraga diluar dan di dalam ruangan yang
disiarkan secara langsung atau tidak langsung dari dalam atau luar negeri d.
Acara mengenai topik-topik khusus yang bersifat informatif seperti acara-acara mengenai cara memasak, berkebun, atau kuis.
e. Drama, terdiri dari sinetron sandiwara dan film.
f. Acara musik, yang berisi musik pop, konser musik klasik dan sebagainya.
g. Acara untuk anak-anak dan film kartun
h. Acara keagamaan.
i. Program-program ilmu pengetahuan dan pendidikan.
j. Acara bincang-bincang Jefkins 2003 : 105-108 .
Pengaruh televisi pada sistem komunikasi tidak pernah lepas dari pengaruh terhadap aspek-
aspek kehidupan masyarakat indonesia. Menurut Prof. Dr. R. Mar’at, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan para penonton sebab
salah satu pengaruh psikologis dari televisi seakan- akan menghipnotis penonton sehingga mereka seolah- olah hanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang dihidangkan
televisi Efendy 2004 : 122.
2.1.4 Teori Kultivasi Cultivation Theory
Teori kultivasi cultivation theory pertama kali dikenalkan oleh Professor George Gerbner, Dekan emiritus dari Annenberg School for Communication di Universitas
Universitas Sumatera Utara
Pensylvania. Riset pertamanya pada awal tahun 1960 ‐
an tentang Proyek Indikator Budaya Cultural Indicators Project untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Dimana
Gerbner dan koleganya di Annenberg School for Communication ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan penonton televisi. Tradisi pengaruh media dalam jangka
waktu panjang dan efek yang tidak langsung menjadi kajiannya. Argumentasi awalnya adalah, “televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting, anggota yang bercerita paling
banyak dan paling sering” Hadi, 2007:8
Hadirnya media televisi memberi dampak komersial bagi pasar dan khalayak. Dampak medium televisi melalui program acara berita kriminal, jenis film action, shooting
dan pembunuhan mampu memengaruhi agresivitas khalayak terhadap dunia atas kumulatif efek melalui
tayangan televisi. Dampak ‘kekerasan media’ ini oleh George Gerbner kemudian disebutnya sebagai “mean world syndrome”, dalam teori Cultivation Analysis
1970-1980 Hadi, 2007:8. Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana para
pemirsa televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya. Dengan kata lain untuk mengetahui dunia nyata macam apa yang dibayangkan oleh pemirsa televisi dan
bagaimana media televisi mempengaruhi pemirsa atas dunia nyata. Asumsi mendasar dalam teori ini adalah terpaan media yang terus menerus akan memberikan gambaran dan pengaruh
pada pemirsanya. Artinya, selama pemirsa kontak dengan televisi, mereka akan belajar tentang dunia, belajar bersikap dan nilai
‐ nilai orang Hadi, 2007:9
Gerbner meyakini bahwa kekuatan televisi berasal dari isi simbolik dari drama kenyataan hidup sehari-hari yang ditayangkan jam lepas jam dan minggu lepas minggu
Griffin, 1991. “Rata-rata pemirsa menonton televisi empat jam sehari” Severin dan Tankard, 2001.
“George Gerbner menggolongkan audience televisi menjadi 2 golongan, yaitu heavy viewer dan light viewer. Heavy viewer atau pecandu berat televisi adalah orang
yang menonton televisi lebih dari 4 jam per hari. Sebaliknya, light viewer atau pecandu ringan ad
alah orang yang menonton kurang dari 4 jam per hari” Hadi, 2007:3. Berdasarkan golongan audience inilah Gerbner melakukan penelitian terhadap heavy
viewer dan light viewer. Dua golongan ini memiliki jawaban yang berbeda ketika menjawab pertanyaan. Misalnya, ketika ditanya seputar populasi yang berada di Amerika, heavy viewer
akan menjawab kurang lebih 20 persen populasi di dunia berada di Amerika. Sedangkan light viewer akan memberikan jawaban yang mendekati angka aslinya yaitu 6 persen. Contoh
lainnya, heavy viewer menganggap kemungkinan seseorang untuk menjadi korban kejahatan
Universitas Sumatera Utara
adalah 1 berbanding 10. Dalam kenyataannya angkanya adalah 1 berbanding 50. Heavy viewer cenderung memberikan jawaban yang mendekati dunia yang digambarkan oleh
televisi Ardiyanto, 2004:64. Fokus utama riset kultivasi pada tayangan kriminal dan kekerasan dengan
membandingkan kepada prevalensi frekuensi kriminal dalam masyarakat. Bagi pemirsa pecandu berat televisi heavy viewers dalam jangka waktu lama ternyata hal ini memberi
keyakinan bahwa tak seorang pun bisa dipercaya atas apa yang muncul dalam dunia kekerasan. Temuan ini mengindikasikan bahwa pecandu berat televisi cenderung melihat
dunia ini sebagai kegelapan mengerikan serta tidak mempercayai orang. Apa yang terjadi di televisi itulah dunia nyata. Televisi menjadi potret sesungguhnya dunia nyata Hadi, 2007:9.
Gerbner mengklaim bahwa pecandu berat televisi heavy viewer mengembangkan kepercayaan yang berlebihan tentang dunia yang kotor dan mengerikan. Misalnya karena
seringnya menonton televisi membuat orang beranggapan bahwa dunia ini tempat yang tidak aman. Kekerasan yang mereka lihat di televisi dapat menanamkan ketakutan sosial yang
menjawab dugaan tentang orang yang dapat dipercaya atau keamanan keadaan sekitarnya Hadi, 2007:10.
Gerbner dan koleganya berpendapat bahwa televisi menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota
masyarakat yang kemudian mengikatnya bersama ‐
sama pula. Media mempengaruhi penonton dan masing
‐ masing penonton itu meyakininya. Sehingga para pecandu berat
televisi itu akan mempunyai kecenderungan sikap yang sama satu sama lain Nurudin, 2003 :159.
Tim Gerbner juga menyatakan bahwa salah satu dampak kultivasi yang utama, dan terjadi secara meluas, yang diakibatkan televisi adalah munculnya persepsi “dunia yang
kejam” yang berasal dari para pecandu berat televisi. Peneliti kultivasi juga menemukan
beberapa variabel penting yang juga turut mempengaruhi perbedaan yang terjadi antara pecandu berat dan ringan televisi. Variabel-variabel tersebut antara lain, usia, pendidikan,
jenis kelamin, status ekonomi, dan berita yang dikonsumsi Ardiyanto, 2004:68. Para peneliti kultivasi berusaha untuk mengontrol variabel-variabel yang turut
mempengaruhi dampak, selain televisi. Kritik ini juga diutarakan oleh Paul Hirsch pada tahun 1980-an. Dari kritikan yang diajukan oleh Hirsch ini kemudian Gerbner beserta rekan-
rekannya menambahkan 2 konsep tambahan sebagai revisi dari teori kultivasi. Dua konsep tersebut adalah mainstreaming pelaziman dan resonance resonansi. Mainstreaming
Universitas Sumatera Utara
dikatakan apabila sering menyaksikan televisi menyebabkan pemusatan pandangan seluruh kelompok. Misalnya, baik pemirsa “berat” dalam kategori penghasilan rendah maupun dalam
penghasilan tinggi mempunyai pendapat yang sama bahwa ketakutan akan kejahatan adalah masalah pribadi yang sangat serius. Tetapi, pemirsa “ringan” televisi yang berpenghasilan
rendah cenderung untuk mempunyai pendapat yang sama dengan pemirsa “berat” dalam dua
kategori tadi bahwa ketakutan akan kejahatan adalah sebuah masalah, sedangkan pemirsa ringan yang berpenghasilan tinggi cenderung untuk tidak mempunyai pendapat yang sama
bahwa ketakutan akan kejahatan adalah sebuah masalah
Sianturi, 2010:45
Resonance resonansi terjadi ketika dampak kultivasi ditingkatkan untuk sekelompok tertentu dalam populasi. Misalnya, pemirsa ‘berat’ diantara laki-laki dan perempuan
mempunyai kemungkinan lebih besar daripada pemirsa “ringan” untuk setuju bahwa
ketakutan akan kejahatan adalah sebuah masalah serius. Tetapi kelompok yang setuju paling kuat adalah perempuan yang menjadi penonton “berat”, karena kerentanan khusus mereka
pada kejahatan konon “mirip” dengan potret dunia kejahatan yang tinggi yang dilukiskan
dalam televisi. Dengan adanya tambahan yang substansial pada teori kultivasi, maka teori kultivasi ini tidak lagi menyatakan keseragaman, dampak televisi untuk semua anggota
pemirsa “berat”. Kemudian yang terjadi adalah apabila orang mengontrol variabel –variabel lain sekaligus, sisa dampak yang diakibatkan oleh televisi menjadi agak kecil. Namun karena
adanya dampak kumulatif dari televisi yang dialami sebagian besar orang paling tidak di Amerika, maka dampak tersebut tidak dapat diabaikan
Sianturi, 2010:45.
Pada tahun 1988, Rubin, Perse, dan Taylor meragukan bahwa kultivasi adalah sebagai efek umum dari terlalu sering menonton televisi. Mereka menemui adanya dampak dari
menonton televisi pada persepsi realitas sosial, namun dampak tersebut hanya pada program tertentu saja. Dalam penelitian mereka, dapat dibuktikan bahwa pemirsa secara aktif dan
secara berbeda mengevaluasi isi televisi, atau dengan kata lain, bahwa audience televisi adalah pemirsa yang aktif. Beberapa perbaikkan pada teori kultivasi akhir
– akhir ini, membagi dampak dampak menjadi dua variabel. Variabel
– variabel tersebut adalah kepercayaan tingkat pertama first-order belief dan kepercayaan tingkat kedua second-order
belief. Kepercayaan tingkat pertama mangacu pada keyakinan yang berkenaan dengan beragam kenyataan dunia nyata, seperti persentase orang yang menjadi korban kejahatan
brutal selama satu tahun. Dan kepercayaan tingkat kedua mengacu pada ekstrapolasi dari kenyataan-kenyataan pada harapan umum atau orientasi, seperti kepercayaan bahwa dunia
adalah tempat aman atau bahaya
Sianturi, 2010:46.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa teori mutakhir menekankan bahwa penonton sebenarnya aktif di dalam usaha menekankan kekuatan pengaruh televisi tidak seperti yang diasumsikan teori kultivasi.
Teori kultivasi menganggap bahwa penonton itu pasif. Teori kultivasi lebih memfokuskan pada kuantitas menonton televisi atau “terpaan” dan tidak menyediakan perbedaan yang
muncul ketika penonton menginterpretasikan siaran-siaran televisi. Penonton tidak perlu secara pasif menerima apa yang mereka lihat di televisi sebagai kenyataan Nurudin,
2007:173-174. Efek kultivasi melalui tayangan kekerasan memberi penjelasan bahwa televisi
mempunyai pengaruh yang kuat pada diri individu. Bahkan dalam hal yang ekstrim pemirsa menganggap bahwa lingkungan sekitar sama persis seperti yang tergambar dalam televisi.
Disisi lain, tayangan kejahatan dalam dunia tontonan menjadi formula yang bisa menarik secara komersil. Film atau televisi sebenarnya hanyalah tontonan. Sebagai tontonan ia
hanyalah realitas media, yang tentu saja bahkan sebagai “realitas” buatan yaitu fiksi, yang perlu dibedakan dari realitas media berupa informasi faktual. Tetapi karena dipanggungkan
dalam kaidah dramatisasi, “realitas” ini menjadi lebih menonjol. Menurut Perse “efek dominan kultivasi kekerasan televisi pada individu adalah pada kognitif meyakini tentang
realitas sosial dan afektif takut akan kejahatan” Hadi, 2007 : 10. Penelitian ini menggunakan Cultivation Theory sebagai landasan teori. Seperti yang
diungkapkan oleh Perse, mengenai efek afektif yang ditimbulkan oleh berita kasus pemalsuan produk makanan yang ditayangkan di televisi, peneliti ingin mengetahui seberapa besar
tingkat kecemasan, yang merupakan salah satu efek afektif pada pemirsa televisi.
2.1.5 Citra
Secara harfiah pengertian citra menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah gambar, rupa, gambaran-gambaran yang dimiliki oleh orang banyak mengenai pribadi,
perusahan, organisasi atau produk, kesan mental atau bayangan visual, yang ditimbulkan oleh kata, frase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi.
Frank Jefkins dalam Ruslan, 2006:56 memberikan pengertian citra secara umum sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul tentang sebagai hasil dari
pengetahuan dan pengalamannya. Jefkins dalam Ruslan, 1999:57 juga menyebutkan bahwa ―citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang
tentang fakta-fakta atau kenyataan ‖. Rachmat 2007:42 bahwa citra adalah penggambaran
Universitas Sumatera Utara
tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah penggambaran dunia menurut persepsi seseorang.
Citra image merupakan gambaran yang menpunyai makna, yang menurut Robert1997 dalam Rachmat2007:223 - representing the totaly of all information about the
world any individual has procesed organized and stored -menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini ynag diolah, diorganisasikan dan disimpan individu lebih lanjut
diungkapkan bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu tetapi cenderung mempengaruhi citra kita tentang lingkungan, dan citra inilah yang mempengaruhi
cara kita berperilaku. Penelitian citra menurut H. Frazier Moore dalam S. Soemirat dan E. Ardianto,
menemukan sosok institusional dan citra perusahaan dalam pikiran dengan mengetahui secara pasti sikap masyarakat terhadap sebuah organisasi, bagaimana mereka memahami dengan
baik, dan apa yang mereka sukai dan tidak sukai dengan organisasi tersebut. Penelitian citra memberikan informasi untuk mengevaluasi kebijaksanaan memperbaiki kesalahpahaman,
menentukan daya tarik pesan hubungan masyarakat, meningkatkan citra hubungan masyarakat dalam pikiran publik. Citra bahwa pemerintah tidak pernah transparan dengan
kebijakan yang mereka buat merupakan citra buruk yang umum dimiliki oleh banyak pemerintah dunia.
Pada masyarakat modern informasi diperoleh secara langsung atau melalui media massa sebagai alat perpanjangan alat indera manusia. Dengan media massa kita dapat
memperoleh informasi tentang berbagai hal sehingga informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra, Mc Luhan dalam Rachmat, 2007:224.
Membangun citra yang baik dengan media. Melalui pemberitaan di media diharapkan mampu membentuk citra image yang diharapkan. Akan tetapi citra bisa hancur seketika oleh
pemberitaan di media. Media, dianggap sebagai kekuatan yang mampu merintis perubahan, namun ternyata belum sepenuhnya terlepas dari berbagai kepentingan. Padahal terbentuknya
citra kepolisian berada di tangan media. Berbagai realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah di seleksi yaitu
tangan kedua second hand reality sehingga dalam bentuk citra tentang lingkungan sosial berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. Surat kabar misalnya, jika yang
dibaca kebanyakan tentang perkosaan, penganiayaan, dan pencurian maka pembaca cenderung melihat lebih banyak orang yang jahat dan lebih merasa bahwa berjalan sendirian
berbahaya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut peneliti citra yang diharapkan terbentuk melalui komunikasi antara Institusi POLRI dengan masyarakat luas melalui media massa adalah citra positif. Sesuai dengan
tujuan asal dari dibentuknya program 86 di Net Tv yang menepis images negatif di masyarakat, karena sudah bukan rahasia umum lagi bahwasanya ada segelintir oknum
kepolisian di masyarakat yang membuat citra institusi kepolisian menjadi tercoreng atau buruk.
Sehubungan dengan maraknya pemberitaan mengenai kepolisian yang ada di media secara tidak langsung dapat mempengaruhi citra kepolisian yang di munculkan melalui
pemberitaan yang ada. Dari konsep pemikiran di atas dapat di ambil garis merahnya, yakni bahwa media mempunyai peran yang esensial di dalam masyarakat. Media bertanggung
jawab untuk menyampaikan semua informasi yang dibutuhkan publiknya melalui berita dan pemberitaan muncul sebagai akibat adanya suatu peristiwa. Segala peristiwa yang
menyangkut kehidupan khalayak dianggap penting oleh media sehingga media sebagai pengontrol sosial menyampaikan fakta dengan lugas dan jelas. Dari pemberitaan yang ada,
publik sebagai khalayak sasaran mampu mengambil sikap yang diwujudkan melalui citra yang dibentuk, baik positif maupun negatif.
2.2 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan
penelitian pada rumusan hipotesa Nawawi, 1995 : 40. Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah
dan Definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu, yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial Singarimbun, 1995 : 57
Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji
kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel
Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Variabel X Tayangan 86 di Net
Tv Frekuensi
Durasi Atensi
Variabel Y Citra Polisi
Kesan Kepercayaan
Sikap
Universitas Sumatera Utara
1. Variabel bebas X
Variabel bebas adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variabel kedua disebut variabel terikat. Tanpa variabel
ini maka variabel berubah sehingga akan muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain atau bahkan sama sekali tidak ada atau tidak muncul Nawawi 1995
:57. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh tayangan 86 di Net Tv. 2.
Variabel Terikat Y Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada
ataupun muncul dipengaruhi atau ditentukannya adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain. Nawawi,1995:57. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah citra polisi di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2013-2014..
2.3 Variabel Penelitian