Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA

lx

B. Kerangka Pemikiran

Masalah di bidang perdagangan pada era globalisasi ini semakin kompleks. Sehingga tidak menutup kemungkinan membuka perselisihan diantara para pihak. Dengan perkembangan bisnis di bidang perdagangan yang sangat cepat maka menuntut penyelesaian sengketa yang cepat pula. Selain itu, dibutuhkan juga cara penyelesaian sengketa yang efisien dan biaya ringan. Saat ini, para pihak yang bersengketa dalam bidang perdagangan lebih memilih menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilannon-litigasi. Hal ini dikarenakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan harus melewati proses yang panjang, waktu yang lama dan biaya yang mahal. Sehingga para pihak lebih suka memilih penyelesaian melalui cara arbitrase yang kini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sengketa bisnis yang terjadi tidak hanya di dalam negeri tapi juga internasional. Mengenai pelaksanaan putusan arbitrase asing diatur dalam pasal 65 sampai dengan 69 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Putusan arbitrase bersifat final dan binding sehingga memiliki kepastian hukum. Putusan arbitrase asing yang sudah diputuskan oleh arbiter tidak dapat diajukan banding, kasasi ataupun peninjauan kembali. Akan tetapi, banyak hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan putusan arbitrase asing tersebut. Para pihak yang bersengketa dapat melaksanakan dan menerima putusan arbitrase tersebut atau melakukan upaya hukum perlawanan dengan mengajukkan pembatalan serta penolakan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan ke Mahkamah Agung. Dalam realita, para pihak “banyak” yang mengajukkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, padahal dalam kontrak perjanjiannya ada klausul arbitrasenya. Sehingga para pihak seharusnya mengajukkan gugatannya ke lembaga arbitrase yang sudah ditentukan di dalam perjanjiannya. lxi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing Final and Binding Diterima Kedua Belah Pihak Undang Undang Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999 Digugat Melalui Pengadilan Negeri Mahkamah Agung lxii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Aspek Hukum Putusan Arbitrase Asing Di Dalam Sistem Peradilan Di

Indonesia 1. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing Di Indonesia Sudah sejak lama dianut asas bahwa sebenarnya suatu keputusan hakim dari negara tertentu hanya dapat dilaksanakan di dalam wilayah negara itu sendiri. Dalam Hukum Acara Perdata Indonesiapun menggunakan asas tersebut. Suatu putusan hakim asing tidak dapat dilaksanakan di dalam wilayah Republik Indonesia. Dianggap sebagai bertentangan dengan asas kedaulatan souvereignitas dari negara Republik Indonesia apabila dapat dilaksanakan keputusan-keputusan hakim luar negeri di dalam wilayah Republik Indonesia. Hal ini sebagimana tercantum dalam Pasal 436 daripada Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering Rv. Setelah diratifikasinya Konvensi Jenewa 1927 dan dinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda dengan Stbl. 1933 No. 131, maka sejak itu untuk putusan hakim arbitrase asing telah dapat dilaksanakan di Hindia Belanda. Namun setelah pengakuan kedaulatan RI, banyak kontroversi yang terjadi mengenai apakah masih berlakunya Konvensi Jenewa 1927 tersebut untuk Indonesia karena telah dinyatakan batalnya Konverensi Meja Bundar yang di dalamnya dinyatakan konvensi-konvensi yang tadinya oleh Nedtherland telah dinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda apabila Republik Indonesia tidak menyatakan secara tegas tidak menghendaki lagi keterikatannya pada konvensi-konvensi yang bersangkutan. Tapi jika ditinjau dari Ketentuan dalam aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 juga dalam Pasal II aturan peralihan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia, maka segala perundangan dari pemerintah Hindia Belanda yang belum diganti dianggap sebagai masih berlaku dan merupakan peraturan tersendiri dari Republik Indonesia. 48