Peraturan Perundang-Undangan Jurnal Hak dan Kewajiban Maskapai Penerbangan

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, PT Raya Grafindo Persada. _________. 2011. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta, PT Raya Grafindo Persada. Subekti. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta, PT. Intermasa. Suharnoko, 2004. Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus. Jakarta, Kencana. Sunggono, Bambang. 2007. Metode Penelitian Hukum. Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada. Tohir,Toto. 2006. Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara Nasional. Bandung, CV. MandarMaju. Uli, Sinta. 2006. Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara. Medan, USU Press. Widjaya, Ray. 2003. Merancang Suatu Kontrak. Jakarta, Kesaint Blanc.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Konvensi Warsawa 1929 Ordonansi Pengangkutan Udara Luchtvervoer Ordonanntie Stb.1939-100 Universitas Sumatera Utara

C. Jurnal

Ejurnal.bunghatta.ac.id: Perjanjian Jual Beli Tiket Elektronik Maskapai Penerbangan Melalui Internet: Riery Adriati

D. Website

http:bisnis.comkabar24readlion-air-dinyatakan-wanprestasi diakses pada tanggal 10 Januari 2016 http:hukumonline.comberitabacapenggabungan-gugatan-wanprestasi-dan pmh-tak-dapat-dibenarkan diakses pada tanggal 21 Januari 2016 http:hukumonline.comklinikdetaildoktrin-gugatan-wanprestasi-dan-pmh diakses pada tanggal 21 Januari 2016 http:professionaladvocate.co.idpenggabungan-gugatan-wanprestasi diakses pada tanggal 22 Januari 2016 http:kompasiana.comhak-konsumen-kewajiban-maskapai-dalam-keterlambatan penerbangan diakses pada tanggal 22 Januari 2016 Universitas Sumatera Utara

BAB III PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN

DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENUMPANG A. Pengaturan Hukum bagi Penerbangan di Indonesia Terdapat tiga jenis pengangkutan yaitu pengangkutan darat, pengangkutan perairan dan pengangkutan udara. Dalam dunia pengangkutan yang paling pertama berkembang sesuai dengan kemampuan manusia adalah pengangkutan darat. Selanjutnya pengangkutan laut. Dengan demikian tidak mengherankan kalau hukum pengangkutan yang berkembang lebih awal terletak pada dua moda yaitu hukum pengangkutan darat dan hukum pengangkutan laut. 51 Sementara itu, hukum pengangkutan udara merupakan moda yang paling akhir berkembang di antara hukum pengangkutan lainnya. Konvensi pertama yang mengatur pengangkutan udara internasional dimulai tahun 1919 yang disebut Konvensi Paris. Akan tetapi konvensi ini tidak dapat diterima oleh banyak negara menyebabkan tidak terpenuhinya jumlah peserta yang disyaratkan untuk berlakunya konvensi. Oleh karena itu konvensi ini tidak pernah berlaku. Pada mulanya konvensi tentang kargo dan penumpang akan dibuat secara terpisah, tetapi karena mengingat pertimbangan ekonomis dan kesatuan unform maka akhirnya pengaturan keduanya, kargo dan penumpang, disatukan. Oleh 51 Toto Tohir, Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara Nasional, CV. MandarMaju, Bandung, 2006, hlm. 1 Universitas Sumatera Utara karena itu, dipandang perlu membuat suatu sistem hukum yang seimbang dan bebas. Atas dasar itulah yang menyebabkan Konvensi Warsawa berhasil disahkan pada tahun 1929. Pengangkutan udara menurut konversi warsawa 1929 adalah meliputi jangka waktu selama bagasi atau kargo tersebut berada di dalam pengawasan pengangkut, baik di pelabuhan udara atau di dalam pesawat udara, atau di tempat lain dalam hal terjadinya pendaratan di luar pelabuhan udara. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, danatau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Sumber hukum penerbangan Indonesia, terdapat diberbagai peraturan perundang-undangan Nasional sebagai implementasi Undang-Undang Dasar 1945 antara lain: 1. Undang-undang a Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan 2. Ordonansi a Luchtvaartordonantie Stb. 1934:225, tentang Peraturan Pelaksanaan dari Luchtvaarbesluit stb. 1933:118 yang mengatur Pokok-pokok penerbangan. Dengan keluarnya Undang-Undang Universitas Sumatera Utara No. 83 Tahun 1958 yang kemudian digantikan dengan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, Stb ini tidak berlaku lagi. b Luchtverkeersverordening Stb. 1936:425, tentang Lalu Lintas Udara. Stb ini mengatur penerangan-penerangan, tanda-tanda dan isyarat-isyarat yang harus dipergunakan. c Verordening Toezicht Luchtvaart Stb. 1936:426 yang merupakan peraturan pengawasan atas penerbangan. d Luchtvervoer ordonantie Stb 1939:100 Tentang Pengangkutan Udara yang mengatur pengangkutan penumpang bagasi, dan kargo. Dari peraturan ini yang terpenting adalah tanggung jawab pengangkut. e Luchtvaarquarantaine ordonantie 1030:149 Jo Stb 1939:150 yang mengatur masalah karantina. 3. Peraturan Pemerintah a Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara yang diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2000. b Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang Kebandarudaraan yang diubah menjadi Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan Selain ordonansi, undang-undang, dan peraturan pemerintah masih terdapat Peraturan Menteri Perhubungan, antara lain: Universitas Sumatera Utara a Peraturan Menteri No. 31 Tahun 2013 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional. b Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan Indonesia Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang pengamanan Kargo, dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara c Peraturan Menteri Perhubungan No. 56 Tahun 2015 tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara. d Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 tentang Angkutan Udara Niaga dan Bukan Niaga e Prosedur Standar Kelaikan Udara, Bahan Bakar Terbuang, Gas Buang, Kebisingan dan Marka Pesawat Udara Kepmenhub No. KM. 7 Tahun 1996 tentang penyempurnaan Kepmenhub No. KM.25 Tahun 2006; f Peraturan Menteri Perhubungan No. KM.44 Tahun 2008 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No. KM. 5 Tahun 2006 tentang Peremajaan Pesawat Udara Kategori Transport untuk Angkutan Udara Penumpang; g Peraturan Menteri Perhubungan No. 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan. h Peraturan Menteri Perhubungan No. 38 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Udara Dalam Negeri. i Peraturan Menteri Perhubungan No. 126 Tahun 2015 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal DalamNegeri Kelas Ekonomi. Universitas Sumatera Utara j Peraturan Menteri Perhubungan No. 27 Tahun 2009 tentang Pengamanan Penerbangan Sipil. 4. Perjanjian-perjanjian Internasional dan perjanjian khusus Mengenai bidang pengangkutan udara ada beberapa perjanjian internasional dan perjanjian khusus yang perlu mendapat perhatian, seperti: a Perjanjian Warsawa tanggal 12 Oktober1929, yang berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933. Perjanjian ini sangat erat hubungannya dengan “Luchtvoerordonnantie” S. 1939-100. Perjanjian ini mengatur dua hal pokok yaitu mengenai dokumen angkatan udara dan mengenai masalah tanggung jawab pengangkut udara Internasional. Pentingnya perjanjian ini adalah ketentuan- ketentuan didalamnya mengatur mengenai batas tanggung jawab ganti rugi. b Perjanjian Roma tanggal 29 Mei 1933, tentang “Convention on Damage caused by Foreign Aircraft to Third Parties on The Surface ”. Perjanjian ini mengatur tentang tanggung jawab pengangkut udara mengenai kerusakankerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di muka bumi. Perjanjian ini diperbaharui pada tahun 1952. c Konvensi mengenai Penerbangan Sipil Internasional yang dikenal dengan Konvensi Chicago Tahun 1944 Convention Aviation Chicago d Konvensi The Haaque Tahun 1970. Konvensi ini tentang perlindungan pesawat udara dar tindakan melawan hukum Convention for the Universitas Sumatera Utara Surpression of Unlawfull Seizure of Aircraft. Konvensi ini mengatur mengenai kejahatan dalam penerbangan, tujuannyaadalah untuk melindungi pesawat udara, orang, barang yang diangkut untuk menjamin keselamatan penerbangan.

B. Hak dan Kewajiban Maskapai Penerbangan

Pihak maskapai penerbangan memiliki hak atas pembayaran yang dilakukan oleh pihak penumpang. Pembayaran ini dibuktikan oleh tiket yang dimiliki oleh penumpang. Dalam rangka penyelenggaraan angkutan penumpang, pihak maskapai penerbangan juga memiliki hak untuk melakukan pengawasan penumpang selama dalam kegiatan penerbangan. Pihak maskapai penerbangan memiliki hak untuk memberikan peringatan kepada penumpang yang melakukan hal berikut; a perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan; b pelanggaran tata tertib dalam penerbangan; c pengambilan atau pengrusakan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan; d perbuatan asusila; e perbuatan yang mengganggu kententraman; f pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan. Universitas Sumatera Utara Selama kegiatan penerbangan, kapten penerbang pesawat udara yang bersangkutan mempunyai hak mengambil tindakan untuk menjamin keselamatan, ketertiban, dan keamanan penerbangan hal ini terdapatdalam pasal 55 Undang- Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 2 Undang-UndangNomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menganut asas perlindungan konsumen, salah satunya yaitu asas keamanan dan keselamatan konsumen. Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barangjasa yang dikonsumsi atau digunakan. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut memberikan kewajiban kepada maskapai penerbangan atas keselamatan, kenyamanan dan keamanan penumpang. Seperti yang terdapat pada pasal 140 Undang-Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, pihak maskapai penerbangan wajib mengangkut orang danatau kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan. Pihak maskapai penerbangan wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati. Adapun perjanjian pengangkutan tersebut dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan. Dalam pasal 151 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan juga menegaskan bahwa pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang perseorangan atau penumpang kolektif. Adapun tiket penumpang tersebut memuat; 1. nomor, tempat, dan tanggal penerbitan; Universitas Sumatera Utara 2. nama penumpang dan nama pengangkut; 3. tempat, tanggal,waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan; 4. nomor penerbangan; 5. tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan apabila ada; 6. pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan Undan-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Selanjutnya dalam pasal 152 Undang-Undang No.1 Tahun 2009 dinyatakan bahwa pengangkut harus menyerahkan pas masuk pesawat udara kepada penumpang yang terdiri atas tiket penumpang pesawat udara, pas masuk pesawat udara boarding pass, tanda pengenal bagasi baggage identificationclaim tag dan surat muatan udara airway bill. Pas masuk pesawat udara tersebut paling sedikit memuat; 1. nama penumpang; 2. rute penerbangan; 3. nomor penerbangan; 4. tanggal dan jam keberangkatan; 5. nomor tempat duduk; 6. pintu masuk ke ruang tunggu menuju pesawat udara boarding gate; 7. waktu masuk pesawat udara boarding time. Pihak maskapai penerbangan juga wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi baggage identificationclaim tag kepada penumpang yang memuat nomor tanda pengenal bagasi, kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan, dan berat bagasi. Universitas Sumatera Utara Hal pelayanan dan fasilitas khusus, dalam pasal 239 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pihak maskapai penerbangan wajib memberikan pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus kepada penyandang cacat, orang sakit, orang lanjut usia dan anak-anak. Fasilitas khusus tersebut meliputi; 1. pemberian prioritas pelayanan di terminal; 2. menyediakan fasilitas untuk penyandang cacat selama di terminal; 3. sarana bantu bagi orang sakit; 4. menyediakan fasilitas untuk ibu merawat bayi nursery; 5. Tersedianya personel yang khusus bertugas untuk melayani atau berkomunikasi dengan penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia; 6. tersedianya informasi atau petunjuk tentang keselamatan bangunan bagi penumpang di terminal dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia.

C. Peranan dan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Atas Pensertifikatan Tanah yang Berasal dari Hak Ulayat (Studi Kasus Putusan MA No. 274/K/PDT/2005)

3 52 113

Akibat hukum jual beli tanah agunan oleh Bank tanpa ijin pihak debitur ( studi putusan Mahkamah Agung nomo 1726/pdt/1986

0 25 53

Pidana ganti kerugian pada kecelakaan kendraan bermotor yang mengakibatkan tewasnya korban (suatu tinjauan hukum positif dan hukum pidana Islam

1 8 89

Analisis pengaruh asset, dana pihak ketiga dan kredit yang diberikan terhadap kinerja efisiensi Bank Persero di Indonesia

0 6 139

Hadis-hadis tentang praktek-praktek yang terlarang dalam jual beli

2 13 74

Tinjauan hukum terhadap penerapan harga tiket pesawat udara pada maskapai Garuda Indonesia untuk penerbangan domestik (analisis peraturan Mentri Perhubungan No. 26 Tahun 2010)

21 123 120

Pengaruh dana pihak ketiga dan tingkat suku bunga terhadap kredit yang diberikan : (studi kasus pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

8 49 75

Pengendalian yang berorientasi pada persaingan dengan cara pemisahan wewenang antara pihak yang memberi dana dan yang melaksanakan tugas;

0 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. a. Dyer dan McHugh (1975) Meneliti profil ketepat

0 0 22

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Jasa Jasa didefinisikan sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat Intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan se

0 1 15