Sumber daya manusia terbatas

sarana dan fasilitas. Semakin besar dan lengkap saran dana fasilitas yang tersedia maka akan semakin menjamin keberlangsungan pelaksanaan perda dan begitu sebaliknya semakin ketidak tersediaan sarana dan fasilitas akan menjadikan mandegnya pelaksanaan pegekkan perda. Ketersediaan sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan Perda Nomor 2 Tahun 2006 khususnya bagi penindakan tindak pencemaran limbah industri batik Laweyan, dari hasil penelitian diperoleh data bahwa:

1. Sumber daya manusia terbatas

Keterbatasan sumber daya manusia itu bisa dilihat dari jumlah personil yang ada di Kantor Lingkungan Hidup Kota Surakarta sebagaimana tercantum pada tabel 8, yang hanya ada sejumlah 30 orang. Begitu juga keterbatasan personil bila dilihat dari klasifikasi pendidikan seperti yang terdiskripsi pada tebel 9, bahwa dari 30 jumlah personil di Kantor Lingkungan Hidup Kota Surakarta hanya ada 4 orang yang memiliki later belakang pendidikan Ilmu Hukum dan Magister Ilmu Lingkungan. Sajian data keterbatasan sumber daya manusia, juga bisa dimaknai dari prespektif keberadaan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah PPLHD dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah PPNS-LH, sebagaimana tertulis pada tebel 11 hanya ada 4 orang PPLHD dan 2 orang PPNS-LH. Keterbatasan sumber daya manusia yang merupakan bagian terpenting dari keberadaan dari faktor sarana dan fasilitas yang mendukung implementasi perda, akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pelaksanaan pemberian sanksi administrasi Perda Nomor 2 Tahun 2006 terhadap penusaha batik di Laweyan. Bagaimana akan bisa melakukan pemberian sanksi kalai kalau personil yang melakukan pemantuan lingkungan tidak mencukupi? Jumlah 4 PPLHD dan 2 orang PPNS-LH tentu akan sangat kurang bila dibandingkan dengan lokasi dan banyak industri yang harus dipantau pengelolaan lingkungannya. Seperti dalam later belakang telah peneliti sebutkan bahwa setidaknya untuk tahun 2007, di kota Surakarta setidaknya ada sebanyak 239 perusahaan 92,64 258 perusahaan yang tidak memiliki Dokumen Lingkungan UKL-UPL. Dengan data tersebut berarti setidaknya seorang Penegak Perda harus mengawasi pengelolaan lingkungan sebanyak 40 perusahaan atau 1 berbandingan 40. Perbandingan tersebut jelas menunjukkan angka yang tidak sebanding antara tugas Aparat Penegak Perda Lingkungan dengan cakupan wilayah yang harus dipantau pengelolaan lingkungan. Yang berarti juga akan berpengaruh terhadap keberlangsungan pemantauan atas limbah industri batik di Laweyan, karena proses pembuangan limbah industri tidak berlangsung secara terus menerus namun pada waktu-waktu tertentu, yang biasanya pengusaha “kecing-kucingan” dengan aparat penegak perda. Begitu juga dengan keterbatasan latar belakang pendidikan, yang seperti disebutkan di atas bahwa dengan tersedianya 3 orang Sarjana Hukum dan 1 orang Magister Ilmu Lingkungan, jelas akan menjadi hambatan dalam penegakan Perda Nomor 2 Tahun 2006. Hal ini dikarenakan tindak pelanggaran linkungan adalah persoalan yang kompleks, yang tidak hanya menyangkut ranah hukum adminitrasi, tetapi juga terkait dengan ranah hukum perdata dan hukum pidana. Oleh karenanya, diperlukan para penegak perda yang menguasai hukum dalam arti luas, yang tidak mungkin bisa dipahami dengan sepurna bila tidak memiliki later belakang Ilmu Hukum. Oleh karena itu sajian data keterbatas suber daya manusia tersebut diatas bila dihubungkan dengan jawaban yang diperoleh peneliti dari responden pejabat di Kantor Lingkungan Hidup Kota Surakarta ada korelasinya. Artinya, apa yang dikatakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup PPNS-LH Kota Surakarta, Ir. Sultan Nadjamuddin, M.Si kepada peneliti bahwa keterbatasan sumber daya manusia menjadi penyebab tidak bisa dilaksnakan sanksi admintrasi bagi pengusaha batik di Laweyan.

2. Ketertersedian anggaran kurang memadahi.