BAB III
PENGAWASAN TERHADAP TINDAKAN TEMBAK DI TEMPAT OLEH APARAT KEPOLISIAN TERHADAP TERSANGKA
A. Pengawasan Internal Terhadap Aparat Kepolisian Yang Melakukan
Tindakan Tembak Ditempat Tidak Sesuai Dengan Prosedur.
Setiap aparat kepolisian dalam menjalankan tugasnya diberikan suatu wewenang sesuai dengan fungsinya. Wewenang yang dimiliki oleh aparat
kepolisian ini disebut sebagai Diskresi Kepolisian, dimana aparat Kepolisian diberikan kebebasan mengambil suatu tindakan menurut penilaiannya sendiri.
Namun kewenangan itu bukanlah kewenangan tanpa batas, karena setiap kewenangan yang digunakan oloeh aparat kepolisian dalam bertugas harus
dijalankan sesuai dengan prosedur dan peraturan berlaku terkait. Aparat kepolisian yang bertugas di lapangan akan memberikan warna citra
polisi di mata masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap Polri tergantung dari penampilan para petugas lapangan tersebut. Kepada mereka diharapkan untuk
dapat melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dalam menghadapi setiap masalah. Dan kepada mereka juga dituntut untuk dapat
melakukan tindakan-tindakan yang arif dan bijaksana atau dengan kata lain para aparat kepolisian yang bertugas di lapangan akan banyak menggunakan diskresi.
56
Dan tak jarang pula aparat kepolisian melakukan kekeliruan dalam menggunakan wewenang diskresi yang dimilikinya sehingga menimbulkan suatu penyimpangan.
56
DPM. Sitompul.,Op.Cit., hal. 103-104
Universitas Sumatera Utara
Penyimpangan pekerjaan polisi adalah perilaku menyimpang kriminal dan non kriminal yang dilakukan selama kegiatan tugas normal atau dilakukan dengan
memanfaatkan wewenang petugas polisi.
57
Menurut Carter, penyalahgunaan wewenang dapat didefinisikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan
polisi tanpa mengindahkan motif, maksud atau rasa dendam yang cenderung untuk melukai, menghina, menginjak-injak martabat manusia, menunjukkan
perasaan merendahkan, dan atau melanggar hak-hak hukum seorang penduduk dalam pelaksanaan pekerjaan polisi.
58
Menurut Robbins, Diskresi kepolisian takkan pernah dapat dihilangkan, dan tidak seharusnya dihilangkan. Tidaklah mungkin untuk menulis hukum,
kebijakan, prosedur, dan peraturan yang dapat mencakup begitu banyak situasi yang dihadapi petugas kepolisian. Diskresi merupakan suatu bagian integral dari
peran polisi. Meskipun begitu, perintah tertulis dalam bentuk kebijakan dan prosedur menentukan batas-batas diskresi bagi para pengambil keputusan tanpa
mengindahkan tingkatnya dalam organisasi, bukannya menentukan keputusan yang harus diambil.
59
Dengan kekuasaan diskresi-fungsional, maka hukum ditangan polisi menjadi hidup. Secara sosiologi yang terjadi adalah terjemahan-terjemahan aparat
kepolisian atas hukum ke dalam tindakan-tindakan nyata itu merupakan realitas hukum yang sebenarnya.Bagi aparat kepolisian yang kurang memiliki integritas
57
Thomas Barker.1999., Op.Cit., hal.8
58
Ibid, hal.10
59
Ibid, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
moral yang cukup, kekuasaan itu tentunya sangat menggoda untuk dipergunakan ke arah lain yang bukan untuk tegaknya hukum dan keadilan masyarakat.
60
Secara umum, satu-satunya ruang bagi diskresi yang berkenaan dengan suatu peraturan apakah peraturan tersebut sesuai dengan situasi tertentu atau tidak.
Perintah tertulis tidak seharusnya menghilangkan pemakaian diskresi oleh petugas polisi. Meskipun begitu, perintah tertulis harus menyusun dan menuntun tindakan-
tindakan diskresi. Perintah tertulis penting bagi Kepolisian karena perintah tertulis tersebut:
61
a. Memberitahu petugas tentang standar-standar perilaku yang diharapkan.
b. Memberitahu masyarakat tentang misi, tujuan, nilai, kebijakan, prosedur
kepolisian, dan standar perilaku petugas yang diharapakan. c.
Mengembangkan suatu dasar untuk proses eksekusi polisi untuk memperkuat konsistensi operasional, perlindungan yang sepadan, dan proses yang tepat.
d. Memberikan dasar-dasar untuk disiplin dan bimbingan kepada polisi yang
menyeleweng. e.
Memberikan standar bagi petugas pengawasan. f.
Memberikan arah untuk pelatihan petugas. Ditinjau dari penyelewengan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, ada
suatu aspek penting yang harus diperhatikan sebelum menilai sanksi perbaikan yaitu memahami sifat pelanggaran prosedural tersebut. Hal ini harus ditinjau
secara matang dalam menentukan apakah perilaku petugas tersebut merupakan
60
Anton Tabah. Membangun Polri………., Op.Cit., hal.360
61
Thomas Barker. 1999. Op.Cit., hal.35
Universitas Sumatera Utara
penyalahgunaan, penyalahgunaan kekuasaan hukum, kegagalan melaksanakan kuasa hukum atau tidak melaksanakan tugas sesuai dengan kuasa hukum.
62
Perintah memainkan suatu peran inti dalam pengendalian administrative organisasi. Jika perilaku petugas melewati batas-batas yang diijinkan oleh
perintah, maka organisasi harus mengambil bentuk tindakan perbaikan berkenaan dengan petugas yang menyeleweng tersebut. Tindakan itu mungkin bersifat
menghukum, perbaikan, atau kombinasi keduanya.
63
Pengawasan, peraturan, dan proses disipliner dirancang untuk memastikan aparat kepolisian memegang tanggung jawab standar tersebut.
Pertanggungjawaban ini harus dipastikan oleh Manajemen Kepolisian melalui disiplin, pengawasan administratif, dan pengembangan nilai-nilai yang tepat
diantara aparat kepolisian.
64
Kebijakan untuk memperkuat pengawasan administratif dalam masalah perilaku aparat kepolisian dan standar integritas:
65
1. Kepolisian harus secara tegas menyampaikan posisinya bahwa berlaku suatu
standar perilaku dan integritas yang lebih tinggi untuk polisi dari standar untuk penduduk biasa. Pernyataan kebijakan seperti ini harus didukung
dengan suatu definisi yang jelas tentang konsep dan kutipan kepustakaan yang mendukung untuk memperlihatkan logika posisi kepolisian.
2. Harapan-harapan tentang perilaku aparat kepolisian harus ditegaskan dalam
kebijakan dan prosedur tertulis dan hal ini harus dijelaskan secara terperinci
62
Ibid.,
63
Ibid.,
64
Ibid,, hal. 50
65
Ibid,,hal. 65
Universitas Sumatera Utara
dalam kebijakan tertulis tersebut, dan Kepolisian harus memberi kompensasi, perlindungan dan hak-hak istimewa kepada aparat kepolisian yang
menjalankan tugasnya. 3.
Sesuai dengan konsep profesionalisme dan standar perilaku etis, semua aparat kepolisian memiliki kewajiban di dalam maupun diluar tugas untuk
melaporkan semua pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian baik saat menjalankan tugasnya maupun tidak sedang bertugas. Pelanggaran tersebut
termasuk pelanggaran pidana dan peraturan Kepolisian. Kewajiban ini harus ditulis dan digabungkan dalam kebijakan dan prosedur Kepolisian.
4. Jika Polisi akan merumuskan Kode Etik Penegak hukum, standar tersebut
harus seecara formal digunakan sebagai bagian dari kebijakan Departemen 5.
Apabila Departemen belum menyampaikan pernyataan nilai-nilai perilaku yang jelas, hal ini harus tetap dilakukan secara efektif dengan memberitahu
petugas dan masyarakat tentang filsafat dan standar operasional Kepolisian. Bukanlah hal yang mudah bagi institusi Kepolisian untuk membentuk
aparat Kepolsian yang ideal. Pelatihan serta pembelajaran yang diberikan kepada aparat kepolisian selama masa pendidikan tidak cukup menjadi jaminan bahwa
aparat kepolisian akan melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai fungsinya masing-masing. Tentunya dibutuhkan suatu pengawasan dari pihak institusi
Kepolisian untuk mengontrol perilaku aparat Kepolisian yang bertugas. Institusi Kepolisian sendiri memiliki Divisi Propam sebagai pengawas perilaku aparat
kepolisian. Propam bertugas untuk memastikan bahwa aparat kepolisian telah
Universitas Sumatera Utara
bertindak sesuai prosedur dan tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan terhadapnya.
Menurut Bapak Rama Pratama selaku Kapolsek Medan Area, Penggunaan Kekuatan oleh aparat kepolisian telah diatur dalam Peraturan kapolri Nomor 1
Tahun 2009, dimana dari isi Pasal 2 peraturan tersebut dapat dilihat bahwa aparat kepolisian diberikan wewenang untuk menggunakan kekuatan dalam mencegah,
menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, termasuk melakukan tembak ditempat terhadap terhadap tersangka tersebut.
Aparat kepolisian dapat melakukan tindakan tembak ditempat ini manakala tersangka membahayakan nyawa aparat kepolisian tersebut ataupun masyarakat
umum disekitarnya. Tindakan tembak ditempat ini haruslah sesuai prosedur, dimana mengenai prosedurnya telah diatur dalam Pasal 48 Peraturan Kapolri
Nomor 8 Tahun 2009, dimana sebelum menggunakan senjata apinya aparat kepolisian tersebut harus menyebutkan dirinya sebagai petugas polri yang
bertugas, memberi peringatan dengan ucapan dapat juga disertai tembakan peringatan ke udara sebanyak 3 kali. Jika tersangka tidak mengindahkan aparat
kepolisian tersebut, maka aparat kepolisian tersebut dapat menggunakan kekuatan dengan melakukan tindakan tembak ditempat. Namun dalam hal yang sangat
mendesak, dimana apabila aparat kepolisian tidak dengan segera mengambil tindakan dapat mengakibatkan seseorang luka berat bahkan meninggal akibat
perbuatan tersangka, maka aparat kepolisian tersebut dapat melakukan tembak ditempat tanpa harus memberikan peringatan terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal pengawasannya, setiap aparat kepolisian yang telah menggunakan senjatanya wajib melaporkan tindakannya tersebut kepada Provost
yang dalam hal ini bertindak sebagai pengawas. Aparat kepolisian yang menggunakan senjata api wajib mengisi suatu form, dimana isi dari form itu
menjelaskan alasan mengapa aparat kepolisian tersebut mengambil tindakan tembak ditempat, bagaimana keadaan saat tindakan tembak ditempat berlangsung,
berapa jumlah peluru yang digunakan dan siapa yang menjadi sasaran penembakan.
Pengawasan terhadap aparat kepolisian yang melakukan tindakan tembak ditempat tidak hanya pengawasan internal saja, melainkan terdapat juga
pengawasan eksternal. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Komisi Kepolisian Nasional, Ombudsman, Lembaga Bantuan Hukum LBH dan Media. Dengan
adanya pengawasan eksternal ini, maka aparat kepolisian dituntut untuk bertindak sesuai dengan prosedur sebagaimana mestinya dalam menjalankan tugasnya, agar
tidak memberikan citra buruk Polisi di mata masyarakat. Karena dengan adanya pengawas eksternal ini, segala tindakan kepolisian dapat diketahui oleh
masyarakat luas, apalagi mengenai tindakan tembak ditempat. Tindakan tembak ditempat ini menyangkut nyawa seseorang, karena itu tentulah menjadi suatu
perhatian khusus. Jadi apabila aparat kepolisian melakukan tindakan tembak ditempat tidak sesuai dengan prosedur, pastilah diketahui oleh masyarakat.
Aparat kepolisian yang melakukan tindakan tembak ditempat tidak sesuai dengan prosedur akan mendapat tindakan disiplin, ditindak sesuai dengan kode
etik kepolisian bahkan dituntut pertanggungjawaban pidana umum. Namun jika
Universitas Sumatera Utara
aparat kepolisian tersebut melakukan tembak ditempat dalam keadaan terpaksa dan sesuai prosedur penggunaan senjata api, seperti tercantum dalam pasal 48
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009, maka aparat kepolisian tersebut tidak dapat dihukum sesuai dengan Pasal 49 dan Pasal 50 KUHP.
Pada Pasal 49 KUHP dinyatakan bahwa : 1 tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang
lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat ituyang
melawan hukum. 2 pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman
serangan itu, tidak dipidana. Pasal 50 menyatakan bahwa : barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan undang-undang, tidak dipidana. Berangkat dari kedua pasal tersebutlah maka aparat kepolisian yang melakukan
tindakan tembak ditempat terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang sesuai prosedur, maka tidak dapat dihukum.
1. Propam Polri
Propam adalah singkatan dari Profesi dan Pengamanan yang dipakai oleh organisasi Polri pada salah satu struktur organisasinya sejak 27 Oktober 2002
Kep Kapolri Nomor : Kep54X2002, sebelumnya dikenal Dinas Provost atau Satuan Provost Polri yang organisasinya masih bersatu dengan ABRI, dimana
Provost Polri merupakan satuan fungsi pembinaan dari Polisi Organisasi Militer 99 POM atau istilah Polisi Militer PM. Propam adalah salah satu wadah
Universitas Sumatera Utara
organisasi Polri berbentuk Divisi yang bertanggung-jawab kepada masalah pembinaan profesi dan pengamanan dilingkungan internal organisasi Polri
disingkat Divisi Propam Polri sebagai salah satu unsur pelaksana staf khusus Polri di tingkat Markas Besar yang berada di bawah Kapolri.
Tugas Propam secara umum adalah membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggung jawaban profesi dan pengamanan internal termasuk
penegakan disiplin dan ketertiban di lingkungan Polri dan pelayanan pengaduan masyarakat tentang adanya penyimpangan tindakan anggotaPNS Polri, yang
dalam struktur organisasi dan tata cara kerjanya Propam terdiri dari 3 tiga bidangwadah fungsi dalam bentuk sub organisasi disebut PusatPus Pus Paminal,
Pus Bin Prof dan Pus Provost : a
Fungsi Pengamanan dilingkungan internal organisasi Polri dipertanggungjawabkan kepada Pus Paminal
b Fungsi pertanggung-jawaban profesi diwadahidipertanggungjawabkan kepada
Pus Bin Provost c
Fungsi Provost dalam penegakan disiplin dan ketertiban dilingkungan Polri dipertanggungjawabkan kepada Pus Provost
Divisi Propam Polri dalam pelaksanaan tugasnya mempunyai kewajiban melaksanakan menyelenggarakan berbagai kegiatan sebagai berikut :
a Pembinaan fungsi PROPAM bagi seluruh jajaran POLRI, meliputi :
1 Perumusanpengembangan sistem dan metode termasuk petunjuk-petunjuk
pelaksanaan fungsi PROPAM.
Universitas Sumatera Utara
2 Pemantauan dan supervisi staf termasuk pemberian arahan guna menjamin
terlaksananya fungsi PROPAM. 3
Pemberian dukungan back-up dalam bentuk baik bimbingan teknis maupun bantuan kekuatan dalam pelaksanaan fungsi PROPAM.
4 Perencanaan kebutuhan personil dan anggaran termasuk pengajuan
saranpertimbangan penempatanpembinaan karier personil pengemban fungsi PROPAM.
5 Pengumpulan, pengolahan dan penyajian serta statistik yang berkenaan
dengan sumber daya maupun hasil pelaksanaan tugas satuan-satuan organisasi PROPAM.
6 Penyelenggaraan fungsi pelayanan berkenaan dengan pengaduan laporan
masyarakat tentang sikap dan perilaku anggotaPNS POLRI, termasuk pemusatan data secara nasional dan pemantauanpengendalian terhadap
penanganan pengaduanlaporan masyarakat oleh seluruh jajaran POLRI. b
Pelaksanaan registrasi penelitian terhadap proses penanganan kasus dan menyiapkan proses keputusan rehabilitasi bagi anggotaPNS POLRI yang
tidak terbukti melakukan pelanggaran,atau pengampunanpengurangan hukuman disiplinadministrasi serta memantau, membantu proses
pelaksanaan hukuman dan menyiapkan keputusan pengakhiran hukuman bagi personil yang sedangtelah melaksanakan hukuman terpidana.
c Pembinaan dan penyelenggaraan fungsi pertanggungjawaban profesi yang
meliputi perumusanpengembangan standar dan kode etik profesi,
Universitas Sumatera Utara
penilaianakreditasi penerapan standar profesi, serta pembinaan dan penegakan etika profesi termasuk audit investigasi.
d Pembinaan dan penyelenggaraan fungsi pengamanan internal, yang meliputi :
pengamanan personil, materil, kegiatan dan bahan keterangan, termasuk penyelidikan terhadap kasus pelanggarandugaan pelanggaranpenyimpangan
dalam pelaksanaan tugas Polri pada tingkat pusat dalam batas kewenangan yang ditetapkan.
e Pembinaan dan penyelenggaraan fungsi provost yang meliputi
pembinaanpemeliharaan disiplintata tertib, serta penegakan hukum dan penyelesaian perkara pelanggaran disiplin pada tingkat pusat dalam batas
kewenangan yang ditetapkan. Kewenangan yang diberikan kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia itu dapat menyebabkan banyak terjadinya penyimpangan maupun penyalahgunaan tugas dan wewenang oleh anggota polri dalam pelaksanaan
tugasnya sebagai aparat penegak hokum di tengah masyarakat. Oleh karena itu harus ada sebuah kontrol baik dari internal Polri maupun dari eksternal Polri
sebagai upaya pengawasan terhadap perilaku anggota Polri dilapangan. Maka dari itu, Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal Div Propam .
Fungsi dan Peran Divpropam Polri tersebut diatas, diselenggarakan secara terkoordinasi, terintegrasi dan efektif selaras dengan kewenangan yang telah
ditetapkan baik oleh Unsur Staff Pimpinan dan Unsur Pelaksana Utama Divpropam Polri. Selain itu, penyimpangan perilaku polisi bisa mendatangkan
malapetaka. Seorang polisi yang terlibat dalam penyalahgunaan wewenang bukan
Universitas Sumatera Utara
hanya melanggar hukum pidana serta menodai wewenangnya tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap polisi dan merusak hubungan
antara masyarakat dan seluruh sistem peradilan pidana.
66
B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Aparat Kepolisian Yang