merupakan tindak pidana, siapa pelakunya, bagaimana melakukan penangkapan terhadap tersangkanya. Setelah itu polisi harus mampu menentukan peraturan
ataupun Undang-undang apa yang dilanggar oleh tersangka untuk dituntut pertanggungjawaban dari tersangka tersebut.
9
Dalam sistem peradilan pidana, Polisi memiliki fungsi sebagai penyelidik dan sebagai penyidik tindak pidana.
2. Pemeriksaan Penyelidikan dan Penyidikan Perkara Pidana
Istilah penyelidikan dan penyidikan dipisahkan artinya oleh KUHAP, walaupun menurut bahasa Indonesia kedua kata tersebut berasal dari kata dasar
sidik, yang artinya memeriksa, meneliti. Kata sidik diberi sapaan el menjadi selidik yang artinya banyak menyidik. Jadi, menyelidik dan menyidik sebenarnya
memiliki arti yang sama. Sisipan el hanya memperkeras banyak menyidik.
10
Penyelidikan sepertinya identik dengan penyidikan, namun jika ditelaah kedua istilah tersebut sungguh berbeda. Perbedaannya dapat dilihat dari sudut
pejabat yang melaksanakannya. Penyelidik pejabat yang melaksanakannya adalah penyelidik yang terdiri atas pejabat Polri saja tanpa ada pejabat lainnya.
Sedangkan penyidikan dilakukan oleh penyidik yang terdiri atas pejabat Polri dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu Pasal 6 KUHAP dan Pasal 2 ayat 2 PP
Nomor 27 Tahun 1983. Perbedaan lain yakni dari segi penekanannya. Penyelidikan pada tindakan
mencari dan menemukan peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana, sedangkan penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan
9
Ibid., hal.15
10
Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika, hal.119
Universitas Sumatera Utara
mencari serta mengumpulkan bukti, supaya tindak pidana yang ditemukan menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya.
a Penyelidikan
Dalam Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Indonesia KUHAP Pasal 1 angka 5 dinyatakan bahwa;
“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.”
Hal ini berarti bahwa tindakan Penyelidikan ini merupakan tindakan untuk
mendahului penyidikan dan merupakan tahap pertama dari tujuh tahap hukum acara pidana, yang berarti mencari kebenaran.
Penyelidikan bukanlah fungsi tersendiri yang terpisah dari penyidikan, tetapi hanya merupakan salah satu cara atau metode dari fungsi penyidikan yang
mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan
pemeriksaan, penyelesaian, dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum.Latar belakang dibuatnya fungsi penyelidikan antara lain adanya
perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa, ketatnya pengawasan dan
adanya lembaga ganti kerugian dan rehabilitasi. Tidak semua peristiwa yang terjadi dapat diduga adalah tindak pidana, maka sebelum melangkah lebih lanjut
dengan melakukan penyidikan dengan konsekuensi digunakannya upaya paksa, dengan berdasarkan data atau keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan
Universitas Sumatera Utara
ditentukan lebih dahulu bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar-benar merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan
dengan penyidikan.
11
Tindakan penyelidikan mengarah kepada pengungkapan bukti-bukti tentang telah dilakukannya suatu tindak pidana oleh seorang yang dicurigai
sebagai pelaku. Oleh karena itu pada tahap penyelidikan, penyelidik harus mendapatkan gambaran tentang tindak pidana apa yang terjadi, kapan dan dimana
terjadinya tindak pidana itu, bagaimana pelaku melakukan tindak pidana, apa akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana, apa akibat yang ditimbulkan dari
tindak pidana, siapa yang melakukan tindak pidana itu, dan benda-benda apa saja yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai barang bukti.
12
Hal penyelidikan, maka tugas polri ditegaskan dalam Pasal 14 ayat 1 huruf g Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya. Rumusan dari pasal ini memuat rincian tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
sesuai dengan hukumm acara pidana. Tugas penyelidikan yang harus dilaksanakan oleh penyelidik meliputi
kegiatan :
13
1. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana;
2. menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan;
11
Mahmud Mulyadi, 2009. Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana. Medan: USU
Press, hal.10
12
Ibid., hal.13
13
Ibid., hal.11
Universitas Sumatera Utara
3. mencari serta mengumpulkan barang bukti;
4. membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi;
5. menemukan tersangka pelaku tindak pidana.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 KUHAP memberikan peran utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana secara umum tanpa batasan lingkungan kuasa soal-soal sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum
publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana.
14
Pasal 4 Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana KUHAP menyatakan bahwa; “Penyelidik adalah setiap pejabat polisi Republik
Indonesia.” Berdasarkan hal tersebut, Pasal 5 Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana KUHAP menyatakan Penyelidik yang dimaksud ialah : a.
karena kewajiban mempunyai wewenang: 1.
menerima laporan atau pengaduan dari seorang adanya tindak pidana 2.
mencari keterangan dan barang bukti 3.
menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
1 Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan; 2
Pemeriksaan dan penyitaan surat; 3
Mengambil sidik jari dan memotret seorang; 4
Membawa dan menghadapkan seorang kepada penyidik.
14
Ibid., hal.12
Universitas Sumatera Utara
Ruang lingkup penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 16 ayat 1 KUHAP dinyatakan bahwa; “untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik dapat
melakukan penangkapan. Namun untuk menjamin hak-hak asasi tersangka, perintah penangkapan tersebut harus didasarkan pada bukti permulaan yang
cukup.”
Adapun bukti permulaan yang cukup adalah keterangan dan data yang terkandung dalam dua diantara :
15
1. Laporan polisi;
2. Berita acara pemeriksaan polisi;
3. Laporan hasil penyelidikan;
4. Keterangan saksi saksi ahli;
5. Barang bukti.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada tahap penyelidikan segala data dan fakta yang diperlukan bagi penyidikan tindak pidana tersebut harus dapat
dikumpulkan. Sehingga dari hasil penyidikan itu didapatkan kepastian tentang bahwa suatu peristiwa yang semula diduga sebagai tindak pidana, adalah benar-
benar merupakan suatu tindak pidana dan terhadap tindak pidana tersebut dapat dilakukan penyidikan, karena segala data dan fakta yang dibutuhkan bagi
penyidikan tindak pidana tersebut telah terkumpul melalui usaha penyelidikan. Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus
menghormati asas praduga tidak bersalah presumption of innocence
15
Surat Keputusan Kapolri No.Pol.SKEP04I1982 tanggal 18 Februari 1982
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini tidak lain adalah untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak
tersangka dari kesewenang-wenangann kekuasaan para aparat penegak hukum. Kekeliruan pejabat penyelidik dalam menentukan suatu peristiwa sebagai
suatu tindak pidana dan atas tindak pidana itu dapat dilakukan penyidikan, akan membawa konsekuensi berupa kegagalan pada tahap penyidikan. Kekeliruan
tersebut juga dapat menyebabkan Kepolisian sebagai aparat penyidik dihadapkan pada suatu sanksi hukum yang dapat dituntut melalui lembaga praperadilan seperti
diatur dalam KUHAP, yaitu terdapat dalam Pasal 77 KUHAP : “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a.
Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.” Setelah berakhirnya tingkat penyelidikan, maka dilanjutkan dengan
penyidikan. Sebelum suatu penyidikan dimulai dengan penggunaan upaya paksa, terlebih dahulu perlu ditentukan secara cermat berdasarkan segala fakta dan data
yang diperoleh dari hasil penyelidikan. Dengan telah ditentukannya bahwa sudah terjadi suatu peristiwa pidana, maka penyidikan tindak lanjut dari penyelidikan.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa penyelidikan memiliki peran yang penting, karena penyelidikan merupakan tindakan awal dari keseluruhan tindakan-
tindakan dalam proses penyelesaian perkara. Untuk menentukan suatu peristiwa adalah suatu tindak pidana atau bukan memerlukan pengetahan dan pengalaman
yang memadai. Meskipun dalam KUHAP dinyatakan bahwa setiap anggota
Universitas Sumatera Utara
Kepolisian adalah penyelidik , namun penyelidikan ditangani oleh petugas-petgas kepolisian yang memenuhi syarat ditinjau dari pengalaman dan pengetahuannya.
b Penyidikan
Pasal 1 angka 2 Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP memberikan pengertian penyidikan sebagai berikut:
“Penyidikan ialah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”
Penyidikan adalah suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing Belanda yang berarti “pemeriksaan permulaan oleh
pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apa pun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa
ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.
16
Penyidikan merupakan tindak lanjut dari penyelidikan, sehingga pengertian penyidikan erat kaitannya dengan penyelidikan. Pada saat penyidik
akan memulai suatu penyidikan, sebagai penyidik ia telah dapat memastikan bahwa peristiwa yang akan disidik itu benar-benar merupakan suatu tindak pidana
dan terdapat cukup bukti-bukti guna membuat terang suatu tindak pidana dan menemukan tersangka pelakunya.
Fungsi Polri sebagai Penyidik suatu tindak pidana dalam sebuah penyidikan merupakan suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka membuat terang suatu perkara dan
16
Andi Hamzah, Op.Cit., hal.120
Universitas Sumatera Utara
menemukan pelakunya. Pada saat melakukan penyidikan Polri diberi wewenang seperti tercantum pada Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun wewenang Polri dalam hal Penyidikan lebih jelas terlihat dalam
Pasal 7 ayat 1 KUHAP yaitu: a.
Menerima laporan pengaduandari seseorang tentang adanya tindak pidana; b.
Melakukan tindkan pertama pada saat ditempat kejadian; c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Kewenangan yang dimiliki oleh Polri ini semata-mata digunakan hanya untuk kepentingan mencari kebenaran dari suatu peristiwa pidana. Dengan
keluarnya hasil dari penyelidikan yang menyatakan suatu peristiwa pidana dan harus diadakan penyidikan maka tindakan pertama yang dimbil adalah
pengumpulan bukti-bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana dan mencari serta menemukan pelaku tindak pidana tersebut.
17
Penyidikan dimulai sejak penyidik menggunakan kewenangan penyidikan yang berkaitan langsung dengan hak tersangka, seperti menggunakan upaya paksa
penangkapan. Hal ini dijelaskan dalam Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP diberikan penjelasan sebagai berikut : “Pengertian mulai dilakukan penyidikan
adalah jika dalam kegiatan penyidikan tersebut sudah dilakukan tindakan upaya paksa dari penyidik , seperti pemanggilan proyustisi penangkapan, penahanan,
17
Mahmud Mulyadi, Op.Cit., hal.17
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan, penyitaan, dan sebagainya”.
18
Saat penggunaan upaya paksa tersebut maka timbullah kewajiban penyidik untuk memberitahukan telah dimulainya
penyidikan atas suatu tindak pidana kepada penuntut umum. Secara formal pemberitahuan tersebut disampaikan melalui mekannisme Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan SPDP. Hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah ditemukan, maka penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk
dilimpahkan kepada Penuntut Umum Kejaksaan atau ternyata bukan merupakan tindak pidana.
Pasal 109 ayat 2 menyatakan : “Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan
tindak pidana maka penyidikan diberhentikan demi hukum, dan penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan”.
Dalam hal ini apabila surat perintah penghentian penyidikan tersebut telah diterbitkan maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarganya. Sesuai dengan Pasal 77 butir a KUHAP, apabila penuntut umum atau korban ataupun keluarganya tidak dapat menerima
penghentian penyidikan tersebut, maka korban atau keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga,
dapat mengajukan praperadilan kepada ketua Pengadilan Negeri sesuai dengan daerah hukumnya dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Pengadilan Negeri akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian
18
Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 14-PW.07.03 Tahun 1983 pada butir 3
Universitas Sumatera Utara
penyidikan. Jika Pengadilan Negeri sependapat dengan Penyidik, maka penghentian penyidikan sah adanya tetapi jika Pengadilan Negeri tidak
sependapat, maka penyidikan wajib dilanjutkan. Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib
menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum. Penyerahan ini dilakukan dalam 2 tahap, yakni :
a. Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
b. Dalam hal penyidik dianggap sudah selesai, penyidik menyerahkan tanggung
jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Jika pada penyerahan tahap pertama, penuntut umum berpendapat bahwa
berkas kurang lengkap maka ia dapat : a.
Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk dilengkapi disertai petunjuk. Penuntut Umum menerbitkan P-18 dan P-19
b. Melengkapi sendiri, dengan melakukan pemeriksaan tambahan Pasal 30 ayat
1 huruf e UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI Berdasarkan Pasal 110 ayat 4 KUHAP, apabila dalam waktu 14 hari
penuntut umum tidak mengembalikan berkas hasil penyidikan maka penyidikan dianggap telah selesai.
3 . Pengertian Tindakan Tembak Ditempat
Kata tembak ditempat merupakan suatu istilah yang sering digunakan oleh masyarakat ataupun pihak media massa terhadap aparat kepolisian yang
melakukan suatu tindakan berupa tembakan terhadap tersangka. Istilah tembak ditempat dalam kepolisian dikenal dengan suatu tindakan tegas , dimana tindakan
Universitas Sumatera Utara
tersebut berupa tindakan tembak ditempat, bila tembak ditempat diartikan menurut kamus bahasa Indonesia, maka dapat diartikan tembak adalah
melepaskan peluru dari senjata api senapan, meriam dan di tempat adalah menunjukkan keterangan di suatu tempat atau lokasi, sehingga tembak ditempat
dapat diartikan sebagai suatu perbuatan berupa melepaskan pelurudari senjata api pada suatu tempat atau lokasi.
19
Bila tembak ditempat dikaitkan dengan tugas dan wewenang kepolisian maka tembak ditempat dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan berupa melepaskan peluru dari senjata api oleh aparat kepolisian terhadap tersangka disuatu tempat atau lokasi.
Setiap melakukan tindakan tembak di tempat, aparat kepolisian selalu berpedoman pada suatu kewenangan yaitu kewenangan bertindak menurut
penilaiannya sendiri. Hal ini yang sering disalahgunakan oleh oknum aparat kepolisian. Kewenangan ini tertulis di dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana pasal ini dapat disebut dengan kewenangan diskresi.
Tindakan diskresi secara legal dapat dilakukan oleh Polri. Dasar hukum diskresi bagi aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri dalam
melaksanakan tugasnya dapat dilihat pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia :
a Pasal 15 ayat 2 huruf k, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang ; melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian;
19
Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI. http:kbbi.web.idtembak-2 diakses pada tanggal 10 Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
b Pasal 16 ayat 1 huruf l : dalam rangka menyelenggarakan tugas dibidang
proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk : mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam tindakan lain harus memenuhi syarat sesuai dengan Pasal 16 ayat 2, sebagai berikut :
1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum
2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan. 3.
Hukum patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkup jabatannya. 4.
Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa. 5.
Menghormati Hak Asasi Manusia. c
Pasal 18 ayat 1 menyatakan : “untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”
Ayat 2 : “pelaksanaan ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan , serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
Tindakan diskresi legal oleh aparat kepolsian juga dapat dilihat padaUndang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana KUHAP. Yang berhubungan dengan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana menunjuk adanyatindakan lain berdasarkan hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan. Pasal 1 ayat 1 huruf j KUHAP; “yang memberikan wewenang kepada
penyidik karena kewajibannya dapat melakukan tindakan apa saja menurut hukum yang bertanggung jawab.”
Diskresi berasal dari kata bahasa Inggris “disrection” yang menurut kamus
umum yang disusun John M.Echols,dkk diartikan kebijaksanaan, keleluasaan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Alvina Treut Burrow, disrection adalah “ability to choose wisely or to judge for onself”, yang artinya kemampuan untuk memilih secara bijaksana atau
mempertimbangkan bagi diri sendiri.
20
Sedangkan menurut kamus hukum, diskresi diartikan sebagai kebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasi yang
dihadapi menurut pendapatnya sendiri. Dengan demikian apabila kata diskresi itu digabungkan dengan kata
kepolisian, maka istilahnya menjadi Diskresi Kepolisian, yang dapat diartikan suatu kebijaksanaan berdasarkan kekuasaannya untuk melakukan suatu tindakan
atas dasar pertimbangan dan keyakinan dirinya. Sedangkan menurut Thomas J.Aaron ;“disrection is power authority conferred by law to action on the basic of
judgement or conscience, and it’s use is more an idea of morals than law”, yang dapat diartikan sebagai suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan
berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinannya dan lebih menekankan pertimbangan moral daripada pertimbangan hukum.
21
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa diskresi itu sesungguhnya suatu keputusan tindakan kepolisian yang dengan sadar tidak
melakukan kewajibantugasnya selaku penegak hukum berdasarkan alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap hukum itu sendiri.
Kadri Husein berpendapat bahwa; pemberian diskresi itu sebenarnya bukan masalah sederhana, disini kadang-kadang terjadi konflik kepentingan antara
hukum dan masyarakat. Disini dituntut bukan saja pertimbangan pengabdian dan kewajiban untuk segera menyelesaikan saja, tetapi diperlukan dukungan
20
M.Faal .Op.Cit., hal.15
21
Ibid., hal.16
Universitas Sumatera Utara
intelektual bagi si anggota Polisi itu agar dampaknya betul-betul efektif dan efisien. Dia harus mampu memilih keputusan yang palingterbaik diantara
berbagai alternatif. Sehingga nantinya apa yang diputuskan dilapangan itu diharapkan sebagai manifestasinya Polisi selaku penegak hukum, sebagai bapak,
sebagai teman, sebagai pengabdi, moralis, sebagai jagoan bahkan sebagai penembak jitu selaku penegak hukum dan ketertiban masyarakat.
22
Maka untuk mewujudkan profil Polisi yang demikianitu harus dimiliki persyaratan-persyaratan intelektual atau kecerdasan yang memadai, serta harus
dimiliki jiwa kejuangan atau yang dikenal sebagai pejuang professional yang tangguh. Maka dengan itu, dari segi psikologis cirri-ciri yang perlu dimiliki oleh
anggota Polisi anatara lain dari segi kecerdasan, fisik dan kepribadian.
23
Syarat-syarat kecerdasan antara lain:
24
1 Taraf kecerdasan harus cukup tinggi setidak-tidaknya pada taraf rata-rata
untuk Bintara dan diatas rata-rata untuk Perwira. 2
Daya analisis dan daya sintetis yang cukup tajam untuk memungkinkannya mengamati dan memecahkan masalah dengan cepat dan tepat
3 Daya pemahaman social yang tinggi agar polisi yang bersangkutan cukup
peka dan cepat bereaksi terhadap kondisi social di lingkungannya. 4
Daya imajinasi dan kreatifitas yang cukup baik sehingga tidak terpaku pada kaidah-kaidah yang baku secara kaku yang mungkin akan menyulitkannya
dalam menghadapi masalah-masalah dadakan atau yang tidak lazim dijumpai.
22
Ibid., hal.21
23
Ibid., hal.22
24
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
Sikap kerja disyaratkan :
25
1. Ketekunan dalam bekerja
2. Daya tahan fisik dan psikis yang tinggi
3. Disiplin yang tinggi
4. Solidaritas sesama rekan sejawat
5. Dapat dipercaya, jujur, dan taat asas
Syarat kepribadian :
26
1. Kepercayaan diri yang besar
2. Kemampuan untuk mengambil keputusan
3. Kemampuan persuasi meyakinkan orang lain
4. Loyalitas, setia kepada kesatuan dan atasan
5. Konservatif, setia kepada peraturan yang berlaku
6. Motivasi yang tinggi
7. Khusus untuk perwira : berjiwa kepemimpinan.
Namun terlepas dari bagaimana keadaan sesungguhnya Polisi itu dengan tuntutan persyaratan yang diharapkan, Polisi di dalam memberikan diskresi
kepolisian harus benar-benar proporsional, agar sedapat mungkin profil Polisi sebagai penegak hukum, sebagai bapak, sebagai teman sejawat, moralis dan
pelindung masyarakat bisa terealisasi dan terhindar dari penyalahgunaan wewenang.
25
Ibid., hal.23
26
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
4.Asas Praduga Tidak Bersalah
Undang-undang dirasa belum dapat mengakomodasikan harapan para pencari keadilan, terutama mengenai penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah
yang merupakan asas hukum yang penting dalam proses peradilan pidana dan merupakan asas yang paling pokok dari prosedur peradilan pidana modern.
Menurut Romli Atmasasmita, unsur mutlak dalam hukum adalah asas dan kaidah; kekuatan jiwa hukum terletak pada dua unsur tersebut, bahwa unsur asas
hukum merupakan jantung pertahanan hidup hukum dalam masyarakat. Semakin dipertahankan asas hukum, semakin kuat dan bermakna kehidupan dan
pelaksanaan hukum dalam masyarakat. Sebaliknya, semakin diingkari penegakan asas hukum pidana terhadap perbuatan yang merugikan atau membahayakan
anggota masyarakat, dan semakin ditinggalkan atau diabaikan asas hukum pidana dalam praktik, hukum pidana seakan hidup tak mau matipun enggan. Oleh karena
itu, untuk menegakkan dan melaksanakan undang-undang, terlebih dahulu harus sudah dapat dipahami dan dilaksanakan asas-asas hukum yang pokok dan penting
dalam rangka melaksanakan undang-undang tersebut secara adil; demikian pula dalam Hukum Acara Pidana, yaitu tentang makna dan penerapan Asas Praduga
Tidak Bersalah.
27
Fungsi undang-undang tentang hukum acara pidana adalah untuk membatasi kekuasaan negara dalam bertindak terhadap warga masyarakat yang
terlibat dalam proses peradilan pidana dan bertugas melaksanakan hukum pidana materil. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan dalam hukum acara pidana harus
27
Mien Rukmini. 2007. Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum.Bandung: Alumni, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
dapat melindungi para tersangka dan terdakwa terhadap tindakan aparat penegak hukum dan pengadilan yang melanggar hukum tersebut. Berkaitan dengan hal
tersebut, Mardjono Reksodiputro berpendapat bahwa KUHAP memberikan kewenangan-kewenangan hukum kepada negara melalui aparat penegak
hukumnya untuk melakukan tindakan.
28
Hal ini merupakan sumber kewenangan dan kekuasaan bagi berbagai pihak yang terlibat dalam proses ini
polisi,jaksa,hakim.kewenangan tersebut antara lain dikenal dengan tindakan upaya paksa dari para penegak hukum , yang dalam hal ini sering melanggar
HAM tersangkaterdakwa, dilakukan dengan kekerasan dan penyiksaan. Hal ini menunjukkan adanya suatu benturan antara penerapan asas praduga tidak bersalah
dan upaya paksa tersebut, karena tidak sesuai prosedur dan undang-undang. Asas Praduga Tidak Bersalah tidak secara tegas diatur dalam UUD 1945,
demikian pula tidak dicantumkan pada perubahan amandemen kedua UUD 1945, melainkan diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu :
UU No.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, jo UU No.35 Tahun 1999, Pasal 8 yang menyatakan;
“setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, danatau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya
putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap”
Demikian pula secara tersirat didalam pasal 35 dan 36 UU No.8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara Pidana, tersirat dalam Pasal 66 yang menyatakan “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”
28
Ibid., hal.6
Universitas Sumatera Utara
Selain itu didalam penjelasan umum butir 3huruf c secara tegas dinyatakan tentang Asas Praduga Tidak Bersalah, bahwa :
“…setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”
Di dalam UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, ketentuan Pasal 18 ayat 1 menyatakan bahwa :
“setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan
kesalahannya secara sah dalam suatu siding pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”
Di dalam UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
tersirat dalam Pasal 10 yang berbunyi : “dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini, hukum acara atas
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana”.
Dari uraian tersebut, terlihat bahwa asas praduga tidak bersalah telah secara tegas diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, dan tersurat secara tegas dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
F. Metode Penelitian