Analisa Tegangan Statik Sistem Perpipaan Pada Pompa Air Umpan ( Feed Water Pump ) Dengan Metode Elemen Hingga Dan Bantuan Software Caesar Ii Versi. 5.10

(1)

ANALISA TEGANGAN STATIK SISTEM PERPIPAAN PADA POMPA AIR UMPAN ( FEED WATER PUMP ) DENGAN METODE ELEMEN

HINGGA DAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II versi. 5.10

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

nnnn

ALFIS SYAHRI NIM. 070401044

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRACT

In designing a plant system, we will not be released from the piping system. Piping system serves as a medium for a working fluid flowing from one system component toother components. This piping system must be able to withstand all loads that work, namely the magnitude of the burden remains at all times (static load) and load that varies according to the function of time (dynamic load). Piping system's ability to withstand the work load so as not to cause the failure known as the flexibility of the piping system. Analysis needs to be done to ensure that the piping system in a safe condition when operated. Piping system must have sufficient flexibility, so that at the time of operation, no piping system failure due to overstress on the pipe. This thesis discussed about Feed Water Pump piping system. Where the functions of Feed Water Pump is to drain the water from the water storage tank into the water pre-heater before the water drains to the boiler. Analysis performed with the help of Caesar II software to know stress distribution on this piping system. After analysis, the stress that occurs in the pipe must not exceed the stress of the pipeline allowable stress. So, The design of this piping system is safe from the stress case.


(3)

ABSTRAK

Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu system komponen ke komponen lainya. Sistem perpipaan ini harus mampu menahan semua beban yang bekerja,yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu (beban statik) maupun beban yang berubah-ubah menurut fungsi waktu (beban dinamik). Kemampuan system perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga tidak menimbulkan kegagalan dikenal sebagai fleksibilitas system perpipaan. Kegagalan pada system perpipaan ini dapat mengganggu system perpipaan. Perlu dilakukan penganalisaan untuk memastikan bahwa system perpipaan pada kondisi aman saat di operasikan. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat pengoperasiannya, tidak terjadi kegagalan system perpipaan akibat tegangan yang berlebihan (overstress) pada pipa. Dalam skripsi ini dibahas mengenai sistem perpipaan pada perpipaan pompa air umpan (Feed Water Pump). Dimana fungsi dari perpipaan pompa air umpan ini adalah untuk mengalirkan air dari tangki penyimpanan air kedalam pemanas sebelum air masuk kedalam boiler. Penganalisaan dilakukan dengan bantuan software Caesar II untuk mengetahui distribusi tegangan pada pipa. Setelah dilakukan penganalisaan, tegangan yang terjadi pada pipa tidak melebihi tegangan izin pipa. Sehingga sistem perpipaan yang dirancang dinyatakan aman dari segi tegangan.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Teknik Mesin dalam menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua Ibunda Arlinda dan Ayahanda Zainal Arifin serta keluarga besar penulis, yang telah banyak memberikan materi dan moril serta dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

2. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik Mesin FT-USU. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU.

3. Bapak Ir. Tugiman ,MT selaku dosen pembimbing penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

4. Teman Satu Team (Fadhillah Putra, Alfis Syahri, Amin Nawar) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

5. Kepada Risa Titis Wijayanti atas segala dukungan dan doa serta sebagai motivasi terbesar demi terwujudnya skripsi ini.

6. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin khususnya (Masniarman) yang banyak memberi motivasi serta teman-teman angkatan 2007.

7. Abang, adik-adik dan keluarga besar penulis yang banyak memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan hingga tugas sarjana ini selesai.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila


(5)

terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya.

Medan, April 2012 Penulis,

NIM : 070401044


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR NOTASI ...xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan Penelitian ...2

1.3Batasan Masalah ...3

1.4 Sistematika Penulisan... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pemipaan ... 5

2.2 Teori Tegangan ... 6

2.2.1Tegangan Satu Arah (Uniaxial) ... 6

2.2.1.1Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Unaxial ... 13

2.2.2 Tegangan Dua Arah (Biaxial) ... 16

2.2.2.1 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial ...20

2.2.3 TeganganUtama (Principal Stress) ...23

2.2.3.1 Lingkaran Mohr Tegangan Utama ...28

2.3 Sistem Penumpu... 29

2.3.1 MomenLentur (BendingMomen) ... 29

2.3.2 Gaya Geser ... 29

2.3.3 Gaya danMomenPadaTumpuan ... 30

2.4 KlasifikasiTegangan ... 35


(7)

2.4.1.1TeganganAksial... 36

2.4.1.2 TeganganLentur (Bending Stress) ... 37

2.4.2 Tegangan Geser ... 38

2.4.2.1TeganganGeserAkibat Gaya Geser ... 38

2.4.2.2 TeganganGeserAkibatMomenPuntir ... 39

2.4.3TeganganTorsi ... 39

2.4.3.1 Momen Inersia (Polar) ... 40

2.4.3.2 Regangan Geser ... 40

2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Pemipaan ... 41

2.6 Metode Elemen Hingga ... 43

2.6.1 Node (u) ... 44

2.6.2 Konstanta Kekakuan (K) ... 45

2.7 Matriks Kekakuan Akibat Pembebanan Aksial ... 48

2.7.1 Metode Elemen Hingga Untuk Pembebanan Aksial ... 55

2.8 Matriks Kekakuan Untuk Pembebanan Lentur ... 55

2.8.1 Metode Elemen Hingga Untuk Pembebanan Lentur ... 67

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendahuluan ... 68

3.2Studi Kasus ... 68

3.2.1 Spesifikasi Pipa ... 68

3.2.2 Spesifikasi Fluida ... 69

3.3 Diagram Alir Penelitian ... 70

3.4 Urutan Proses Analisis ... 71

3.4.1 Pembuatan Data Awal ... 71

3.4.2 Studi Literatur ... 71

3.4.3 Metode Pengerjaan ... 71


(8)

3.4.3.2 Mengecek Error Pada Pemodelan ... 72

3.4.3.3 Pemodelan Tumpuan ... 72

3.4.3.4 Analisis Nilai Kekakuan Tumpuan ... 73

3.4.3.5 Analisis Besarnya Tegangan Pipa ... 73

3.4.4 Pembahasan ... 73

3.5 Identifikasi Masalah ... 76

3.5.1 Kondisi Pipa Mendatar ... 77

3.5.2 Kondisi Pipa Tegak (Vertikal) ... 85

3.6 Pengenalan Software ... 87

3.6.1 Penggunaan CAESAR II dan Prosedur Simulasi ... 88

3.6.1.1 Memasukkan Data Input Pipa ... 90

3.6.1.2 Memeriksa Pemodelan ... 92

3.6.1.3 Analisis Statik ... 93

BAB IV ANALISA, HASIL SIMULASI DAN DISKUSI 4.1 Pemodelan SistemPemipaan Pada Isometrik dan Caesar II ...95

4.2 Hasil Analisa Dengan Menggunakan Software CaesarII v5.10 ...107

4.3 Perhitungan Pembebanan Pipa ...113

4.3.1 Pembebanan Pada Pipa ...113

4.3.2 Pembebanan Oleh Fluida (Air) ...114

4.4 Validasi Perhitungan Tegangan Pipa Pada Tiap Kondisi ...116

4.4.1 Validasi PerhitunganTegangan Pada Pipa Tegak ...116

4.4.1.1 Perhitungan Tegangan Pipa Menggunakan Software Pada Pipa Tegak ...116

4.4.1.2 Perhitungan Tegangan Secara Teoritis Pada Kondisi Pipa Tegak ...118

4.4.2 Validasi PerhitunganTegangan Pada Pipa Mendatar (Kondisi Di Anchor) ...122


(9)

4.4.2.1 Perhitungan Dengan Menggunakan Software

( Kondis di Anchor) ...122 4.4.2.2 Perhitungan Tegangan Secara Teoritis (Kondisi di

Anchor) ...124 4.4.3. Validasi Perhitungan Tegangan Pada Pipa Mendatar

( Kondisi Ditumpu)... 128 4.4.3.1 Perhitungan Dengan Menggunakan Software (Kondisi

Di Tumpu) ...128 4.4.3.2 Perhitungan Tegangan Secara Teortis (Kondisi

Ditumpu) ...130

4.5 Tabulasi Hasil Simulasi dan Perhitungan Teoritis ...138 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...139 5.2 Saran ...140 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Uniaxial ... 7

Gambar 2.2 Distribusi Tegangan Uniaxial ...7

Gambar 2.3 Distribusi Tegangan Uniaxial setelah dipotong ...8

Gambar 2.4 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Uniaxial ...15

Gambar.2.5 Tegangan pada sebuah batang ...16

Gambar 2.6 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial ...22

Gambar.2.7 Tegangan umum yang terjadi ...23

Gambar 2.8 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Utama...28

Gambar 2.9Free Body Diagram kesetimbangan gaya dan momen ...30

Gambar 2.10 Diagram gaya geser dan momen lentur ...34

Gambar 2.11 Tegangan Aksial ...36

Gambar 2.12 Bending Momen ...37

Gambar 2.13 Distribusi Tegangan Geser ...40

Gambar 2.14 Regangan Geser ...41

Gambar 2.15 Pembagian Mesh Pada Benda 43 Gambar 2.16 Konstanta Kekakuan Pegas ...45

Gambar 2.17 Perpindahan dan Gaya di Suatu Elemen ...49

Gambar 2.18 Pembebanan Defleksi ...56

Gambar 2.19 Pembebanan Defleksi Akibat Momen ...59

Gambar 2.20 Kondisi batas Untuk Menentukan Nilai Perpindahan ...63

Gambar 2.21 Kondisi Batang Yang Mengalami Defleksi ...65

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ...70


(11)

Gambar 3.3 Kondisi Pipa Mendatar ...76

Gambar 3.4 Kondisi Pipa Mendatar Dianchor ...78

Gambar 3.5 Diagram Benda bebas Beban Terbagi Rata ...81

Gambar 3.6 Potongan Diagram Benda Bebas untuk 0 ≤ x ≤ � 2 ...82

Gambar 3.7 Kondisi Pipa Tegak...85

Gambar 3.8 Penampang Pipa ... 85

Gambar 3.9 Tampilan Awal CAESAR II ...89

Gambar 3.10 Data satuan yang digunakan dalam pemodelan ...90

Gambar 3.11 Piping input pada CAESAR II ...90

Gambar 3.12 Input panjang awal potongan ...91

Gambar 3.13 Input properties pipa ...91

Gambar 3.14Error dan warning pada pengecekan bila terjadi kesalahan ...92

Gambar 3.15Error dan warning bila tidak ada kesalahan pada pemodelan ....93

Gambar 3.16 Pemilihan jenis beban pada pemodelan ...93

Gambar 4.1 Bentuk isometrik system perpipaan Oil Tank ...96

Gambar 4.2 Kotak Penulisan Nama Kalkulasi pada awal dimulainya proses pemasukan data ...97

Gambar 4.3 Kotak Standar Satuan yang digunakan di CAESAR II ...98

Gambar 4.4 Kotak Penulisan Node Pertama ...99

Gambar 4.5 Kotak Penulisan Data Pipa, Temperatur dan Tekanan ...99

Gambar 4.6 Pemodelan Pipa Lurus beserta Sifat /Karakteristik Pipa ...100

Gambar 4.7 Kotak Penulisan Data Code yang digunakan ...100

Gambar 4.8 Pemodelan Anchor ...101

Gambar 4.9 Pemodelan flange dan ukuran flange pada DZ ...102

Gambar 4.10 Pemodelan Gate Valve ...102


(12)

Gambar 4.12 Kotak pembuatan support ...103

Gambar 4.13 Model yang ditampilkan hasil input data di CAESAR II ...105

Gambar 4.14 Icon Error Checking pada Menu Bar ...105

Gambar 4.15 Hasil Output Error Checking ...106

Gambar 4.16 Pemilihan Analisa Untuk Beban Sustain ...107

Gambar 4.17 Grafik Tegangan Hasil Simulasi Software Caesar II v 5.10 ...112

Gambar 4.18 Kondisi pipa tegak yang di tumpu ...115

Gambar 4.19 Kondisi pipa tegak ...119

Gambar.4.20 Pipa mendatar yang dengan kondisi di anchor ...122

Gambar 4.21 Kondisi pipa tegak ...124

Gambar.4.22 Kondisi pipa yang diberi tumpuan ...129


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi Pipa ...68

Tabel 3.2 Spesifikasi Fluida ...69

Tabel 4.1 Hasil simulasi tegangan pipa keseluruhan...128

Tabel 4.2 Hasil simulasi tegangan pipa vertikal ...118

Tabel 4.3 Hasil simulasi tegangan pipa mendatar ( anchor ) ...123

Tabel 4.4 Hasil simulasi tegangan pipa mendatar ( penumpu ) ...130


(14)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

P Beban N

D Diameter mm

σ Tegangan N/m

ε Regangan _

2

E Modulus Elastisitas N/m

Lf Panjang Akhir mm

2

Lo Panjang Awal mm

∆L Pertambahan Panjang mm

A Luas Penampang mm

Z Modulus Section (mm)

2

R Gaya Reaksi N

3

V Gaya Geser N

M Momen Nm

I Moment Inertia ( m )4

J Moment Inertia Polar ( m )

τ

Tegangan Geser N/ m

4

W Gaya Berat N

2

� Sudut Pembentuk ⁰

C Centroid mm

Di Diameter Dalam mm


(15)

ABSTRACT

In designing a plant system, we will not be released from the piping system. Piping system serves as a medium for a working fluid flowing from one system component toother components. This piping system must be able to withstand all loads that work, namely the magnitude of the burden remains at all times (static load) and load that varies according to the function of time (dynamic load). Piping system's ability to withstand the work load so as not to cause the failure known as the flexibility of the piping system. Analysis needs to be done to ensure that the piping system in a safe condition when operated. Piping system must have sufficient flexibility, so that at the time of operation, no piping system failure due to overstress on the pipe. This thesis discussed about Feed Water Pump piping system. Where the functions of Feed Water Pump is to drain the water from the water storage tank into the water pre-heater before the water drains to the boiler. Analysis performed with the help of Caesar II software to know stress distribution on this piping system. After analysis, the stress that occurs in the pipe must not exceed the stress of the pipeline allowable stress. So, The design of this piping system is safe from the stress case.


(16)

ABSTRAK

Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu system komponen ke komponen lainya. Sistem perpipaan ini harus mampu menahan semua beban yang bekerja,yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu (beban statik) maupun beban yang berubah-ubah menurut fungsi waktu (beban dinamik). Kemampuan system perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga tidak menimbulkan kegagalan dikenal sebagai fleksibilitas system perpipaan. Kegagalan pada system perpipaan ini dapat mengganggu system perpipaan. Perlu dilakukan penganalisaan untuk memastikan bahwa system perpipaan pada kondisi aman saat di operasikan. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat pengoperasiannya, tidak terjadi kegagalan system perpipaan akibat tegangan yang berlebihan (overstress) pada pipa. Dalam skripsi ini dibahas mengenai sistem perpipaan pada perpipaan pompa air umpan (Feed Water Pump). Dimana fungsi dari perpipaan pompa air umpan ini adalah untuk mengalirkan air dari tangki penyimpanan air kedalam pemanas sebelum air masuk kedalam boiler. Penganalisaan dilakukan dengan bantuan software Caesar II untuk mengetahui distribusi tegangan pada pipa. Setelah dilakukan penganalisaan, tegangan yang terjadi pada pipa tidak melebihi tegangan izin pipa. Sehingga sistem perpipaan yang dirancang dinyatakan aman dari segi tegangan.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu industri pada dasarnya menginginkan bahwa di dalam proses produksi yang berlangsung, sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan standar dari rencana yang ditentukan, dengan kata lain suatu industri menginginkan proses yang terjadi haruslah efektif dan efesien.

Proses dalam suatu industri, terutama untuk industri perminyakan tidak terlepas dari penggunaan sistem perpipaan dalam pengolahan proses produksi yang terjadi di dalamnya, perencanaan sistem perpipaan yang baik akan mempengaruhi hasil dari suatu proses yang dilalui.

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk menghantarkan fluida baik berupa gas, minyak, air dan fluida lainya dari suatu tempat ke tempat yang lain.Adapun sistem pengaliran fluida dilakukan dengan metode gravitasi maupun dengan sistem aliran bertekanan.Pada umumnya pipa memiliki standart dalam penggunaan dan pengoperasianya, sehingga dibutuhkan bentuk pengkodean dalam suatu sistem perpipaan yang digunakan, pengkodean itu dilakukan sesuai dengan bentuk keadaan dari sistem perpipaan yang dirancang dalam suatu sistem.

Pada umumnya kegagalan pada sistem perpipaan terjadi akibat adanya tegangan yang berlebih pada pipa yang disebabkan adanya beban maksimum dan terkonsentrasi yang tidak diatur dengan sistem penumpu yang baik, tegangan yang berlebih tersebut dihasilkan karena adanya pembebanan yang terjadi secara terus menerus dan dapat berubah yang diberikan kepada sistem perpipaan, sehingga


(18)

dapat merubah sifat dan keadaan pipa tersebut. Maka dalam merancang atau membangun sistem perpipaan yang baik seharusnya dilakukan analisa tegangan terlebih dahulu untuk mengantisipasi dan mengatasi jika terjadi tegangan yang berlebih.

Saat ini terdapat beberapa perangkat lunak guna membantu melakukan analisis tegangan pipa. Perangkat lunak tersebut telah memenuhi kaidah persyaratan sebuah alat bantu analisis karena telah berdasarkan pada kode dan standar yang baku untuk perpipaan. Pada penulisan ini dilakukan studi kasus dengan bantuan perangkat lunak Caesar II ver.5.10 dimana pada hasil akhirnya didapatkan besarnya gaya-gaya dan momen yang bekerja pada pipa, dan tegangan yang bekerja pada pipa.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari analisa ini adalah merupakan Skripsi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Strata satu (S1) pada Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Sedangkan untuk tujuan umum dari analisa ini adalah:

1. Untuk mengetahui letak tegangan maksimum yang terjadi di sepanjang pipa pada sistem perpipaan Feed Water Pump dengan menggunakan software Caesar II 5.10.

2. Untuk mengetahui batas aman dari material pipa yang digunakan pada system perpipaan Feed Water Pump terhadap tegangan yang timbul pada system perpipaan.


(19)

3. Untuk mengetahui aman atau tidaknya sistem perpipaan yang dirancang sesuai dengan data-data yang diberikan oleh salah satu perusahaan minyak di Duri, Riau yang telah distandarisasi sesuai standar perpipaan ASME B1.31.

1.3. Batasan Masalah

Pada penulisan Skripsi ini akan dibahas mengenai analisa tegangan statik pada sistem perpipaan Feed Water Pump yang digunakan untuk mengalirkan air dari tempat penyimpanan air ke tempat pemanas air sebelum air dialirkan ke boiler. Pembebanan yang terjadi pada pipa meliputi pembebanan berat yang terdiri dari berat pipa, berat air, serta komponen – komponen yang digunakan pada sistem perpipaan ( seperti ; sambungan, katup, isolasi dll ) Adapun analisa menggunakan Metode Elemen Hingga dan memakai alat bantu software yaitu Caesar II versi 5.10.

1.4. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan

Berisi latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan

BAB II Tinjauan Pustaka

Berisi tentang teori dasar tegangan pipa yakni persamaan dasar tegangan yang dapat digunakan untuk analisa, bentuk tegangan yang dialami oleh sistem perpipaan,persamaan dasar untuk pembentukan persamaan tegangan yang dapat


(20)

digunakan pada sistem perpipaan. faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan meliputi : gaya dan momen yang bekerja pada sistem perpipaan.

BAB III Metodologi Penelitian

Berisi tentang metode penelitian yang dilakukan, urutan proses analisis serta bentuk software yang digunakan untuk analisa dan pengolahan data.

BAB IV Analisa Tegangan

Berisi tentang analisa dan hasil analisa yang dilakukan secara teoritis dan hasil analisa dengan menggunakan software Caesar II 5.10.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa yang dilakukan secara teoritis maupun software dan saran untuk menghindari kegagalan akibat tegangan berlebih.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Perpipaan

Pipa digunakan untuk mengalirkan fluida (zat cair atau gas) dari satu atau beberapa titik ke satu titik atau beberapa titik lainnya. Sistem perpipaan (piping sistem) terdiri dari gabungan pipa-pipa yang memiliki panjang total relatif pendek dan digunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu peralatan ke peralatan lainnya yang beroperasi pada suatu plant. Sistem perpipaan dilengkapi dengan komponen-komponen seperti katup, flens, belokan, percabangan, nozzle, reducer, tumpuan, isolasi, dan lain-lain.

Dalam dunia industri, biasa dikenal beberapa istilah mengenai sistem perpipaan seperti piping dan pipeline. Piping adalah sistem perpipaan di suatu plant, sebagai fasilitas untuk mengantarkan fluida (cairan atau gas) antara satu komponen ke komponen lainnya untuk melewati proses-proses tertentu. Piping ini tidak akan keluar dari satu wilayah plant.Sedangkan Pipeline adalah sistem perpipaan untuk mengantarkan fluida antara satu plant ke plant lainnya yang biasanya melewati beberapa daerah.Ukuran panjang pipa biasanya memiliki panjang lebih dari 1 km bergantung jarak antar plant.

Sistem perpipaan dapat ditemukan hampir pada semua jenis industri, dari sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat kompleks. Contoh sistem perpipaan adalah, sistem distribusi air minum pada gedung atau kota. sistem pengangkutan minyak dari sumur bor ke tandon atau


(22)

tangki penyimpan, sistem distribusi udara pendingin pada suatu gedung, sistem distribusi uap pada proses pengeringan dan lain sebagainya.

Sistem perpipaan meliputi semua komponen dari lokasi awal sampai dengan lokasi tujuan antara lain, saringan (strainer), katup atau kran, sambungan, nosel dan sebagainya. Untuk sistem perpipaan yang fluidanya liquid, umumnya dari lokasi awal fluida, dipasang saringan untuk menyaring kotoran agar tidak menyumbat aliran fuida. Saringan dilengkapi dengan katup searah ( foot valve) yang fungsinya mencegah aliran kembali ke lokasi awal atau tandon. Sedangkan sambungan dapat berupa sambungan penampang tetap, sambungan penampang berubah, belokan (elbow) atau sambungan bentuk T (Tee).

2.2 Teori Tegangan

Pengetahuan mengenai sifat-sifat mekanik material sangat penting.Melalui pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan.Dalam kode ditetapkan aturan-aturan agar pada sistem perpipaan tidak terjadi tegangan yang berlebih sehingga dapat terhindar dari kegagalan.Secara umum teori tegangan pada sistem perpipaan merupakan pengembangan dari teori tegangan dalam mekanika.Oleh sebab itu, dapat digunakan dalam perhitungan dan analisis tegangan pada sistem perpipaan.

2.2.1. Tegangan Satu Arah (Uniaxial)

Tegangan uniaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana gaya yang berkerja hanya terjadi dalam satu arah. Tegangan yang dialami oleh


(23)

benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ). Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah �.Keadaan tegangan ini pada aplikasi suatu batang lurus berpenampang A dengan gaya dan arah yang ditunjukkan seperti gambar 2.1. Dianggap bahwa tegangan terbagi rata diseluruh penampang yang tegak lurus dengan luasan pada benda, dimana gaya yang bekerja terdapat pada koordinat sumbu x.

Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Uniaxial

Akibat dari gaya-gaya yang bekerja pada benda, maka akan terbentuk sudut potong pada benda sebesar �. Dimana dengan sudut tersebut akan diproyeksikan nilai tegangan – tegangan yang terjadi pada benda tersebut seperti tegangan geser dan tarik dalam arah �. Kesetimbangan gaya dan tegangan dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Distribusi Tegangan Uniaxial

Persamaan untuk distribusi tegangan pada gambar 2.2 dapat dilihat pada persamaan dibawah ini.

A

S I

ANALIS A DATA

F STA

�=�


(24)

dimana:

σ

= tegangan (N/�2) P = gaya (N)

A = luas penampang (�2)

Gambar 2.3 distribusi tegangan pada penampang sederhana

Gambar 2.4 Distribusi Tegangan Uniaxial terhadap sudut �

Pada gambar 2.3 terlihat beberapa tegangan yang terdapat pada benda yang membentuk sudut �. Dengan menuliskan bentuk persamaan dari gambar tersebut kedalam kesetimbangan gaya maka akan diperoleh nilai tegangan tarik dan tegangan geser.

Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.3 diperoleh dengan menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap sudut � bekerja pada arah yang samadengan tegangan �����, dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.1.

P P

��

����

���� ���� ��������


(25)

���� -�������� = 0 (2.1)

Untuk menentukan nilai �dapat diubah ke dalam bentuk A� dengan menggunakan persamaan 2.2 :

(� − �) =� = �����

(� − �) =� = ����� (2.2)

Dengan demikian nilai � pada persamaan 2.2, dapat disubstitusikan kedalam persamaan 2.1 sehingga akan diperoleh persamaan tegangan tarik

��yang bekerja terhadap sumbu �,dapat dilihat pada persamaan 2.3:

����-��������= 0

���� = ��������

���� = ��(������)����

�� = �����2� (2.3)

Pada saat kondisi � = 0 , maka persamaan 2.3 akan berubah menjadi persamaan 2.4 :

�� = �����2�

�� = ��(12)

= � (2.4)

��

� ��

��

� �


(26)

Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.3 diperoleh dengan menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan geser terhadap sudut � bekerja pada arah yang sama dengan tegangan �����, dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.5 :

���� − ��������= 0

���� = ��������

���� = ������������

�� =���������� (2.5)

Melalui persamaan trigonometri diketahui bahwa :

���2� = 2��������

��������= 1

2 ���2�

Dengan merubah persamaan trigonometri diatas kedalam persamaan trigonometri pada persamaan tegangan geser maka akan dihasilkan persamaan akhir untuk tegangan geser, yaitu pada persamaan 2.6 :

�� = ����������

�� = ��12���2� (2.6)

Pada saat kondisi � = 0 dan � = 45� , akan diperoleh tegangan geser:

� = 0 � = 45�

�� = ��12���2(0) �� = ��12���2(45°)

=0 � =��


(27)

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasan .Tegangan tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.4.

Syarat untuk memperoleh tegangan tarik maksimum adalah : Syarat ���

�� = 0

�(�2�+ �2� ���2�)

�� = 0

0 + −2 ���

2 ���2�� = 0

−2���

2 ���2�� = 0

���2� = 0 −�� = 0

2�= ���−10

� = 1

2 (��� −10)

� = 0, 90, 180

� = 0,� 2,�

Sehingga � maximum pada � = 0� dapat diperoleh dengan memasukkan nilai sudut yang mengakibatkan terbentuknya tegangan tarik maksimum.


(28)

�� = �2� + �2� ���2�

�� = �2�+ �2� (1) = ��

����� = �� ( 2.7)

Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima benda ketika diberikan gaya F pada arah �. Dengan demikian tegangan geser maksimum merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang jika diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada benda.

Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah :

���

�� = 0

� �σx

2�sin2θ

�� = 0

2�σx

2�cos2θ= 0

���2� = 0

� =�

4, 3�

4

Sehingga dengan memasukkan besaran sudut yang menghasilkan tegangan geser maksimum akan diperoleh nilai maksimum dari tegangan geser yaitu pada persamaan 2.8 :

����� =��′ =��sin 2� =��

2 ���2

4=

�� 2


(29)

2.2.1.1 Lingkaran Mohruntuk Tegangan Uniaxial

Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial diperoleh dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah

� yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial, merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk gambar. Penyederhanaan persamaan untuk lingkaran mohr dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan trigonometri dalam aturan kosinus sebagai berikut.

cos 2� = ���2� − ���2� Cos 2� = ���2� −(1− ���2�) cos 2� = 2���2� − 1

2cos 2� = 1 +���2� cos2�= 1

2 + 1

2 ���2�

Persamaan untuk tegangan tarik pada arah � dengan menggunakan penyederhanaan aturan kosinus.

�� = �����2�

�� = �� ( 1

2 + 1

2 ���2�)

�� = �2� +�2� ���2�


(30)

Persamaan untuk tegangan geser pada permukaan � yaitu :

�� = �2� ���2� (� −��

2) 2 = (��

2 ���2�) 2

(� −��

2) 2 = (��

2)

2���22 ( 2.10 )

(� = ��

2 ���2�)

2

��2 = (�2�)2���22� ( 2.11 )

Pada penjumlahan eliminasi yang sama sehingga akan menghasilkan persamaan lingkaran mohr sebagai berikut:

(� −��

2) 2 = (��

2)

2���22 ��2 = (�2�)2���22�

(� −��

2) 2 +

�2 = (�2�) 2���22�+ (�2�)2���22� (� −��

2) 2 +

�2 = (�2�) 2(���22�+���22�)

Dengan demikian persamaan lingkaran mohr diperoleh pada persamaan 2.12:

(� −��

2) 2 +

�2 = = (�2�) 2 ( 2.12 )


(31)

Gambar 2.5 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Uniaxial

Gambar 2.5 pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk tegangan tarik.

A O

B

�′

M

��

2

��−�2

��

2 2�

��

����

��

�� ����


(32)

x y

n

� �

2.2.2. Tegangan Dua Arah (Biaxial)

Tegangan biaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana gaya yang berkerja terjadidalam dua arah. Tegangan dalam dua arah meliputi tegangan terhadap sumbu x dan terhadap sumbu y.Tegangan yang dialami oleh benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ). Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah �. sehingga dengan menggunakan kesetimbangan energi akan diperoleh persamaan persamaan untuk tegangan geser dan tegangan tarik. Pada tegangan biaxial terdapat tiga tegangan yang bekerja pada tiap garis yang sama yaitu tegangan pada sudut �, tegangan pada luasan sumbu y dan tegangan pada sumbu x yang diproyeksikan terhadap satu garis yang sama.

Gambar.2.6 tegangan biaksial

����

����

��������

���� ����

����

θ

���� ����

���� ����

����

x ��

θ


(33)

Dari gambar 2.6 akan diperoleh persamaan untuk tegangan tarik dan geser dengan menggunakan kesetimbangan gaya pada satu sumbu garis yang sama.Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.5 diperoleh dengan menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap sudut � bekerja pada arah yang samadengan tegangan ����� dan ����� pada dua luasan yang berbeda dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.13.

����−����cos θ −���� sin θ =0

���� = ����cos θ + ���� sin θ

���� = ��(�� cos θ) cos θ + ��(�� sin θ) sin θ

��= �� cos2θ + �� sin2= 1

2 (�� + ��) + 1

2 (��− ��) cos 2θ ( 2.13 ) θ

Jadi persamaan untuk menentukan tegangan maksimal pada tegangan dua arah adalah :

��= (�� + ��) + (��− ��) cos 2θ (2.14)

Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.5 diperoleh dengan menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan geser terhadap sudut � bekerja pada arah yang sama dengan tegangan ����� dan � ����pada dua gaya yang bekerja pada permukaan � dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.15(Lit. Timosenko, hal 47).


(34)

�������� − ���� − ���� ���� = 0

���� =�������� − ���� ����

���� =��(�� ����)���� − ��(�� ����) ����

�� = �� �������� − ����������

��= (��− ��)sin (2.15)

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasan .Tegangan tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.6 diatas.

Syarat untuk mendapatkan tegangan tarik maksimum adalah :

���

�� = 0

�[�σx + 2 σy�+ �σx− σ2 y� cos2θ

�� = 0

0 + −2�σx− σy

2 � sin2θ= 0

− (σx − σy) sin2θ= 0

sin2θ= 0

θ= 0,π


(35)

Tegangan tarik maksimum diperoleh dengan mensubsitusikan nilai sudut yang mengakibatkan terbentuknya tegangan tarik maksimum untuk tegangan biaxial.

σθ= (σx+ 2σy) + (σx−σ2 y) cos 2θ

���� =�σx

+ σy

2 �+�

σx − σy

2 �cos0

o

σθ= (σx+ σy)

2 +

(σx−σy) 2 (1)

���� =�σx+ 2σy�+�σx−σ2 y� ( 2.16)

Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima benda ketika diberikan gaya F pada arah �. Dengan demikian tegangan geser maksimum merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang jika diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada benda. Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah :

�τθ

�� = 0

� �σx − σy

2 �sin2θ

�� = 0

2�σx − σy

2 �cos2θ= 0

���2� = 0

� =�

4, 3�


(36)

Dengan demikian akan diperoleh nilai dari tegangan geser maksimum dengan memasukkan besaran dari nilai sudut yang menghasilkan tegangan maksimum. Sehingga akan diperoleh tegangan geser maksimum untuk biaxial ditunjukkan pada persamaan 2.17 :

τθ= �σx−σ2 y�sin2 (�4)

τθ= �σx−σ2 y�sin 2 (45o)

τmax= �

σx−σy

2 � ( 2.17)

2.2.2.1Lingkaran Mohr untuk Tegangan Biaxial

Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial diperoleh dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah

� yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial, merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk gambar.

σθ= (σx+ 2σy) + (σx−σ2 y) cos 2θ

σθ−(σx+ 2σy) = (σx−σ2 y) cos 2θ


(37)

Sehingga dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap persamaan tegangan akan terbentuk persamaan lingkaran dasar dalam bentuk tegangan umum yang dapat menentukan nilai maksimum dan nilai minimum tegangan geser dan tegangan tarik.

θ− (σx+ σy

2 )]

2 = (σx−σy 2 )

2���22 τθ = �

σx−σy 2 �

2

sin22θ [σθ− (σx+ σy

2 )] 2 + (τ

θ)2= (σx−σ2 y)2

(� − �)2+ (� − �)2 = �2 (� − �)2+ (�)2= �2

Gambar 2.7 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial

+

O �

��

��

C

�′ A

2�

σx− σy

2

σx+ σy

2 ��−σx

y 2 M B �� �� ���� ���� ����


(38)

���� θ ��� ��� ��� ���

�� x

y

��

Gambar 2.7 pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk tegangan tarik.

2.2.3 Tegangan Utama (Principal Stress)

Tegangan maksimum atau minimum pada suatu batang dapat digambarkan pada sebuah elemen yang mendapat beban. Dimana penjabaran tegangan yang terjadi dapat diuraikan, sehingga nantinya mendapatkan persamaan minimum dan maksimum untuk mencari nilai suatu tegangan. Titik centroid pada benda akan menjabarkan tegangan-tegangan yang terjadi, sehingga untuk mendapatkan persamaan akan lebih mudah.

Gambar.2.8 tegangan utama

���� ���� ����� ����� ���� �������� �������� �������� �������� ����� ��������� ��������� ��������� ���������

�������θ

��������

x

y

θ

a


(39)

Tegangan tarik utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya tarik utama pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan tarik pada sumbu x dan tegangan tarik terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan tarik utama diperoleh dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris. Tegangan tarik pada luasan θ terletak pada satu garis dengan tegangan �cos θ dan σysin θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan

untuk tegangan tarik utama yang terlihat pada persamaan 2.18 berikut :

σθAθ = σx Axcos θ + σy Ay sin θ- 2 τ

σθAθ= σ

xy Aθcos θ sin θ x (Aθcos θ) cos θ+ σy (Aθsin θ)sin θ - 2 τ

σθ = σ

xy Aθcos θ sin θ x cos2θ+ σy sin2θ- 2 τxy

�� = (��+ ��)+(��−��) cos 2θ - 2 τ

cos θ sin θ

xy sin 2θ ( 2.18)

Tegangan geser utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya geser utama pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan geser pada sumbu x dan tegangan geser terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan geser utama diperoleh dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris. Tegangan geser θ yang terletak pada satu garis dengan tegangan �sin θ dan σycos

θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan untuk tegangan geser utama yang terlihat pada persamaan 2.19(Lit.Timosenko hal 75).

���� +��������+��������� − �������� − ��������� = 0

���� =�������� − �������� − ���������+���������


(40)

���� =��(������)���� − ��(������)����+���(������)���� −

���(������)����

�� =���������� − ����������+������2� − ������2�

�� =�2����2� −�2����2�+��� � 1 2+

1

2���2�� − ��� �

1 2+

1

2���2��

�� =

1

2���− ������2�+

��� 2 +

���

2 ���2� −

��� 2 +

���

2 ���2�

�� =12��� − ������2�+������2�

��= ����− ��������+�������� (2.19)

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang mampu diterima oleh beban. Tegangan tarik maksimum merupakan batas yang diizinkan dalam pemberian gaya berupa pembebanan. Tagangan tarik maksimum pada tegangan utama memiliki syarat dalam penentuan nilai sudut yang dibentuk.

Syarat untuk memperoleh tegangan tarik utama maksimum adalah :

���

�� = 0

� ���� +2���+��� − �2 �� ���2� −2������2��

�� = 0

0 + −2���− ��

2 � ���2� −2���(2���2�) = 0

−���− ������2� −4������2� = 0

��� − ������2� =−4������2�

���2�

���2�=

−4���


(41)

���2�

���2�= −4�

���

���− ����

���2� = ���

���− ���

Sehingga Tegangan Tarik Utama Maximum adalah :

���� = ���

+� 2 �+�

�� − ��

2 � ���2� −2������2�

= ���+�� 2 �+�

��− ��

2 �

���2�

���2� −2���

���2�

���2�

= ���+�� 2 �+�

��− ��

2 � −2������� = ���+��

2 �+�

��− ��

2 � −2����

���

�� − ���

���� = ���

+�

2 �+��

��− ��

2 �

2

+���2

Tegangan geser utama maksimumadalah batas nilai tegangan tertinggi yang mampu diterima oleh benda pada pembentukan sudut tertentu, dimana nilai sudut yang dibentuk dapat ditentukan dengan menentukan titik maksimum dari tegangan geser utama.Syarat untuk menentukan tegangan geser utama maksimum mempengaruhi besarnya pembebana yang mampu diterima oleh benda.

Syarat untuk memperoleh tegangan geser utama maksimum adalah :

���

�� = 0

� ����− �2 �� ���2�+������2��


(42)

� ��� − �2 �� ���2�+���(−2���2�) = 0

��� − ������2� −2������2� = 0

��� − ������2�= 2������2�

���2�

���2�=

��� − ���

2���

���2� =���− ���

2���

���2� =1

2�

��� − ���

2���

���2� =�

���− ��� 2 2���

Sehingga Tegangan Geser Maximum Utama adalah :

���� = ��� − �2 �� ���2�+������2�

=

��−��

2

���2�

���2�

+

��

���2�

���2�

=

��−��

2

� �

���−��2

���

+

��

��� = ��

− �

2

2


(43)

2.2.3.1. LingkaranMohr Tegangan Utama

Lingkaran mohr untuk tegangan utama dibentuk dari persamaan dasar dari lingkaran dengan menjumlahkan persamaan pada tegangan tarik utama dan tegangan geser utama.Persamaan yang diperoleh merupakan dasar untuk membentuk lingkaran.Tegangan maksimum dan minimum dapat dihitung melalui perhitungan untuk titik terjauh pada lingkaran sepanjang sumbu x dan tegangan tarik utama minimum dapat dihitung melalui penentuan titik terdekat pada sumbu x. Persamaan – persamaan tersebut dapat dilihat pada lingkaran mohr pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Utama

G O F H D B y E C ��− �� 2 ���− ��� �� �� ��+�� 2

�2 �� �1

A x ��� ��� ���.��� � � ���.��� � ����− �� 2 � 2

+���2

2� 2� ���� ���� �� ���� ��− �� 2


(44)

Dengan demikian nilai – nilai tegangan yang dapat diperhitungkan pada pembebana yang diberikan dapat dilihat berdasarkan gambar yang dilukis berdasarkan perhitungan dari nilai – nilai tegangan tarik dan geser pada sudut pembentuk.Diagram mohr merupakan bentuk dari semua tegangan yang mempengaruhi benda yang dapat dilihat melalui gambar.

2.3. Sistem Penumpu

Pipe support adalah salah satu bagian yang penting dalam sistem perpipaan atau di suatu plant.Sistem penumpu berfungsi untuk menahan dan mengkondisikan suatu sistem perpipaan sehingga aman sampai waktu yang telah ditentukan, bahkan diharapkan berfungsi selama pipa masih digunakan.

2.3.1. Momen Lentur (Bending Momen)

Jadi momen lentur merupakan kebalikan (arah) dari tahanan momen dengan besaran yang sama. Momen lentur juga dinotasikan dengan M. Momen lentur lebih lazim digunakan daripada tahanan momen dalam perhitungan karena momen ini dapat dinyatakan secara langsung dari beban atau gaya-gaya eksternalnya.

2.3.2. Gaya geser

Gaya geser adalah berlawanan arah dengan tahanan geser tetapi besarnya sama. Biasanya dinyatakan dengan V. Dalam perhitungan, gaya geser lebih sering digunakan daripada tahanan geser.


(45)

2.3.3. Gaya dan Momen pada tumpuan

Ketika pipa dibebani dengan gaya atau momen, tegangan internal terjadi pada batang. Secara umum, terjadi tegangan normal dan tegangan geser.Untuk menentukan besarnya tegangan-tegangan ini pada suatu bagian atau titik tersebut.Untuk menentukan besarnya resultan pada tumpuan dapat menggunakan persamaan-persamaan kesetimbangan.

Berikut ini adalah contoh analisa 1 dimensi arah x untuk menentukan arah gaya dan momen pada sebuah pipa yang ditumpu.

RAx

RAy RBy

Gambar 2.10 Free Body Diagram kesetimbangan gaya dan momen

Dari diagram benda bebas diatas akan didapatgaya–gaya reaksi yang bekerja pada tiap tumpuan yangterlihat pada persamaan dari gambar 2.10 :

A B

L

a b


(46)

∑�� = 0

�� − ���(�) = 0

��� (�) = ��

���

=

��

∑�� = 0

��� + ���− � = 0

��� =� − ���

��� =� −

��

���

=

��

Persamaan momen untuk batasan0 ≤ � ≤ �

���

��

∑� = 0

�� − ���(�) = 0

�� = ���(�)

�� = �� (�)

v Mx


(47)

Untuk nilai x = 0

�0 = 0

Untuk nilai x = a

�� = ��

Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :

∑�� = 0

��� − �� = 0

�� =���

�� =��

Untuk nilai x = 0

�0 =

��

Untuk nilai x = a

�� = �

Sedangkan persamaan momen untuk batasan � ≤ � ≤ �

x

M

a v

����

Nx P


(48)

∑�� = 0

�� +�(� − �)− ���(�) = 0

�� = ���(�)− �(� − �)

�� =

��

(�)− �(� − �)

Untuk nilai x = a

�� =��� Untuk nilai x = l

�� = 0

Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :

∑�� = 0

��� − � − �� = 0

�� =��� − �

�� =

��

− �


(49)

Untuk nilai x = a

�� =

��

− �

Untuk nilai x = l

�� =

��

� − �

�� =−

��

Dari hasil penurunan persamaan diatas untuk momen dan gaya geser akan didapat bentuk diagram untuk masing-masing persamaan momen dan gaya geser dimana gambar yang dihasilkan berdasarkan bentuk dari diagram benda bebas pada gambar 2.11 :

A B

L

a b

���

��� ���

P

��

��

− +

�� � (�)


(50)

2.4 Klasifikasi Tegangan

Tegangan yang tejadi dalam sistem perpipaan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni Tegangan Normal (Normal Stress) dan Tegangan Geser (Shear Stress). Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang masing-masing adalah:

1. Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress), yaitu tegangan yang searah panjang pipa.

2. Tegangan Tangensial atau Tegangan Keliling (Circumferential Stres satau Hoop Stress), yaitu tegangan yang searah garis singgung penampang pipa.

3. Tegangan Radial (Radial Stress), yaitu tegangan searah jari-jari penampang pipa.

Tegangan Geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing adalah: 1. Tegangan Geser (Shear Stress), yaitu tegangan akibat adanya gaya yang

berimpit atau terletak pada luas permukaan pipa.

2. Tegangan Puntir atau Tegangan Torsi (Torsional Stress), yaitu tegangan yang terjadi akibat momen puntir pada pipa.

2.4.1 Tegangan Longitudinal ( Longitudinal Stress)

Tegangan Longitudinal merupakan jumlah dari Tegangan Aksial (Axial Stress), Tegangan Lentur (Bending Stress) dan Tegangan Tekanan Dalam (Internal Pressure Stress). Mengenai ketiga tegangan ini dapat diuraikan berikut ini.


(51)

2.4.1.1 Tegangan Aksial

Tegangan aksial adalah tegangan yang ditimbulkan oleh gaya F

axyang bekerjasearah dengan sumbu pipa, dan dapat diperlihatkan seperti gambar 2.12:

Gambar 2.12Tegangan Aksial

σ

Dimana :

ax = ���

��

(2.20)

σ

ax

Am = luas penampang pipa =tegangan aksial

= �

4(do 2

– di2

do = diameter luar )

di = diameter dalam


(52)

2.4.1.2Tegangan Lentur (Bending Stress)

Tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang bekerja diujung-ujung benda. Dalam hal ini tegangan yang terjadi dapat berupa Tensile Bending. Tegangan lentur maksimum terletak pada permukaan pipa dan nol pada sumbu pipa, dapat ditunjukkan pada gambar 2.13:

Gambar 2.13.Bending Momen

=

�� (2.21)

Tegangan maksimum terjadi pada dinding terluar dari pipa

����

=

����

=

(2.22)

Dimana :

M = momen bending

c = jari-jari terluar pipa

I = Momen inersia penampang

I = �

64( do 4 – di4

Z = section modulus = �

��


(53)

2.4.2 Tegangan Geser

Berbeda dengan tegangan normal akibat gaya aksial, Tegangan geser terjadi pada permukaan pipa dimana gaya yang bekerja terletak pada permukaan pipa atau bekerja sejajar terhadap permukaan pipa. Tegangan geser terjadi diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan pipa dan karena adanya momen torsi yang terdapat pada pipa, momen torsi ini dapat berupa dua gaya yang bekerja sejajar dengan arah yang berlawanan (momen kopel).

2.4.2.1 Akibat gaya geser (V)

Tegangan geser akibat gaya geser (V) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.23:

τ

Dimana :

max

=

(2.23)

V = Gaya Geser A = Luas penampang

Tegangan ini mempunyai nilai minimum di sumbu netral (di sumbu simetri pipa) dan bernilai nol pada titik dimana tegangan lendut maksimum ( yaitu pada permukaan luar dinding pipa). Karena hal ini dan juga karena besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil, maka tegangan ini dapat diabaikan.


(54)

2.4.2.2Akibat momen puntir

Tegangan geser akibat momen puntir (Mt) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.24 (Lit. Hibeller, Hal 143) :

τ

Dimana :

max

=

����

� (2.24)

Mt = Momen Puntir

J = Momen Inersia Polar

Tegangan ini terjadi akibat adanya momen yang bekerja pada pipa yang mengakibatkan adanya pergeseran sudut terhadap sumbu pipa, momen yang bekerja dapat berupa momen ataupun gaya yang mengakibatkan terjadinya puntiran.

2.4.3 Tegangan Torsi

Suatu bentangan bahan dengan luas permukaan tetapdikenai suatu puntiran ( twisting ) pada setiap ujungnya danpuntiran ini disebut juga dengan torsional, dan bentangan bendatersebut dikatakan sebagai poros ( shaft ).Distribusi tegangan bervariasi dari nol pada pusat poros sampai dengan maksimum pada sisi luar poros, seperti diilustrasikan pada gambar 2.14:


(55)

Gambar 2.14. Distribusi Tegangan Geser

2.4.3.1Momen Inersia( Polar )

Untuk suatu batang bulat berlubang (pipa) dengan diameter luar Do dan

diameter dalam Di, momen kutub inersia (polar momen of inertia) penampang

melintang luasnya, biasanya dinotasikan dengan J (Lit.Hibbeler, hal 72).

Dimana : J = �

32 (D0

4 – Di4)

Momen kutub inersia untuk batang bulat tanpa lubang (batang pejal) dapat diperoleh dengan memberi nilai Di = 0. Kuantitas dari J merupakan sifat

matematis dari geometri penampang yang melintang yang muncul dalam kajian tegangan pada batang atau poros bulat yang dikenai torsi.

2.4.3.2Regangan geser

Suatu garis membujur a-b digambarkan pada permukaan poros tanpa beban.Setelah suatu momen punter T dikenakan pada poros, garis a-b bergerak menjadi a-b’ seperti ditunjukkan pada gambar berikut.Sudut γ, yang diukur dalam


(56)

regangan geser pada permukaan poros. Definisi yang sama berlaku untuk setiap titik pada batang poros tersebut, dapat ditunjukkan pada gambar 2.15:

Gambar 2.15. Regangan Geser 2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Perpipaan

Persamaan tegangan pada sistem perpipaan merupakan persamaan yang dapat diturunkan dari persamaan untuk tegangan �1,2 yang sesuai dengan aplikasi tersebut. Pada dasarnya persamaan tegangan yang dihasilkan pada tiap kondisi yang berbeda diperoleh dari persamaan untuk tegangan utama, yang membedakan persamaan tegangan pada tiap-tiap kondisi itu adalah tegangan terhadap sumbu x dan tegangan terhadap sumbu y. Pada kondisi bending tegangan terhadap sumbu x tidak berlaku atau diabaikan dengan sudut pembentuk

dengan nilai 90 derajat. Secara umum akan terlihat pada gambar 2.16.


(57)

Maka akan berlaku persamaan Tegangan Utama dengan ketentuan dimana pada gambar diatas menunjukkan bahwa, arah tegangan terhadap sumbu x adalah 0, dan hanya ada tegangan yang bekerja terhadap sumbu y. Tegangan geser yang terjadi pada gambar diatas adalah tegangan geser akibat gaya geser yang bekerja searah dengan luas penampang pipa, secara umum dapat dilihat pada persamaan dibawah ini (Lit. Timosenko hal 43 ).

�1,2 = �

��+�

2 �±��

��−��

2 � 2

+���2

Dimana � dan ��� pada kondisi lentur pada sistem penumpu akan berubah menjadi persamaan yang sesuai dengan keadaan dari bentuk beam yang dalam hal ini berbentuk pipa dimana tidak terjadi tegangan dalam arah sumbu x (�=0).

�� = 0( tidak ada tegangan terhadap sumbu x )

��=�� �

���= �

Dimana :

M= momen bending C= jari-jari terluar pipa I= Momen inersia penampang V= Gaya Geser


(58)

Sehingga akan diperoleh persamaan untuk tegangan lentur pada sistem penumpu yaitu :

�1,2 =�

�� +��

2 �±��

�� − ��

2 �

2

+���2

�1,2 =�

0 +�

2 �±�� 0− �

2 �

2

+���2

�1,2 = ��

2 ±��

�� 2�

2

+���2

�1 = ��

2 +��

�� 2�

2

+���2

�2 = ��

2 − ��

�� 2�

2


(59)

2.6 Metode Elemen Hingga

Metode Elemen Hingga adalah salah satu dari metode numerik yang memanfaatkan operasi matrix untuk menyelesaikan masalah-masalah fisik. Metode ini dibangun sebagai metode numeric untuk analisa tegangan, tapi sekarang pemakainanya telah meluas sebagai metode yang umum untuk banyak permasalahan engineering kompleks dan ilmu-ilmu fisika.Mengandung banyak perhitungan, pertumbuhannya berhubungan dekat dengan pengembangan teknologi komputer.

Metode Elemen Hingga digunakan dengan membagi suatu benda menjadi bebrapa bagian dan bagian-bagian tersebut disebut dengan mesh. Beberapa mesh yang terbentuk dari suatu benda dan terdiri dari beberapa titik (node). Nilai dan jumlah titik (node) ditentukan oleh jumlah mesh.

Gambar 2.15 Gambar Pembagian Mesh pada benda

n= m+1 (2.25)

dimana :

n= jumlah node

m= jumlah mesh

Mesh 1 Mesh 2 Mesh 3


(60)

Dengan demikian, pada persamaan 2.15 didapat bahwa jumlah titik (node) pada pembagian elemen sama dengan jumlah mesh ditambah satu.

2.6.1 Node (U)

Node atau titik merupakan dasar dalam penghitungan tegangan. Dimana perpindahan node akibat pemberian gaya yang berupa pembebanan pada benda yang merupakan nilai dari pertambahan panjang atau perpindahan node (∆u). Nilai dari perubahan panjang akan mempengaruhi nilai kekakuan dari pipa (k). Semakin besar jarak perpindahan antar node pada suatu mesh akibat pembebanan berupa gaya maka akan semakin besar tegangan yang diterima pada mesh dimana node berada. Dimana nilai perpindahan node dirumuskan dengan persamaan 2.26 :

∆u = Ui+1 - Ui (2.26)

Dimana :

∆u : Perpindahan Node

Ui

U

: node urutan ke-i


(61)

2.6.2 Konstanta Kekakuan (K)

Nilai konstanta kekakuan dipengaruhi oleh nilai gaya dan perpindahan node (∆u). Dimana jika semakin besar nilai perpindahan node pada pembebanan yang sama maka akan menghasilkan nilai Konstanta Kekakuan (�) yang lebih kecil, sebaliknya jika nilai perpindahan node kecil pada pembebanan yang sama maka akan menghasilkan nilai Konstanta Kekakuan (k) yang lebih besar.

Nilai konstanta kekakuan pada Metode Elemen Hingga diperoleh dengan meggunakan persamaan dari konstanta kekakuan pegas yang di tunjukkan pada gambar (2.10 )

Gambar 2.16 Konstanta kekakuan pegas

Dimana nilai konstanta pegas yang diberikan pada persamaan (2.27)

� =�∆� (2.27)

Dimana :

F : Gaya

x

∆�

F


(62)

∆x : Pertambahan Panjang

Untuk kondisi benda yang mengalami perubahan panjang atau penambahan panjang akibat gaya yang dibebankan pada benda yang dibagi menjadi beberapa elemen, defleksi atau lendutan yang terjadi mengakibatkan benda mengalami perpanjangan searah sumbu pusat benda, sehingga pertambahan panjang akibat pengaruh gaya ditentukan berdasarkan penurunan persamaan 2.27

�= �

� Untuk persamaan tegangan

� =∆�

� Untuk persamaan pertambahan panjang

Persamaan umum untuk menghubungkan nilai tegangan dan pertambahan panjang dapat dilihat pada persamaan 2.28

� =�� (2.28)

Dimana :

� : Tegangan

� : Modulus Elastisitas

� : Regangan

Sehingga dengan mensubtitusikan persamaan tegangan dan pertambahan panjang kedalam persamaan 2.27 akan menghasilkan nilai konstanta kekakuan secara umum yang ekuivalen dengan konstanta kekakuan pegas yang terlihat pada persamaan 2.29


(63)

� � =�

∆� �

� =���� ∆� (2.29)

Dimana :

F : Gaya yang bekerja

A : Luas permukaan elemen

E : Modulus elastisitas Elemen

∆� : Pertambahan panjang

Persamaan 2.29 ekuivalen dengan persamaan 2.27 pada kondisi yang sama, sehingga nilai konstanta kekakuan dapat diwakilkan dengan persamaan � pada benda yang mengalami perpanjangan akibat lendutan oleh beban F yang bekerja padanya. Persamaan untuk nilai � diperoleh dengan mensubtitusikan persamaan 2.29 kedalam persamaan 2.27 sehingga akan diperoleh persamaan kekakuan untuk Metode Elemen Hingga yang terlihat pada persamaan 2.30

� =�∆� Persamaan untuk konstanta pegas

� =���

� � ∆� Persamaan untuk konstanta Metode Elemen Hingga

���� ∆� = �∆�


(64)

Dimana :

k :Nilai kekakuan elemen

A : Luas permukaan elemen

E : Modulus elastisitas Elemen

L : Panjang Elemen

Dengan demikian, persamaan 2.30 merupakan persamaan untuk konstanta metode elemen hingga secara umum yang digunakan dengan mengasumsikan keadaan yang sama dengan konstanta kekakuan pegas.

2.7 Matriks Kekakuan Akibat Pembebanan Axial

Untuk menghitung nilai perpindahan node (�) diperlukan perhitungan matriks dengan menggunakan nilai matriks kekakuan dan matriks gaya. Matriks kekakuan dan matriks gaya berisi nilai kekakuan dan gaya yang ada pada setiap elemen. Perhitungan matriks perpindahan node (�) dapat dilihat pada persamaan 2.31.

[�][�] = [�]


(65)

Pada suatu benda yang terbagi dalam beberapa elemen, terdapat lebih dari satu nilai kekakuan.Nilai-nilai kekakuan elemen yang berbeda tersebut disusun dalam satu matriks global.

Pada suatu elemen terdapat gaya-gaya yang bekerja pada tiap node elemen tersebut. Gaya-gaya tersebut terlihat pada gambar 2.17 (Lit Saeed Moaveni hal :58)

Gambar 2.17 Perpindahan dan Gaya di suatu elemen

x

y Uix

Uiy

Uiy

Uix

Ujx Ujy

Ujy

Ujx

x

y Fix

Fiy Fiy

Fix

Fjx Fjy

Fjy


(66)

Pada gambar 2.17 dapat diuraikan titik perpindahan serta gaya yang bekerja yang terlihat pada persamaan

Persamaan untuk perpindahan

��� = ��� ���� − ���sin�

��� = ��� ����+ �������

��� = ��� ���� − ��� sin�

��� = ��� ����+��� cos�

Untuk menuliskan persamaan perpindahan ke dalam matriks maka dapat dirumuskan sebagai (Lit Saeed Moaveni hal : 59)

{�} = [�]{�} Dimana

{�} =

⎩ ⎨ ⎧�����

���

���⎭⎬

, [�] = �

cos� −sin� sin� cos�

0 0

0 0

0 0

0 0

cos� −sin� sin� cos�

� ����= �

���

���

���

���

{U} dan {u} menunjukkan perpindahan node pada titik i dan j pada gambar 2.17 .sedangkan [T] merupakan matriks transformasi yang menggambarkan perubahan bentuk yang terjadi pada elemen. Dengan cara yang


(67)

sama kita dapat menjabarkan gaya yang bekerja pada elemen seperti persamaan 2.32

��� = ��� ���� − ��� sin�

��� = ��� ����+ �������

��� = ��� ���� − ��� sin�

��� = ��� ����+��� cos� (2.32)

Untuk menuliskan persamaan gaya yang bekerja ke dalam matriks maka dapat dirumuskan sebagai

{�} = [�]{�}

Dengan mensubtitusikan nilai {F} dan {u} kedalam persamaan 2.31 maka didapat persamaan 2.33

[�]−1{} = [][]−1{}

{�} = [�] [�][�]−1{} (2.33)

Dimana nilai [�]−1 merupakan invers dari matriks [T] yang bernilai

[�]−1 =

cos� sin�

−sin� cos�

0 0

0 0

0 0

0 0

cos� sin�

−sin� cos�

Maka dengan mensubtitusikan persamaan 2.33 Dengan nilai-nilai yang telah diketahui, bentuk persamaan matriks menjadi (Lit Saeed Moaveni hal : 60)


(68)

⎩ ⎨ ⎧����� ��� ���⎭ ⎬ ⎫ = � �

���2 ����.����

����.���� ���2�

−���2 −����.����

−����.���� −���2�

−���2 −����.����

−����.���� −���2�

���2 ����.����

����.���� ���2�

� ⎩ ⎨ ⎧����� ��� ���⎭ ⎬ ⎫

Sehingga bentuk matriks kekakuan global bisa dituliskan dalam matrik

[�] =� �

���2 ����.����

����.���� ���2�

−���2 −����.����

−����.���� −���2�

−���2 −����.����

−����.���� −���2�

���2 ����.����

����.���� ���2�

Untuk elemen yang berdeformasi hanya dalam 1 dimensi saja maka hanya diambil 1 titik diantara X atau Y sebagai matriks kekakuannya. Sudut � pada matriks trigonometri menggambarkan posisi elemen terhadap sumbu X.

Jika suatu elemen berdeformasi terhadap sumbu X dengan nilai sudut 0o, maka matriks kekakuan elemennya menjadi

[�] =� �

1 0

0 0

−1 0

0 0

−1 0

0 0

1 0

0 0

Karena elemen hanya berdeformasi kearah sumbu X maka matriks pada sumbu Y dihilangkan sehingga nilai matriks kekauan menjadi

[�] =� � −� −� � � �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��


(69)

Bentuk dasar matriks kekakuan pada elemen diuraikan seperti persamaan-persamaan matriks

Persamaan matriks untuk elemen 1 (�1)

[�]1 = � �1 −�1

−�1 �1 �

Posisi matriks pada matriks global

[�](1�) =

�1 −�1

−�1 �1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 � �1 �2 �3 �4

Persamaan matriks untuk elemen 2 (�2)

[�2] =� �2 −�2

−�2 �2�

Posisi matriks pada matriks global

[�](2�) = �

0 0

0 �2

0 −�2

0 0

0 0

−�2 0

�2 0

0 0 � �1 �2 �3 �4

Persamaan matriks untuk elemen (�3)

[�3] =� �3 −�3


(70)

Posisi matriks pada matriks global

[�](3�) =

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

�3 −�3

−�3 �3

� �1 �2 �3 �4

Persamaan matriks-matriks satuan dibentuk menjadi matriks global secara umum yang berurutan berdasarkan letak node pada tiap elemen yang berbeda, secara matematis elemen ini mengikuti kaidah ‘Lagrace’ dalam matematika numerik.Untuk penjumlahan matriks satuan tiap masing-masing konstanta k tiap-tiap elemen dijumlahkan berdasarkan asumsi keadaan node. Pada matriks satuan k1 hanya memiliki matrik tunggal karena node 1 hanya berada pada 1 elemen,

untuk matriks pada node 2 terdapat 2 elemen yang berbeda pada tiap node tersebut, sehingga pada node 2 terdapat 2 nilai konstanta yang bekerja yaitu k1 dan

k2. Untuk node 3 terdapat 2 konstanta k, yaitu k2dan k3.

[�] =�

�1 −�1

−�1 �1+�2

0 −�2

0 0

0 0

−�2 0

�2+�3 −�3

−�3 �3

� (2.34)

Sehingga masing-masing konstanta yang terdapat pada tiap node akan dijumlahkan dan disusun berdasarkan matriks global pada matematika numeric yang terlihat pada susunan matriks 2.34

[�](�) = [](1�)+ [](2�)+ [](3�)

Susunan matriks diatas digunakan untuk pembagian benda menjadi tiga elemen (tiga mesh) yang terdiri dari empat node. Dimana nilai kekakuan untuk k1,k2 dan k3 diperoleh dengan persamaan 2.30.


(71)

Cara penyusunan matriks seperti penyusunan matriks 2.34 dapat digunakan juga bila suatu benda terbagi menjadi lebih dari 3 elemen.

2.7.1 Metode Elemen Hingga Untuk Pembebanan Aksial

Untuk menghitung nilai tegangan aksial menggunakan metode elemen hingga, setelah mendapatkan nilai perpindahan (u), kita dapat menggunakan rumus (Lit 4 hal: 10)

�=� ���+1− ��

� �

Nilai �+1��� � merupakan nilai perpindahan ada titik i dan seterusnya.

2.8 Matriks Kekakuan Untuk Pembebanan Lentur

Metode elemen hingga untuk defleksi merupakan perubahan bentuk benda akibat adanya pembebanan yang membuat adanya lengkungan, lengkungan menghasilkan perpindahan titik terluar pada benda, perpindahan titik ini dinamakan dengan perpindahan node. Kedudukan titik sebelum terjadinya defleksi dengan kedudukan titik setelah adanya defleksi disebut pertambahan panjang elemen Un+1 – Un.

Analogi perpindahan node pada kasus defleksi, merupakan pendekatan yang dilakukan untuk menghitung nilai perpindahan yang diakibatkan oleh pembebanan pada benda.Pembebanan defleksi dapat dilihat pada gambar 2.18.


(72)

Gambar 2.18 Pembebanan Defleksi

Untuk menentukan nilai perpindahan dari benda yang mengalami defleksi akan digunakan persamaan diferensial yang diperoleh dari persamaan momen, secara matematis persamaan momen dapat diperoleh langkah-langkah berikut.

Menentukan gaya-gaya reaksi

� �� = 0

�� =�.�= 0

�� =�.�

� �� = 0

��� = 0

� �� = 0

L

P

L

����

B

P

A MA


(73)

C M

v

��� − �= 0

��� =�

�� =�

Menentukan persamaan kurva elastis

� �� = 0

�� +� − ���= 0

� =�� − �

� = (�.�)−(�.�) (2.35)

Pada persamaan 2.35 diperoleh persamaan momen untuk benda yang mengalami defleksi sehingga untuk mendapatkan nilai perpindahan dan perubahan sudut akibat pembebanan pada benda yang mengalami defleksi nilai momen pada persamaan 2.35 disubtitusikan dalam persamaan 2.36 yang merupakan persamaan deferensial untuk perpindahan dengan batas sumbu y.

�� ���2�2 = � =�� − �� (2.36)

�� ���� = ��� =1

2 ��

2− ���+

1 (2.37)

x

�� A


(74)

Ymax = YB

���= 1

6�� 31

2 ��� 2 +

1�+�2 (2.38)

Dengan menggunakan syarat batas

XA = 0 ;�� = 0 ; YA

�= 0 ; � = 0pada persamaan 2.37 maka didapat c = 0

1

x = 0 ; y = 0 pada persamaan 2.38 maka didapat c = 0

2 = 0

Dengan mensubtitusikan c1 = 0 dan c2

Defleksi maksimum terjadi pada titik B

= 0 ke persamaan 2.37 dan 2.38, diperoleh :

�� ���� =���= 1

2 ��

2− ���

� = ��

��=

2�� (�

22��)

���= 1

6��

31

2 ���

2

� = �

6�� (�

33��2) A


(75)

XB= L

����� = �� =6�� (�3−3�3)

�� = 6��(−2�3) = ��

3

3��

Slope pada titik B

XB

Untuk benda yang mengalami defleksi akibat adanya momen yang bekerja di ujung benda, dimana pada titik tersebut merupakan titik maksimum terjadinya perpindahan yang terlihat pada gambar 2.19.

= L

�� = ������ � =

2�� (�

222)

�� = 2�� (−�2)

�� = −��

2

2��

L


(76)

C Mc

v

Untuk menentukan nilai perpindahan dari benda yang mengalami defleksi akan digunakan persamaan diferensial yang diperoleh dari persamaan momen, secara matematis persamaan momen dapat diperoleh langkah-langkah berikut.

Menentukan persamaan momen

� �� = 0

�� − �= 0

�� =�

� �� = 0

��� = 0

� �� = 0

��� = 0

Persamaan diferensial kurva elastis (x < L)

L

����

MA M

x

A MA


(77)

� � = 0

�� +�� = 0

�� = −�� = −� (2.39)

Pada persamaan 2.39 diperoleh persamaan momen untuk benda yang mengalami defleksi akibat momen sehingga untuk mendapatkan nilai perpindahan dan perubahan sudut akibat pembebanan pada benda yang mengalami defleksi nilai momen pada persamaan2.39 disubtitusikan dalam persamaan 2.40 yang merupakan persamaan deferensial untuk perpindahan dengan batas sumbu y.

�����2�2 = −� (2.40)

������ = ��� = −��+�1 (2.41)

���= −1

2�� 2+

1�+�2 (2.42)

Dengan mengguakan syarat batas

�= 0 ; � = 0

Pada persamaan 2.41 diperoleh c1

Pada persamaan 2.42 diperoleh c = 0

�= 0 ;� = 0

2

Dengan mensubtitusikan c

=0

1 = 0 dan c2 = 0 pada persamaan 2.41 dan 2.42


(1)

RESTRAINTS Len MU

GAP YIELD Dir

NODE TYPE CNODE STIF1 STIF2 FORCE Vectors

---+---+---+---+---+---+---

10 ANC .000 .000 .000

30 +Y .000 1.000 .000

50 +Y .000 1.000 .000

70 +Y .000 1.000 .000

140 +Y .000 1.000 .000

180 +Y .000 1.000 .000

200 +Y .000 1.000 .000

220 ANC .000 .000 .000

UNIFORM LOAD Changes

10 20 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.

Z1 Dir = .00 N./cm. X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.

Z3 Dir = .00 N./cm. 20 25 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.


(2)

X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.

Z3 Dir = .00 N./cm.

30 40 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.

Z1 Dir = .00 N./cm. X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.

Z3 Dir = .00 N./cm. 40 50 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.

Z1 Dir = .00 N./cm. X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.

Z3 Dir = .00 N./cm. 90 100 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.

Z1 Dir = .00 N./cm. X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.


(3)

100 110 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.

Z1 Dir = .00 N./cm. X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.

Z3 Dir = .00 N./cm. 130 135 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.

Z1 Dir = .00 N./cm. X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.

Z3 Dir = .00 N./cm. 140 150 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.

Z1 Dir = .00 N./cm. X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.

Z3 Dir = .00 N./cm. 150 160 X1 Dir = .00 N./cm. Y1 Dir = 4.69 N./cm.

Z1 Dir = .00 N./cm. X2 Dir = .00 N./cm. Y2 Dir = .00 N./cm.

Z2 Dir = .00 N./cm. X3 Dir = .00 N./cm. Y3 Dir = .00 N./cm.


(4)

Z3 Dir = .00 N./cm.

INPUT UNITS USED...

UNITS= SI NOM/SCH INPUT= ON

LENGTH inches x 2.540 = cm.

FORCE pounds x 4.448 = N.

MASS(dynamics) pounds x 0.454 = Kg. MOMENTS(INPUT) inch-pounds x 0.113 = N.m. MOMENTS(OUTPUT) inch-pounds x 0.113 = N.m. STRESS lbs./sq.in. x 6.895 = KPa

TEMP. SCALE degrees F. x 0.556 = C PRESSURE psig x 6.895 = KPa

ELASTIC MODULUS lbs./sq.in.x 6.895 = KPa PIPE DENSITY lbs./cu.in.x 0.028 = kg./cu.cm. INSULATION DENS. lbs./cu.in. x 0.028 =

kg./cu.cm.

FLUID DENSITY lbs./cu.in.x 0.028 = kg./cu.cm. TRANSL. STIF lbs./in. x 1.751 = N./cm.

ROTATIONAL STIF in.lb./deg.x 0.113 = N.m./deg UNIFORM LOAD lb./in. x 1.751 = N./cm.

G LOAD g's x 1.000 = g's

WIND LOAD lbs./sq.in.x 6.895 = KPa ELEVATION inches x 0.025 = m.

COMPOUND LENGTH inches x 0.025 = m.


(5)

DIAMETER inches x 2.540 = cm.

WALL THICKNESS inches x 2.540 = cm.

EXECUTION CONTROL PARAMETERS

Rigid/ExpJt Print Flag ... 1.000

Bourdon Option ... .000

Loop Closure Flag ... .000

Thermal Bowing Delta Temp .. .000 C Liberal Allowable Flag ... 1.000 Uniform Load Option ... .000

Ambient Temperature ... 21.111 C Plastic (FRP) Alpha ... 21.600 Plastic (FRP) GMOD/EMODa ... .250

Plastic (FRP) Laminate Type. 3.000 Eqn Optimizer ... .000

Node Selection ... .000

Eqn Ordering ... .000

Collins ... .000

Degree Determination ... .000

User Eqn Control ... .000

COORDINATE REPORT /---(cm.)---/ NODE X Y Z 10 .0000 .0000 .0000

20 100.0000 .0000 .0000

25 140.0000 .0000 .0000

26 149.2075 .0000 .0000


(6)

40 189.2075 .0000 -100.0000 50 189.2075 .0000 -200.0000 60 189.2075 .0000 -300.0000 70 189.2075 .0000 -400.0000 75 189.2075 40.0000 -400.0000 76 189.2075 49.2075 -400.0000 80 189.2075 94.2925 -400.0000 85 189.2075 103.5000 -400.0000 90 189.2075 193.5000 -400.0000 100 189.2075 293.5000 -400.0000 110 189.2075 393.5000 -400.0000 120 189.2075 493.5000 -400.0000 130 189.2075 593.5000 -400.0000 135 189.2075 593.5000 -440.0000 136 189.2075 593.5000 -449.2075 140 189.2075 593.5000 -489.2075 150 189.2075 593.5000 -589.2075 160 189.2075 693.5000 -589.2075 170 189.2075 793.5000 -589.2075 175 229.2075 793.5000 -589.2075 176 238.4150 793.5000 -589.2075 180 278.4150 793.5000 -589.2075 190 378.4150 793.5000 -589.2075 200 478.4150 793.5000 -589.2075 210 578.4150 793.5000 -589.2075


Dokumen yang terkait

Analisa Tegangan Statik pada Sistem Perpipaan Tower Air (Water Tower System) Dengan Menggunakan Software Caesar II v. 5.10

2 41 127

Analisa Tegangan Statik Sistem Perpipaan Pada Pompa Air Umpan ( Feed Water Pump ) Dengan Menggunakan Software Caesar Ii Versi. 5.10

0 33 131

Analisa Tegangan Statistik Sistem Perpipaan Pada Pompa Air Umpan (Feed Water Pump) Dengan Metode Elemen Hingga dan Bantuan Software Caesar II versi. 5.10

0 31 169

Analisa Tegangan Statistik Sistem Perpipaan Pada Pompa Air Umpan (Feed Water Pump) Dengan Menggunakan Software Caesar II versi. 5.10

1 70 131

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisa Tegangan Statik Sistem Perpipaan Pada Pompa Air Umpan ( Feed Water Pump ) Dengan Menggunakan Software Caesar Ii Versi. 5.10

0 0 38

ANALISA TEGANGAN STATIK SISTEM PERPIPAAN PADA POMPA AIR UMPAN ( FEED WATER PUMP ) DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II versi. 5.10 SKRIPSI

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Perpipaan - Analisa Tegangan Statik pada Sistem Perpipaan Tower Air (Water Tower System) Dengan Menggunakan Software Caesar II v. 5.10

0 0 37

Analisa Tegangan Statik pada Sistem Perpipaan Tower Air (Water Tower System) Dengan Menggunakan Software Caesar II v. 5.10

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisa Tegangan Statik Sistem Perpipaan Pada Pompa Air Umpan ( Feed Water Pump ) Dengan Metode Elemen Hingga Dan Bantuan Software Caesar Ii Versi. 5.10

0 0 63

ANALISA TEGANGAN STATIK SISTEM PERPIPAAN PADA POMPA AIR UMPAN ( FEED WATER PUMP ) DENGAN METODE ELEMEN HINGGA DAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II versi. 5.10 SKRIPSI

0 0 14