Analisa Tegangan Statik pada Sistem Perpipaan Tower Air (Water Tower System) Dengan Menggunakan Software Caesar II v. 5.10

(1)

ANALISA TEGANGAN STATIK PADA SISTEM PERPIPAAN

TOWER AIR ( WATER TOWER SYSTEM ) DENGAN

MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II v. 5.10

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

AMIN NAWAR NIM.070401067

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu sistem komponen ke komponen lainya. Sistem perpipaan ini harus mampu menahan semua beban yang bekerja,yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu (beban statik) maupun beban yang berubah-ubah menurut fungsi waktu (beban dinamik). Kemampuan system perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga tidak menimbulkan kegagalan dikenal sebagai fleksibilitas sistem perpipaan. Kegagalan pada sistem perpipaan ini dapat mengganggu sistem perpipaan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem perpipaan pada kondisi aman saat di operasikan. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat terjadi ekspansi termal dan kontraksi, pergerakan dari penyangga dan titik persambungan pada system perpipaan tidak akan menyababkan Kegagalan sistem perpipaan akibat tegangan yang berlebihan (overstress), Kebocoran pada sambungan, beban nozzle yang berlebihan (overload ) pada equipment (contohnya : pompa dan turbin ) yang dihasilkan akibat gaya dan momen pada sistem perpipaan selama di operasikan.


(3)

ABSTRACT

In designing a plant system, we will not be released from the piping system. Pipingsystem serves as a medium for a working fluid flowing from one system component toother components. This piping system must be able to withstand all loads that work, namely the magnitude of the burden remains at all times (static load) and load that varies according to the function of time (dynamic load). Piping system's ability to withstand the work load so as not to cause the failure known as the flexibility of the piping system. Failure in the piping system may interfere with the piping system needs to be done to ensure that the piping system in a safe condition when operated. Piping system must have sufficient flexibility, so that in the event of thermal expansion and contraction, movement of the brace and the junction point in the piping system will not cause piping system failure due to excessive stress (overstress), leakage at the connection, excessive nozzle load (overload ) on the equipment (eg: pumps and turbines) is generated due to a force and moment on the piping system during therunning.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Teknik Mesin dalam menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisa Tegangan Statik pada Sistem Perpipaan Tower Air (Water Tower System) Dengan Menggunakan Software Caesar II v. 5.10”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua Ibunda Nursiati dan Ayahanda Abdul Rahman, yang telah banyak memberikan materi dan moril serta dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

2. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik Mesin FT-USU. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU.

3. Bapak Ir. Tugiman ,MT selaku dosen pembimbing penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

4. Teman Satu Team ( Putra Cacad,Alfis Jakarte,Gacok Asari ) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

5. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin khususnya (Arifin Fauzi Lubis) yang banyak memberi motivasi serta teman-teman angkatan 2007.

6. Fadhilah Arqamiyah yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan tugas sarjana ini.

7. Abang (Salman Alfarisi), adik-adik (Siti Aminah, Syauki Abdillah) dan keluarga besar penulis yang banyak memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan hingga tugas sarjana ini selesai.


(5)

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya.

Medan, April 2012 Penulis,

NIM : 070401067


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pemipaan ... 6

2.2 Teori Tegangan ... 7

2.2.1 Tegangan Satu Arah ... 8

2.2.1.1 Lingkaran Mohr UntukTegangan Unaxial ... 14

2.2 Tegangan Dua Arah (Biaxial) ... 17

2.2.1.1 Lingkaran Mohr UntukTegangan Unaxial ... 21

2.2.3 Tegangan Utama (Principal Stress) ... 23

2.2.3.1 Lingkaran Mohr Tegangan Utama ... 28

2.3 Sistem Penumpu... 29

2.3.1 Momen Lentur (Bending Momen) ... 29

2.3.2 Gaya Geser ... 29


(7)

2.4 Klasifikasi Tegangan ... 34

2.4.1Tegangan Longitudunal (Longitudinal Stress) ... 35

2.4.1.1 Tegangan Aksial ... 35

2.4.1.2 Tegangan Lentur (Bending Stress) ... 36

2.4.2 Tegangan Geser ... 37

2.4.2.1 Tegangan Geser Akibat Gaya Geser ... 38

2.4.2.2 Tegangan Geser Akibat Momen Puntir ... 38

2.4.3 Tegangan Torsi ... 39

2.4.3.1 Momen Inersia (Polar) ... 39

2.4.3.2 Regangan Geser ... 40

2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Pemipaan ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan ... 43

3.2 Studi Kasus ... 43

3.2.1 Spesifikasi Pipa ... 43

3.2.2 Spesifikasi Fluida ... 44

3.3 Diagram Alir Penelitian ... 45

3.4 Urutan Proses Analisis ... 46

3.4.1 Pembuatan Data Awal ... 46

3.4.2 Studi Literatur ... 46

3.4.3 Metode Pengerjaan ... 46

3.4.3.1 Pemodelan Sistem Pemipaan ... 46

3.4.3.2 Mengecek Error Pada Pemodelan ... 47

3.4.3.3 Pemodelan Tumpuan ... 47

3.4.3.4 Analisis Nilai Kekakuan Tumpuan ... 47

3.4.3.5 Analisis Besarnya Tegangan Pipa ... 47


(8)

3.5 Identifikasi Masalah ... 50

3.5.1Kondisi Pipa Mendatar ... 52

3.5.2 Kondisi Pipa Tegak (Vertikal) ... 58

3.6 Pengenalan Software ... 59

3.6.1 Penggunaan CAESAR II dan Prosedur Simulasi ……….…61

3.6.1.1 Memasukkan Data Input Pipa ...…………62

3.6.1.2 Memeriksa Pemodelan ...……….…64

3.6.1.3 Analisis Statik ...……….…65

BAB IV ANALISA, HASIL SIMULASI DAN DISKUSI 4.1 Pemodelan Sistem Pemipaan Pada Isometrik dan Caesar II ... 68

4.2 Hasil Analisa Dengan Menggunakan Software CaesarII v5.10 ... 80

4.3 Perhitungan Pembebanan Pipa ...…...86

4.3.1 Pembebanan Pada Pipa ... 86

4.3.2 Pembebanan Oleh Fluida (Air) ... 87

4.4 Validasi Perhitungan Tegangan Pipa Pada Tiap Kondisi ... 88

4.4.1 Validasi PerhitunganTegangan Pada Pipa Tegak ... 89

4.4.1.1 Perhitungan Tegangan Pipa Menggunakan Software Pada Pipa Tegak ... 89

4.4.1.2 Perhitungan Tegangan Secara Teoritis Pada Kondisi Pipa Tegak ... 91

4.4.2 Validasi PerhitunganTegangan Pada Pipa Mendatar ... 93

4.4.2.1 Perhitungan Dengan Menggunakan Software ( Kondisi di Anchor) ...93

4.4.2.2 Perhitungan Tegangan Secara Teoritis (Kondisi di Anchor)... 95

4.4.2.3 Perhitungan Dengan Menggunakan Software (Kondisi Di Tumpu) ... 97


(9)

4.4.2.4 Perhitungan Tegangan Secara Teortis (Kondisi Di

Tumpu) ... 99 4.5 Tabulasi Hasil Simulasi dan Perhitungan Teoritis ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 103 5.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 45

Gambar 3.2 Diagram Alir Simulasi ... 50

Gambar 3.3 Sisem Pemipaaan Sederhana ... 51

Gambar 3.4 Kondisi Pipa Sederhana Mendatar ... 52

Gambar 3.5 Diagram Benda Bebas ... 53

Gambar 3.6 Potongan Diagram Benda Bebas untuk 0 ≤ x ≤� 2 ... 54

Gambar 3.7 Diagram Momen Dan Gaya Geser ... 56

Gambar 3.8 Kondisi Pipa Mendatar ... 58

Gambar 3.9 Penampang Pipa ... 58

Gambar 3.10 Tampilan Awal CAESAR II ... 62

Gambar 3.12 Piping Input Pada CAESAR II ... 63

Gambar 3.11 Data Satuan yang Digunakan Dalam Pemodelan ... 62

Gambar 3.13 Input Panjang Awal Pemotongan ... 63

Gambar 3.14 Input Properties Pipa ...64

Gambar 3.15 Error dan Warning Pada Pengecekan Bila Terjadi Kesalahan. 65 Gambar 3.16 Error dan Warning Bila Tidak Ada Kesalahan Pada Pemodelan ... 65

Gambar 3.17 Pemilihan Jenis Beban Pada Pemodelan ... 66

Gambar 4.1 Bentuk Isometrik Sistem Perpipaan Water Tower System ... 69

Gambar 4.2 Pembuatan File Baru ...70

Gambar 4.3 Kotak Standar Satuan yang Digunakan di CAESAR II……...70

Gambar 4.4 Kotak Penulisan Node dan Panjang Pipa ……….71

Gambar 4.5 Pemodelan Pipa Lurus Serta Data Sifat Karakteristik Material Pipa ...72

Gambar 4.6 Kotak Penulisan Data Kode yang Digunakan...72

Gambar 4.7 Pemodelan Tumpuan Jenis Anchor ...73

Gambar 4.8 Pemodelan Flange. ...74

Gambar 4.9 Pemodelan Gate Valve...74


(11)

Gambar 4.11 Pemodelan Penumpu (support) ...75

Gambar 4.12 Hasil Keseluruhan Model Input Data Di CAESAR II...77

Gambar 4.13 Input Error Checking Pada Menu Bar ………..78

Gambar 4.14 Hasil Output Error Checking ...78

Gambar 4.15 Analisa Pada Benda Keadaan Statis………..79

Gambar 4.16 Grafik Tegangan Hasil Simulasi ………...85

Gambar 4.17 Kondisi Pipa Tegak yang Ditumpu ...89

Gambar 4.18 Sket Kondisi Pipa Tegak ...91

Gambar 4.19 Pipa Mendatar Dengan Kondisi di Anchor ...93

Gambar 4.20 Sket Pipa Dengan Kondisi di Anchor ...95

Gambar 4.21 Kondisi Pipa yang Diberi Tumpuan ...97


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi Pipa ... 43

Tabel 3.2 Spesifikasi Fluida ... 44

Tabel 4.1 Hasil Simulasi Tegangan Pipa Mendatar (Anchor) ... 90

Tabel 4.2 Hasil Simulasi Tegangan Pipa Mendatar (Anchor)...94

Tabel 4.3 Hasil Simulasi Tegangan Pipa Mendatar (Anchor)...98


(13)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

P Beban N

D Diameter mm

σ Tegangan N/m

ε Regangan _

2

E Modulus Elastisitas N/m

Lf Panjang Akhir mm

2

Lo PanjangAwal mm

∆L PertambahanPanjang mm

A LuasPenampang mm

Z Modulus Section (mm)

2

R Gaya Reaksi N

3

V Gaya Geser N

M Momen Nm

I Moment Inertia ( m )

J Moment Inertia Polar ( m )

4

τ

TeganganGeser N/ m

4

W Gaya Berat N

2

� SudutPembentuk ⁰

C Centroid mm


(14)

ABSTRAK

Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu sistem komponen ke komponen lainya. Sistem perpipaan ini harus mampu menahan semua beban yang bekerja,yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu (beban statik) maupun beban yang berubah-ubah menurut fungsi waktu (beban dinamik). Kemampuan system perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga tidak menimbulkan kegagalan dikenal sebagai fleksibilitas sistem perpipaan. Kegagalan pada sistem perpipaan ini dapat mengganggu sistem perpipaan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem perpipaan pada kondisi aman saat di operasikan. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat terjadi ekspansi termal dan kontraksi, pergerakan dari penyangga dan titik persambungan pada system perpipaan tidak akan menyababkan Kegagalan sistem perpipaan akibat tegangan yang berlebihan (overstress), Kebocoran pada sambungan, beban nozzle yang berlebihan (overload ) pada equipment (contohnya : pompa dan turbin ) yang dihasilkan akibat gaya dan momen pada sistem perpipaan selama di operasikan.


(15)

ABSTRACT

In designing a plant system, we will not be released from the piping system. Pipingsystem serves as a medium for a working fluid flowing from one system component toother components. This piping system must be able to withstand all loads that work, namely the magnitude of the burden remains at all times (static load) and load that varies according to the function of time (dynamic load). Piping system's ability to withstand the work load so as not to cause the failure known as the flexibility of the piping system. Failure in the piping system may interfere with the piping system needs to be done to ensure that the piping system in a safe condition when operated. Piping system must have sufficient flexibility, so that in the event of thermal expansion and contraction, movement of the brace and the junction point in the piping system will not cause piping system failure due to excessive stress (overstress), leakage at the connection, excessive nozzle load (overload ) on the equipment (eg: pumps and turbines) is generated due to a force and moment on the piping system during therunning.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu industri pada dasarnya selalu menginginkandi dalam tiap proses produksi yang berlangsung, sistemberjalan dengan baik dan sesuai dengan standar dari rencana yang ditentukan. Dengan kata lain suatu industri menginginkan proses yang terjadi haruslah efektif dan efesien.

Proses dalam suatu industri, terutama untuk industri perminyakan tidak terlepas dari penggunaan sistem perpipaan dalam pengolahan proses produksi yang terjadi di dalamnya, perencanaan sistem perpipaan yang baik akan mempengaruhi hasil dari suatu proses yang dilalui.

Pipa umumnya digunakan sebagai sarana untuk menghantarkan fluida baik berupa gas, minyak, air dan fluida lainya dari suatu tempat ke tempat yang lain.Adapun sistem pengaliran fluida dilakukan dengan metode gravitasi maupun dengan sistem aliran bertekanan.Pada umumnya pipa memiliki standar dalam penggunaan dan pengoperasianya, sehingga dibutuhkan bentuk pengkodean dalam suatu sistem perpipaan yang digunakan, pengkodean itu dilakukan sesuai dengan bentuk keadaan dari sistem perpipaan yang dirancang dalam suatu sistem.

Kegagalan pada sistem perpipaanpada umunya terjadi akibat adanya tegangan yang berlebih pada pipa yang disebabkan adanya beban maksimum dan terkonsentrasi yang tidak diatur dengan sistem penumpu yang baik, tegangan yang berlebih tersebut dihasilkan karena adanya pembebanan yang terjadi secara terus menerus dan dapat berubah yang diberikan kepada sistem perpipaan, sehingga


(17)

dapat merubah sifat dan keadaan pipa tersebut.Maka dalam merancang atau membangun sistem perpipaan yang baik seharusnya dilakukan analisa tegangan terlebih dahulu untuk mengantisipasi dan mengatasi jika terjadi tegangan yang berlebih.

Saat ini terdapat beberapa perangkat lunak guna membantu melakukan analisis tegangan pipa. Perangkat lunak tersebut telah memenuhi kaidah persyaratan sebuah alat bantu analisis karena telah berdasarkan pada kode dan standar yang baku untuk perpipaan. Pada penulisan ini dilakukan studi kasus dengan bantuan perangkat lunak Caesar II ver.5.10 dimana pada hasil akhirnya didapatkan besarnya gaya-gaya dan momen yang bekerja pada pipa, dan tegangan yang bekerja pada pipa.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari analisa ini adalah merupakan Skripsi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.Sedangkan untuk tujuan umum dari analisa iniyaitu : 1. Untuk mengetahui letak tegangan maksimum yang terjadi di sepanjang pipa

pada sistem perpipaan Water TowerSystem dengan menggunakan software Caesar II 5.10.

2. Untuk mengetahui batas aman dari material pipa yang digunakan pada sistem perpipaan Water Tower Systemterhadap tegangan yang timbul pada sistem perpipaan


(18)

3. Mendesain ulang sistem perpipaan apabila didapatkan tegangan yang berlebih dari batas yang diizinkan dengan cara mengatur letak atau menambah penumpu.

4. Untuk mengetahui perbandingkan perhitungan antara teoris dan menggunakan software pada tiap-tipa kondisi tertentu.

1.3. Batasan Masalah

Pada penulisan Skripsi ini akan dibahas mengenai analisa tegangan pada sistem perpipaan Water Tower Systemyang digunakan untuk mengalirkan air yang di tampung dari reservoar ke dalam vessel atau tangki, kemudian dialirkan ke boiler melalui tangki sterilisasi untuk proses selanjutnya.Pembebanan yang terjadi pada pipa meliputi pembebanan berat yang terdiri dari berat pipa, berat air, serta komponen – komponen yang digunakan pada sistem perpipaan ( seperti ; sambungan, katup, isolasi, elbow, dll ) Adapun analisa yang digunakan memakai alat bantu software yaitu Caesar II versi 5.10.

1.4. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. Pada BAB IITinjauan Pustaka yaitu berisi tentang teori dasar tegangan pipa yakni persamaan dasar tegangan yang dapat digunakan untuk analisa, bentuk tegangan yang dialami oleh sistem perpipaan,persamaan dasar untuk pembentukan persamaan tegangan yang


(19)

dapat digunakan pada sistem perpipaan. faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan meliputi : gaya dan momen yang bekerja pada sistem perpipaan. Pada BAB IIIMetodologi Penelitian yang berisi tentang metode penelitian yang dilakukan, urutan proses analisis serta bentuk software yang digunakan untuk analisa dan pengolahan data. Sedangkan pada BAB IV Analisa Tegangan Berisi tentang analisa dan hasil analisa yang dilakukan secara teoritis dan hasil analisa dengan menggunakan software Caesar II 5.10. Dan BAB V Kesimpulan dan Saran yaitu berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa yang dilakukan secara teoritis maupun software dan saran untuk menghindari kegagalan akibat tegangan berlebih.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Perpipaan

Pipa digunakan untuk mengalirkan fluida (zat cair atau gas) dari satu atau beberapa titik ke satu titik atau beberapa titik lainnya. Sistem perpipaan (piping system) terdiri dari gabungan pipa-pipa yang memiliki panjang total relatif pendek dan digunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu peralatan ke peralatan lainnya yang beroperasi pada suatu plant. Sistem perpipaan dilengkapi dengan komponen-komponen seperti katup, flens, belokan, percabangan, nozzle, reducer, tumpuan, isolasi, dan lain-lain.

Pada dasarnya bila kita analogikan seperti tubuh kita, sistem perpipaan kurang lebih sama seperti pembuluh darah yang mengantarkan darah ke organ-organ tubuh dengan sistem tertentu. oleh karena itu sistem perpipaan bagaikan urat nadi dalam dunia industri baik migas ataupun industri proses.Dalam dunia industri, biasa dikenal beberapa istilah mengenai sistem perpipaan seperti piping dan pipeline.Piping adalah sistem perpipaan di suatu plant, sebagai fasilitas untuk mengantarkan fluida (cairan atau gas) antara satu komponen ke komponen lainnya untuk melewati proses-proses tertentu. Piping ini tidak akan keluar dari satu wilayah plant.Sedangkan pipeline adalah sistem perpipaan untuk mengantarkan fluida antara satu plant ke plant lainnya yang biasanya melewati beberapa daerah.Ukuran panjang pipa biasanya memiliki panjang lebih dari 1 km bergantung jarak antar plant.


(21)

Sistem perpipaan dapat ditemukan hampir pada semua jenis industri, dari sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat kompleks. Contoh sistem perpipaan adalah, sistem distribusi air minum pada gedung atau kota, sistem pengangkutan minyak dari sumur bor ke tandon atau tangki penyimpan, sistem distribusi udara pendingin pada suatu gedung, sistem distribusi uap pada proses pengeringan dan lain sebagainya.

Sistem perpipaan meliputi semua komponen dari lokasi awal sampai dengan lokasi tujuan antara lain, saringan (strainer), katup atau kran, sambungan, nosel dan sebagainya. Untuk sistem perpipaan yang fluidanya liquid, umumnya dari lokasi awal fluida, dipasang saringan untuk menyaring kotoran agar tidak menyumbat aliran fuida. Saringan dilengkapi dengan katup searah ( foot valve) yang fungsinya mencegah aliran kembali ke lokasi awal atau tandon. Sedangkan sambungan dapat berupa sambungan penampang tetap, sambungan penampang berubah, belokan (elbow) atau sambungan bentuk T (Tee).

2.2 Teori Tegangan

Pengetahuan mengenai sifat-sifat mekanik material sangat penting.Melalui pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan.Dalam kode ditetapkan aturan-aturan agar pada sistem perpipaan tidak terjadi tegangan yang berlebih sehingga dapat terhindar dari kegagalan.Secara umum teori tegangan pada sistem perpipaan merupakan pengembangan dari teori tegangan dalam mekanika.Oleh sebab itu, dapat digunakan dalam perhitungan dan analisis tegangan pada sistem perpipaan.


(22)

2.2.1. Tegangan Satu Arah (Uniaxial)

Tegangan uniaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana gaya yang berkerja hanya terjadi dalam satu arah. Tegangan yang dialami oleh benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ). Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah �. Keadaan tegangan ini pada aplikasi suatu batang lurus berpenampang A dengan gaya dan arah yang ditunjukkan seperti gambar 2.1. Dianggap bahwa tegangan terbagi rata diseluruh penampang yang tegak lurus dengan luasan pada benda, dimana gaya yang bekerja terdapat pada koordinat sumbu x.

Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Uniaxial

Akibat dari gaya-gaya yang bekerja pada benda, maka akan terbentuk sudut potong pada benda sebesar �. Dimana dengan sudut tersebut akan diproyeksikan nilai tegangan – tegangan yang terjadi pada benda tersebut seperti tegangan geser dan tarik dalam arah �. Kesetimbangan gaya dan tegangan dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Distribusi Tegangan Uniaxial

A

F F

�=�


(23)

Persamaan untuk distribusi tegangan pada gambar 2.2 dapat dilihat pada persamaan 2.1 dibawah ini.

dimana:

σ

= tegangan (N/�2) F = gaya (N)

A = luas penampang (�2)

Gambar 2.3 Distribusi Tegangan Uniaxialpada sudut �

Pada gambar 2.3 terlihat beberapa tegangan yang terdapat pada benda yang membentuk sudut �. Dengan menuliskan bentuk persamaan dari gambar tersebut kedalam kesetimbangan gaya maka akan diperoleh nilai tegangan tarik dan tegangan geser.

Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.3 diperoleh dengan menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap

�� ��

��

����

����

����

��������

�= � �


(24)

sudut � bekerja pada arah yang samadengan tegangan �����, dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.1.

�� �� - ���� ���� = 0 (2.1)

Untuk menentukan nilai �dapat diubah ke dalam bentuk A� dengan menggunakan persamaan 2.2 :

���� = ��

(� − �) =�� = �� ����

(� − �) =�� = �� ���� (2.2)

Dengan demikian nilai� pada persamaan 2.2, dapat disubstitusikan kedalam persamaan 2.1 sehingga akan diperoleh persamaan tegangan tarik ��yang bekerja terhadap sumbu �,dapat dilihat pada persamaan 2.3:

�� ��- ���� ����= 0 �� �� = ���� ����

�� �� = ��(�� ����)����

�� = ������� (2.3)

Pada saat kondisi� = 0 , maka persamaan 2.3 akan berubah menjadi persamaan 2.4 :

�� = �����2� �� = ��(12)

�� = �� (2.4)

�� � ��

A


(25)

Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.3 diperoleh dengan menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan geser terhadap sudut � bekerja pada arah yang sama dengan tegangan �����, dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.5 :

���� − ���� ����= 0 ���� = ��� ���� ���� = ���� ��������

�� =���������� (2.5)

Melalui persamaan trigonometri diketahui bahwa : ���2� = 2��������

��������= 1

2 ���2�

Dengan merubah persamaan trigonometri diatas kedalam persamaan trigonometri pada persamaan tegangan geser maka akan dihasilkan persamaan akhir untuk tegangan geser, yaitu pada persamaan 2.6 :

�� = ����������

��= �������� (2.6)

Pada saat kondisi� = 0 dan � = 45� , akan diperoleh tegangan geser:

� = 0 � = 45�

�� = �1

2���2(0) �� = ��

1

2���2(45 °)

=0 =�

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasannya.Tegangan


(26)

tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.4.

Syarat untuk memperoleh tegangan tarik maksimum adalah : Syarat ���

�� = 0 �(��

2 + ��

2 ���2�)

�� = 0

0 + −2 ���

2 ���2�� = 0

−2���

2 ���2�� = 0

���2� = 0 −�� = 0

2�= ���−10

� = 1

2 (���

−10)

� = 0, 90, 180

� = 0,�

2,�

Sehingga � maximum pada � = 0� dapat diperoleh dengan memasukkan nilai sudut yang mengakibatkan terbentuknya tegangan tarik maksimum.

�� = �2� + �2� ���2� �� = �2�+ �2� (1) = ��


(27)

Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima benda ketika diberikan gaya F pada arah �. Dengan demikian tegangan geser maksimum merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang jika diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada benda.

Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah : ���

�� = 0 � �σx2�sin2θ

�� = 0

2�σx

2�cos2θ= 0

���2� = 0 � =�

4,

3�

4

Sehingga dengan memasukkan besaran sudut yang menghasilkan tegangan geser maksimum akan diperoleh nilai maksimum dari tegangan geser yaitu pada persamaan 2.8 :

����� =��′ =��sin 2�

=��

2 ���2

4=

�� 2 ����� =��


(28)

2.2.1.1 Lingkaran Mohruntuk Tegangan Uniaxial

Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial diperoleh dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah � yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial, merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk gambar. Penyederhanaan persamaan untuk lingkaran mohr dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan trigonometri dalam aturan kosinus sebagai berikut.

cos 2� = ���2� − ���2

Cos 2� = ���2� −(1− ���2�)

cos 2� = 2���2� − 1

2cos 2� = 1 +���2�

cos2�= 1

2 +

1

2 ���2�

Persamaan untuk tegangan tarik pada arah � dengan menggunakan penyederhanaan aturan kosinus.

�� = �����2�

�� = �� (

1

2 +

1

2 ���2�)

�� = �2� +�2� ���2�


(29)

Persamaan untuk tegangan geser pada permukaan �yaitu : �� = �2� ���2�

(�� −��

2) 2 = (��

2 ���2�) 2

(� −��

2) 2 = (��

2)

2���22 ( 2.10 )

(� = ��

2 ���2�)

2 ��2 = (��

2)

2���22 ( 2.11 )

Pada penjumlahan eliminasi yang sama sehingga akan menghasilkan persamaan lingkaran mohr sebagai berikut:

(� −��

2) 2 = (��

2)

2���22 ��2 = (��

2)

2���22

(�� −��

2)

2 +��2 = (�� 2)

2���22+ (�� 2)

2���22

(� −��

2) 2 +

�2 = (�2�) 2(���22�+���22�)

Dengan demikian persamaan lingkaran mohr diperoleh pada persamaan 2.12:

(�� −��

2)

2 +��2 = = (�� 2)

2 ( 2.12 )


(30)

Gambar 2.4 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Uniaxial

Gambar pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk tegangan tarik.

2.2.2. Tegangan Dua Arah (Biaxial)

Tegangan Biaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana gaya yang berkerja terjadidalam dua arah. Tegangan dalam dua arah meliputi tegangan terhadap sumbu x dan terhadap sumbu y.Tegangan yang dialami oleh benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ). Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah �. sehingga dengan menggunakan kesetimbangan energi akan diperoleh persamaan persamaan untuk

A O

� B

�′

M

��

2 �� 2 ��

2 2�

��

����

��

��


(31)

x y

n

� �

tegangan geser dan tegangan tarik. Pada tegangan biaxial terdapat tiga tegangan yang bekerja pada tiap garis yang sama yaitu tegangan pada sudut �, tegangan pada luasan sumbu y dan tegangan pada sumbu x yang diproyeksikan terhadap satu garis yang sama.

Gambar.2.5Tegangan pada Sebuah Batang

Dari gambar 2.5 akan diperoleh persamaan untuk tegangan tarik dan geser dengan menggunakan kesetimbangan gaya pada satu sumbu garis yang sama.Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.5 diperoleh dengan menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap sudut � bekerja pada arah yang samadengan tegangan ������ dan ����� pada dua luasan yang berbeda dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.13.

����−����cos θ −���� sin θ =0 ���� = ����cos θ + ���� sin θ

���� = ��(�� cos θ) cos θ + ��(�� sin θ) sin θ ��= �� cos2θ + �� sin2θ

���� ���� �������� ���� ���� ���� θ ���� ���� �� �� ���� ���� x �� θ ��


(32)

= 1

2 (�� + ��) + 1

2 (��− ��) cos 2θ ( 2.13 )

Jadi persamaan untuk menentukan tegangan maksimal pada tegangan dua arah adalah :

��=

(��+ ��) +

(��− ��) cos 2θ (2.14)

Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.5 diperoleh dengan menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan geser terhadap sudut � bekerja pada arah yang sama dengan tegangan ������ dan � ����pada dua gaya yang bekerja pada permukaan �dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.15 (Lit. Timosenko, hal 47).

���� ���� − ���� − ���� ���� = 0 ���� =���� ���� − ���� ����

���� =�(�� ����)���� − �(�� ����) ���� �� = �� �������� − ����������

��= (��− ��)sin (2.15)

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasannya.Tegangan tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai


(33)

tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.6.

Syarat untuk mendapatkan tegangan tarik maksimum adalah : ���

�� = 0 �[�σx+ σy

2 �+ � σx−σy

2 � cos2θ

�� = 0

0 + −2�σx− σy

2 � sin2θ= 0

− (σx − σy) sin2θ= 0

sin2θ= 0

θ= 0,π

2 ,π

Tegangan tarik maksimum diperoleh dengan mensubsitusikan nilai sudut yang mengakibatkan terbentuknya tegangan tarik maksimum untuk tegangan biaxial.

σθ= (σx+ 2σy) + (σx−σy2 ) cos 2θ

���� =�σx

+ σy

2 �+�

σx − σy

2 �cos0

o

σθ= (σx+ σy)

2 +

(σx−σy) 2 (1)

���� =�σx+ 2σy�+�σx−σy2 � ( 2.16)

Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima benda ketika diberikan gaya F pada arah �. Dengan demikian tegangan geser maksimum


(34)

merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang jika diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada benda.

Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah : �τθ

�� = 0

� �σx−σy2 �sin2θ

�� = 0

2�σx − σy

2 �cos2θ= 0

���2� = 0 � =�

4,

3�

4

Dengan demikian akan diperoleh nilai dari tegangan geser maksimum dengan memasukkan besaran dari nilai sudut yang menghasilkan tegangan maksimum. Sehingga akan diperoleh tegangan geser maksimum untuk biaxial ditunjukkan pada persamaan 2.17 :

τθ= �σx−σy2 �sin2 (�4) τθ= �σx−σy

2 �sin 2 (45 o) τmax= �σx−σy


(35)

2.2.2.1 Lingkaran Mohr untuk Tegangan Biaxial

Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial diperoleh dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah � yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial, merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk gambar.

σθ= (σx+ 2σy) + (σx−σy2 ) cos 2θ σθ−(σx+ σy)

2 =

(σx−σy) 2 cos 2θ τθ= �σx−σy

2 �sin2θ

Sehingga dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap persamaan tegangan akan terbentuk persamaan lingkaran dasar dalam bentuk tegangan umum yang dapat menentukan nilai maksimum dan nilai minimum tegangan geser dan tegangan tarik.

[σθ− (σx+ σy 2 )]

2 = (σx−σy 2 )

2���22

τθ = � σx−σy

2 � 2

sin22θ

θ− (σx+ σy 2 )]

2 + (τ

θ)2= (σx−σy2 )2

(� − �)2+ (� − �)2 = �2 (� − �)2+ (�)2= �2


(36)

Gambar 2.6 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial

Gambar pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk tegangan tarik.

2.2.3 Tegangan Utama (Principal Stress)

Tegangan maksimum atau minimum pada suatu batang dapat digambarkan pada sebuah elemen yang mendapat beban. Dimana penjabaran tegangan yang terjadi dapat diuraikan, sehingga nantinya mendapatkan persamaan minimum dan maksimum untuk mencari nilai suatu tegangan. Titik centroid pada benda akan menjabarkan tegangan-tegangan yang terjadi, sehingga untuk mendapatkan persamaan akan lebih mudah.

O �

��

��

C

�′ A

2� σx− σy

2

σx+ σy

2 ��−

σx+ σy

2 M B �� �� ���� ���� ����


(37)

���� θ ��� ��� ��� ���

�� x

y

��

Gambar.2.7 tegangan umum yang terjadi

Dari gambar 2.7 tersebut dimana : Ax

A

= Aθcos θ

y

Tegangan tarik utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya tarik utama pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan tarik pada sumbu x dan tegangan tarik terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan tarik utama diperoleh dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris. Tegangan tarik pada luasan θ terletak pada satu garis dengan tegangan �cos θ dan σ

= Aθsin θ

ysin θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan

untuk tegangan tarik utama yang terlihat pada persamaan 2.18 berikut :

σθAθ = σx Axcos θ + σy Ay sin θ- 2 τ

σθAθ= σ

xy Aθcos θ sin θ x (Aθcos θ) cos θ+ σy (Aθsin θ)sin θ - 2 τ

σθ = σ

xy Aθcos θ sin θ x cos2θ+ σy sin2θ- 2 τxy cos θ sin θ

���� ���� ����� ����� ���� �������� �������� �������� �������� ����� ��������� ��������� ��������� ���������

�������θ

��������

x

y

θ a


(38)

�� = (�� + �

� )+( ��−��

� ) cos 2θ - 2 τxy

Tegangan geser utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya geser utama pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan geser pada sumbu x dan tegangan geser terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan geser utama diperoleh dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris. Tegangan geser θ yang terletak pada satu garis dengan tegangan �sin θ dan σ

sin 2θ ( 2.18)

y

�� =1

2��� − ������2�+������2�

cos

θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan untuk tegangan geser utama yang terlihat pada persamaan 2.19 (Lit.Timosenko hal 75).

���� +��������+��������� − �������� − ��������� = 0 ���� =�������� − �������� − ���������+��������� ���� =�������� − ��������+���������� − ����������

���� =��(������)���� − �(������)����+���(������)���� − ���(������)����

�� =���������� − ����������+������2� − ������2�

�� =��2 ���2� −�2����2�+��� � 1

2+

1

2���2�� − ��� � 1

2+

1

2���2��

�� =1

2���− ������2�+

���

2 +

���

2 ���2� −

���

2 +

���

2 ���2�


(39)

Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang mampu diterima oleh beban. Tegangan tarik maksimum merupakan batas yang diizinkan dalam pemberian gaya berupa pembebanan. Tagangan tarik maksimum pada tegangan utama memiliki syarat dalam penentuan nilai sudut yang dibentuk.

Syarat untuk memperoleh tegangan tarik utama maksimum adalah : ���

�� = 0 � ����+�

2 �+� ��−��

2 � ���2� −2������2��

�� = 0

0 + −2���− ��

2 � ���2� −2���(2���2�) = 0 −���− ������2� −4������2� = 0

��� − ������2� =−4������2� ���2�

���2�=

−4��� ��� − ��� ���2�

���2�= −4� ��� ���− ���� ���2� = ���

���− ���

Sehingga Tegangan Tarik Utama Maximum adalah :

���� = ���

+�

2 �+�

�� − ��

2 � ���2� −2������2�

= ���+��

2 �+�

��− ��

2 �

���2�

���2� −2��� ���2� ���2�


(40)

= ���+��

2 �+�

��− ��

2 � −2�������

= ���+��

2 �+�

��− ��

2 � −2����

��� �� − ���

���� = ���

+��

2 �+��

��− ��

2 �

2

+���2

Tegangan geser utama maksimumadalah batas nilai tegangan tertinggi yang mampu diterima oleh benda pada pembentukan sudut tertentu, dimana nilai sudut yang dibentuk dapat ditentukan dengan menentukan titik maksimum dari tegangan geser utama.Syaratuntuk menentukan tegangan geser utama maksimum mempengaruhi besarnya pembebanan yang mampu diterima oleh benda.

Syarat untuk memperoleh tegangan geser utama maksimum adalah : ���

�� = 0 � ����−��

2 � ���2�+������2��

�� = 0

� ��� − ��

2 � ���2�+���(−2���2�) = 0 ��� − ������2� −2������2� = 0 ��� − ������2�= 2������2� ���2�

���2�=

��� − ���

2���

���2� =���− ���


(41)

���2� =1

2�

��� − ���

2���

���2� =�

���−��� 2

2���

Sehingga Tegangan Geser Maximum Utama adalah (Lit. Timosenko hal 68):

���� = ��� − ��

2 � ���2�+������2�

=

��−�� 2

���2�

���2�

+

��

���2�

���2�

=

��−�� 2

� �

���−��2

���

+

��

���� = ��

− �

2

��

2

+

��2

2.2.3.1. LingkaranMohr Tegangan Utama

Lingkaran mohr untuk tegangan utama dibentuk dari persamaan dasar dari lingkaran dengan menjumlahkan persamaan pada tegangan tarik utama dan tegangan geser utama.Persamaan yang diperoleh merupakan dasar untuk membentuk lingkaran.Tegangan maksimum dan minimum dapat dihitung melalui perhitungan untuk titik terjauh pada lingkaran sepanjang sumbu x dan tegangan tarik utama minimum dapat dihitung melalui penentuan titik terdekat pada sumbu x. Persamaan – persamaan tersebut dapat dilihat pada lingkaran mohr pada gambar 2.8.


(42)

Gambar 2.8Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Utama

Dengan demikian nilai – nilai tegangan yang dapat diperhitungkan pada pembebanan yang diberikan dapat dilihat berdasarkan gambar yang dilukis berdasarkan perhitungan dari nilai – nilai tegangan tarik dan geser pada sudut pembentuk.Diagram mohr merupakan bentuk dari semua tegangan yang mempengaruhi benda yang dapat dilihat melalui gambar.

G O F H D B y E C ��− �� 2 ���− ��� �� �� ��+�� 2

�2 �� �1

A x ��� ��� ���.���� � ���.��� � ����− �� 2 � 2

+���2

2� 2� ���� ���� �� ���� ��− �� 2


(43)

2.3. Sistem Penumpu

Pipe support adalah salah satu bagian yang penting dalam sistem perpipaan atau di suatu plant.Sistem penumpu berfungsi untuk menahan dan mengkondisikan suatu sistem perpipaan sehingga aman sampai waktu yang telah ditentukan, bahkan diharapkan berfungsi selama pipa masih digunakan.

2.3.1. Momen Lentur (Bending Momen)

Momen lentur merupakan kebalikan (arah) dari tahanan momen dengan besaran yang sama. Momen lentur juga dinotasikan dengan M. Momen lentur lebih lazim digunakan daripada tahanan momen dalam perhitungan karena momen ini dapat dinyatakan secara langsung dari beban atau gaya-gaya eksternalnya. 2.3.2. Gaya geser

Gaya geser adalah berlawanan arah dengan tahanan geser tetapi besarnya sama. Biasanya dinyatakan dengan V. Dalam perhitungan, gaya geser lebih sering digunakan daripada tahanan geser.

2.3.3. Gaya dan Momen pada tumpuan

Ketika pipa dibebani dengan gaya atau momen, tegangan internal terjadi pada batang. Secara umum, terjadi tegangan normal dan tegangan geser.Untuk menentukan besarnya tegangan-tegangan ini pada suatu bagian atau titik tersebut.Untuk menentukan besarnya resultan pada tumpuan dapat menggunakan persamaan-persamaan kesetimbangan.

Berikut ini adalah contoh analisa 1 dimensi arah x untuk menentukan arah gaya dan momen pada sebuah pipa yang ditumpu.


(44)

Diagram benda bebas:

RAx

RAy RBy

Gambar 2.9Diagram Benda Bebaskesetimbangan gaya dan momen

Dari diagram benda bebas diatas akan didapatgaya–gaya reaksi yang bekerja pada tiap tumpuan yangterlihat pada persamaan dari gambar 2.9 :

∑�� = 0

�� − ���(�) = 0

��� (�) = ��

���

=

�� ∑�� = 0

��� + ���− � = 0 ��� =� − ��� ��� =� −

��

���

=

��

Persamaan momen untuk batasan0 ≤ � ≤ �

A B

L

a b


(45)

���

��

∑� = 0

�� − ���(�) = 0 �� = ���(�) �� = �� (�) Untuk nilai x = 0 �0 = 0

Untuk nilai x = a

�� = ��

Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh : ∑�� = 0

��� − �� = 0 �� =��� �� =��

Untuk nilai x = 0

�0 = ��

Untuk nilai x = a

�� = �

v Mx


(46)

Sedangkan persamaan momen untuk batasan� ≤ � ≤ �

∑�� = 0

�� +�(� − �)− ���(�) = 0 �� = ���(�)− �(� − �) �� =

��

(�)− �(� − �)

Untuk nilai x = a

�� =��� Untuk nilai x = l �� = 0

Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh : ∑�� = 0

��� − � − �� = 0 �� =��� − � �� =

��

− � �� = −

��

x

M a

v

��

��

Nx P


(47)

Untuk nilai x = a

�� =

��

− � Untuk nilai x = l

�� =

��

� − �

�� =−

��

Dari hasil penurunan persamaan diatas untuk momen dan gaya geser akan didapat bentuk diagram untuk masing-masing persamaan momen dan gaya geser dimana gambar yang dihasilkan berdasarkan bentuk dari diagram benda bebas pada gambar 2.10 :

Gambar 2.10 Diagram gaya geser dan momen lentur

A B

L

a b

���

��� ���

��

��

+

�� � (�)


(48)

2.4 Klasifikasi Tegangan

Tegangan yang tejadi dalam sistem perpipaan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni Tegangan Normal (Normal Stress) dan Tegangan Geser (Shear Stress). Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang masing-masing adalah:

1. Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress), yaitu tegangan yang searah panjang pipa.

2. Tegangan Tangensial atau Tegangan Keliling (Circumferential Stressatau Hoop Stress), yaitu tegangan yang searah garis singgung penampang pipa.

3. Tegangan Radial (Radial Stress), yaitu tegangan searah jari-jari penampang pipa.

Tegangan Geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing adalah: 1. Tegangan Geser (Shear Stress), yaitu tegangan akibat adanya gaya yang

berimpit atau terletak pada luas permukaan pipa.

2. Tegangan Puntir atau Tegangan Torsi (Torsional Stress), yaitu tegangan yang terjadi akibat momen puntir pada pipa.

2.4.1 Tegangan Longitudinal ( Longitudinal Stress)

Tegangan Longitudinal merupakan jumlah dari Tegangan Aksial (Axial Stress), Tegangan Lentur (Bending Stress) dan Tegangan Tekanan Dalam (Internal Pressure Stress). Mengenai ketiga tegangan ini dapat diuraikan berikut ini.


(49)

2.4.1.1Tegangan Aksial

Tegangan aksial adalah tegangan yang ditimbulkan oleh gayaF

ax

yang bekerjasearah dengan sumbu pipa, dan dapat diperlihatkan seperti gambar 2.11:

Gambar 2.11 Tegangan Aksial

σ

Dimana :

ax = ���

�� (2.20)

σ

ax

Am = Luas penampang pipa =Tegangan aksial

= � 4(do

2

– di2

do = diameter luar )

di = diameter dalam Fax = gaya normal (N)

2.4.1.2Tegangan Lentur (Bending Stress)

Tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang bekerja diujung-ujung benda.Dalam hal ini tegangan yang terjadi dapat berupa Tensile


(50)

Bending.Tegangan lentur maksimum terletak pada permukaan pipa dan nol pada sumbu pipa, dapat ditunjukkan pada gambar 2.12 :

Gambar 2.12.Bending Momen

=

�� (2.21)

Tegangan maksimum terjadi pada dinding terluar dari pipa

����

=

����

=

(2.22)

Dimana :

M = Momen bending

c = Jari-jari terluar pipa

I = Momen inersia penampang

I = � 64( do

4 – di4

Z = Section modulus = �

��


(51)

2.4.2 Tegangan Geser

Berbeda dengan tegangan normal akibat gaya aksial, Tegangan geser terjadi pada permukaan pipa dimana gaya yang bekerja terletak pada permukaan pipa atau bekerja sejajar terhadap permukaan pipa. Tegangan geser terjadi diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan pipa dan karena adanya momen torsi yang terdapat pada pipa, momen torsi ini dapat berupa dua gaya yang bekerja sejajar dengan arah yang berlawanan (momen kopel).

2.4.2.1 Tegangan geser akibat gaya geser (V)

Tegangan geser akibat gaya geser (V) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.23:

τ

max

=

� (2.23)

Dimana :

V = Gaya Geser A = Luas penampang

Tegangan ini mempunyai nilai minimum di sumbu netral (di sumbu simetri pipa) dan bernilai nol pada titik dimana tegangan lendut maksimum( yaitu pada permukaan luar dinding pipa). Karena hal ini dan juga karena besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil, maka tegangan ini dapat diabaikan.


(52)

2.4.2.2Tegangan geser akibat momen puntir

Tegangan geser akibat momen puntir (Mt) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.24(Lit. Hibeller, Hal 143) :

τ

Dimana :

max

=

����

� (2.24)

Mt = Momen Puntir J = Momen Inersia Polar

Tegangan ini terjadi akibat adanya momen yang bekerja pada pipa yang mengakibatkan adanya pergeseran sudut terhadap sumbu pipa, momen yang bekerja dapat berupa momen ataupun gaya yang mengakibatkan terjadinya puntiran.

2.4.3 Tegangan Torsi

Suatu bentangan bahan dengan luas permukaan tetapdikenai suatu puntiran ( twisting ) pada setiap ujungnya danpuntiran ini disebut juga dengan torsional, dan bentangan bendatersebut dikatakan sebagai poros ( shaft ).Distribusi tegangan bervariasi dari nol pada pusat poros sampai dengan maksimum pada sisi luar poros, seperti diilustrasikan pada gambar 2.13:


(53)

Gambar 2.13. Distribusi Tegangan Geser

2.4.3.1Momen Inersia( Polar )

Untuk suatu batang bulat berlubang (pipa) dengan diameter luar Do dan

diameter dalam Di

Dimana :

, momen kutub inersia (polar momen of inertia) penampang melintang luasnya, biasanya dinotasikan dengan J(Lit.Hibbeler, hal 72).

J = �

32 (D0

4 – Di4

Momen kutub inersia untuk batang bulat tanpa lubang (batang pejal) dapat diperoleh dengan memberi nilai D

) (2.25)

i = 0. Kuantitas dari J merupakan sifat

matematis dari geometri penampang yang melintang yang muncul dalam kajian tegangan pada batang atau poros bulat yang dikenai torsi.

2.4.3.2Regangan Geser

Suatu garis membujur a-b digambarkan pada permukaan poros tanpa beban.Setelah suatu momen punter T dikenakan pada poros, garis a-b bergerak menjadi a-b’ seperti ditunjukkan pada gambar berikut.Sudut γ, yang diukur dalam radian, diantara posisi garis akhir dengan garis awal didefinisikan sebagai


(54)

regangan geser pada permukaan poros. Definisi yang sama berlaku untuk setiap titik pada batang poros tersebut, dapat ditunjukkan pada gambar 2.14 :

Gambar 2.14. Regangan Geser

2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Perpipaan

Persamaan tegangan pada sistem perpipaan merupakan persamaan yang dapat diturunkan dari persamaan untuk tegangan �1,2 yang sesuai dengan aplikasi tersebut. Pada dasarnya persamaan tegangan yang dihasilkan pada tiap kondisi yang berbeda diperoleh dari persamaan untuk tegangan utama, yang membedakan persamaan tegangan pada tiap-tiap kondisi itu adalah tegangan terhadap sumbu x dan tegangan terhadap sumbu y. Pada kondisi bending tegangan terhadap sumbu x tidak berlaku atau diabaikan dengan sudut pembentuk

dengan nilai 90 derajat. Secara umum akan terlihat pada gambar 2.15

Gambar 2.15 Sistem Perpipaan Sederhana

Maka akan berlaku persamaan Tegangan Utama dengan ketentuan dimana pada gambar diatas menunjukkan bahwa, arah tegangan terhadap sumbu x adalah


(55)

0, dan hanya ada tegangan yang bekerja terhadap sumbu y. Tegangan geser yang terjadi pada gambar diatas adalah tegangan geser akibat gaya geser yang bekerja searah dengan luas penampang pipa, secara umum dapat dilihat pada persamaan dibawah ini (Lit. Timosenko hal 43).

�1,2 =�

�� +��

2 �±��

�� − ��

2 �

2

+���2

Dimana� dan ��� pada kondisi lentur pada sistem penumpu akan berubah menjadi persamaan yang sesuai dengan keadaan dari bentuk beam yang dalam hal ini berbentuk pipa dimana tidak terjadi tegangan dalam arah sumbu x (�=0). �� = 0 ( tidak ada tegangan terhadap sumbu x )

��=���

���=�

Dimana :

M= momen bending C= jari-jari terluar pipa I= Momen inersia penampang V = Gaya Geser


(56)

Sehingga akan diperoleh persamaan untuk tegangan lentur pada sistem penumpu yaitu :

�1,2 =�

�� +��

2 �±��

�� − ��

2 �

2

+���2

�1,2 =�

0 +�

2 �±��

0− �

2 �

2

+���2

�1,2 = ��

2 ±��

��

2�

2

+���2

�1 = ��

2 +��

��

2�

2

+���2

�2 = ��

2 − ��

��

2�

2


(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendahuluan

Bab ini berisikan metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada skripsi ini.Secara umum metodologi yang digunakan dalam skripsi ini dibagi dalam 2 tahapan yaitu: (1) Pemodelan bentuk Isometrik sistem perpipaan Water Tower System dengan menggunakan Softwere AutoCad Plant 3D (2) Analisa perhitungan tegangan pipa dengan menggunakan softwere CAESAR II 5.10. Hasil dari analisa komputer akan ditampilkan pada bab IV.

Dalam skripsi ini dilakukan studi kasus perhitungan tegangan pada sebuah sistem perpipaan, dimana data yang diperoleh dapat dilihat pada table 3.1 dan 3.2.

3.2. Studi Kasus 3.2.1.Spesifikasi Pipa

Adapun spesifikasi pipa yang digunakan dalam skripsi ini didapat dari hasil penelitian yang dilakukan di salah satu perusahaan perindustrian kelapa sawit di Sumatera Utara.Spesifikasi pipa tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Spesifikasi Pipa

NO Spesifikasi Pipa

1. Panjang Pipa 20.7 meter

2. Schedule Pipa STD 40

3. Densitas Pipa 0.00783kg/�3

4. Material Pipa High Carbon

5. Tipe Pipa A53 B

6. Poison Rasio Pipa 0.2920 mm


(58)

8. Ketebalan Pipa 7.12 mm

9. Modulus Elastisitas (C) 2.0340E+008KPa

10. Toleransi Pipa 12.500 %

Sumber. PT Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi

3.2.2.Spesifikasi Fluida

Data fluida ini akan digunakan untuk proses analisa dengan menggunakan softwere CAESAR II 5.10. Spesifikasi fluida tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Spesifikasi Fluida

NO Spesifikasi Fluida

1. Jenis Fluida Air (Water)

2. Temperatur Fluida 35�C

3. Tekanan Fluida 2 bar

4. Berat Jenis Fluida pada temp. 35� 0,000994 kg/��3

5. Faktor Koreksi 1,0005916


(59)

3.3. Diagram Alir Penelitian

Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis seperti ditunjukkan pada gambar 3.1

Gambar 3.1 diagram alir penelitian

SELESAI

KESIMPULAN

Ya Tidak

PENGOLAHAN DATA:

Simulasi data statistik

START

Indentisifikasi masalah dan menetapkan tujuan penelitian

STUDI AWAL:

Studiliteratur

PENGUMPULAN DATA:

- Data Pipa

- Data Beban (Data Fluida)


(60)

3.4. Urutan Proses Analisis

Untuk melakukan analisis pada sistem perpipaan ini, maka dibuat urutan proses agardalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan baik. Urutan ini dilakukan oleh penulis dimulai dari awal hingga pembahasan tentang materi tugas akhir ini.

3.4.1 Pembuatan Data Awal

Pada tahap ini dilakukan pembuatan data sistem perpipaan sebagai model.Data-data yang diperlukan seperti spesifikasi perpipaaan, kode standar yang digunakan.

3.4.2 Studi Literatur

Untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dalam penyelesaian masalah ini, maka dilakukan studi literatur.Informasi berkenaan masalah ini diperoleh dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan sistem perpipaan secara umum yang diperoleh dari berbagai sumber.

3.4.3 Metode Pengerjaan

Metode pengerjaan yang dilakukan adalah studi literatur yang didukung oleh data pendukung yang digunakan untuk memasukkan data-data perpipaan kedalam bentuk pemodelan pada software CAESAR II 5.10.

3.4.3.1Pemodelan Sistem Perpipaan Pemodelan yang dibuat meliputi :

a. Input nomor nodal (from node to node) b. Input dimensi pipa


(61)

d. Input Material pipa e. Input kode standar

f. Input temperature dan tekanan

3.4.3.2Mengecek Error pada Pemodelan

a. Cek fisik pemodelan untuk kesalahan penggambaran (orientasi koordinat, ukuran panjang)

b. Running error check dari program CAESAR II, untuk mengetahui adanya error dan peringatan pada pemodelan

3.4.3.3Pemodelan Tumpuan a. Input identifikasi material b. Input identifikasi penampang c. Input nomor nodal

d. Input dimensi tumpuan e. Input besar beban

3.4.3.4Analisis Nilai Kekakuan Tumpuan

Besarnya nilai tumpuan di dapat dari pembagian besarnya gaya yang diterima pada tumpuan dibagi dengan displacement yang terjadi dengan melakukan 3 kali iterasi.

3.4.3.5Analisis Besarnya Tegangan Pipa

Besarnya beban yang terjadi dengan kode yang dipilih (ASME B31.3) dengan bantuan program CAESAR II ver 5.10 yang telah disesuaikan dan disamakan dengan jenis yang dipakai pada instalasi perpipaan pada kasus yang ditentukan dilapangan.Hasil analisis besarnya besarnya tegangan


(62)

pipa pada tiap – tiap titik yang ditentukan pada setiap node yang terdapat disetiap satu satuan panjang pipa dihasilkan dengan menjalankan program untuk tegangan pada batas – batas pembebanan tetap ( statis ).

3.4.4 Pembahasan

Dari hasil analisis,beban yang diberikan pada sistem perpipaan, dapat ditentukan apakah beban yang diterima melebihi dari batas yang diijinkan atau tidak. Adapun proses pengerjaan dinyatakan dalam diagram alir pada gambar 3.2.


(63)

ERROR CHECK INPUT SISTEM PERPIPAAN DAN DATA PIPA

INPUT SUPPORT PERPIPAAN

ERROR ???

ANALISIS LOAD

ya

tidak

OVER LOAD ?????

START

ya

tidak

Proses


(64)

Gambar 3.2 Diagram Alir Simulasi

3.5. Identifikasi Masalah

Pembebanan yang dialami sistem perpipaan pada analisa tegangan water tower ini adalah pembebanan statis atau pembebanan tetap yaitu pembebanan yang tidak berubah terhadap waktu, Pada umummnya pembebanan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pembebanan yang diakibatkan oleh berat pipa beserta komponen – komponen pendukung pipa, dan berat yang diakibatkan oleh fluida yang mengalir pada pipa yang merupakan fluida air. Secara umum dapat dilihat pada gambar 3.3

PERBANDINGAN LOAD

OUTPUT

y

END

Proses


(65)

Gambar 3.3 Sistem Perpipaan Sederhana

Pada gambar diatas diatas terlihat bahwa arah aliran fluida bergerak kearah kanan, dengan kecepatan yang kecil, pada batasan analisa tegangan pada sistemWater Tower Systemini aliran fluida yang bergerak dengan kecepatan yang rendah maka dapat diabaikan atau di asumsikan bahwa fluida yang mengalir didalam pipa, pembebanan yang diberikan oleh fluida air adalah pembebanan berat yaitu masa jenis fluida pada temperature tertentu dikalikan dengan volune fluida yang mengisi pipa bagian dalam. Pembebanan statis pada fluida merupakan pembebanan berat yang mengasumsikan fluida dalam keadaan diam V = 0. Dengan demikian maka akan didapatkan bahwa jenis pembebanan yang dialami oleh sistem pipa yaitu :

1.�1( Berat Pipa ) = massa jenis pipa x luas penampang pipa x panjang pipa keseluruhan

2.�2( Berat Fluida ) = massa jenis fluida x volume pipa keseluruhan

3.�3( Berat Komponen ) = Berat tiap – tiap jenis komponen yang digunakan. Sehingga Pembebanan total yang diterima oleh sistem perpipaan secara statis atau dalam kondisi diam dapat dilihat pada persamaan.

W = + +


(66)

Pada kondisi tersebut hanya ada beban berat dalam kondisi diam yang diterima oleh sistem perpipaan Water Towerdimana tekanan ( P ) yang dialami sistem pipa dalam keadaan standart atau dalam keadaan normal P=P standar(udara luar), dan temperature yang diterima oleh sistem pipa adalah temperatur rendah ( T=350 C ) dimana terjadi thermal stress yang sangat kecil atau thermal stress yang dialami pipa dapat diabakan (�= 0 ).

3.5.1 Kondisi Pipa Mendatar ( Horizontal)

Pada sistem perpipaan feed water sistem terdapat banyak sususan pipa mendatar dan susuna pipa tegak, pada situasi dimana pipa terletak mendatar maka jenis pembebana yang dialami adalah pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap panjang pipa, yang dapat dilihat pada gambar 3.4 :

Gambar 3.4 Kondisi Pipa Sederhana Mendatar

Pembebanan pada pipa mendatar merupakan jenis pembebanan seragam, yang bebanya merata di setiap titik yang terdapat pada pipa, beban dari fluida merupakan bentuk beban seragam. Fluida yang mengalir pada pipa merupakan fluida kontiniu yang volumennya sama di setiap titik di sepanjang pipa.

y

x

�2


(67)

Gambar 3.5 Diagram Benda bebas

Dari gambar 3.5 diatas yang merupakan bentuk dari diagram benda bebas yang terjadi pada pipa mendatar yang dibebani oleh beban berat pipa dan beban berat fluida akan didapat momen maksimum untuk pipa mendatar dapat diperoleh melalui penurunan persamaan berikut ini :

+ ∑ � = 0 �� ��

2� − ����= 0 ��� =��

2

2�

��� = ��2 ���

W = W1 + W2

��� ���

W

A B

L

�� ��

wL

C = ½ Do = Ro

A B

� 2

L

� 2

���


(68)

+ ∑ � = 0 ; �� − ��� − ��� = 0 ��� =�� − ��� ��� =�� −�� 2 ��� =��2

Untuk persamaan 0 ≤ x ≤� 2

Gambar 3.6 Potongan Diagram Benda Bebas untuk 0 ≤ x ≤� 2

Dari diagram benda bebas diatas dapat diketahui momen maksimum dan gaya geser dengan persamaan ;

+ ∑ �� = 0;

−��+��� − �= 0 ��

2 − �� − � = 0 � =� ��

2− ��

A

x ���

wx

V M

2


(69)

+∑ �= 0

− ���2� �+���²

2�+ � = 0

� =�

2(�� − � 2)

Dengan diketahuinya x adalah �

2 maka momen maksimum pada kasus diatas dapat dihitung dengan mensubtitusikan �

2 kedalam nilai x pada persamaan momen tersebut, sehingga akan diperoleh persamaan untuk momen maksimum dari pipa pada kondisi mendatar.

���� =�2�� ��2� − �� ²

4��

���� =�� 2 8

Maka momen maksimum yang dialami oleh pipa mendatar merupakan momen yang letaknya di tengah dari panjang pipa yang dianalisa, dengan demikian tegangan maksimum akan terjadi di titik tengan dari pipa satuan yang dianalisa, dengan mensubstitusikan nilai persamaan momen yang diperoleh ke dalam persamaan tegangan untuk tegangan lentur maka nilai tersebut dapat mewakili dari setiap nilai dari tegangan pipa dalam kondisi mendatar, diagram untuk momen dan gaya geser dapat dilihat pada gambar 3.7.


(70)

Gambar 3.7 Diagram Momen dan Gaya Geser

Sehingga persamaan tegangan yang dialami oleh benda berikut adalah :

�=��� � �=��

2

8�

Dimana : C = Do /2 = Ro

I = �

64

(

Do²-Di²)

Untuk tegangan geser pada kondisi pipa mendatar yaitu dengan mensubstitusikan nilai gaya geser kedalam nilai tegangan, Gaya geser maksimum adalah :

� =� ��

2− �� , maksimum untuk x = 0

w

��

2

��

2 V

2

��

2

−�2

M

2

���� =��

2


(71)

� =� ��

2−0�= � �

2�

Sehingga nilai tegangan geser maksimum yang diterima oleh pipa mendatar adalah :

τ

τ

max

=

kecil maka nilai tegangan gesernya dapat diabaikan, sehingga �1,2adalah :

�1,2 = �

��+��

2 �±��

��− ��

2 �

2

+���2

max = ��

2�

��

,

Dimana nilai tegangan geser yang dialami pipa mendatar relative

Dari batasan nilai yang diperoleh untuk kondisi pipa mendatar, �� = 0

� = 0

Maka akan diperoleh tegangan utama dari pipa mendatar yaitu :

�1,2 = �

��+��

2 �±��

��− ��

2 �

2

+���2

�1,2 = � ��+ 0

2 �±���

� −0

2 �

2

+ 02

�1,2 = � ��

2�±�

��

2�

�1 = �� �2 = 0


(72)

Dengan demikian nilai tegangan utama dari sistem pipa yang tersusun mendatar atau horizontal adalah sama dengan nilai tegangan lentur yang diterima oleh pipa, dengan mengasumsikan nilai tegangan geser dan tegangan terhadap sumbu y adalah nol.

3.5.2. Kondisi Pipa Tegak ( Vertikal)

Pada kondisi pipa tegak akan berbeda dengan kondisi pipa mendatar, kondisi pipa tegak akan mendapatkan pembebanan yang searah dengan panjang pipa, pembebanan yang dialami oleh pipa tegak adalah pembebanan dari berat pipa dan komponen – komponen pipa yang melekat pada pipa, yang dapat dilihat pada gambar 3.8

Gambar 3.8 Kondisi Pipa Mendatar

Pada kondisi tegak pipa hanya dibebani berat pipa dan tidak dipengaruhi oleh berat fluida atau �2 = 0, pembebanan tertumpu pada titik berat bend, pada pipa titik berat tersebut terletak dibagian tengah dimana titik berat terdapat karena bentuk pipa yang simetris.

Gambar 3.9 Penampang Pipa

x

�1≠ 0

y

�2 = 0

�0 ��


(73)

Pipa pada kondisi tegak atau vertical, jenis pembebanan yang diterima oleh pipa adalah pembebana dari berat pipa dan tidak dipengaruhi oleh berat fluida yang mengalir didalm pipa tersebut, dimana :

� =�1 (Berat Pipa)

�� =�4( Do²−Di² )

Sehingga tegangan yang diterima oleh pipa pada kondisi vertical adalah tegangan dari gaya aksial atau gaya yang diterima dari berat pipa.

�� = � �� =

�1 �

4( Do²−Di² )

3.6 Pengenalan Software

CAESAR II adalah sebuah software Computer Aided Engineering (CAE) yang digunakan untuk mechanical design dan analysis pada sebuah sistem perpipaan. Program CAESAR II dikembangkan oleh COADE Engineering Software, yaitu sebuah perusahaan pembuat software khusus dibidang mechanical engineering yang sudah terkenal dan bermarkas di Amerika Serikat.

CAESAR II diperkenalkan tahun 1984 dan dipakai secara luas untuk menganalisa “stress” pada pipa secara de facto. CAESAR II adalah standar industri teknik dan energi dunia.CAESAR II memiliki banyak pilihan dan kemampuan dibandingkan software sejenisnya. Pengguna CAESAR II dapat mendesain program yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dalam penghitungan stress analisa pada pipa. CAESAR II memiliki kemampuan analisa statik dan dinamis berdasarkan standar pipa dan cide internasional yang berlaku,


(74)

yakni B31.3, ASME, British Standart, US Navy, Z662, RCCM, Stoonwezen, BS7159, Codeti. TBK, FDBR, UKOOA,IGE, Det Norske. Tampilan CAESAR II sangat berguna untuk mengetahui pengaruh statik dan dinamik pada sistem perpipaan.

Software CAESAR II ini sendiri telah banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan besar Oil & Gasdunia, konsultan-konsultan asing bidang Oil & Gasdan para Piping Stress Engineer. Bahkan ada beberapa perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan untuk Engineer dengan syarat menguasai software CAESAR.

CAESAR II merupakan alat untuk melakukan perencanaan dan perhitungan dari suatu piping system. Dalam proses tersebut secara singkat, para pengguna CAESAR II membentuk sebuah model dari piping system tersebut. Kemudian, berdasarkan input tersebut, CAESAR II mengolah data dan melakukan perhitungan untuk kemudian menampilkan hasil perhitungan dalam bentuk displacement, gaya-gaya yang bekerja pada tumpuan dan stresss pada seluruh bagian dari piping system tersebut.

Dengan menggunakan hasil perhitungan tersebut, CAESAR II kemudian membandingkannya dengan batas-batas nilai yang diizinkan sesuia dengan kode dan standar yang sudah diakui penggunaannya didunia.


(75)

3.6.1 Penggunaan CAESAR II dan Prosedur Simulasi

CAESAR II secara umum bisa digunakan untuk perhitungan piping sistem aboveground maupun untuk piping sistem underground.Ada dua jenis perhitungan yang biasa dilakukan dengan CAESAR II, yaitu perhitungan Static Stress Analysis dan Dynamic Stress Analysis.Termasuk didalamnya perhitungan karena beban angin dan gempa bumi.CAESAR II juga mempunyai fasilitas untuk melakukan perhitungan dan perencanaan komponen equipment, seperti perhitungan kekuatan Nozzle.

CAESAR II bukan saja sebagai alat untuk melakukan perhitungan dan perencanaan awal pada sebuah pembangunan plant baru, tetapi juga sangat berguna dalam hal pemecahan sebuah permasalahan yang timbul pada waktu operasi ataupun dalam hal perubahan dan perencanaan ulang subuah piping sistemdalam upaya peningkatan kemampuan sebuah plant.

Software ini dimulai dengan dua kali menekan icon CAESAR II sehingga akanmuncul tampilan utama yang ditunjukkan gambar . Pada tampilan ini terdapat beberapa bagian penting yaitu : main menu dan main toolbar. Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat pemodelan pipa dengan CAESAR II adalah memilih piping input seperti yang ditunjukkan gambar 3.11. CAESAR II akan menampilkan kotak berupa data satuan yang digunakan dalam pemodelan.


(76)

Gambar 3.10 Tampilan Awal CAESAR II

Gambar 3.11 Data satuan yang digunakan dalam pemodelan

3.6.1.1 Memasukkan Data Input Pipa

Setelah masuk ke dalam piping input seperti ditunjukkan pada gambar 3.12, maka properties-properties dari potongan-potongan sistem perpipaan dimasukkan pada tampilan tersebut.


(77)

Gambar 3.12 Piping input pada CAESAR II

Panjang awal potongan sistem perpipaan dalam arah x, y dan z dimasukkan pada tampilan yang ditunjukkan pada gambar. 3.13 Pada CAESAR II, potongan-potongan pipa dimodelkan dari node (titik) satu ke node selanjutnya. Pada bagian ini dimasukkan pula nama material pipa yang digunakan, diameter, schedule, tebal isolasi, nilai korosi, dan densitas dari fluida yang mengalir, densitas pipa dan densitas isolasi.


(78)

Gambar 3.14 Input properties pipa

Sementara itu tekanan dan temperatur yang beroperasi pada setiap jalur pipa pada sistem perpipaan dimasukkan pada tampilan yang ditunjukkan pada gambar 3.14. Keduanya merupakan input penting yang akan memberikan pengaruh terhadap tegangan-tegangan yang akan terjadi pada sistem perpipaan selama analisis. Pemodelan sistem perpipaan kemudian dilanjutkan dari node yang telah dibuat sebelumnya. Pada componet toolbar dapat dipilih berbagai macam tipe komponen untuk dibuat pemodelannya, seperti pipa lurus, belokan, percabangan, katup, flens, reducer dan tumpuan.

3.6.1.2 Memeriksa Pemodelan

Sebelum melakukan analisis berdasarkan pemodelan yang telah dibuat, perlu dilakukan pemerikSsaan.Pemeriksaan ini dilakukan dengan memilih Tool/Start Run pada main menu. Jika masih terjadi kesalahan pada pemodelan yang dibuat akan muncul error dan warning yang menunjukkan tempat terjadinya


(79)

kesalahan. Jika pemodelan sudah benar maka akan muncul catatan yang menunjukan bahwa model yang dibuat tidak terjadi kesalahan seperti yang ditunjukkan gambar 3.15.

Gambar 3.15Error dan warning pada pengecekan bila terjadi kesalahan

Gambar 3.16Error dan warning bila tidak ada kesalahan pada pemodelan

3.6.1.3 Analisis Statik

Sebelum melakukan analisis statik, kita dapat melakukan pemilihan jenis beban yang akan dianalisa dengan memilih icon edit static load case. Bagian ini menunjukkan pilihan beban-beban yang akan dianalisis diantaranya beban Weight (W), Thermal (T) dan Pressure (P) pada sistem perpipaan yang telah dimodelkan.


(80)

Gambar 3.17 Pemilihan jenis beban pada pemodelan

Setelah dilakukan pemilihan jenis beban, maka dapat dilakukan analisis statik dengan memilihBatch Run. Dalam analisis statik dapat memilih jenis beban yang akan dianalisa, diantaranya beban operasional, sustain dan ekspansi termal. Output dari hasil analisis yang dapat dicari adalahdisplacement, restraint summary dan stress summary.

Pada kasus skripsi hanya akan dilakukan analisis statik dengan pembebanan operasional yang meliputi pembebanan gravitasi, ekspansi termal, dan tekanan internal untuk mengetahui gaya dan momen yang diterima tumpuan. Pada kasus analisis dinamik hanya akan dilakukan modal analysis untuk mengetahui frekuensi pribadi dari sistem perpipaan.

Hasil analisis dapat ditampilkan dengan memilih View Report pada main menu. Bagian ini sangat penting karena akan memberikan laporan mengenai daerah-daerah kritis pada sistem perpipaan, sehingga memungkinkan perancang untuk melakukan modifikasi untuk mencegah terjadinya kegagalan. Software CAESAR II ini digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis beban


(81)

yang diterima nozzel pompa serta analisis natural frekuensi agar perhitungan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan singkat.


(1)

ALLOWABLE STRESS Changes

10 20 B31.3 (2006) Sc= 137,895 KPa

Sh1= 137,895 KPa Sh2= 137,895 KPa

Sh3= 137,895 KPa Sh4= 137,895 KPa

Sh5= 137,895 KPa Sh6= 137,895 KPa

Sh7= 137,895 KPa Sh8= 137,895 KPa

Sh9= 137,895 KPaSy= 241,316 KPa

BEND ELEMENTS

20 30 Radius= 22.860 cm. (LONG)

Bend Angle= 90.000 Angle/Node @1= 45.00 29

Angle/Node @2= .00 28 90 100 Radius= 22.860 cm. (LONG)

Bend Angle= 90.000 Angle/Node @1= 45.00 99

Angle/Node @2= .00 98 110 120 Radius= 22.860 cm. (LONG)

Bend Angle= 90.000 Angle/Node @1= 45.00

119 Angle/Node @2= .00 118


(2)

150 160 Radius= 22.860 cm. (LONG)

Bend Angle= 90.000 Angle/Node @1= 45.00

159 Angle/Node @2= .00 158

RIGIDS

40 50 RIGID Weight= 111.21 N. 60 70 RIGID Weight= 111.21 N. 70 80 RIGID Weight= 1,000.85 N. 80 90 RIGID Weight= 111.21 N. 130 140 RIGID Weight= 111.21 N. 170 180 RIGID Weight= 111.21 N.

RESTRAINTS Len MU

GAP YIELD DirNODE TYPE CNODE STIF1 STIF2 FORCE Vectors

---+---+---+---+---+---+---

10 ANC .000 .000 .000

20 +Y .000 1.000 .000

100 +Y .000 1.000 .000

110 +Y .000 1.000 .000


(3)

150 +Y .000 1.000 .000

190 ANC .000 .000 .000

INPUT UNITS USED...

UNITS = SI NOM/SCH INPUT= ON

LENGTH inches x 2.540 = cm. FORCE pounds x 4.448 = N. MASS(dynamics) pounds x 0.454 = Kg.

MOMENTS(INPUT) inch-pounds x 0.113 = N.m. MOMENTS(OUTPUT) inch-pounds x 0.113 = N.m. STRESS lbs./sq.in. x 6.895 = KPa TEMP. SCALE degrees F. x 0.556 = C PRESSURE psig x 6.895 = KPa ELASTIC MODULUS lbs./sq.in.x 6.895 = KPa

PIPE DENSITY lbs./cu.in.x 0.028 = kg./cu.cm. INSULATION DENS. lbs./cu.in. x 0.028 = kg./cu.cm. FLUID DENSITY lbs./cu.in.x 0.028 = kg./cu.cm. TRANSL. STIF lbs./in. x 1.751 = N./cm.

ROTATIONAL STIF in.lb./deg.x0.113 = N.m./deg

UNIFORM LOAD lb./in. x 1.751 = N./cm. G LOAD g's x 1.000 = g's WIND LOAD lbs./sq.in.x 6.895 = KPa ELEVATION inches x 0.025 = m. COMPOUND LENGTH inches x 0.025 = m. DIAMETER inches x 2.540 = cm.


(4)

WALL THICKNESS inches x 2.540 = cm.

EXECUTION CONTROL PARAMETERS

Rigid/ExpJt Print Flag ... 1.000

Bourdon Option ... .000

Loop Closure Flag ... .000

Thermal Bowing Delta Temp .. .000 C Liberal Allowable Flag ... 1.000 Uniform Load Option ... .000

Ambient Temperature ... 21.111 C Plastic (FRP) Alpha ... 21.600 Plastic (FRP) GMOD/EMODa ... .250

Plastic (FRP) Laminate Type. 3.000 EqnOptimizer ... .000

Node Selection ... .000

EqnOrdering ... .000

Collins ... .000

Degree Determination ... .000

User EqnControl ... .000

COORDINATE REPORT /---(cm.)---/ NODE X Y Z 10 .0000 .0000 .0000

20 200.0000 .0000 .0000


(5)

40 300.0000 -100.0000 .0000

50 300.0000 -110.0000 .0000

60 300.0000 -710.0000 .0000

70 300.0000 -720.0000 .0000

80 300.0000 -770.0000 .0000

90 300.0000 -780.0000 .0000

100 300.0000 -1010.0000 .0000

110 500.0000 -1010.0000 .0000

120 600.0000 -1010.0000 .0000 130 600.0000 -1010.0000 -100.0000 140 600.0000 -1010.0000 -110.0000 150 600.0000 -1010.0000 -160.0000 160 600.0000 -1010.0000 -310.0000 170 700.0000 -1010.0000 -310.0000 180 710.0000 -1010.0000 -310.0000 190 750.0000 -1010.0000 -310.0000


(6)

Tabel schedule pipa sesuai standar ASME B1.31