Evaluasi Kecernaan Jagung yang Diolah Secara Kimia dan Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ikan Nila Oreochromis sp.

(1)

ABSTRAK

Zulhadiati Agustina. C14070086. Evaluasi kecernaan jagung yang diolah secara kimia dan fermentasi sebagai bahan pakan ikan nila Oreochromis sp. Dibimbing oleh Nur Bambang Priyo Utomo dan Zafril Imran Azwar

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara pengolahan bahan baku jagung yang terbaik dalam pakan untuk meningkatkan nilai kecernaan bagi ikan nila. Bahan yang digunakan untuk perlakuan bahan jagung adalah larutan NaOH dan bahan fermentasi (Tricoderma viride, Phanerochaete chrysosporium dan Bacillus megaterium). Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan yaitu bahan pakan kontrol jagung (pakan A), jagung hasil perendaman menggunakan larutan NaOH (pakan B), fermentasi menggunakan kapang Tricoderma viride dan Phanerochaete chrysosporium (pakan C), dan fermentasi menggunakan Bacillus megaterium (pakan D). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan SPSS 16.0 dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan pengaruh perlakuan terhadap masing-masing peubah yang diamati. Parameter yang diamati adalah kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan bahan, dan kecernaan total. Berdasarkan hasil parameter kecernaan, nilai kecernaan energi, kecernaan bahan, dan kecernaan total yang tertinggi dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap pakan jagung kontrol terdapat pada pakan D yaitu sebesar 72,98%, 77,95%, dan 67,16%. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa cara pengolahan bahan baku jagung yang terbaik adalah perlakuan D yaitu jagung yang difermentasi oleh bakteri Bacillus megaterium.

Kata kunci: Zat Anti nutrisi, Fermentasi, Kecernaan, Kapang, Bakteri

---

ABSTRACT

Zulhadiati Agustina. C14070086. Digestibility evaluation of chemical-treated and fermented corn as ingredients in tilapia feed. Advisory by Nur Bambang Priyo Utomo dan Zafril Imran Azwar.

This aims of this experiment were to find the best ways of processing corn to increase digestibility values of the feed for tilapia. Material used for chemical-treatment was NaOH solution, and for fermentation were Tricoderma viride, Phanerochaete chrysosporium and Bacillus megaterium. This study use Complete Randomized Design (CRD), consists of four treatments and three replicates. The treatments are : non-treated corn as control (feed A), chemical-treated corn soaked in NaOH (feed B), fermented corn with fungi Tricoderma viride and Phanerochaete chrysosporium (feed C), and fermented corn with bacteria Bacillus megaterium (feed D). The data were analyzed using SPSS 16.0, ANOVA with


(2)

95% confidence level and Duncan's test to determine the effect of different treatment in each variable. Parameters observed were protein digestibility, energy digestibility, raw material digestibility, and total digesbility. Based on the parameters of energy digestibility, ingredient digestibility, and total digestibility feed D shown to have the highest value of those parameters (72,98%, 77,95%, and 67,16%, respectively) and significantly different (P <0.05) compared to control feed (feed A). The results of this study shows that the best way of processing corn to increase its values in tilapia feed is by fermentation using bacteria Bacillus megaterium.


(3)

1

I. PENDAHULUAN

Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan ikan omnivor yang cenderung herbivor sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang menggunakan berbagai sumber bahan nabati (El-Sayed dan Fattah 1999). Menurut Furuichi (1988), kebutuhan karbohidrat untuk ikan omnivora sekitar 30-40%. Dewasa ini permintaan terhadap produk perikanan budidaya guna memenuhi gizi masyarakat semakin meningkat. Konsumsi ikan penduduk Indonesia pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 30,470 kg/kapita/tahun (Data Statistik Kelautan dan Perikanan 2011). Kenaikan ini berpengaruh sangat besar terhadap kenaikan produksi ikan. Meningkatnya produksi ikan terutama ikan budidaya maka secara otomatis akan terjadi kenaikan permintaan pakan. Namun, permintaan pakan yang cenderung semakin tinggi sejalan dengan makin intensifnya kegiatan budidaya, ternyata tidak diikuti dengan meningkatnya penyediaan bahan baku (Hadadi et al. 2007).

Perkembangan pakan ikan komersial umumnya masih bertumpu pada tepung ikan sebagai sumber protein utama. Penurunan produksi tepung ikan dan meningkatnya permintaan tepung ikan menyebabkan terjadinya peningkatan harga tepung ikan secara signifikasi, sehingga perlu dicari alternatif penyediaan bahan baku selain tepung ikan. Penggantian tepung ikan dengan sumber protein nabati sudah berhasil dilakukan diantaranya tepung bungkil kedelai (Suprayudi et al. 1999 dalam Widyanti 2009). Walaupun tepung kedelai mampu mengganti sebagian tepung ikan, ketersediaan tepung kedelai masih bergantung dari impor. Khususnya untuk di Indonesia, hampir sebagian besar bahan baku pakan berasal dari impor, yaitu sebesar 70-80% (Hadadi et al. 2007). Volume impor tepung kedelai dari Januari-Oktober 2010 mencapai 538.240 ton, naik sebesar 58% dan harga mencapai Rp 6.500,00 per kg (Anonim 2011). Harga pakan ikan berkisar antara Rp 275.500 hingga Rp 285.500 persak (50 kg) kini menjadi Rp 302.000 per 50 kg (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010). Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010), menyatakan bahwa jumlah komponen tepung ikan dalam pembuatan pakan ikan sangat besar.


(4)

2 Menurut Suprayudi (2010), syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan baku adalah mengandung nutrien yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, diutamakan dari sumber nabati, tidak berkompetisi dengan manusia, berbasis limbah, jumlah melimpah, dan tidak mengandung hazard material. Jagung yang digunakan sebagai pakan ikan berupa jagung ternak, sehingga tidak bersaing dengan manusia. Menurut Moentono et al. (1994) dalam Rawiniwati (1998) jagung mengandung karbohidrat sekitar 71%–73% yang terutama terdiri dari pati, sebagian kecil gula, serat, serta mengandung 10% protein. Masalah utama yang dihadapi pada komoditas jagung sebagai bahan baku pakan ikan terletak pada kecernaan bahan, adanya kandungan zat anti-nutrisi dan komposisi asam amino yang berbeda dengan bahan baku protein hewani serta gula sebagai sumber energi (Hertrampf dan Pascual 2000).

Tingkat kecernaan bahan dan keberadaan zat anti-nutrisi menjadi faktor pembatas pemanfaatan produk agroindustri, sehingga diperlukan teknologi pengolahan menggunakan bahan kimia dan biologi secara fermentasi. Fermentasi merupakan kegiatan pengolahan bahan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses (Fardiaz 1988). Berdasarkan hal itu, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui proses fermentasi tepung jagung dengan kapang gabungan berupa kapang Trichoderma viridae kapang Phanerochaete chrysosporium, bakteri Bacillus megaterium dan perendaman secara kimia menggunakan larutan NaOH.

Dengan demikian, penelitian mengenai evaluasi kecernaan jagung yang diolah secara kimia dan fermentasi sebagai bahan pakan ikan nila ini bertujuan untuk mendapatkan cara pengolahan bahan baku jagung yang terbaik dalam pakan untuk meningkatkan nilai kecernaan ikan nila.


(5)

3

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Prosedur Penelitian

Kegiatan ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengujian. Tahap persiapan, meliputi fermentasi jagung, analisa proksimat bahan, membuat formulasi pakan, pembuatan pakan dan pengeringan pakan selama satu hari dan analisa proksimat pakan. Tahap pengujian yaitu menganalisa kecernaan dan proksimat feses.

2.2 Tahap Persiapan

Jagung difermentasikan menggunakan kapang Trichoderma viride, Phanerochaete chrysosporium dan bakteri Bacillus megaterium yang telah tersedia di Laboratorium Nutrisi Balai Riset Budidaya Air Tawar (BRBAT) Sempur, Bogor. Semua bahan masing-masing perlakuan tersebut dicampurkan dengan kapang dan bakteri tersebut secara merata sebelum difermentasikan. Metode selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

2.2.1 Uji bahan

Bahan baku jagung yang dibuat pakan uji diberi perlakuan menggunakan bahan kimia dan biologis.

2.2.1.1 Pengolahan secara kimia

Jagung yang telah dibersihkan dan kering ditimbang sebanyak 5 kg. Jagung tersebut dimasukkan ke dalam baskom dan diberi larutan NaOH 3% (berdasarkan penelitian sebelumnya) hingga jagung tersebut terendam. Perlakuan jagung yang direndam menggunakan NaOH 3% dilakukan selama tiga hari dan diaduk setiap harinya, setelah itu dicuci bersih hingga pHnya netral atau hingga tidak tercium bau NaOH lagi. Jagung dengan pH yang telah netral dijemur hingga kering. Tahap selanjutnya jagung digiling hingga berbentuk tepung. Tepung jagung yang telah jadi sebagian dianalisis proksimat untuk mengetahui kadar nutrien dalam bahan tersebut dan sebagian lagi dibuat pakan sebanyak 300 gram.


(6)

4

2.2.1.2 Pengolahan secara biologis

2.2.1.2.2 Fermentasi Jagung dengan Konsorsium Kapang T. viridae dan Phanerochaete chrysosporium

Jagung yang telah bersih dan kering dilakukan penepungan. Sebanyak 1 kg tepung jagung ditambahkan air 60% atau sekitar 600 ml. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam plastik dan diberi lubang untuk mempercepat proses pengukusan, kemudian bahan tersebut dikukus selama 30 menit. Setelah 30 menit adonan diangkat dan dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin, jagung tersebut dimasukkan ke dalam wadah dan diberi inokulan konsorsium kapang Trichoderma viridae dan Phanerochaete chrysosporium sebanyak 10% berdasarkan dari penelitian sebelumnya berdasarkan penelitian sebelumnya. Tepung jagung dan kapang yang telah tercampur merata dibungkus dalam plastik dan diberi lubang untuk mempercepat proses fermentasi. Proses fermentasi menggunakan kapang ini diinkubasi selama 1 minggu. Hasil fermentasi tersebut dianalisis proksimat dan dibuat pakan sebanyak 300 gram.

2.2.1.2.3 Fermentasi Jagung dengan Bakteri Bacillus megaterium

Sebanyak 1 kg jagung ditambahkan air 60% atau sekitar 600 ml. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam plastik yang diberi lubang untuk mempercepat proses pengukusan, kemudian dikukus selama 30 menit. Setelah 30 menit adonan diangkat dan dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin, jagung tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik dan diberi inokulan Bacillus megaterium sebanyak 15% berdasarkan trial eror. Tepung jagung dan kapang yang telah tercampur merata ditutup dengan plastik dan diberi lubang untuk mempercepat proses fermentasi. Proses fermentasi menggunakan bakteri ini diinkubasi selama 5 hari. Setiap hari selama masa fermentasi adonan diaduk hingga merata. Hasil fermentasi tersebut dianalisa proksimat dan dibuat pakan sebanyak 300 gram.

2.3 Pakan Uji

Jagung yang akan dijadikan sebagai pakan uji diberi beberapa perlakuan. Perlakuan yang digunakan yaitu fermentasi dengan menggunakan kapang Trichoderma viridae dan Penerocyte, fermentasi dengan bakteri Bacillus megaterium serta perendaman jagung dengan NaOH. Jagung yang digunakan


(7)

5 penelitian ini berupa jagung ternak dan berupa jagung pipilan yang secara keseluruhan dibuat tepung. Struktur pipilan dan komposisi kimia jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia jagung berdasarkan bobot kering

Komponen Biji utuh Endosperma Lembaga Kulit ari Tip cap

Protein (%) 3,7 8,0 18,4 3,7 9,1

Lemak (%) 1,0 0,8 33,2 1,0 3,8

Serat kasar (%) 86,7 2,7 8,8 86,7 -

Abu (%) 0,8 0,3 10,5 0,8 1,6

Pati (%) 71,3 87,6 8,3 7,3 5,3

Gula (%) 0,34 0,62 10,8 0,34 1,6

Sumber : Inglett (1987) dalam Suarni dan Widowati (2005)

Tabel 2. Komposisi pakan acuan dan pakan uji kecernaan (%)

Komposisi pakan jagung kontrol (%) pakan uji jagung NaOH (%)

Pakan uji jagung fermentasi kapang

(%)

pakan uji jagung fermentasi bakteri

(%)

Pakan komersil 68 68 68 68

Bahan uji 30 30 30 30

Binder (cmc) 1,5 1,5 1,5 1,5

Cr2o3 0,5 0,5 0,5 0,5

Total 100 100 100 100

2.4 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan nila dengan ukuran 17,15±0,03 gram. Ikan ditimbang dan dimasukan ke dalam akuarium sebanyak 10 ekor per akuarium. Sebelum diberi perlakuan, ikan uji diadaptasikan terhadap wadah pemeliharaan selama 7 hari dan diberi pakan menggunakan pakan jagung kontrol agar ikan dapat beradaptasi dengan pakan yang akan diberikan. Tahap pemeliharaan ikan yang dilakukan dengan cara pemberian pakan secara at satiation dua kali sehari yakni pada jam 09.00dan 15.00 WIB. Wadah yang digunakan adalah akuarium berjumlah 15 buah yang berukuran 60 x 60 x 60 cm. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 25 hari dalam akuarium dengan menggunakan sistem resirkulasi dan diaerasi selama 24 jam serta menggunakan pemanas air untuk menjaga kestabilan suhu pada kisaran 28-29°C.

2.5 Analisis Kecernaan

Pengukuran kecernaan dilakukan pada akhir penelitian. Penyesuaian ikan terhadap pakan yang uji dilakukan selama satu minggu. Setelah penyesuaian


(8)

6 pakan diberikan setiap hari sebanyak dua kali sehari, mulai dilakukan pengumpulan feses. Cara pengambilan feses dengan menggunakan selang sipon dan saringan yang halus untuk menampung feses. Kemudian feses yang telah diambil dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam cawan petri lalu disimpan dalam oven hingga feses kering. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian kandungan kromium menggunakan spektofotometer yang memiliki panjang gelombang 350 nm dan uji kecernaan menggunakan Bomb calorimeter yang dilakukan di laboratorium Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

2.6 Analisis Proksimat

Analisis proksimat ini dilakukan menurut prosedur Takeuchi (1988). Metode atau prosedur analisis proksimat (analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar serat kasar, dan uji kecernaan) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis proksimat bahan dan pakan dalam bobot kering dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Hasil analisis proksimat bahan dalam bobot kering

Keterangan: BETN =Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen *GE =Gross Energy

1 gram protein = 5,6 kkalGE

1 gram karbohidrat/BETN = 4,1 kkalGE

1 gram lemak = 9,4 kkalGE(Watanabe,1988) protein **C = energi;P = protein

Tabel 4. Hasil analisa proksimat pakan dalam bobot kering

BETN =Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen *GE =Gross Energy

1 gram protein = 5,6 kkalGE

1 gram karbohidrat/BETN = 4,1 kkalGE

1 gram lemak = 9,4 kkalGE(Watanabe,1988) protein **C = energi;P = protein

Bahan Protein (%) Lemak (%) Kadar abu (%) Serat kasar (%) BETN (%) GE*

(kkal/100g) C/P Jagung kontrol 7,25 3,60 2,05 5,32 81,78 409,74 56,52 Jagung+NaOH 10,98 2,81 2,97 4,39 78,85 411,19 37,45 Jagung+Kapang 9,59 4,53 4,73 4,59 76,56 410,31 42,78 Jagung+Bakteri 9,51 3,47 2,37 4,17 80,48 415,84 43,73

Bahan Protein (%) Lemak (%) Kadar abu (%) Serat kasar (%) BETN (%) GE*

(kkal/100g) C/P Kontrol jagung + Cr 20,83 4,98 8,96 4,20 61,03 413,68 19,86 Jagung NaOH + Cr 21,73 5,67 9,25 4,39 58,96 416,72 19,18 Jagung Kapang + Cr 22,90 6,50 9,90 5,03 55,67 417,59 18,24 Jagung Bakteri + Cr 22,15 5,43 9,27 4,17 58,98 416,90 18,82


(9)

7

2.7 Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan SPSS 16.0 dan dilanjutkan dengan uji Ducan untuk melihat perbedaan pengaruh perlakuan terhadap masing-masing peubah yang diamati (Steel dan Torrie 1984), serta dibahas secara deskripsi eksploratif. Parameter yang diuji antara lain kecernaan protein, kecernaan total, kecernaan bahan, kecernaan energi, dan energi tercerna.

2.8 Parameter yang diukur

2.8.1 Kecernaan Protein dan Kecernaan Total (Takeuchi 1988)

Kecernaan protein dan kecernaan total pakan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

a = % Cr2O3 dalam pakan a’= % Cr2O3 dalam feses b = % protein dalam pakan b’= % protein dalam feses

2.8.2 Kecernaan Energi (Takeuchi 1988)

Kecernaan energi pakan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Kecernaan energi = [Energi tercerna/Energi pakan] x 100%

Energi tercerna = EP-[Ef x n/n’] Keterangan :

Ep = Energi pakan (kkal/100 g pakan) Ef = Energi feses (kkal/100 g pakan) n = mg Cr2O3/ g pakan


(10)

8

2.8.3 Kecernaan Bahan

Nilai kecernaan bahan uji yang digunakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Watanabe (1988).

Keterangan :

ADT = nilai kecernaan pakan uji AD = nilai kecernaan pakan acuan


(11)

9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Kecernaan merupakan kemampuan suatu organisme untuk mencerna pakan, sehingga organisme tersebut mampu mengabsorbsi atau menyerap nutrien dari pakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Hasil parameter kecernaan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai kecernaan protein, energi, bahan, dan total

Parameter Kecernaan Perlakuan

A B C D

Protein (%) 64,34±2,24b 72,50±1,82a 74,19±1,37a 72,54±1,88a

Energi (%) 69,23±0,92b 66,93±2,87b 72,86±1,55a 72,98±1,22a

Bahan (%) 62,82±7,46b 64,96±13,38b 77,95±11,61ab 86,49±4,43a

Total (%) 60,06±2,24ab 60,70±4,01b 64,60±3,48a 67,16±1,33a Keterangan :1) Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama, menunjukkan bahwa

perlakuan tersebut memberikan respons yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Data menunjukan rata-rata ± SD.

2) A (Kontrol jagung), B (Jagung+NaOH),C (Jagung+Kapang), D (Jagung+Bakteri).

Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diuji memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap parameter. Sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan untuk mengetahui perlakuan yang memberikan respons yang berbeda terhadap masing-masing parameter. Kecernaan protein bahan pakan C (jagung+kapang) menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan bahan pakan lainnya yaitu sebesar 74,19%. Nilai kecernaan energi yang tertinggi terdapat pada bahan pakan D (jagung+bakteri) dengan hasil 72,98%. Nilai kecernaan bahan yang tertinggi dan memberikan respons yang berbeda nyata (P<0,05) pada pakan jagung kontrol terdapat pada bahan pakan D (jagung+bakteri) dengan hasil 86,49%. Nilai kecernaan total pada bahan pakan D (jagung+bakteri) juga lebih tinggi dan memberikan respons yang berbeda nyata (P<0,05) pada pakan jagung kontrol dibandingkan bahan pakan lain yaitu sebesar 67,16%.

3.2 Pembahasan

Protein adalah kumpulan asam amino yang membentuk rantai dengan ikatan peptida (NRC 1993). Protein merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan oleh tubuh ikan. Sumber protein dapat berupa sumber protein hewani


(12)

10 dan protein nabati. Salah satu sumber protein nabati yang dapat dipakai dalam pakan selain tepung bungkil kedelai adalah tepung jagung. Jagung mengandung nutrien berupa karbohidrat sebanyak 71%–73% yang sebagian besar terdiri dari pati, serta mengandung 10% protein (Moentono et al. 1994 dalam Rawiniwati 1998).

Menurut Hertrampf dan Pascual (2000) kelemahan bahan baku pakan yang berasal dari bahan nabati yaitu adanya zat anti-nutrisi, kecernaan bahan rendah dan serat kasar yang tinggi yang dapat mempengaruhi kecernaan pakan. Selain itu, Halver (1989) juga menyatakan bahwa ikan lebih memanfaatkan protein dan lemak sebagai sumber energi dibandingkan karbohidrat yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat. Untuk mengatasi kendala ini maka perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut, salah satunya adalah melalui proses fermentasi dan perendaman menggunakan larutan kimia. Fermentasi merupakan kegiatan pengolahan bahan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses (Fardiaz 1988).

Kecernaan adalah bagian pakan yang dikonsumsi dan tidak dikeluarkan menjadi feses (Maynard et al. 1979 dalam Indariyanti 2011). Proses pencernaan makanan yang tadinya merupakan senyawa kompleks akan dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah diserap melalui dinding usus dan disebarkan ke seluruh tubuh melalui sisitem peredaran darah (Indariyanti 2011). Berdasarkan Tabel 5 Pakan B, C dan D memiliki pengaruh yang sama (P<0.05) terhadap kecernaan protein, namun pakan perlakuan ini berbeda nyata dengan pakan kontrol yaitu bahan pakan jagung (pakan A). Kecernaan protein perlakuan bahan pakan C memiliki nilai yang lebih tinggi dengan presentase yaitu sebesar 74,19% dibandingkan dengan pakan A yaitu sebesar 64,34%. Perlakuan pakan C juga selain dapat meningkatkan nilai protein dapat menurunkan serat kasar bahan dari 5,32% menjadi 4,59% (Tabel 3). Bahan pakan C memiliki presentase kecernaan proteinnya lebih tinggi, hal ini diduga bahwa kapang yang digunakan memiliki kandungan enzim yang dapat menaikkan nilai protein pada bahan jagung dan biomassa kapang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bakteri. Hal tersebut diperkuat menurut Ugwuanyi et al. (2009) dalam Endriani (2011) penggunaan mikroorganisme dalam kegiatan fermentasi menyebabkan


(13)

11 peningkatan protein, adanya produksi enzim, dan pengurangan zat racun yang dikandung oleh suatu bahan. Kapang yang digunakan dalam bahan pakan C berupa kapang konsorsium yaitu Trichoderma viridae dan Phanerochaete chrysosporium. Menurut Poesponegoro (1976) dalam Niken (2011) Trichoderma viridae mempunyai kemampuan meningkatkan protein bahan pakan dan pada bahan berselulosa dapat merangsang dikeluarkannya enzim selulase.

Kapang Trichoderma viridae yang digunakan pada pakan C memiliki kekurangan tidak dapat mendegradasi lignin, sehingga dalam fermentasi pakan C selain menggunakan Trichoderma viridae digunakan pula kapang Phanerochaete chrysosporium yang dapat mendegradasi lignin dan senyawa turunannya secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraseluler yang berupa lignin peroksidase (LIP) dan mangan peroksidase (MnP) yang sama efektifitasnya dengan H2O2 (Vallin et al. 1992 dalam Hidayat 1994). Sehingga memudahkan ikan untuk mencerna dan menyerap nutrien yang terdapat pada pakan termasuk protein.

Proses fermentasi mampu memberikan pengaruh yang baik seperti memperbaiki kualitas bahan dan menurunkan serat kasar, sehingga mudah dicerna oleh ikan. Dengan demikian ikan yang diberi pakan C mampu untuk mencerna nutrien yang terdapat dalam pakan yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai energi tubuh. Menurut Oboh (2006) fermentasi dapat meningkatkan kandungan nutrisi suatu bahan, meningkatkan kualitas protein dan kecernaan serat yaitu dengan menurunkan kandungan serat kasar yang menyebabkan pakan lebih mudah dicerna oleh ikan. Protein merupakan makromolekul pertama yang dilisis dan dicerna oleh ikan, kemudian diserap ke dalam usus dan didistribusikan melalui saluran darah (National Academy of Sciences 1983).

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan parameter kecernaan energi, bahan dan total yang diuji menggunakan perlakuan bahan pakan D memiliki nilai yang tertinggi dan memberikan respons berbeda nyata (P<0,05) pada bahan pakan jagung kontrol (A) dan bahan perlakuan yang lain (pakan B dan C). Bahan pakan D merupakan bahan jagung yang difermentasi menggunakan bakteri Bacillus megaterium. Nilai kecernaan pakan D memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan A yakni pada parameter nilai kecernaan energi


(14)

12 mencapai sebesar 72,98% pada pakan D sedangkan pakan A sebesar 69,23%, untuk nilai kecernaan bahan pakan D sebesar 86,49%, pakan A 62,82%, dan kecernaan total sebesar 67,16% sedangkan pakan A yaitu sebesar 60,06%. Selain itu, tingginya nilai kecernaan energi, bahan dan total terjadi karena pakan D juga dapat menurunkan serat kasar dari 5,32% menjadi 4,17% (Tabel 3). Kecernaan energi menyatakan seberapa besar energi pakan (karbohidrat, protein, lemak) yang dapat diserap ikan ke dalam tubuhnya (Silva 1989). Kecernaan bahan merupakan seberapa besar material yang dapat dicerna atau dimanfaatkan oleh ikan.

Penjelasan hasil di atas menunjukkan bahwa hal tersebut dikarenakan kandungan serat dan kabohidrat yang terdapat pada bahan pakan D dapat dihidrolisis oleh bakteri Bacillus megaterium sehingga menyebabkan pakan yang difermentasi dengan bakteri ini mudah dicerna oleh ikan nila. Sehingga hal tersebut mempengaruhi kenaikan nilai kecernaan bahan, kecernaan energi dan kecernaan total. Hal ini diperkuat menurut Halver (1989) semakin tinggi nilai kecernaan energi suatu pakan, maka jumlah energi yang tersimpan di dalam tubuh ikan ikut meningkat. Bakteri Bacillus megaterium ini diduga memiliki kemampuan menghidrolisis protein dan memiliki enzim yang mampu mencerna untuk pakan ikan tersebut. Hal ini diperkuat berdasarkan Martien et al. (1995) dalam Luders et al. (2010) Bacillus megaterium menghasilkan enzim ekstraseluler yang lengkap (protease, amilase, dan lipase) dapat menghidrolisis protein.

Pakan D memiliki kecernaan energinya lebih tinggi yaitu sebesar 72,98%, selain dari penjelasan di atas diguga adanya beberapa faktor yang mempengaruhi naiknya kecernaan energi. Hal ini diperkuat menurut Halver (1989) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kecernaan energi pada ikan diantaranya spesies, stadia, aktivitas, dan temperatur. Dengan demikian ikan yang diberi bahan pakan D mampu untuk mencerna nutrien yang terdapat dalam pakan yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai energi tubuh. Hal ini menunjukkan ikan nila mampu memanfaatkan karbohidrat dan lemak dengan baik sebagai sumber energi karena merupakan ikan yang termasuk cenderung hebivor yang dapat memakan biji-bijian seperti jagung. Menurut Pandian (1989), ikan herbivor dan ikan omnivor lebih mampu menyerap energi yang bukan berasal dari protein. Hal tersebut diperkuat menurut Silva et al. (2000) bahwa kemampuan


(15)

13 ikan dalam memanfaatkan komponen pakan selain protein memberikan andil yang cukup besar dalam kecernaan energi (protein sparing effect) dengan menggunakan lemak dan kabohidrat sebagai sumber energi. Selain itu, semakin efektif aktivitas enzim menghidrolisis fraksi serat, semakin banyak senyawa yang dapat dicerna, sehingga kandungan serat kasar turun.

Nilai kecernaan menyatakan banyaknya komposisi nutrien suatu bahan maupun energi yang dapat diserap dan digunakan oleh ikan (NRC 1993). Peningkatan nilai kecernaan pada bahan pakan dengan campuran 30% bahan fermentasi tidak hanya disebabkan penurunan serat kasar maupun peningkatan nilai protein, tetapi juga oleh adanya penurunan nilai zat anti-nutrisi pada bahan. Keberadaan zat anti-nutrisi dalam bahan nabati menjadi salah satu kendala pemanfaatan bahan nabati dalam komponen pakan. Beberapa zat anti-nutrisi yang terdapat dalam bahan nabati adalah HCN (asam sianida), fitat, tannin, dan asam siklopropenoat (Oboh 2006). Penurunan zat anti-nutrisi pada bahan akan mendukung kecernaan suatu bahan pakan.

Berdasarkan Tabel 5 Pakan B juga memiliki kecernaan protein, bahan, energi, bahan dan total lebih tinggi dibandingkan pakan kontrol. Hal ini disebabkan karena proses perendaman menggunakan larutan NaOH mampu menurunkan kadar serat kasar. Perendaman jagung menggunakan bahan larutan alkali (NaOH) menjadikannya mudah dicerna oleh ikan. Hal tersebut dikuatkan menurut Sjostrom (1993) NaOH terdapat indikasi adanya ikatan antara lignin dan selulosa yang dapat dipecah oleh alkali. Sedangkan kecernaan pakan kontrol jagung memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan pakan perlakuan, hal ini karena tidak ada mikroorganisme yang membantu dalam menghidrosisi selulosa yang terdapat pada jagung dan tidak mendegradasi anti-nutrisi yang dapat menghambat daya cerna ikan pada pakan tersebut.

Perbaikan kualitas bahan melalui fermentasi belum tentu memberikan pengaruh baik terhadap penerimaan pakan pada ikan. Berdasarkan Lampiran 10, tampak bahwa feed convertion ratio (FCR) pakan dengan campuran fermentasi lebih tinggi dibandingkan pakan jagung kontrol yaitu pada perlakuan C dengan FCR sebesar 1,88% dan pakan D sebesar 2,04%. Tingginya FCR diduga akibat tingginya palatabilitas ikan terhadap pakan. Fermentasi pada bahan menyebabkan


(16)

14 terjadinya perubahan aroma dan rasa (Balia 2004). Perubahan aroma dan rasa pada bahan baku tentunya akan berpengaruh pada pakan dengan campuran bahan tersebut terutama dalam hal aroma. Dengan penggunaan bahan fermentasi, aroma tepung ikan yang dominan di dalam pakan tertutupi oleh aroma bahan fermentasi (Endriani 2011).

Tingkat kelangsungan hidup ikan pada perlakuan pakan D memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan A, B, dan C yaitu pada ulangan pertama sebesar 90%, ulangan kedua 80%, dan ulangan ketiga sebesar 60% (Lampiran 8). Sedangkan untuk perlakuan pakan A, B dan C memiliki kelangsungan hidup yang lebih rendah dan untuk pertumbuhannya atau spesifik growth rate (SGR) semua pakan perlakuan maupun jagung kontrol memiliki nilai yang sangat rendah (lampiran 9). Hal ini disebabkan karena banyaknya ikan yang mati tidak disebabkan oleh pengaruh pakan, tetapi dikarenakan adanya faktor eksternal pada ikan yaitu ikan mengalami stress dan adanya ikan yang saling berkelahi satu dengan ikan yang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan diantaranya adalah keseimbangan antara rasio energi dan protein serta faktor internal dan eksternal (Tytler & Calow 1985 dalam Endriani 2011).


(17)

15

IV. KESIMPULAN

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa cara pengolahan bahan baku jagung yang terbaik adalah perlakuan bahan pakan D yaitu fermentasi yang menggunakan bakteri Bacillus megaterium. Nilai parameter kecernaan pakan perlakuan D yang tertinggi terdapat pada kecernaan energi sebesar 72,98%, kecernaan bahan sebesar 86,49% dan kecernaan total sebesar 67,16%.


(18)

EVALUASI KECERNAAN JAGUNG YANG DIOLAH SECARA

KIMIA DAN FERMENTASI SEBAGAI BAHAN PAKAN

IKAN NILA Oreochromis sp.

ZULHADIATI AGUSTINA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(19)

EVALUASI KECERNAAN JAGUNG YANG DIOLAH SECARA

KIMIA DAN FERMENTASI SEBAGAI BAHAN PAKAN

IKAN NILA Oreochromis sp.

ZULHADIATI AGUSTINA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(20)

Judul : Evaluasi Kecernaan Jagung yang Diolah Secara Kimia dan Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ikan Nila Oreochromis sp. Nama : Zulhadiati Agustina

NRP : C14070086 Departemen : Budidaya Perairan

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Nur Bambang PU., M.Si Dr. Ir. Zafril Imran A, M.Si NIP.19650814 199303 1 005 NIP.19490424 19702 1 001

Diketahui,

Kepala Departemen Budidaya Perairan

Dr. Odang Carman NIP. 19591222 198601 1 001


(21)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Evaluasi Kecernaan Jagung yang Diolah Secara Kimia dan Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ikan Nila Oreochromis sp.

Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

Zulhadiati Agustina C14070086


(22)

ABSTRAK

Zulhadiati Agustina. C14070086. Evaluasi kecernaan jagung yang diolah secara kimia dan fermentasi sebagai bahan pakan ikan nila Oreochromis sp. Dibimbing oleh Nur Bambang Priyo Utomo dan Zafril Imran Azwar

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara pengolahan bahan baku jagung yang terbaik dalam pakan untuk meningkatkan nilai kecernaan bagi ikan nila. Bahan yang digunakan untuk perlakuan bahan jagung adalah larutan NaOH dan bahan fermentasi (Tricoderma viride, Phanerochaete chrysosporium dan Bacillus megaterium). Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan yaitu bahan pakan kontrol jagung (pakan A), jagung hasil perendaman menggunakan larutan NaOH (pakan B), fermentasi menggunakan kapang Tricoderma viride dan Phanerochaete chrysosporium (pakan C), dan fermentasi menggunakan Bacillus megaterium (pakan D). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan SPSS 16.0 dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan pengaruh perlakuan terhadap masing-masing peubah yang diamati. Parameter yang diamati adalah kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan bahan, dan kecernaan total. Berdasarkan hasil parameter kecernaan, nilai kecernaan energi, kecernaan bahan, dan kecernaan total yang tertinggi dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap pakan jagung kontrol terdapat pada pakan D yaitu sebesar 72,98%, 77,95%, dan 67,16%. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa cara pengolahan bahan baku jagung yang terbaik adalah perlakuan D yaitu jagung yang difermentasi oleh bakteri Bacillus megaterium.

Kata kunci: Zat Anti nutrisi, Fermentasi, Kecernaan, Kapang, Bakteri

---

ABSTRACT

Zulhadiati Agustina. C14070086. Digestibility evaluation of chemical-treated and fermented corn as ingredients in tilapia feed. Advisory by Nur Bambang Priyo Utomo dan Zafril Imran Azwar.

This aims of this experiment were to find the best ways of processing corn to increase digestibility values of the feed for tilapia. Material used for chemical-treatment was NaOH solution, and for fermentation were Tricoderma viride, Phanerochaete chrysosporium and Bacillus megaterium. This study use Complete Randomized Design (CRD), consists of four treatments and three replicates. The treatments are : non-treated corn as control (feed A), chemical-treated corn soaked in NaOH (feed B), fermented corn with fungi Tricoderma viride and Phanerochaete chrysosporium (feed C), and fermented corn with bacteria Bacillus megaterium (feed D). The data were analyzed using SPSS 16.0, ANOVA with


(23)

95% confidence level and Duncan's test to determine the effect of different treatment in each variable. Parameters observed were protein digestibility, energy digestibility, raw material digestibility, and total digesbility. Based on the parameters of energy digestibility, ingredient digestibility, and total digestibility feed D shown to have the highest value of those parameters (72,98%, 77,95%, and 67,16%, respectively) and significantly different (P <0.05) compared to control feed (feed A). The results of this study shows that the best way of processing corn to increase its values in tilapia feed is by fermentation using bacteria Bacillus megaterium.


(24)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penulisan ini yang berjudul " Evaluasi Kecernaan Jagung yang Diolah Secara Kimia dan Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ikan Nila Oreochromis sp." yang dilaksanakan bulan Mei-Juli 2011 di Balai Riset Budidaya Air Tawar, Sempur Bogor dan di Laboratorium Nutrisi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dr. Nur Bambang PU., M.Si dan Dr. Zafril Imran, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas saran, bimbingan, nasihat serta dukungannya. Bapak Dr. Odang Carman selaku ketua Departemen Budidaya Perairan. Kepala dan staf Balai Riset Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor atas bimbingan, dukungan dan bantuanya dalam melaksanakan penelitian. Orang tua kami, atas dukungan dan doanya. Seluruh dosen dan staf Departemen Budidaya Perairan, atas bimbingan, dukungan dan bantuannya. Rekan-rekan mahasiswa BDP 44 khususnya kepada (Feri Kurniawati, Rahma Vida, Novi Ariyati, dan teman-teman laboratorium nutrisi), sahabat saya Risa Asriyani dan teman-teman Pondok Pesantren Al-Iffah, serta semua pihak yang telah ikut membantu. Saran serta masukan yang membangun sangat penyusun harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, penyusun berharap semoga Penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta mendapat ridho Allah SWT. Amin.

Bogor, Januari 2012


(25)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Agustus 1988 dari pasangan Bapak Kosasih Ibik dan Ibu Enong Komariah. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal ditempuh di Taman Kanak-Kanak Mekar (1995), SDN 1 Gunung Batu 1 (2001), SLTPN 9 Bogor (2004) dan MAN 2 Bogor (2007). Pada tahun 2007. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Institut Pertanian Bogor dam memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan magang ikan di Loka Riset Budidaya Air Tawar Depok (2007), Balai Riset Budidaya Air Tawar Sempur Bogor (2008), praktek lapang pembesaran Kerapu Bebek di Balai Budaya Air Payau Situbondo (2010). Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ikan (2010/2011) dan Teknologi Pembuatan Pakan Ikan (2011/2012). Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2008/2009, Anggota Divisi Cantik Muslimah (CM) periode 2008/2009 dan Koordinator Wanita Divisi Coorporation Lembaga Dakwah Fakultas Forum Keluarga Muslim FPIK (LDF FKM-C) periode 2009/2010. Selain itu penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan kepanitiaan dan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa yang berjudul Perbaikan Kualitas Daging Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Melalui Manipulasi Media Pemeliharaan (2009), Penggunaan Pelet Herbal Untuk Memacu Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila Oreochromis niloticus (2010), Fermentasi : Teknologi Sederhana Pengolahan Bahan (2011), Pengaruh feeding rate dan feeding frequency Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Oreochromis niloticus yang diberi Pakan Berbasis Silase Baku Lokal Dalam Pembuatan Pakan Ikan (2011). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul

”Evaluasi kecernaan jagung yang diolah secara kimia dan fermentasi sebagai bahan pakan ikan nila Oreochromis sp”.


(26)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE ... 3 2.1 Prosedur Penelitian ... 3 2.2 Tahap Persiapan... 3 2.2.1 Uji Bahan ... 3 2.2.1.1 Perlakuan secara kimia ... 3 2.2.1.2 Perlakuan secara biologis ... 4 2.2.1.2.2 Fermentasi Jagung dengan korposium Kapang

Trichoderma viride dan Penerocyte ... 4 2.2.1.2.3 Fermentasi Jagung dengan Bakteri Bacillus megaterium 4 2.3 Pakan Uji ... 4 2.4 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ... 5 2.5 Analisis Kecernaan ... 5 2.6 Analisis Proksimat ... 6 2.7 Analisis Statistik ... 7 2.8 Parameter yang diukur ... 7 2.8.1 Kecernaan Protein dan Kecernaan Total ... 7 2.8.2 Kecernaan Energi ... 7 2.8.3 Kecernaan Bahan ... 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9 3.1 Hasil ... 9 3.2 Pembahasan ... 9

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 15

DAFTAR PUSTAKA... 16


(27)

ii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi kimia jagung berdasarkan bobot kering ... 5 2. Komposisi pakan acuan dan pakan uji kecernaan (%) ... 5 3. Hasil analisis proksimat bahan dalam bobot kering ... 6 4. Hasil analisa proksimat pakan dalam bobot kering ... 6 5. Hasil parameter kecernaan. ... 9 6. Data kecernaan protein ... 26 7. Kecernaan protein ... 27 8. Data kecernaan energi ... 28 9. Kecernaan energi ... 29 10. Data kecernaan bahan. ... 30 11. Kecernaan bahan ... 31 12. Data kecernaan total ... 32 13. Kecernaan total... 33


(28)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Grafik kecernaan protein ... 27 2. Grafik kecernaan energi ... 29 3. Grafik kecernaan bahan... 31 4. Grafik kecernaan total ... 33 5. Skema tata letak akuarium perlakuan pada ikan nila ... 35


(29)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jadwal kegiatan ... 19 2. Analisis proksimat ... 20 3. Proses fermentasi jagung... 24 4. Hasil statistik kecernaan protein ... 26 5. Hasil statistik kecernaan energi ... 28 6. Hasil statistik kecernaan bahan. ... 30 7. Hasil statistik kecernaan total ... 32 8. Derajat kelangsungan hidup ... 34 9. Spesifik growth rate (SGR) ... 34 10. Feed convertion ratio (FCR) ... 34


(30)

1

I. PENDAHULUAN

Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan ikan omnivor yang cenderung herbivor sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang menggunakan berbagai sumber bahan nabati (El-Sayed dan Fattah 1999). Menurut Furuichi (1988), kebutuhan karbohidrat untuk ikan omnivora sekitar 30-40%. Dewasa ini permintaan terhadap produk perikanan budidaya guna memenuhi gizi masyarakat semakin meningkat. Konsumsi ikan penduduk Indonesia pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 30,470 kg/kapita/tahun (Data Statistik Kelautan dan Perikanan 2011). Kenaikan ini berpengaruh sangat besar terhadap kenaikan produksi ikan. Meningkatnya produksi ikan terutama ikan budidaya maka secara otomatis akan terjadi kenaikan permintaan pakan. Namun, permintaan pakan yang cenderung semakin tinggi sejalan dengan makin intensifnya kegiatan budidaya, ternyata tidak diikuti dengan meningkatnya penyediaan bahan baku (Hadadi et al. 2007).

Perkembangan pakan ikan komersial umumnya masih bertumpu pada tepung ikan sebagai sumber protein utama. Penurunan produksi tepung ikan dan meningkatnya permintaan tepung ikan menyebabkan terjadinya peningkatan harga tepung ikan secara signifikasi, sehingga perlu dicari alternatif penyediaan bahan baku selain tepung ikan. Penggantian tepung ikan dengan sumber protein nabati sudah berhasil dilakukan diantaranya tepung bungkil kedelai (Suprayudi et al. 1999 dalam Widyanti 2009). Walaupun tepung kedelai mampu mengganti sebagian tepung ikan, ketersediaan tepung kedelai masih bergantung dari impor. Khususnya untuk di Indonesia, hampir sebagian besar bahan baku pakan berasal dari impor, yaitu sebesar 70-80% (Hadadi et al. 2007). Volume impor tepung kedelai dari Januari-Oktober 2010 mencapai 538.240 ton, naik sebesar 58% dan harga mencapai Rp 6.500,00 per kg (Anonim 2011). Harga pakan ikan berkisar antara Rp 275.500 hingga Rp 285.500 persak (50 kg) kini menjadi Rp 302.000 per 50 kg (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010). Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010), menyatakan bahwa jumlah komponen tepung ikan dalam pembuatan pakan ikan sangat besar.


(31)

2 Menurut Suprayudi (2010), syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan baku adalah mengandung nutrien yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, diutamakan dari sumber nabati, tidak berkompetisi dengan manusia, berbasis limbah, jumlah melimpah, dan tidak mengandung hazard material. Jagung yang digunakan sebagai pakan ikan berupa jagung ternak, sehingga tidak bersaing dengan manusia. Menurut Moentono et al. (1994) dalam Rawiniwati (1998) jagung mengandung karbohidrat sekitar 71%–73% yang terutama terdiri dari pati, sebagian kecil gula, serat, serta mengandung 10% protein. Masalah utama yang dihadapi pada komoditas jagung sebagai bahan baku pakan ikan terletak pada kecernaan bahan, adanya kandungan zat anti-nutrisi dan komposisi asam amino yang berbeda dengan bahan baku protein hewani serta gula sebagai sumber energi (Hertrampf dan Pascual 2000).

Tingkat kecernaan bahan dan keberadaan zat anti-nutrisi menjadi faktor pembatas pemanfaatan produk agroindustri, sehingga diperlukan teknologi pengolahan menggunakan bahan kimia dan biologi secara fermentasi. Fermentasi merupakan kegiatan pengolahan bahan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses (Fardiaz 1988). Berdasarkan hal itu, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui proses fermentasi tepung jagung dengan kapang gabungan berupa kapang Trichoderma viridae kapang Phanerochaete chrysosporium, bakteri Bacillus megaterium dan perendaman secara kimia menggunakan larutan NaOH.

Dengan demikian, penelitian mengenai evaluasi kecernaan jagung yang diolah secara kimia dan fermentasi sebagai bahan pakan ikan nila ini bertujuan untuk mendapatkan cara pengolahan bahan baku jagung yang terbaik dalam pakan untuk meningkatkan nilai kecernaan ikan nila.


(32)

3

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Prosedur Penelitian

Kegiatan ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengujian. Tahap persiapan, meliputi fermentasi jagung, analisa proksimat bahan, membuat formulasi pakan, pembuatan pakan dan pengeringan pakan selama satu hari dan analisa proksimat pakan. Tahap pengujian yaitu menganalisa kecernaan dan proksimat feses.

2.2 Tahap Persiapan

Jagung difermentasikan menggunakan kapang Trichoderma viride, Phanerochaete chrysosporium dan bakteri Bacillus megaterium yang telah tersedia di Laboratorium Nutrisi Balai Riset Budidaya Air Tawar (BRBAT) Sempur, Bogor. Semua bahan masing-masing perlakuan tersebut dicampurkan dengan kapang dan bakteri tersebut secara merata sebelum difermentasikan. Metode selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

2.2.1 Uji bahan

Bahan baku jagung yang dibuat pakan uji diberi perlakuan menggunakan bahan kimia dan biologis.

2.2.1.1 Pengolahan secara kimia

Jagung yang telah dibersihkan dan kering ditimbang sebanyak 5 kg. Jagung tersebut dimasukkan ke dalam baskom dan diberi larutan NaOH 3% (berdasarkan penelitian sebelumnya) hingga jagung tersebut terendam. Perlakuan jagung yang direndam menggunakan NaOH 3% dilakukan selama tiga hari dan diaduk setiap harinya, setelah itu dicuci bersih hingga pHnya netral atau hingga tidak tercium bau NaOH lagi. Jagung dengan pH yang telah netral dijemur hingga kering. Tahap selanjutnya jagung digiling hingga berbentuk tepung. Tepung jagung yang telah jadi sebagian dianalisis proksimat untuk mengetahui kadar nutrien dalam bahan tersebut dan sebagian lagi dibuat pakan sebanyak 300 gram.


(33)

4

2.2.1.2 Pengolahan secara biologis

2.2.1.2.2 Fermentasi Jagung dengan Konsorsium Kapang T. viridae dan Phanerochaete chrysosporium

Jagung yang telah bersih dan kering dilakukan penepungan. Sebanyak 1 kg tepung jagung ditambahkan air 60% atau sekitar 600 ml. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam plastik dan diberi lubang untuk mempercepat proses pengukusan, kemudian bahan tersebut dikukus selama 30 menit. Setelah 30 menit adonan diangkat dan dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin, jagung tersebut dimasukkan ke dalam wadah dan diberi inokulan konsorsium kapang Trichoderma viridae dan Phanerochaete chrysosporium sebanyak 10% berdasarkan dari penelitian sebelumnya berdasarkan penelitian sebelumnya. Tepung jagung dan kapang yang telah tercampur merata dibungkus dalam plastik dan diberi lubang untuk mempercepat proses fermentasi. Proses fermentasi menggunakan kapang ini diinkubasi selama 1 minggu. Hasil fermentasi tersebut dianalisis proksimat dan dibuat pakan sebanyak 300 gram.

2.2.1.2.3 Fermentasi Jagung dengan Bakteri Bacillus megaterium

Sebanyak 1 kg jagung ditambahkan air 60% atau sekitar 600 ml. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam plastik yang diberi lubang untuk mempercepat proses pengukusan, kemudian dikukus selama 30 menit. Setelah 30 menit adonan diangkat dan dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin, jagung tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik dan diberi inokulan Bacillus megaterium sebanyak 15% berdasarkan trial eror. Tepung jagung dan kapang yang telah tercampur merata ditutup dengan plastik dan diberi lubang untuk mempercepat proses fermentasi. Proses fermentasi menggunakan bakteri ini diinkubasi selama 5 hari. Setiap hari selama masa fermentasi adonan diaduk hingga merata. Hasil fermentasi tersebut dianalisa proksimat dan dibuat pakan sebanyak 300 gram.

2.3 Pakan Uji

Jagung yang akan dijadikan sebagai pakan uji diberi beberapa perlakuan. Perlakuan yang digunakan yaitu fermentasi dengan menggunakan kapang Trichoderma viridae dan Penerocyte, fermentasi dengan bakteri Bacillus megaterium serta perendaman jagung dengan NaOH. Jagung yang digunakan


(34)

5 penelitian ini berupa jagung ternak dan berupa jagung pipilan yang secara keseluruhan dibuat tepung. Struktur pipilan dan komposisi kimia jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia jagung berdasarkan bobot kering

Komponen Biji utuh Endosperma Lembaga Kulit ari Tip cap

Protein (%) 3,7 8,0 18,4 3,7 9,1

Lemak (%) 1,0 0,8 33,2 1,0 3,8

Serat kasar (%) 86,7 2,7 8,8 86,7 -

Abu (%) 0,8 0,3 10,5 0,8 1,6

Pati (%) 71,3 87,6 8,3 7,3 5,3

Gula (%) 0,34 0,62 10,8 0,34 1,6

Sumber : Inglett (1987) dalam Suarni dan Widowati (2005)

Tabel 2. Komposisi pakan acuan dan pakan uji kecernaan (%)

Komposisi pakan jagung kontrol (%) pakan uji jagung NaOH (%)

Pakan uji jagung fermentasi kapang

(%)

pakan uji jagung fermentasi bakteri

(%)

Pakan komersil 68 68 68 68

Bahan uji 30 30 30 30

Binder (cmc) 1,5 1,5 1,5 1,5

Cr2o3 0,5 0,5 0,5 0,5

Total 100 100 100 100

2.4 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan nila dengan ukuran 17,15±0,03 gram. Ikan ditimbang dan dimasukan ke dalam akuarium sebanyak 10 ekor per akuarium. Sebelum diberi perlakuan, ikan uji diadaptasikan terhadap wadah pemeliharaan selama 7 hari dan diberi pakan menggunakan pakan jagung kontrol agar ikan dapat beradaptasi dengan pakan yang akan diberikan. Tahap pemeliharaan ikan yang dilakukan dengan cara pemberian pakan secara at satiation dua kali sehari yakni pada jam 09.00dan 15.00 WIB. Wadah yang digunakan adalah akuarium berjumlah 15 buah yang berukuran 60 x 60 x 60 cm. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 25 hari dalam akuarium dengan menggunakan sistem resirkulasi dan diaerasi selama 24 jam serta menggunakan pemanas air untuk menjaga kestabilan suhu pada kisaran 28-29°C.

2.5 Analisis Kecernaan

Pengukuran kecernaan dilakukan pada akhir penelitian. Penyesuaian ikan terhadap pakan yang uji dilakukan selama satu minggu. Setelah penyesuaian


(35)

6 pakan diberikan setiap hari sebanyak dua kali sehari, mulai dilakukan pengumpulan feses. Cara pengambilan feses dengan menggunakan selang sipon dan saringan yang halus untuk menampung feses. Kemudian feses yang telah diambil dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam cawan petri lalu disimpan dalam oven hingga feses kering. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian kandungan kromium menggunakan spektofotometer yang memiliki panjang gelombang 350 nm dan uji kecernaan menggunakan Bomb calorimeter yang dilakukan di laboratorium Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

2.6 Analisis Proksimat

Analisis proksimat ini dilakukan menurut prosedur Takeuchi (1988). Metode atau prosedur analisis proksimat (analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar serat kasar, dan uji kecernaan) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis proksimat bahan dan pakan dalam bobot kering dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Hasil analisis proksimat bahan dalam bobot kering

Keterangan: BETN =Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen *GE =Gross Energy

1 gram protein = 5,6 kkalGE

1 gram karbohidrat/BETN = 4,1 kkalGE

1 gram lemak = 9,4 kkalGE(Watanabe,1988) protein **C = energi;P = protein

Tabel 4. Hasil analisa proksimat pakan dalam bobot kering

BETN =Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen *GE =Gross Energy

1 gram protein = 5,6 kkalGE

1 gram karbohidrat/BETN = 4,1 kkalGE

1 gram lemak = 9,4 kkalGE(Watanabe,1988) protein **C = energi;P = protein

Bahan Protein (%) Lemak (%) Kadar abu (%) Serat kasar (%) BETN (%) GE*

(kkal/100g) C/P Jagung kontrol 7,25 3,60 2,05 5,32 81,78 409,74 56,52 Jagung+NaOH 10,98 2,81 2,97 4,39 78,85 411,19 37,45 Jagung+Kapang 9,59 4,53 4,73 4,59 76,56 410,31 42,78 Jagung+Bakteri 9,51 3,47 2,37 4,17 80,48 415,84 43,73

Bahan Protein (%) Lemak (%) Kadar abu (%) Serat kasar (%) BETN (%) GE*

(kkal/100g) C/P Kontrol jagung + Cr 20,83 4,98 8,96 4,20 61,03 413,68 19,86 Jagung NaOH + Cr 21,73 5,67 9,25 4,39 58,96 416,72 19,18 Jagung Kapang + Cr 22,90 6,50 9,90 5,03 55,67 417,59 18,24 Jagung Bakteri + Cr 22,15 5,43 9,27 4,17 58,98 416,90 18,82


(36)

7

2.7 Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan SPSS 16.0 dan dilanjutkan dengan uji Ducan untuk melihat perbedaan pengaruh perlakuan terhadap masing-masing peubah yang diamati (Steel dan Torrie 1984), serta dibahas secara deskripsi eksploratif. Parameter yang diuji antara lain kecernaan protein, kecernaan total, kecernaan bahan, kecernaan energi, dan energi tercerna.

2.8 Parameter yang diukur

2.8.1 Kecernaan Protein dan Kecernaan Total (Takeuchi 1988)

Kecernaan protein dan kecernaan total pakan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

a = % Cr2O3 dalam pakan a’= % Cr2O3 dalam feses b = % protein dalam pakan b’= % protein dalam feses

2.8.2 Kecernaan Energi (Takeuchi 1988)

Kecernaan energi pakan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Kecernaan energi = [Energi tercerna/Energi pakan] x 100%

Energi tercerna = EP-[Ef x n/n’] Keterangan :

Ep = Energi pakan (kkal/100 g pakan) Ef = Energi feses (kkal/100 g pakan) n = mg Cr2O3/ g pakan


(37)

8

2.8.3 Kecernaan Bahan

Nilai kecernaan bahan uji yang digunakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Watanabe (1988).

Keterangan :

ADT = nilai kecernaan pakan uji AD = nilai kecernaan pakan acuan


(38)

9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Kecernaan merupakan kemampuan suatu organisme untuk mencerna pakan, sehingga organisme tersebut mampu mengabsorbsi atau menyerap nutrien dari pakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Hasil parameter kecernaan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai kecernaan protein, energi, bahan, dan total

Parameter Kecernaan Perlakuan

A B C D

Protein (%) 64,34±2,24b 72,50±1,82a 74,19±1,37a 72,54±1,88a

Energi (%) 69,23±0,92b 66,93±2,87b 72,86±1,55a 72,98±1,22a

Bahan (%) 62,82±7,46b 64,96±13,38b 77,95±11,61ab 86,49±4,43a

Total (%) 60,06±2,24ab 60,70±4,01b 64,60±3,48a 67,16±1,33a Keterangan :1) Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama, menunjukkan bahwa

perlakuan tersebut memberikan respons yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Data menunjukan rata-rata ± SD.

2) A (Kontrol jagung), B (Jagung+NaOH),C (Jagung+Kapang), D (Jagung+Bakteri).

Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diuji memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap parameter. Sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan untuk mengetahui perlakuan yang memberikan respons yang berbeda terhadap masing-masing parameter. Kecernaan protein bahan pakan C (jagung+kapang) menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan bahan pakan lainnya yaitu sebesar 74,19%. Nilai kecernaan energi yang tertinggi terdapat pada bahan pakan D (jagung+bakteri) dengan hasil 72,98%. Nilai kecernaan bahan yang tertinggi dan memberikan respons yang berbeda nyata (P<0,05) pada pakan jagung kontrol terdapat pada bahan pakan D (jagung+bakteri) dengan hasil 86,49%. Nilai kecernaan total pada bahan pakan D (jagung+bakteri) juga lebih tinggi dan memberikan respons yang berbeda nyata (P<0,05) pada pakan jagung kontrol dibandingkan bahan pakan lain yaitu sebesar 67,16%.

3.2 Pembahasan

Protein adalah kumpulan asam amino yang membentuk rantai dengan ikatan peptida (NRC 1993). Protein merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan oleh tubuh ikan. Sumber protein dapat berupa sumber protein hewani


(39)

10 dan protein nabati. Salah satu sumber protein nabati yang dapat dipakai dalam pakan selain tepung bungkil kedelai adalah tepung jagung. Jagung mengandung nutrien berupa karbohidrat sebanyak 71%–73% yang sebagian besar terdiri dari pati, serta mengandung 10% protein (Moentono et al. 1994 dalam Rawiniwati 1998).

Menurut Hertrampf dan Pascual (2000) kelemahan bahan baku pakan yang berasal dari bahan nabati yaitu adanya zat anti-nutrisi, kecernaan bahan rendah dan serat kasar yang tinggi yang dapat mempengaruhi kecernaan pakan. Selain itu, Halver (1989) juga menyatakan bahwa ikan lebih memanfaatkan protein dan lemak sebagai sumber energi dibandingkan karbohidrat yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat. Untuk mengatasi kendala ini maka perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut, salah satunya adalah melalui proses fermentasi dan perendaman menggunakan larutan kimia. Fermentasi merupakan kegiatan pengolahan bahan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses (Fardiaz 1988).

Kecernaan adalah bagian pakan yang dikonsumsi dan tidak dikeluarkan menjadi feses (Maynard et al. 1979 dalam Indariyanti 2011). Proses pencernaan makanan yang tadinya merupakan senyawa kompleks akan dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah diserap melalui dinding usus dan disebarkan ke seluruh tubuh melalui sisitem peredaran darah (Indariyanti 2011). Berdasarkan Tabel 5 Pakan B, C dan D memiliki pengaruh yang sama (P<0.05) terhadap kecernaan protein, namun pakan perlakuan ini berbeda nyata dengan pakan kontrol yaitu bahan pakan jagung (pakan A). Kecernaan protein perlakuan bahan pakan C memiliki nilai yang lebih tinggi dengan presentase yaitu sebesar 74,19% dibandingkan dengan pakan A yaitu sebesar 64,34%. Perlakuan pakan C juga selain dapat meningkatkan nilai protein dapat menurunkan serat kasar bahan dari 5,32% menjadi 4,59% (Tabel 3). Bahan pakan C memiliki presentase kecernaan proteinnya lebih tinggi, hal ini diduga bahwa kapang yang digunakan memiliki kandungan enzim yang dapat menaikkan nilai protein pada bahan jagung dan biomassa kapang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bakteri. Hal tersebut diperkuat menurut Ugwuanyi et al. (2009) dalam Endriani (2011) penggunaan mikroorganisme dalam kegiatan fermentasi menyebabkan


(40)

11 peningkatan protein, adanya produksi enzim, dan pengurangan zat racun yang dikandung oleh suatu bahan. Kapang yang digunakan dalam bahan pakan C berupa kapang konsorsium yaitu Trichoderma viridae dan Phanerochaete chrysosporium. Menurut Poesponegoro (1976) dalam Niken (2011) Trichoderma viridae mempunyai kemampuan meningkatkan protein bahan pakan dan pada bahan berselulosa dapat merangsang dikeluarkannya enzim selulase.

Kapang Trichoderma viridae yang digunakan pada pakan C memiliki kekurangan tidak dapat mendegradasi lignin, sehingga dalam fermentasi pakan C selain menggunakan Trichoderma viridae digunakan pula kapang Phanerochaete chrysosporium yang dapat mendegradasi lignin dan senyawa turunannya secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraseluler yang berupa lignin peroksidase (LIP) dan mangan peroksidase (MnP) yang sama efektifitasnya dengan H2O2 (Vallin et al. 1992 dalam Hidayat 1994). Sehingga memudahkan ikan untuk mencerna dan menyerap nutrien yang terdapat pada pakan termasuk protein.

Proses fermentasi mampu memberikan pengaruh yang baik seperti memperbaiki kualitas bahan dan menurunkan serat kasar, sehingga mudah dicerna oleh ikan. Dengan demikian ikan yang diberi pakan C mampu untuk mencerna nutrien yang terdapat dalam pakan yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai energi tubuh. Menurut Oboh (2006) fermentasi dapat meningkatkan kandungan nutrisi suatu bahan, meningkatkan kualitas protein dan kecernaan serat yaitu dengan menurunkan kandungan serat kasar yang menyebabkan pakan lebih mudah dicerna oleh ikan. Protein merupakan makromolekul pertama yang dilisis dan dicerna oleh ikan, kemudian diserap ke dalam usus dan didistribusikan melalui saluran darah (National Academy of Sciences 1983).

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan parameter kecernaan energi, bahan dan total yang diuji menggunakan perlakuan bahan pakan D memiliki nilai yang tertinggi dan memberikan respons berbeda nyata (P<0,05) pada bahan pakan jagung kontrol (A) dan bahan perlakuan yang lain (pakan B dan C). Bahan pakan D merupakan bahan jagung yang difermentasi menggunakan bakteri Bacillus megaterium. Nilai kecernaan pakan D memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan A yakni pada parameter nilai kecernaan energi


(41)

12 mencapai sebesar 72,98% pada pakan D sedangkan pakan A sebesar 69,23%, untuk nilai kecernaan bahan pakan D sebesar 86,49%, pakan A 62,82%, dan kecernaan total sebesar 67,16% sedangkan pakan A yaitu sebesar 60,06%. Selain itu, tingginya nilai kecernaan energi, bahan dan total terjadi karena pakan D juga dapat menurunkan serat kasar dari 5,32% menjadi 4,17% (Tabel 3). Kecernaan energi menyatakan seberapa besar energi pakan (karbohidrat, protein, lemak) yang dapat diserap ikan ke dalam tubuhnya (Silva 1989). Kecernaan bahan merupakan seberapa besar material yang dapat dicerna atau dimanfaatkan oleh ikan.

Penjelasan hasil di atas menunjukkan bahwa hal tersebut dikarenakan kandungan serat dan kabohidrat yang terdapat pada bahan pakan D dapat dihidrolisis oleh bakteri Bacillus megaterium sehingga menyebabkan pakan yang difermentasi dengan bakteri ini mudah dicerna oleh ikan nila. Sehingga hal tersebut mempengaruhi kenaikan nilai kecernaan bahan, kecernaan energi dan kecernaan total. Hal ini diperkuat menurut Halver (1989) semakin tinggi nilai kecernaan energi suatu pakan, maka jumlah energi yang tersimpan di dalam tubuh ikan ikut meningkat. Bakteri Bacillus megaterium ini diduga memiliki kemampuan menghidrolisis protein dan memiliki enzim yang mampu mencerna untuk pakan ikan tersebut. Hal ini diperkuat berdasarkan Martien et al. (1995) dalam Luders et al. (2010) Bacillus megaterium menghasilkan enzim ekstraseluler yang lengkap (protease, amilase, dan lipase) dapat menghidrolisis protein.

Pakan D memiliki kecernaan energinya lebih tinggi yaitu sebesar 72,98%, selain dari penjelasan di atas diguga adanya beberapa faktor yang mempengaruhi naiknya kecernaan energi. Hal ini diperkuat menurut Halver (1989) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kecernaan energi pada ikan diantaranya spesies, stadia, aktivitas, dan temperatur. Dengan demikian ikan yang diberi bahan pakan D mampu untuk mencerna nutrien yang terdapat dalam pakan yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai energi tubuh. Hal ini menunjukkan ikan nila mampu memanfaatkan karbohidrat dan lemak dengan baik sebagai sumber energi karena merupakan ikan yang termasuk cenderung hebivor yang dapat memakan biji-bijian seperti jagung. Menurut Pandian (1989), ikan herbivor dan ikan omnivor lebih mampu menyerap energi yang bukan berasal dari protein. Hal tersebut diperkuat menurut Silva et al. (2000) bahwa kemampuan


(42)

13 ikan dalam memanfaatkan komponen pakan selain protein memberikan andil yang cukup besar dalam kecernaan energi (protein sparing effect) dengan menggunakan lemak dan kabohidrat sebagai sumber energi. Selain itu, semakin efektif aktivitas enzim menghidrolisis fraksi serat, semakin banyak senyawa yang dapat dicerna, sehingga kandungan serat kasar turun.

Nilai kecernaan menyatakan banyaknya komposisi nutrien suatu bahan maupun energi yang dapat diserap dan digunakan oleh ikan (NRC 1993). Peningkatan nilai kecernaan pada bahan pakan dengan campuran 30% bahan fermentasi tidak hanya disebabkan penurunan serat kasar maupun peningkatan nilai protein, tetapi juga oleh adanya penurunan nilai zat anti-nutrisi pada bahan. Keberadaan zat anti-nutrisi dalam bahan nabati menjadi salah satu kendala pemanfaatan bahan nabati dalam komponen pakan. Beberapa zat anti-nutrisi yang terdapat dalam bahan nabati adalah HCN (asam sianida), fitat, tannin, dan asam siklopropenoat (Oboh 2006). Penurunan zat anti-nutrisi pada bahan akan mendukung kecernaan suatu bahan pakan.

Berdasarkan Tabel 5 Pakan B juga memiliki kecernaan protein, bahan, energi, bahan dan total lebih tinggi dibandingkan pakan kontrol. Hal ini disebabkan karena proses perendaman menggunakan larutan NaOH mampu menurunkan kadar serat kasar. Perendaman jagung menggunakan bahan larutan alkali (NaOH) menjadikannya mudah dicerna oleh ikan. Hal tersebut dikuatkan menurut Sjostrom (1993) NaOH terdapat indikasi adanya ikatan antara lignin dan selulosa yang dapat dipecah oleh alkali. Sedangkan kecernaan pakan kontrol jagung memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan pakan perlakuan, hal ini karena tidak ada mikroorganisme yang membantu dalam menghidrosisi selulosa yang terdapat pada jagung dan tidak mendegradasi anti-nutrisi yang dapat menghambat daya cerna ikan pada pakan tersebut.

Perbaikan kualitas bahan melalui fermentasi belum tentu memberikan pengaruh baik terhadap penerimaan pakan pada ikan. Berdasarkan Lampiran 10, tampak bahwa feed convertion ratio (FCR) pakan dengan campuran fermentasi lebih tinggi dibandingkan pakan jagung kontrol yaitu pada perlakuan C dengan FCR sebesar 1,88% dan pakan D sebesar 2,04%. Tingginya FCR diduga akibat tingginya palatabilitas ikan terhadap pakan. Fermentasi pada bahan menyebabkan


(43)

14 terjadinya perubahan aroma dan rasa (Balia 2004). Perubahan aroma dan rasa pada bahan baku tentunya akan berpengaruh pada pakan dengan campuran bahan tersebut terutama dalam hal aroma. Dengan penggunaan bahan fermentasi, aroma tepung ikan yang dominan di dalam pakan tertutupi oleh aroma bahan fermentasi (Endriani 2011).

Tingkat kelangsungan hidup ikan pada perlakuan pakan D memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan A, B, dan C yaitu pada ulangan pertama sebesar 90%, ulangan kedua 80%, dan ulangan ketiga sebesar 60% (Lampiran 8). Sedangkan untuk perlakuan pakan A, B dan C memiliki kelangsungan hidup yang lebih rendah dan untuk pertumbuhannya atau spesifik growth rate (SGR) semua pakan perlakuan maupun jagung kontrol memiliki nilai yang sangat rendah (lampiran 9). Hal ini disebabkan karena banyaknya ikan yang mati tidak disebabkan oleh pengaruh pakan, tetapi dikarenakan adanya faktor eksternal pada ikan yaitu ikan mengalami stress dan adanya ikan yang saling berkelahi satu dengan ikan yang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan diantaranya adalah keseimbangan antara rasio energi dan protein serta faktor internal dan eksternal (Tytler & Calow 1985 dalam Endriani 2011).


(44)

15

IV. KESIMPULAN

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa cara pengolahan bahan baku jagung yang terbaik adalah perlakuan bahan pakan D yaitu fermentasi yang menggunakan bakteri Bacillus megaterium. Nilai parameter kecernaan pakan perlakuan D yang tertinggi terdapat pada kecernaan energi sebesar 72,98%, kecernaan bahan sebesar 86,49% dan kecernaan total sebesar 67,16%.


(45)

16

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Kedelai Mahal, Disperindag Jawa Timur Rapatkan Barisan.

http://www.kabarbisnis.com [ 27 Desember 2011].

Arifin, Z. 1996. Optimasi Aktivitas Protease Bacillus megaterium dan Micrococcus luteus Hasil Isolasi dari Teripang (Holothuria sp.) dan Cumi-Cumi (Loligo sp). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal 8

Balia R. L. 2004. Potensi dan prospek yeast (khamir) dalam meningkatkan diversifikasi pangan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Mutu Pangan. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran. Bandung. p. 10-22.

Data Statistik Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik Konsumsi Ikan.

http://statistik.kkp.go.id/Statistik Konsumsi Ikan [15 November 2011].

Endriani, G. 2011. Evaluasi Kualitas dan Kecernaan Biji Karet Havea brasiliensis, Biji Kapuk Gossypum hirsitum, Kulit Singkong Manihot utilissima, Palm Kernel Meal Elaeisguineensis, Kopra Cocos nucifera Tanpa dan Dengan Fermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae pada Juvenil Ikan Mas Cyprinus carpio. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 15-18

El Sayed M, Fattah MA. 1999. Alternative dietary protein source for farmed tilapia Oreochromis sp. Aquaculture 179: 149-106.

Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. p. 1. Hal 1

Furuichi, M. 1988. Dietary Requirement, p 8-78. In Watanabe, T. (ed). Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Biosince. Tokyo University of Fisheries. JICA. 233pp.

Hadadi A, Herry, Setyorini, A. Surahman, E. Ridwan. 2007. Pemanfaatan Limbah Sawit Untuk Bahan Pakan Ikan. [Jurnal]. Budidaya Air Tawar, 4/1 Mei 2007. Hal 11-12

Halver, E.J. 1989. Fish Nutrition. School of Fisheries., University of Washington Seattle, Academic Press. Inc, Washington, p117.

Hertrampf J. W., Pascual F. P. 2000. Handbook Ingredients for Aquaculture Feeds. Kluwer Academic Publisher. London. p. 445-454.


(46)

17 Hidayat, A. 1994. Biopulpig, Kajian Pembuatan Pulp Dari Bahan Baku Bagas Dengan Memanfaatkan Fungi Phanerochaete chrysosporium. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal 4

Indriyanti, N. 2011. Evaluasi Kecernaan Campuran Bungkil Inti Sawit dan Onggok yang Difermentai Oleh Trichoderma harzianum Rifai Untuk Pakan Nila Oreochromis Sp. [Tesis]. Program Pasca Sajarna. Institut Pertanian Bogor. Hal 21

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Data base of existing condition on Indonesian marine and fisheries. http://www.kkp.go.id [29 Januari 2011].

Luders Svenja, Florian David, Miriam Steinwand, Eva Jordan, Michael Hust, Stefan Dubel, Ezequiel Franco-Lara. 2011. Influence of the hydromechanical stress and temperature on growth and antibody fragment

production with Bacillus megaterium. Appl Microbiol Biotechnol (2011)

91:81–90 DOI 10.1007/s00253-011-3193-7.

Nafiah, YI. 2009. Kajian Sifat Fisik-Kimia Jagung (zea mays) Pipilan Pasca Proses Pengeringan dan Fermentasi dengan Penambahan Asam Propionat dan Molase Selama Penyimpanan. [Tesis]. Program Pasca Sajarna. Institut Pertanian Bogor. Hal 4-5.

National Academy of Sciences. 1983. Nutrient Requirement of Warm water Fishes and Shellfishes. National Academy Press: Washington Dc. p. 1-42.

Niken. 2011. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma viride. Journal.

http://ayyaa.multiply.com/journal/item/27/Mengenal_Lebih_Jelas_Trichoder ma_viride [23 Maret 2011].

[NRC] Nutritional Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Fish. National Academic Press, Washington DC. 115pp.

Oboh, G. 2006. Nutrient enrichment of Cassava peels using a mixed culture of Saccharomyces cerevisae and Lactobacillus spp. Solid media fermentation techniques.Biotechnology. 9 (1). 46-48.

Pandian T.J. 1989. Protein Requirement of fish and prawns cultured in Asia, p.11-19. In S.S. De Silva (ed.) Fish Nutrition Research in Asia. Proceedings of the Third Asian Fish Nutrition network Meeting. Asian Fish. Soc. Spec. Pubhl.4. Asian Fisheris Society, Manila, Philippines. 166 p

Rawiniwati, W. 1998. Peran Beberapa Fungsi Selulotik pada Laju Pengomposan Limbah Tanaman dan Aplikasinya pada Jagung (Zea mays L). [Tesis]. Program Pasca Sajarna. Institut Pertanian Bogor. Hal 25.


(47)

18 Suarni dan S. Widowati. 2005. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. Hal 412

Suprayudi. 2010. Bahan Baku Pakan Lokal. Tantangan dan Harapan Akuakultur Indonesia. Disampaikan dalam: Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III. IPB International Convention Center. Bogor.

Sjostrom, E. 1993. Wood Chemistry, Foundamental and Aplication. Academic Press, Inc. Colorado.

Silva, D. 1989. Digestibility evaluations of natural and artificial diets, p. 36-45. In S.S. De Silva (ed.) Fish Nutrition Research in Asia. Proceedings of the Third Asian Fish Nutrition network Meeting. Asian Fish. Soc. Spec. Pubhl.4. Asian Fisheris Society, Manila, Philippines. 166 p

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1984 Principle and Procedures of Statistics, A. Biometrical Approach. International Student and Ms. Graw Hill Kogakusha Limited. Tokyo, 784

Takeuchi, T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrients, p.179-225. In Fish Nutrition and Mariculture. Watanabe, T (ed.). Departement of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries.

Watanabe, T. 1988. Fish and Nutrition and Mariculture. Departement of Aquatic Bioscience. Tokyo University of fisheries. JICA. P:79-82

Widyanti, W. 2009. Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila Oreochromis niloticus Yang Diberi Berbagai Dosis Enzim Cairan Rumen Pada Pakan Berbasis Daun Lamtorogung Leucaena leucocephala. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 1


(48)

(49)

19

Lampiran 1. Jadwal kegiatan

Kegiatan penelitian dilaksanakan Bulan Mei-Juli 2011 sebagai berikut :

No. Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3

1. Tahap Persiapan wadah 2. Tahap perlakuan 3. Tahap pembuatan pakan 4. Tahap pemberian pakan 5. Pengambilan fese 6. Uji Proksimat 7. Sampling 8. Analisa data


(50)

20

Lampiran 2. Analisis proksimat

A. Kadar protein (metode Kjedahl) (Takeuchi, 1988)

Tahap oksidasi

Tahap destruksi

B.

Tahap titrasi

Kadar protein (%) =0,0007* x (Vb-Vs) x 6,25** x 20 x 100% A

Keterangan :

Vs = ml 0,05 N nitran NaOH untuk sampel Vb = ml 0,05 N nitran NaOH untuk blanko F = faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH S = bobot sampel (gram)

* = setiap ml 0,05 N NaOH ekuivalen dengan 0,0007 gram nitrogen ** = faktor nitrogen

Dimasukkan ke dalam labu Kjedhal dan dipanaskan hingga berwarna hijau bening, didinginkan, dan diencerkan hingga volume 100 mL

Bahan ditimbang 0,5 g (A) Katalis ditimbang 3 g H2SO4 pekat 10 mL

Destruksi selama 10 menit dari tetesan pertama

10 mL H2SO4 0,05 N 2-3 tetes indikator phenopthalein

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL 5 mL larutan hasil oksidasi

dimasukkan ke dalam labu destilasi

Sampel Blanko Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N

Dititrasi hingga 1 tetes setelah larutan menjadi bening


(51)

21

B. Kadar lemak (metode ether ekstraksi Sochlet) (Takeuchi, 1988)

Kadar Lemak (%) = Keterangan :

A = beratlabu yang berisi sampel dan telah dioven B = berat labu yang di oven

a = sampel

C.Kadar air (Takeuchi, 1988)

Kadar air (%) = Keterangan : Z = Sampel

Y = Bobot cawan akhir X = sampel di dalam cawan

Labu dipanaskan pada suhu 104-110 0C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)

Bahan ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam selongsong

Dimasukkan ke dalam Soxhlet dan diberi 100-150 mL N-Hoxan hingga selongsong terendam. Sisa N-Hexan dimasukkan ke dalam labu

Labu dipanaskan di atas hotplate hingga larutan perendam selongsong dalam Soxhlet berwarna bening

Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 menit, didinginkan, lalu ditimbang (X2)

Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, dan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)

Cawan dan bahan dipanaskan selama 4 jam pada suhu 105-110 0C, didinginkan dan ditimbang (X2) Bahan ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan


(52)

22

D. Kadar abu (Takeuchi, 1988)

Kadar abu = (X2-X1) x 100% A

E. Serat kasar (Takeuchi, 1988)

Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 600 0C, didinginkan dan ditimbang (X2)

Bahan ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan

Cawan dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)

Bahan ditimbang 0,5 g (A), lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL

50 mL H2SO4 0,3 N ditambahkan dalam Erlenmeyer, lalu dipanaskan di atas hotplate

Setelah 30 menit ditambahkan 25 mL NaOH 1,5 N, lalu dipanaskan kembali

selama 30 menit

Larutan disaring dengan bahan pembilasan secara berurutan sebagai berikut:

1. 50 mL air panas 2. 50 mL H2SO4 3. 50 mL air panas 4. 25 mL aseton

Kertas saring dipanaskan dalam oven, dinginkan, dan ditimbang

Kertas saring dipanaskan pada labu Buchner yang telah terhubung dengan vacum

pump

Kertas saring hasil penyaringan dimasukkan ke dalam cawan porselen Cawan porselen dipanaskan

pada suhu 105-110 0C selama 1 jam lalu didinginkan

Dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, didinginkan, dan ditimbang (X2)

Dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 0C hingga berwarna putih, didinginkan, dan ditimbang (X3)


(53)

23 Serat kasar (%) =

keterangan :

A = Cawan akhir

Z = bobot awal kertas saring

Y = Bobot kertas saring di dalam cawan X = Sampel

B. Uji kecernaan (Cr2O3)

1. Timbang 0.1-0.2 gram sampel/bahan, masukkan ke dalam labu Kjedahl, tambahkan 5 mL asam nitrik pekat ke dalam labu. Kemudian panaskan dengan hati-hati selama 30 menit sampai volume larutan menjadi ± 1 mL. 2. Setelah dingin, tambahkan 3 mL asam perklorat pekat ke dalam labu

kemudian dipanaskan kembali. Setelah asap putih terlihat dan larutan berubah dari hijau menjadi kuning atau orange, campuran dipanaskan selama ± 10 menit.

3. Dinginkan, lalu encerkan sampai volume 100 mL

4. Nilai absorban larutan ditentukan oleh spektrofotometer dengan panjang gelombang 350 nm.

Persamaan hubungan Cr2O3 dengan absorbansi adalah sebagai berikut :

Keterangan : X = Cr2O3 (mg) Y = nilai absorbansi


(1)

30

Lampiran 6. Hasil statistik kecernaan bahan

Kecernaan bahan Duncan

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Jagungkontrol 3 62.8200

Jagung+NaOH 3 64.9600

Jagung+kapang 3 77.9500 77.9500

Jagung+bakteri 3 86.4900

Sig. .109 .320

Tabel 10. Data kecernaan bahan

Ulangan Perlakuan ADT AD

Kecernaan Bahan 1

A

61,35 58,87 67,13

2 57,47 58,87 54,20

3 61,35 58,87 67,13

1

B

58,38 58,87 57,24

2 65,33 58,87 80,40

3 58,38 58,87 57,24

1

C

62,09 58,87 69,61

2 63,12 58,87 73,03

3 68,57 58,87 91,21

1

D

66,39 58,87 83,93

2 68,69 58,87 91,61

3 66,39 58,87 83,93

Keterangan :

ADT = nilai kecernaan pakan uji

AD = nilai kecernaan pakan acuan

ANOVA Kecernaan bahan

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1124.234 3 374.745 3.854 .056

Within Groups 777.958 8 97.245


(2)

31

Tabel 11. Kecernaan bahan

Kecernaan Bahan

Ulangan Pakan A Pakan B Pakan C Pakan D

1 67,13 57,24 69,61 83,93

2 54,20 80,40 73,03 91,61

3 67,13 57,24 91,21 83,93

Rata-Rata 62,82 64,96 77,95 86,49 Standar Deviasi 7,46 13,38 11,61 4,43


(3)

32

Lampiran 7. Hasil statistik kecernaan total

ANOVA Kecernaan total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 76.672 3 25.557 7.369 .011

Within Groups 27.745 8 3.468

Total 104.416 11

Kecernaan total Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Jagung+NaOH 3 66.9267

Jagungkontrol 3 69.2267 69.2267

Jagung+kapang 3 72.8633

Jagung+bakteri 3 72.8633

Sig. .169 .051

Tabel 12. Data kecernaan total

Ulangan Perlakuan a a' b b'

Kecernaan total (%)

1 0,46 1,19 20,83 20,12 61,35

2 A 0,46 1,08 20,83 16,22 57,47

3 0,46 1,19 20,83 19,68 61,35

1 0,48 1,15 21,73 15,35 58,38

2 B 0,48 1,38 21,73 16,16 65,33

3 0,48 1,15 21,73 14,26 58,38

1 0,41 1,08 22,9 16,32 62,09

2 C 0,41 1,11 22,9 15,1 63,12

3 0,41 1,30 22,9 19,02 68,57

1 0,40 1,19 22,15 19,53 66,39

2 D 0,40 1,28 22,15 18,67 68,69 3 0,40 1,19 22,15 17,37 66,39

Keterangan : a

= % Cr

2

O

3

dalam pakan

a’

=

%Cr

2

O

3

dalam feses

b

= % nutrien dalam pakan

b’

= % nutrien dalam feses


(4)

33

Tabel 13. Kecernaan total

Kecernaan

Total Ulangan Pakan A Pakan B Pakan C Pakan D

1 61,35 58,38 62,09 66,39

2 57,47 65,33 63,12 68,69

3 61,35 58,38 68,57 66,39

Rata-Rata 60,06 60,70 64,60 67,16 Standar Deviasi 2,24 4,01 3,48 1,33

Gambar 4. Grafik Kecernaan Total

Lampiran 8. Derajat kelangsungan hidup

A B C D

1 70% 80% 60% 90%

2 60% 60% 30% 80%

3 20% 80% 70% 60%

Keterangan : A = Pakan jagung kontrol

B = Pakan jagung+NaOH

C = Pakan jagung+kapang

D = Pakan jagung+Bakteri

Lampiran 9.

Spesifik growth rate

(SGR)

Perlakuan

A B C D

1 1,21 0,48 0,51 0,56

2 2,67 2,18 2,40 1,42

3 1,52 1,06 0,37 2,37

Hasil 1,80±0,77 1,24±0,87 1,09±1,13 1,45±0,91

Keterangan : A = Pakan jagung kontrol


(5)

34

C = Pakan jagung+kapang

D = Pakan jagung+Bakteri

Lampiran 10.

Feed convertion ratio

(FCR)

Perlakuan

A

B

C

D

1

2,22

3,67

2,69

3,12

2

1,58

1,91

1,8

1,89

3

1,66

2,60

1,13

1,11

Hasil

1,82±0,34

2,72±0,88

1,88±0,78

2,04±1,01

Keterangan : A = Pakan jagung kontrol

B = Pakan jagung+NaOH

C = Pakan jagung+kapang

D = Pakan jagung+Bakteri


(6)

35

Gambar 5. Skema tata letak akuarium perlakuan pada ikan nila

Keterangan :

A = Pakan kontrol, B = Pakan jagung fermentasi NaOH, C = Pakan jagung fermentasi kapang, D = Pakan jagung fermentasi bakteri.

A

2

C

2

C

3

B

1

C

1

D

3

D

1

Sirkulasi

air

B

2

A

1

D

2

B

3