Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasunduan

(1)

Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang

Hasundutan

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diajukan Oleh:

W. HASURUNGAN LUMBAN GAOL 090901030

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena dengan kasih karunia dan berkatNya yang melimpah, skripsi saya yang berjudul “Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasunduan” ini dapat selesai sesuai dengan harapan. Senantiasa saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, beserta keluarga dan para sahabat-sahabat saya semoga kedepannya kita selalu mendapatkan berkat yang melimpah. Penulisan skripsi ini merupakan bagian kerja dan prosedur yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Secara simbolis skripsi ini penulis hadiahkan untuk orang – orang yang sangat berperan dan menjadi motivasi di dalam kehidupan penulis. Terutama kepada orangtua penulis tercinta “Ayahanda Alm. A. Lumban Gaol dan Ibunda Alm T. Banjar Nahor”. Terimakasih untuk setiap tetesan keringat, motivasi, nasihat dan doa nya. Spesial untuk ayahanda tercinta maaf jika bapak tidak sempat membaca tugas akhir ini, namun Bapak telah menjadi motivasi terbesar saya dalam menulis tugas akhir ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibunda S. Purba, kakak dan abang ku tersayang B’ Pahala, K’Ester, B’ Chandra, K’Yanti, B’ Parman dan adik-adik ku Adi, Agnes, Andika dan Andre yang telah banyak mendoakan, membantu secara moril maupun materil

Dalam kaitan ini terutama saya sebagai bagian dari mahkluk sosial yang tidak lepas dari bantuan serta pertolongan orang lain, secara umum ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh jajaran civitas akademika USU, khususnya pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang kiranya telah banyak memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung kepada saya, sehingga pada saat ini saya bisa menuai semua atau merasakan buah dari kebaikan tersebut diakhir penghujung masa studi saya di kampus Universitas Sumatera Utara tercinta khususnya di Departemen Sosiologi. Petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan oleh bapak dan ibu dosen-dosen FISIP-USU terutama departemen sosiologi merupakan kenangan yang tidak pernah saya lupakan sekalipun disana terdapat pahit manis perjalanan proses belajar, akan tetapi saya sangat menikmati masa-masa itu.


(3)

Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga selesai, saya telah melibatkan berbagai pihak. Untuk itu saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si, selaku dosen pembimbing saya yang sudah bersedia memberikan waktu, tenaga, ide, arahan, masukan dan pengetahuan kepada saya dalam proses bimbingan dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus sebagai ketua penguji yang memberikan masukan untuk skripsi ini.

4. Bapak Drs. Junjungan Simanjuntak, M.Si selaku reader yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Para dosen di Departeman Sosiologi yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu-persatu yang telah membekali, memberikan ilmu, mengarahkan dan membimbing saya selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sosiologi sehingga selesainya skripsi ini.

6. Kak Fenny dan Kak Betty di jurusan sosiologi serta seluruh staf yang berada di FISIP USU yang telah memberikan kemudahan dalam mengurus segala administrasi dalam skripsi ini.

7. Sahabat YIZREEL (K’ Hana, Elisabeth, Syer, Siska, Lely dan Rani) yang selalu memotivasi dan menopangku di dalam doa.

8. PT. Angkasa Pura II (beasiswa BUMN peduli pendidikan) yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan.

9. Paduan Suara Mahasiswa USU, Paduan Suara Blessing Talitacum, Blessing Male Singer dan Pemuda/I GKPI MEDAN KOTA yang telah memberikan motivasi dan doa. Mari terus bernyanyi untuk Tuhan….

10.Teman-teman seperjuangan di Departemen Sosiologi, khususnya stambuk 2009. Terima kasih banyak atas semangat, saran dan doanya serta buat pertemanan kita selama ini dan harapannya pertemanan kita sampai masa tua nanti, amin.


(4)

11.Abang dan Kakak Senior di Departemen Sosiologi 2008, 2007, 2006 dan kepada Junior 2010, 2011, 2012, 2013. Terima kasih buat saran, semangat dan doa-doanya.

Penulis menyadari sepenuhnya kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis bahwa masih terdapatnya kekurangan di dalam penulisan dan pembuatan skripsi ini, kendati demikian adanya, penulis berharap agar isi dan penjelasan yang tertulis dalam skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu sosiologi. Selain itu penulis juga berharap agar penelitian ini ada yang mau melanjutkannya ke tahap yang lebih dalam lagi dan mengembangkan kedepannya agar dapat memperluas cakrawala pengetahuan dibidang penelitian ini dan juga dapat memanfaatkannya sebagai bahan bacaan untuk menulis skripsi dalam isu atau penelitian yang sama. Akhir kata terima kasih atas segala perhatian dan semoga bermanfaat.

Medan, November 2014


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan Halaman Pengesahan

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Abstrak... vii

Abstract ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.4.2 Manfaat Praktis ... 12

1.5. Definisi Konsep ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Modal Sosial ... 14

2.1.1 Dimensi Modal Sosial ... 16

2.2. Elemen-Elemen Modal Sosial ... 17

2.2.1 Jaringan Sosial (Social Network) ... 17

2.2.2 Kepercayaan ... 18

2.2.3 Nilai Dan Norma ... 19

2.3. Solidaritas Sosial ... 20

2.4. Interaksi Sosial ... 21

2.5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani ... ... 23

2.6. Marsiadapari Dalam Budaya Suku Batak Toba ... 24

2.7. Penelitian Terdahulu ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1. Jenis Penelitian ... 29

3.2. Lokasi Penelitian ... 29


(6)

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5. Interpretasi Data ... 32

3.6. Jadwal Kegiatan ...33

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 33

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA ... 34

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………... ... 34

4.1.1 Sejarah Desa Parsingguran II ……...……… ... 34

4.1.2 Letak Dan Keadaan Wilayah ……… ... 35

4.1.3 Kondisi Topografi Desa ………...………. ... 36

4.1.4 Kondisi Demografi Desa ……… ... 38

4.1.5 Pola Pemukiman ………..……….. ... 39

4.1.6 Sarana Dan Prasarana Desa ……….. ... 39

4.1.7 Struktur Desa Parsingguran II ………...40

4.1.8 Keadaan Sosial Ekonomi Dan Budaya Masyarakat ……… ... 41

4.1.9 Interaksi Masyarakat Petani Dalam Kegiatan Sehari-hari ………43

4.2. Sejarah Marsiadapari Di Desa Parsingguran II … ... 45

4.3. Profil Informan … ... 50

4.4. Marsiadapari Sebagai Potensi Modal Sosial Petani Padi … ... 52

4.4.1 Jaringan Sosial Pada Sistem Marsiadapari … ... 52

4.4.2 Sikap Percaya Antar Petani Sebagai Penguat Modal Sosial … ... 57

4.4.3 Nilai Dan Norma Di Dalam Marsiadapari ………. ... 62

4.5. Pergeseran Nilai Marsiadapari … ... 71

4.5.1 Perubahan Pelaksanaan Marsiadapari Di Kalangan Petani Padi … ... 72

4.5.2 Pergeseran Nilai Kebersamaan Menjadi Sistem Pengupahan … ... 74

4.6. Tantangan Dalam Mempertahankan Kegiatan Marsiadapari … ... 74

4.6.1 Perkembangan Teknologi Sebagai Ancaman Untuk Mempertahankan Marsiadapari ……… ... 74


(7)

4.7. Peluang Yang Menguatkan Marsiadapari Sebagai Modal Sosial ……….………. ... 80

4.7.1 Kelompok Tani Dos Roha … ... 81

4.7.2 Hubungan Marga dalam Dalihan Natolu Sebagai Penguat Modal Sosial … ... 83

BAB V PENUTUP ………... 85

5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 86

Daftar Pustaka ... 87


(8)

Abstrak

Modal sosial saat ini semakin banyak dibicarakan sebagai pendukung keberhasilan kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat seperti di bidang pertanian, bisnis, ekonomi dan politik. Modal sosial diyakini sebagai alternatif peningkatan ekonomi, karena dapat menghemat biaya dan dapat mengefektfkan waktu dengan cepat. Seperti diketahui bahwa di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terdapat cukup banyak nilai-nilai lokal (modal sosial) seperti budaya gotong royong, kelembagaan bagi hasil dan berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki oleh banyak etnis. Khusus di masyarakat Batak Toba dikenal budaya marsiadapari dalam pengolahan lahan pertanian. Pada masyarakat Desa Parsingguran II dalam proses pengolahan pertanian padi memiliki suatu aturan yang dikenal sebagai kegiatan marsiadapari. Aktifitas marsiadapari dikerjakan antara sejumlah orang petani untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi. Penelitian ini memaparkan mengenai jaringan sosial, nilai dan norma dan sikap percaya yang dibangun di dalam marsiadapari. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas petani. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.

Hasil deskripsi dan interpretasi data berupa penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat menjelaskan bahwa jaringan sosial dalam marsiadapari yang terdapat di desa ini yaitu jaringan sosial petani padi dengan rumah yang berdekatan, keluarga, lahan yang berdekatan (berdampingan). Utuk membangun jaringan tersebut sikap saling percaya menjadi pengikat kekuatan bersama antar petani. Aturan dalam marsiadapari dibuat dan disepakati bersama oleh masing-masing anggota kelompok marsiadapari. Akan tetapi, sistem aktivitas marsiadapari ini mengalami perubahan pada tahun 1998 yaitu dahulu aktivitas ini juga dilakukan pada pertanian kopi dan sekarang dilakukan pada pertanian padi saja. Sistem pengupahan mulai dilakukan pada tahun 2005 oleh kaum kapitalis seiring diperkenalkannya modernisasi pertanian (tekhnologi pertanian) seperti mesin jetor. Untuk mempertahankan agar pelaksanaan marsiadapari ini tetap dilakukan, di dalam masyarakat ada potensi yang dapat menguatkan marsiadapari yaitu adanya dalihan natolu, hubungan marga dan keterbatasan masyarakat dalam menggunakan teknologi. Inilah yang menjadi kekuatan masyarakat Desa Parsingguran II.


(9)

Abstract

Social capital is now more widely discussed as supporting the success of the activities of public life such as in agriculture, business, economics and politics. Social capital is believed to be an alternative economic improvement, because it can save costs and can streamline the time quickly. As it is known that in the life of Indonesian society, there are quite a lot of local values (social capital) as a culture of mutual cooperation, institutional profit-sharing and other forms of local knowledge (local wisdom) held by many ethnic. Special to the community in the village of Batak Toba Parsingguran II in the processing of rice farming has a rule known as marsiadapari activities. Marsiadapari activities undertaken between the number of farmers to complete a job.

The purpose of this study is to describe the potential of social capital marsiadapari in rice farming activities. This study describes about social networks, values and norms and the attitude of trust that was built in marsiadapari. It is intended to obtain a clear picture of the potential of social capital marsiadapari in the activities of farmers. This type of research used in this study was a descriptive study using qualitative research methods. Data was collected by observation, interview, and literature study.

The description and interpretation of the data is a depiction or narrative in the form of a sentence explaining that the social network in marsiadapari contained in this village is a social network with the rice farmers adjacent house, family, land adjacent (side by side). For building the network of a bond of mutual trust between farmers' collective strength. Rules in marsiadapari made and agreed upon by each member of the group marsiadapari. However, this system marsiadapari activity changed in 1998 which first activity was also carried out on a coffee farm and is now done on rice farming alone. Wage system started in 2005 by the capitalists as the introduction of the modernization of agriculture (agricultural technology) as jetor machine. To keep this marsiadapari implementation remain to be done, in society there is a potential that can strengthen marsiadapari namely the Dalihan Natolu, clan ties and limitations in using technology community. This is the power of the village community Parsingguran II


(10)

Abstrak

Modal sosial saat ini semakin banyak dibicarakan sebagai pendukung keberhasilan kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat seperti di bidang pertanian, bisnis, ekonomi dan politik. Modal sosial diyakini sebagai alternatif peningkatan ekonomi, karena dapat menghemat biaya dan dapat mengefektfkan waktu dengan cepat. Seperti diketahui bahwa di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terdapat cukup banyak nilai-nilai lokal (modal sosial) seperti budaya gotong royong, kelembagaan bagi hasil dan berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki oleh banyak etnis. Khusus di masyarakat Batak Toba dikenal budaya marsiadapari dalam pengolahan lahan pertanian. Pada masyarakat Desa Parsingguran II dalam proses pengolahan pertanian padi memiliki suatu aturan yang dikenal sebagai kegiatan marsiadapari. Aktifitas marsiadapari dikerjakan antara sejumlah orang petani untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi. Penelitian ini memaparkan mengenai jaringan sosial, nilai dan norma dan sikap percaya yang dibangun di dalam marsiadapari. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas petani. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.

Hasil deskripsi dan interpretasi data berupa penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat menjelaskan bahwa jaringan sosial dalam marsiadapari yang terdapat di desa ini yaitu jaringan sosial petani padi dengan rumah yang berdekatan, keluarga, lahan yang berdekatan (berdampingan). Utuk membangun jaringan tersebut sikap saling percaya menjadi pengikat kekuatan bersama antar petani. Aturan dalam marsiadapari dibuat dan disepakati bersama oleh masing-masing anggota kelompok marsiadapari. Akan tetapi, sistem aktivitas marsiadapari ini mengalami perubahan pada tahun 1998 yaitu dahulu aktivitas ini juga dilakukan pada pertanian kopi dan sekarang dilakukan pada pertanian padi saja. Sistem pengupahan mulai dilakukan pada tahun 2005 oleh kaum kapitalis seiring diperkenalkannya modernisasi pertanian (tekhnologi pertanian) seperti mesin jetor. Untuk mempertahankan agar pelaksanaan marsiadapari ini tetap dilakukan, di dalam masyarakat ada potensi yang dapat menguatkan marsiadapari yaitu adanya dalihan natolu, hubungan marga dan keterbatasan masyarakat dalam menggunakan teknologi. Inilah yang menjadi kekuatan masyarakat Desa Parsingguran II.


(11)

Abstract

Social capital is now more widely discussed as supporting the success of the activities of public life such as in agriculture, business, economics and politics. Social capital is believed to be an alternative economic improvement, because it can save costs and can streamline the time quickly. As it is known that in the life of Indonesian society, there are quite a lot of local values (social capital) as a culture of mutual cooperation, institutional profit-sharing and other forms of local knowledge (local wisdom) held by many ethnic. Special to the community in the village of Batak Toba Parsingguran II in the processing of rice farming has a rule known as marsiadapari activities. Marsiadapari activities undertaken between the number of farmers to complete a job.

The purpose of this study is to describe the potential of social capital marsiadapari in rice farming activities. This study describes about social networks, values and norms and the attitude of trust that was built in marsiadapari. It is intended to obtain a clear picture of the potential of social capital marsiadapari in the activities of farmers. This type of research used in this study was a descriptive study using qualitative research methods. Data was collected by observation, interview, and literature study.

The description and interpretation of the data is a depiction or narrative in the form of a sentence explaining that the social network in marsiadapari contained in this village is a social network with the rice farmers adjacent house, family, land adjacent (side by side). For building the network of a bond of mutual trust between farmers' collective strength. Rules in marsiadapari made and agreed upon by each member of the group marsiadapari. However, this system marsiadapari activity changed in 1998 which first activity was also carried out on a coffee farm and is now done on rice farming alone. Wage system started in 2005 by the capitalists as the introduction of the modernization of agriculture (agricultural technology) as jetor machine. To keep this marsiadapari implementation remain to be done, in society there is a potential that can strengthen marsiadapari namely the Dalihan Natolu, clan ties and limitations in using technology community. This is the power of the village community Parsingguran II


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris karena secara geografis daerah Indonesia sangat mendukung untuk bertani. Sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sangat penting dalam perekonomian nasional dan sebagian besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan dengan mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan nasional Indonesia dan sebagian ekspor Indonesia berasal dari sektor pertanian. Berdasarkan laporan bulanan data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja yaitu sebanyak 16,80 % orang dari total penduduk indonesia sebanyak 237.641.326 juta orang. (BPS Indonesia, Edisi September 2013).

Pada umumnya masyarakat pertanian mayoritas mengerjakan tanamam hortikultura, tanamam keras dan tanaman palawija. Di dalam masyarakat petani di Indonesia masih banyak yang miskin karena memiliki lahan yang sempit. Kondisi ini juga diperkuat semakin berkurangnya masyarakat yang mengerjakan lahan pertanian karena masyarakat petani yang tinggal di pedesaan lebih memilih untuk memperbaiki kehidupan di perkotaan. Streotipe masyarakat bahwa kehidupan di perkotaan lebih menjamin untuk hidup sejahtera dibanding dengan kehidupan di desa yang identik dengan miskin. Pada gilirannya orang-orang yang bekerja membantu pemilik lahan pertanian berkurang.

Seperti diketahui bahwa di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terdapat cukup banyak nilai-nilai lokal (modal sosial) seperti budaya gotong royong,


(13)

kelembagaan bagi hasil, berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki semua etnis, yang dapat dikembangkan sebagai bagian dari budaya ekonomi modern. Sistem pengolahan pertanian di Indonesia secara budaya dapat ditemukan pada masyarakat Bali. Aktifitas dalam pengolahan pertanian disebut dengan istilah subak yang meliputi aktifitas pengolahan lahan pertanian di sawah seperti menanam, menyiangi, sampai tiba panen. Dalam pola tersebut dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga kerja yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga.

Seperti halnya dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, sambatan merupakan suatu bentuk pengerahan tenaga kerja pada masa kerja dalam aktifitas pertanian di sawah, untuk keperluan itu dengan adat sopan santun yang sudah tetap, seorang petani meminta penduduk di desanya untuk membantunya dalam memanen hasil pertanian padi di sawahnya, sebagai imbalan bagi tenaga petani tersebut, cukup disediakan makan siang setiap hari kepada teman-temanya yang datang membantu, selama pekerjaan berlangsung (Koentjaraningrat, 1993:57). Khusus di masyarakat Batak Toba dikenal budaya marsiadapari dalam pengolahan lahan pertanian. Kegiatan ini meliputi: makkali aek, mangarambas, mangombak, manggadui, maname, manggaor, marsuan, marbabo dan tahap gotilan (panen).

Dewasa ini, modernisasi tidak hanya merambah pada masyarakat industri, tetapi sekarang modernisasi telah masuk ke dalam masyarakat agaris. Masuknya modernisasi kepertanian membuat masyarakat pertanian mengerjakan lahan dengan teknologi baru di antaranya: traktor tangan dan mesin penuai. Tidak sedikit dari petani telah menggunakan alat tersebut sebagai cara untuk mempermudah dan mempercepat menyelesaikan pekerjaannya. Petani menggunakan alat (mesin) tersebut dengan cara menyewa kepada si pemilik alat (kapitalis) tersebut. Pertanian di Tobasa misalnya, petani padi sudah


(14)

bergantung kepada mesin traktor untuk mengolah lahannya dan menggunakan mesin sampai ke tahap panen. Kehadiran teknologi ini membuat masyarakat petani lebih memilih bantuan orang lain dari pada mengerjakan sendiri, di mana alat-alat ini tidak dimiliki petani namun dimiliki masyarakat terbatas.

Hasil penelitian Scott tentang petani di Sedaka, Malaysia, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan teknologi itu telah merubah hubungan sosial di Malaysia. Scott memberikan contoh tentang digunakannya mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan (Scott, 2000: 202). Penelitian Scott menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan, sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan (Marhaeni Munthe, 2007)

Menurut Geertz, involusi pertanian ialah perubahan yang hampir tidak terjadi perkembangan karena terbagi, maksudnya kenaikan jumlah produksi bersamaan dengan melonjaknya jumlah penduduk (produksi mengikuti deret ukur dan jumlah penduduk mengikuti deret hitung). Pengertian dari Involusi yang lain ialah meningkatnya jumlah penduduk tanpa dibarengi penambahan lahan garapan sehingga mereka kemudian terpaksa membagi lahan pertanian sama rata, sama rasa. Lahan yang semakin sempit dan jumlah penduduk yang semakin bertambah tentu saja akan mengurangi jumlah produksi


(15)

pangan. Selain itu, petani juga harus menyewa alat untuk mengolah lahan dan memanen padinya, sehingga dapat mengurangi keuntungan dan mengurangi hasil produksi karena biaya yang digunakan untuk menyewa alat (mesin).

Di dalam masyarakat banyak potensi yang dapat digunakan sebagai kekuatan dan pendukung keberhasilan kegiatannya. Potensi tersebut seperti sumber daya manusia (SDM), sumber daya ekonomi (SDE) dan modal sosial. Sumber daya manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu dan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan material atau fisik. Sumber daya ekonomi seperti uang tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang dapat dihitung dan memiliki nilai nominal. Selain modal ekonomi di dalam masyarakat ditemukan modal sosial.

Modal sosial saat ini semakin banyak dibicarakan sebagai pendukung keberhasilan kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat seperti di bidang pertanian, bisnis, ekonomi dan politik. Modal sosial diyakini sebagai alternatif peningkatan ekonomi, karena dapat menghemat biaya dan dapat mengefektifkan waktu dengan cepat. Modal sosial merupakan sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan individu. Selain pengetahuan dan keterampilan terdapat juga kemampuan individu untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain. Kemampuan ini akan menjadi modal penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga bagi setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Modal yang demikian ini disebut dengan modal sosial (social capital), yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok dan organisasi (Inayah, 2012). Penekanannya pada potensi kelompok dan pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar


(16)

kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.

Sederhananya, modal sosial adalah bagaimana membangun hubungan satu sama lain serta memelihara efektifitas hubungan tersebut secara terus menerus yang akhirnya berwujud pada kerjasama untuk memperoleh sesuatu yang belum atau tidak dapat dicapai seorang diri. Modal sosial bertujuan menciptakan aturan formal yang mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Modal sosial sendiri muncul karena adanya kebiasaan masa lalu yang dilaksanakan hingga saat ini dalam hubungan sosial di masyarakat sebagai dasar individu maupun kelompok dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sangat penting jika modal sosial untuk mengatur tingkah laku dan resiprositas dalam suatu kelompok sosial. Modal sosial mengedepankan nilai budaya masyarakat yang dapat mempengaruhi sikap setiap individu untuk bekerjasama, saling percaya, serta memahami satu sama lain, sehingga dapat memperlakukan orang lain sebagai sesama teman bukan lawan atau pihak yang menjadi sasaran mencari keuntungan.

Modal sosial atau social capital memiliki peran yang signifikan terhadap pembangunan, khususnya pembangunan berkelanjutan karena modal sosial merupakan energi kolektif masyarakat (atau bangsa) guna mengatasi problem bersama dan merupakan sumber motivasi guna mencapai kemajuan ekonomi (Flassy, 2009). Modal sosial memiliki peran yang sangat besar dalam pembangunan masyarakat dimana social capital yang kuat akan meningkatkan kepercayaan dan interaksi yang kuat. Modal sosial merupakan suatu sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru.


(17)

Modal sosial dipahami sebagai sesuatu hal yang berkaitan dengan bekerja sama dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dengan aturan-aturan kolektif masyarakat, misalnya seperti dalam budaya suku Batak Toba terdapat modal sosial seperti marsiurupan, marsirippa dan arisan marga. Secara teori menurut Robert D. Putnam, defenisi modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (Field, 2011: 51). Bourdie mendefinisikan modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan (Field, 2011: 23).

Dalam konsep modal sosial Putnam, terdapat tiga unsur penting yang saling berkaitan (Lawang, 2005:210). Pertama adalah kepercayaan dimana menurut Putnam sikap percaya adalah mempunyai nilai kapital yang sangat ti-nggi, yang berkeinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosial lainnya yang didasari oleh suatu keyakinan bahwa yang lain akan melakukan sikap yang sama (sikap percaya) dan melakukan tindakan yang saling mendukung dan juga tidak merugikan satu sama lain (Lawang, 2005:50). Kedua adalah jaringan, merupakan infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia (Putnam, 1995:76). Hubungan antar simpul yang ada pada suatu jaringan, hanya dapat diketahui dari interaksi sosial yang terjadi diantara mereka. Interaksi berfungsi menyebarkan informasi ke seluruh anggota, yang memungkinkan mereka mampu mengambil tindakan secara kolektif untuk mengatasi masalah secara bersama-sama (Lawang, 2005:72). Ketiga


(18)

adalah norma yaitu sekumpulan aturan yang diharapkan dapat dilaksanakan dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu (Lawang, 2005:70).

Norma yang dibuat bersama memberikan sanksi bagi masyarakat yang melanggar atau tidak mematuhi kebiasaan yang sudah berlaku di masyarakat. Apabila dipertahankan dan kuat di dalam komunitas, akan memperkuat masyarakat itu sendiri. Norma tidak dapat dipisahkan dengan jaringan dan kepercayaan. Norma terdiri atas pemahaman tentang nilai, harapan, dan tujuan yang diyakini dan dilaksanakan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti kode etik profesional. Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Norma sosial ini biasanya bersifat institusional dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

Salah satu wilayah Propinsi Sumatera Utara yang memiliki lahan pertanian yang luas adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Secara geografis Kabupaten Humbang Hasundutan sangat mendukung untuk kegiatan usaha di sektor pertanian. Berdasarkan data BPS Kabupaten Humbang Hasundutan 2012, tercatat sekitar 86 % penduduk di Kabupaten ini mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Dalam segala aspek kehidupan masyarakat Humbang Hasundutan selalu dikaitkan dengan kebiasaan adat-istiadat yang telah diwarisi turun temurun dari para leluhurnya namun tidak terlepas dari ajaran agama yang dianut oleh masyarakat Humbang Hasundutan. Hal ini tampak dari kehidupan beragama yang dapat saling berdampingan secara rukun walaupun dengan keyakinan yang berbeda. Budaya-budaya yang dimiliki oleh masyarakat di Humbang Hasundutan terbuka terhadap inovasi, budaya agraris yang telah mengakar di


(19)

masyarakat dengan adanya budaya Marsiadapari atau dalam Bahasa Indonesia yang artinya gotong royong.

Pertanian yang ada di Desa Parsingguran II adalah pertanian tanam pangan. Pertanian padi adalah aktifitas utama yang dilakukan oleh masyarakat petani Desa Parsingguran II. Petani pada Desa Parsingguran II mengandalkan padi sebagai tanaman utama yang mereka tanam untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya. Aktifitas ini dikerjakan selama delapan bulan yaitu mulai dari proses pengolahan lahan, penanaman, perawatan sampai ke tahap panen.

Pada masyarakat Desa Parsingguran II dalam proses pengolahan pertanian padi memiliki suatu aturan yang dikenal sebagai kegiatan ‘marsiadapari’. Kerja sama dalam aktifitas pertanian ini mulai dari pengolahan pertanian seperti proses penanaman, perawatan tanaman sampai pada proses memanen hasil pertanian. Aktifitas marsiadapari dikerjakan antara sejumlah orang petani untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Bentuk aktifitas pertanian padi dalam mayarakat petani di Desa Parsingguran II adalah sebagai berikut

1. Makkali aek yaitu proses perbaikan irigasi air (tali air) untuk sawah 2. Mangarambas yaitu membabat rumput yang ada di pematang sawah

3. Mangombak yaitu pembalikan lapisan tanah, sekaligus untuk menggemburkan tanah tersebut

4. Manggadui yaitu proses penambalas tanah yang berlumpur berkeliling pematang sawah (gadu-gadu)

5. Maname yaitu penyemaian benih

6. Manggaor yaitu proses meratakan tanah sekaligus menggemburkannya 7. Marsuan yaitu proses menanam padi


(20)

8. Marbabo yaitu merawat tanaman berupa tumbuhnya tanaman liar 9. Tahap terakhir adalah tahap gotilan yaitu panen.

Aktifitas pertanian seperti yang tertulis di atas merupakan kerja sama dalam pengolahan lahan pertanian. Hampir semua aktifitas marsiadapari ini dikerjakan secara bersama-sama. Hal ini, sudah menjadi tradisi lokal yang sudah ditanamkan sejak dahulu oleh nenek moyang kepada setiap generasi ke generasi yang ada di Desa Parsingguran II, dan karena kondisi keterbatasan kemampuan yang dimiliki dan keterbatasan tenaga kerja, sehingga masyarakat mengolah lahan pertanian secara bersama-sama. Di sisi lain karena masyarakat petani tersebut saling membutuhkan satu sama lain.

Hasil observasi menunjukkan petani padi telah memiliki jaringan dalam pengolahan lahan pertanian yaitu berdasarkan hubungan kekeluargaan, rumah yang berdekatan dan lahan berdampingan. Pada tahap makkali aek, biasanya salah seorang petani itu akan mengunjungi setiap rumah dan menginformasikan kepada petani lain bahwasanya mereka akan memperbaiki irigasi (tali air). Atas kesepakatan bersama, mereka akan bekerja sama untuk makkali aek. Pada tahap kedua yaitu mangarambas, setiap petani akan mengerjakan bagian yang sama yaitu membabat rumput yang ada di pematang sawah dengan menggunakan panaktak (sejenis sabit tetapi dengan ukuran besar). Mangombak adalah mencangkul (pembalikan lapisan tanah) sekaligus menggemburkan tanah. Pada tahap ini petani akan bersama-sama mencangkul lahan satu orang petani dan mereka melakukannya secara bergiliran.

Selanjutnya, pada tahap manggadui, dan marsuan umumnya tahap ini dikerjakan oleh kaum perempuan. Tidak banyak kaum laki-laki yang mengambil bagian ini, karena sudah menjadi kebiasaan yang berlangsung sejak dahulu bahwa perempuan lebih mengerti cara marsuan yang benar. Untuk tahap maname dilakukan secara individu


(21)

(tanpa melibatkan petani lain) karena tahap ini cenderung cepat selesai dikerjakan dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Tahap marbabo, adalah tahap dimana setiap petani akan sama-sama marbabo (mencabuti rumput liar) sampai selesai dan dilakukan secara bergantian. Pada tahap terakhir yaitu panen atau gotilan merupakan puncak dari semua tahapan dalam pertanian padi. Petani akan memanen padi secara bersama-sama, yaitu dimulai dengan manabi eme (menyabit padi) kemudian mengumpulkan batang padi (mangaluhut) dan mambanting eme (dengan menggunakan susunan kayu) yaitu untuk mengeluarkan biji padi dari batangnya.

Jika dikaji lebih mendalam, marsiadapari merupakan kekuatan yang dapat digunakan untuk mempercepat dalam mengerjakan lahan pertanian. Selain itu modal sosial ini di dalam penggunaan waktu relatif cepat, jika dibandingkan dengan pengolahan lahan dengan sendiri tentunya akan menghabiskan waktu yang lama, serta hemat di dalam pengeluaran biaya.

Marsiadapari sebenarnya dapat dilihat sebagai modal sosial di mana gambaran di atas menunjukkan petani padi memiliki jaringan, nilai, dan kepercayaan. Kerja sama yang terjadi dalam masyarakat pertanian pada gilirannya menciptakan ketergantungan fungsional dan munculnya hubungan emosional yang erat dan asosiatif antara satu dengan yang lainnya. (Rahardjo, 2004:156). Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai potensi modal sosial yang ada dalam masyarakat pertani Desa Parsingguran II.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


(22)

1. Bagaimana potensi modal sosial marsiadapari pada aktifitas petani di Desa Parsingguran II?

2. Apakah marsiadapari dapat dijadikan sebagai potensi modal sosial pada aktifitas petani di Desa Parsingguran II ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi, dan untuk mengetahui fenomena apa yang sedang terjadi di dalam pelaksanaan aktivitas marsiadapari. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas petani.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah: 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dan sumber informasi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosiologi seperti kajian sosiologi pedesaan serta kajian modal sosial pada masyarakat petani padi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas wawasan pengetahuan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah serta menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti. Hasil penelitian ini juga diharapakan dapat memberikan masukan bagi


(23)

pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam pendataan kependudukan masyarakat yang bermatapencaharian petani padi serta melihat potensi lokal yang dimiliki masyarakat Desa Parsingguran II.

1.5 Defenisi Konsep 1. Petani

Petani adalah seseorang yang memiliki atau mengusahakan sebidang tanah atau lahan untuk bercocok tanam. Dalam penelitian ini petani yang dimaksud adalah petani padi yang mengolah sawah, dan petani tersebut adalah petani yang mengolah lahan pertaniannya dengan sistem marsiadapari.

2. Pertanian

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Pertanian dalam penelitian ini adalah pertanian padi.

3. Aktifitas Pertanian

Yang dimaksud aktifitas pertanian adalah kegiatan yang dilakukan petani padi di dalam mengolah lahan pertanian.

4. Marsiadapari

Sistem marsiadapari adalah sistem kerja dalam aktifitas pertanian yang dilakukan secara tolong menolong misalnya jika hari ini ada petani yang mengerjakan lahannya maka petani lain ikut menolong dan begitu juga sebaliknya. Kegiatan ini dilakukan mulai dari tahap makkali aek, mangarambas, mangombak, manggadui, maname, manggaor, marsuan, marbabo dan tahap gotilan (panen).


(24)

5. Modal Sosial

Modal Sosial adalah sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama. Menurut Robert Lawang, modal sosial menunjuk pada semua kekuatan kekuatan sosial komunitas yang dikontruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara efisien dan efektif dengan modal-modal lainnya (Lawang, 2004:24).


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial

Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerja sama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Modal sosial muncul dari hasil interaksi di dalam masyarakat dengan proses yang lama. Meskipun interaksi terjadi karena berbagai alasan, orang-orang berinteraksi, berkomunikasi, dan kemudian menjalin kerja sama pada dasarnya dipengaruhi oleh keinginan dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan bersama yang tidak jarang berbeda dengan tujuan dirinya sendiri. Interaksi semacam ini melahirkan modal sosial yang berupa ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang.

Modal sosial bukanlah modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Menurut para ahli modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi. Menurut Hanifan, dalam modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial (Syabra, 2003). Sedangkan Burt tahun 1992 (dalam Suparman 2012) mendefinisikan, modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi(berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat


(26)

penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain.

Sejalan dengan Fukuyama (dalam Anconk 2007) menjelaskan bahwa modal sosial adalah serangkaian nilai-nilaiatau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerja sama di antara mereka. Adapun menurut Cohen dan Prusak tahun 2001 (dalam Suparman 2012), modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif.

Sependapat dengan penjelasan dari Cohen dan Prusak, (Hasbullah, 2006) menjelaskan, modal sosial sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling mempercayai), hubungan timbal balik dan aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Modal sosial juga adalah sebuah potensi yang dimana dapat meningkatkan kesadaran bersama tentang banyaknya kemungkinan peluang yang bisa dimanfaatkan dan juga kesadaran bahwa nasib bersama akan saling terkait dan ditentukan oleh usaha bersama yang dilakukan. Berbagai pandangan tentang kapital sosial tersebut di atas bukan sesuatu yang bertentangan. Ada keterkaitan dan saling mengisi sebagai sebuah alat analisa penampakan kapital sosial di masyarakat. Dengan menyimak tentang berbagai pengertian kapital sosial yang sudah dikemukakan di atas, kita bisa mendapatkan pengertian kapital sosial yang lebih luas yaitu berupa jaringan sosial, nilai dan norma dan kepercayaan.


(27)

2.1.1 Dimensi Modal Sosial

Dimensi modal sosial disini membahas bahwa sebenarnya modal sosial (social capital) berbeda definisi dan terminologinya dengan modal manusia (human capital) (Fukuyama, 1995). Bentuk human capital adalah pengetahuan dan keterampilan manusia. Bentuk nyata dari human capital adalah dalam bentuk seperti halnya pendidikan di sekolah atau universitas, pelatihan programmer computer, kursus bahasa atau menyelenggarakan bentuk-bentuk pendidikan lainnya. Sedangkan modal sosial adalah kemampuan atau keahlian yang muncul dari adanya kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu di dalamnya. Modal sosial juga dapat dilembagakan dalam bentuk kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga kelompok-kelompok masyarakat paling besar seperti halnya negara (bangsa).

Dimensi modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi nilai dan norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian anggotanya (Woolcock dan Narayan, 2000). Oleh karena pendapat itu Adler dan Kwon (2000) menyatakan, dimensi modal sosial adalah merupakan gambaran dari keterikatan internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan keterkaitan satu sama lain dan keuntungan-keuntungan bersama dari proses dinamika sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan modal sosial antara lain: sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai, membentuk jaringan kerja sama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru.


(28)

Inilah bentuk dari jati diri modal sosial yang sebenarnya yang mampu menopang kekuatan dalam kehidupan bermasyarakat

Menurut Hasbullah (2006), dimensi inti dari modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerja sama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola hubungan timbal balik dan saling menguntungkan antara sesama individu yang dibangun di atas kepercayaan dan ditopang oleh aturan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya.

2.2. Elemen-Elemen Modal Sosial

Dilihat dari aspek sosiologis maka elemen-elemen modal sosial terdiri dari 2.2.1 Jaringan Sosial (Social Networks)

Jaringan sosial terjadi karena adanya keterkaitan (connectedness) antara individu dan komunitas. Keterkaitan terwujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat lokal maupun pada tingkat yang lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama anggota dalam kelompok, mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan kekompakan. Apalagi jika kelompok sosial kapital itu bentuknya kelompok formal. Adanya jaringan-jaringan hubungan sosial antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat dalam konteks pengelolaan sumber daya milik bersama, karena hal tersebut dapat mempermudah koordinasi dan kerja sama untuk keuntungan yang bersifat timbal balik, itulah yang dikatakan Putnam dalam Lubis (2001) tentang jaringan sosial sebagai salah satu elemen dari modal sosial.


(29)

Badaruddin (2005), menyatakan dengan pelibatan warga dalam jaringan sosial yang akan menjadi satuan sosial/organisasi lokal, maka terciptalah apa yang disebut dengan kemampuan warga kolektif mengalihkan kepentingan ‘saya’ menjadi ‘kita’, terbangunlah kekompakan dan solidaritas antar warga. Jaringan sosial yang meliputi: adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, kerja sama dan keadilan (Lubis, 2001). 2.2.2 Kepercayaan

Sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen dari modal sosial adalah merupakan sikap salah satu dasar bagi lahirnya sikap saling percaya yang terbangun antar beberapa golongan komunitas dan merupakan dasar bagi munculnya keinginan untuk membentuk jaringan sosial (networks) yang akhirnya di mapankan dalam wujud pranata (institution). Adanya trust menyebabkan mudah dibina kerja sama yang saling menguntungkan, sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprokal. Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang dapat bekerjasama secara efektif.

Putnam dalam (Suharto, 2007) suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. Fukuyama (2002) berpendapat bahwa unsur terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan orang-orang akan bisa bekerjasama secara lebih efektif.


(30)

Dalam pandangan Francis Fukuyama, trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Tindakan kolektif yang didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk dan dimensi terutama dalam konteks kemajuan bersama. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk bersatu dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Adanya jaminan tentang kejujuran dalam komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif dalam komunitas. Pada aspek kepercayaan unsur unsur seperti hubungan kekerabatan, posisi dan status sosial masih menjadi hal yang penting dalam melihat aspek kepercayaan.

2.2.3 Nilai dan Norma

Setiap kehidupan sosial senantiasa ditandai dengan adanya aturan-aturan pokok yang mengatur perilaku anggota-anggota masyarakat yang terdapat di dalam lingkungan sosial tersebut. Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nila-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang (komunitas). Norma dapat bersumber dari agama, panduan moral maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Aturan-aturan ini biasanya terinstitusionalisasi, tidak tertulis tapi dipahami sebagai penentu pola tingkah laku yang baik dalam konteks hubungan sosial sehingga ada sangsi sosial yang diberikan jika melanggar.

Dalam kehidupan manusia terdapat seperangkat pola hubungan yang tertata dengan baik yang tidak disamai dengan mahluk lain. Pola-pola tersebut meliputi; (a) segala sesuatu yang menjadi dasar-dasar tujuan kehidupan sosial ideal atas dasar pola-pola yang terbentuk didalam realitas sosial tersebut; (b) Sesuatu yang menjadi pola-pola-pola-pola


(31)

pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial, yang didalamnya terdapat seperangkat perintah dan larangan berikut sanksinya yang dinamakan sistem norma. Norma sosial akan menentukan kuatnya hubungan antar individu karena merangsang kohesifitas sosial yang berdampak positif bagi perkembangan masyarakat. Oleh karenanya norma sosial disebut sebagai salah satu modal sosial.

2.3. Solidaritas Sosial

Solidaritas adalah faktor utama dalam merekatkan hubungan sosial dalam sebuah komunitas. Karena rasa solidaritaslah masyarakat bisa menyatukan persepsinya tentang hal yang ingin mereka perjuangkan, Merujuk pada teori Emile Durkheim (Ritzer, 2003), solidaritas itu terdiri dari dua jenis, yaitu mechanical solidarity dan organic solidarity. Apa yang membedakan kedua jenis solidaritas ini adalah sumber dari solidaritas mereka, atau hal apa yang telah menyatukan mereka. Kuncinya adalah pembagian kerja.

Pada solidaritas organis kondisi masyarakat cenderung sudah sangat kompleks, masing-masing orang memiliki spesialisasi pekerjaan yang banyak jumlahnya, modal sosial muncul bukan karena kesamaan pekerjaan/penghidupan, tetapi lebih pada tujuan lain misalnya perjuangan memperoleh pendidikan yang layak. Pada solidaritas mekanis, pekerjaan masyarakat cenderung sama dan modal sosial muncul karena tujuan-tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, misalnya pada masyarakat petani atau nelayan. Collective Conscience adalah argumen yang dipakai Durkhein dalam mempertegas perbedaan antara solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Collective Conscience adalah kesadaran kolektif dari anggota masyarakat bahwa mereka adalah bagian dari kelompok, suku atau bangsa. Apa yang menyatukan mereka adalah perasaan bahwa pengetahuan dan ide orang perorang tidak akan menghasilkan manfaat yang signifikan, berangkat dari hal tersebut mereka menyatukan diri bersama, dengan asumsi


(32)

bahwa kekuatan pikiran dan ide-ide bersama akan lebih bermanfaat dan mempunyai presure yang lebih efektif daripada secara individual. (Badaruddin, 2005).

2.4. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang- perorang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang- perorang dengan kelompok manusia. Kontak sosial dan komunikasi merupakan syarat mutlak dalam proses interaksi sosial, sehingga tanpa kedua unsur tersebut maka sangatlah mustahil interaksi sosial terjadi (Soerjono Soekanto, 2007: 61). Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Bersifat positif jika mengarah pada suatu kerja sama, dan bersifat negatif jika mengarah pada suatu pertentangan. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar orang-perorangan, antara orang-perorangan dengan suatu kelompok, dan antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

Interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan mempelajari banyak masalah di dalam masyarakat. Interaksi merupakan kunci semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama (Soerjono Soekanto, 2007: 58). Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara individu dengan golongan di dalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya dan di dalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Abu Ahmadi, 2007: 100). Apabila interaksi sosial itu diulang menurut bentuk yang sama dan bertahan untuk waktu yang lama, maka akan terwujud hubungan sosial.

Hubungan sosial atau relasi sosial merupakan hubungan timbal balik antar individu yang satu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi dan didasarkan pada


(33)

kesadaran untuk saling menolong. interaksi sosial merupakan proses mempengaruhi diantara dua orang atau lebih. Dalam proses interaksi sosial akan ditemukan kepentingan,pemikiran, sikap, cara-cara bertingkah laku keinginan, tujuan dansebagainya yang dipertemukan dalam suatu wadah yang namanya komunitas sosial.

Teori pertukaran sosial (social exchange) menjelaskan interaksi sosial dalam bentuk imbalan dan biaya. Teori ini lebih banyak berhubungan dengan interaksi dua orang. Interaksi terjadi jika dua orang bertemu, kemudian ia saling menegur sapa, berjabat tangan saling berbicara, bahkan sampai terjadi perkelahian, pertengkaran dan sebagainya. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktifitas-aktifitas sosial bahkan interaksi merupakan inti dari suatu kehidupan sosial, artinya tidak ada kehidupan yang sesungguhnya apabila tidak ada interaksi.

2.5 Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani

Menurut Ferdinand Tonnies, masyarakat dapat dibedakan ke dalam dua jenis kelompok yang disebut Gemeinshaft dan Gesellschaft. Gemeischaft digambarkannya sebagai kehidupan bersama yang intim, pribadi dan eksklusif; suatu keterikatan yang dibawa sejak lahir. Kelompok seperti ini dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat desa, keluarga, kerabat dan sebagainya. Gesellschaft dilukiskannya sebagai kehidupan publik; sebagai orang yang kebetulan hadir bersama tetapi masing-masing tetap mandiri. Gesellschaft bersifat sementara dan semu. Menurut Tonnies perbedaan yang dijumpai antara kedua macam kelompok ini ialah bahwa dalam Gemeinschaft individu tetap bersatu meskipun terdapat berbagai faktor yang memisahkan mereka, sedangkan Gesellschaft individu pada dasarnya terpisah kendatipun terdapat banyak faktor pemersatu. (Kamanto Sunarto, 2004: 129).


(34)

Pada masyarakat desa yang bersifat Gemeinshaft, pada umumnya spesialisasi individu tidak menonjol sehingga kedudukan individual tidak begitu penting. Sebaliknya, pada masyarakat yang bersifat Gesellschaft atau kompleks dimana sudah ada spesialisasi di atara para anggotanya sehingga tidak dapat idup secara tersendiri atau dapat dipisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu kesatuan organisme oleh karenanya strukturnya merupakan struktur organis. Tonnies membedakan antara tiga jenis Gemeinschaft, yaitu:

1. Gemeinschaft by blood, mengacu pada ikatan-ikatan kekerabatan.

2. Gemeinschaft of place, pada dasarnya merupakan ikatan yang berlandaskan kedekatan letak tempat tinggal serta tempat bekerja yang mendorong orang untuk berhubungan secara intim satu dengan yang lain sehingga dimungkinkan dapat saling tolong menolong.

3. Gemeinschaft of mind yaitu mengacu pada hubungan persahabatan, yang disebabkan oleh persamaan keahlian atau pekerjaaan serta pandangan dan pikirian yang mendorong orang untuk saling berhubungan secara teratur. 2.6. Marsiadapari Dalam Budaya Suku Batak Toba

Bagi suku Batak Toba, marsiadapari menjadi budaya yang melekat dalam hal pengerjaan di sawah atau ladang, serta untuk kegiatan pesta adat. Jadi, kegiatan ini dilakukan dalam rangka saling membantu antara satu dengan yang lain. Hal ini juga menjadi tradisi tersendiri bagi orang Batak ketika musim panen atau marsuan (menanam). Jika merujuk dari persamaan arti marsiadapari dengan gotong royong,


(35)

maka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gotong royong mempunyai arti bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu).

Marsiadapari ini sifatnya untuk meringankan pekerjaan dengan sistem bersama-sama. Caranya juga unik dan menarik untuk dicermati. Misalkan saja dalam acara panen (padi). Jadi sistem kerjanya adalah secara bersama mengerjakan sawah atau ladang salah satu warga secara serentak dan demikian secara terus menerus dengan jadwal hingga sampai semua mendapatkan giliran. Pekerjaanpun tuntas. Uniknya lagi, marsiadapari ini dilakukan dengan penuh tanggungjawab bahwa pekerjaan itu dianggap sebagai miliknya, sehingga hasilnya akan lebih baik.

Marsiadapari dalam budaya Batak Toba adalah salah satu warisan budaya lokal yang turun temurun hingga sampai saat ini. Budaya ini menjadi suatu kehidupan yang sangat baik untuk dilakukan di dalam masyarakat Batak Toba. Sistem marsiadapari diartikan sebagai sistem saling membantu bekerja secara bergiliran atau sistem hubungan pertukaran tenaga kerja (exchange for labor). Pada pinsipnya, sistem marsiadapari memobilisasi tenaga kerja diluar keluarga inti untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di dalam keluarga pada usaha tani padi. Sistem ini diatur melalui kebiasaaan setempat, dimana petani diminta untuk bekerja membantu pemilik lahan untuk kegiatan tertentu di sawah seperti mencangkul, manggadui, marsuan, marbabo dan panen tanpa diberi upah. Pemilik lahan hanya menyediakan makanan, tetapi pada gilirannya mereka harus mengganti bantuannya tersebut secara proporsional pada waktu diperlukan.

Marsiadapari adalah bertukar tenaga kerja. Masyarakat Batak Toba sering menyebut kata marsiadapari ini sama dengan marsiruppa. Tetapi perlu diketahui bahwa marsiadapari dengan marsiruppa adalah dua kata yang berbeda arti. Perbedaan antara


(36)

dua kata tersebut terletak pada praktek kerjanya. Walaupun pada dasarnya mempunyai makna yang sama yaitu gotong royong. Marsiadapari adalah saling tukar tenaga kerja sedangkan marsirippa ataupun mangarumpa adalah saling memberikan bantuan umum. Dilihat dari pengertian dua kata tersebut mempunyai makna yang sama yaitu gotong royong ataupun yang lebih sering disebut pada saat ini adalah kerjasama.

Mangarumpa atau yang biasa disebut marsirippa adalah saling memberikan bantuan umum. Misalnya adalah jika desa tersebut membersihkan jalan umum ataupun membangun Balai desa. Semua warga masyarakat ikut serta bekerja sama dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini juga warga masyarakat tidak akan mendapatkan upah. Semua saling memberikan bantuan baik itu tenaga ataupun makanan dan minuman untuk para pekerja.

2.7 Penelitian Terdahulu

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian maka peneliti juga mencamtumkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai bahan rujukan yang dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

No Judul/ Peneliti/ Tahun/ Tujuan Metodologi Hasil penelitian 1. Penguatan Modal Sosial Untuk

Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolahan Agroekosistem Lahan Kering /Tri Pranadji / 2006 / Tujuan penelitian :

1.Menjelaskan adanya hubungan

Eratantara kerusakan ALK terhadap tingkat melemahnya modal sosial setempat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penganalisaan secara croossection.

Secara historis dapat dikatakan bahwa kerusakan ALK di desa-desa (boyolali) bagian hulu DAS dinilai sudah sangat parah, kemampuan masyarakat pedesaan dalam mengurangi tekanan terhadap ALK dipengaruhi oleh kekuatan modal sosial yang berhasil diwujudkan oleh masyarakat pedesaan setempat. Desa yang memiliki modal sosial yang paling kuat adalah adalah


(37)

2.Menganalisis pengaruh penerapan model pengelolaan ALK yang dikembangkan pemerintah terhadap tingkat kehidupan dan cara masyarakat pedesaan setempat. 3. Menganalisis elemen modal sosial dilandaskan pada nilai-nilai budaya, manajemen sosial, kepemimpinan, penyelenggaraan, pemerintah desa.

desa yang masyarakatnya memiliki modal sosial yang relatif kuat, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya cenderung tinggi dan proses tranformasi sosial ekonominya berlangsung lebih cepat.

2. Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Barat /Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran /2008 /

1. Mengidentifikasi dan mengukur kondisi modal sosial di Jawa Barat.

2. Menganalisis keterkaitan antara modal sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat.

3. Merumuskan desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinan Jawa Barat. Analisis data dilakukan, baik secara Kuantitatif maupun kualitatif Data yang diperoleh dalam studi kepustakaan dan focus group discussion dianalisis dengan teknik analisis kualitatif berupa interpretasi.

Modal sosial yang ada, baik di kalangan masyarakat prural maupun urban masih dalam tahap bonding (sebagai pengikat saja), belum sebagai jembatan (bridging) yang menghubungkan seluruh potensi warga. Hal ini ditandai oleh: (a) kelompok-kelompok yang terbentuk mayoritas berdasarkan persamaan baik karena kekerabatan, persamaan etnik, persamaan agama, persamaan strata ekonomi, dsb; (b) kerjasama yang dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama; serta (c) pendanaan dalam kelompok tersebut pada umumnya swadaya dari iuran anggota.

3. Making Democracy Work Civic Traditionsin Modern Italy/Robert Putnam/1993/bertujuan untuk: pertama mengetahuhi hubungan antara modal sosial dengan tradisi kewargaan di tingkat lokal, kedua mengetahui pengaruh desentralisasi dikawasan Italy Utara dan Italy Selatan.

Penelitian ini menggunakan

Pendekatan Kualitatif

Pertama, Desentralisasi menumbuhkan modal sosial dan tradisi kewargaan di tingkat lokal. Kedua, kawasan Italia Utara jauh lebih unggul dan maju ketimbang kawasan Italia Selatan, dari sisi desentralisasi, demokrasi lokal, modal sosial, tradisi kewargaan, kinerja pembangunan ekonomi. 4. Modal Sosial Sebagai Sarana

Pengembangan Masyarakat (Studi kasus dikecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mamasa, Provinsi Sulawesi Selatan) Masdin AP /2002/ bertujuan: Pertama, Untuk mengetahui bentuk danperan modal sosial dalam pengembangan masyarakat yang

Penelitian ini menggunakan

Pendekatan Kualitatif untuk mencari fakta dengan

interpretasi yang tepat.

Bentuk modal sosial dapat diketahui dengan tingginya nilai-nilai di dalam kemasyarakatan yang ditandai dengan sikap gotong royong di desa sumberjo dan bentuk modal sosial di dalam masyarakat petani adalah dengan adanya organisasi lokal seperti kelompok tani dan peran modal berhasil di dalam mengembangkan


(38)

dikhususkan pada aspek pertanian, Kedua mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuhnya modal sosial pada aspek pertanian di dalam pengembangan masyarakat.

masyarakat khususnya masyarakat tani.

5. Modal Sosial Komunitas Migran dalam Upaya Mempertahankan Eksistensi Komunitasnya (studi kasus warga PJKA di Permukiman Ilegal Jalan Bungur BesarRaya, JakPus/Triyani Anugrahini /2004 / bertujuan untuk memahami tentang bagaimana suatu komunitas migran di wilayah perkotaan.

Penelitian ini menggunakanPen dekatan

kualitatif.

Dari penelitian ini dijelaskan bahwa sebagai warga pendatang di perkotaan, mereka selalu dihadapkan pada persoalan tempat tinggal, pemenuhan kebutuhan sehari-hari, melakukan kegiatan sehari-hari atau usaha untuk mempertahankan eksistensinya di kota Jakarta.

6. Modal sosial dan Ketahanan Ekonomi Keluarga Miskin: studi Sosiologi pada Komunitas Bantaran Ciliwung. Oleh Ujianto Singgih Prayitno / 2004 / tujuan untuk menemukan modal sosial komunitas di Bantaran Ciliwung untuk mempengaruhi ketahanan ekonomi keluarga miskin. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kuantitatif pendekatan positivisme kualitatif pendekatan substantif.

Hasil analisis kuantitatif ditemukan bahwa ditemukan hubungan bermakna yang kuat diantara variabel yang di uji terhadap ketahanan ekonomi keluarga miskin. Uji korelasi terhadap ketahanan ekonomi keluarga miskin dengan variabel kelompok dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas, aksi kolektif dan kerjasama, informasi dan komunikasi, kohesi dan inklusi sosial terdapat hubungan bermakna lemah.

7. Fukuyama (1995) Modal Sosial, Efektivitas

organisasional

dan biaya transaksi.

Modal sosial berhubungan positif dengan efektivitas organisasional melalui pengurangan biaya transaksi organisasional.

8. Badarudin (2003)

Modal Sosial, Masyarakat nelayan.

1. Patron-klien yang lahir dari sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen modal sosial.

2. Koperasi sebagai salah satu perwujudan modal sosial sikap saling percaya, mampu menjadi kekuatan yang cukup potensial. 3. Serikat Tolong Menolong merupakan pranata yang berfungsi secara ekonomi dan juga berfungsi sosial dalam hal ritual keagamaan.


(39)

4. Arisan sebagai suatu pranata untuk mensiasati perangkap kemiskinan pada masyarakat nelayan.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan realitas sosial yang ada dalam mayarakat (Mantra, 2004: 40). Sementara pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati (Moleong, 2006). Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat secara utuh serta berusaha menggambarkan fenomena yang terjadi. Sehingga dengan menggunakan metode penelitian kualitaif maka peneliti akan lebih mudah mendapatkan informasi dan data yang jelas mengenai modal sosial marsiadapari pada aktifitas pertanian padi dan kopi di Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Alasan peneliti memilih lokasi daerah ini adalah karena Desa Parsingguran II mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani khususnya padi. Di Desa ini aktifitas dalam pertanian dilakukan dengan menggunakan sistem marsiadapari.

3.3 Unit Analisis dan Informan

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1998:2). Unit analisis masalah kualitatif tediri dari tingkat yang sangat mikro, yaitu pikiran dan tindakan individu, sampai dengan konteks yang paling


(41)

makro. Informan dalam penelitian ini adalah informan kunci dan informan biasa, informan kunci yaitu informan yang memiliki kriteria yaitu petani padi yang memiliki lahan (sawah) sendiri dan melakukan marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi. Sementara Informan biasa adalah tokoh masyarakat.

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh peneliti. Informan merupakan orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2007: 108). Di dalam pemilihan informan digunakan metode Snowbolling.

Adapun informan yang menjadi subjek penelitian adalah para petani dan tokoh desa di Desa Parsingguran II. Dari para petani padi dan tokoh desa ini peneliti akan menggali informasi mengenai potensi modal sosial marsiadapari yang terbangun antara sesama petani dalam mengelola pertanian padi. Dari kriteria di atas telah ditemukan delapan orang informan kunci yaitu: A. Lubis, R. Banjar Nahor, S. Banjar Nahor, R. Lumban Gaol, P. Banjar Nahor, Oppung Uli, D. Lumban Gaol, D. Silaban

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ataupun mengumpulkan data dan informasi yang dapat menjelaskan serta menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara obyektif. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam yaitu proses tanya jawab secara mendalam dengan informan. Disini peneliti berusaha mendapatkan informasi lebih banyak dari informan dengan dipandu oleh pedoman wawancara (depth interview). Wawancara terhadap informan ditujukan untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap tentang modal


(42)

sosial masyarakat petani dalam aktifitas pertanian. Wawancara yang dilakukan yaitu dengan percakapan yang sifatnya terbuka dan tidak baku dan sifatnya melakukan pertemuan yang berulang kali secara langsung dengan informan dengan aspek-aspek yang berhubungan dengan petani padi tersebut, misalnya bagaimana aktivitas marsiadapari, jaringan, norma sosial dan kepercayaan yang ada pada petani padi tersebut.

2. Observasi Partisipasi

Observasi parsitipasi yaitu metode pengumpulan data dengan cara peneliti ikut serta dan turut aktif dalam masyarakat secara langsung agar peneliti secara nyata merasakan dan menggambarkan situasi yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti akan ikut serta bekerja dengan para petani dan berinterakasi langsung dengan para petani.

3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan, pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan penelitian. Literatur-literatur-literatur tersebut dapat diperoleh dari buku-buku, majalah, surat kabar, arsip, dokumen-dokumen, dan media elektronik seperti internet dan televisi. Literatur-literatur yang ditelusuri adalah yang terkait dengan penelitian ini, yaitu potensi modal sosial marsiadapari pada aktivitas pertanian padi, serta literatur-literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja oleh data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa


(43)

yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif, tahap analisis dan interpretasi data diawali dengan proses observasi dan wawancara mendalam yang berkenaan dengan masalah penelitian sehingga data yang didapat akan dikategorikan dan dikaitkan satu dengan yang lainnya agar dapat diinterpretasikan secara kualitatif.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan dikelompokkan kedalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan dengan baik. (Faisal, 2007:275).

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. Pra Proposal 

2. ACC Penelitian 

3. Penyusunan Proposal Penelitian  

4. Seminar Proposal Penelitian 

5. Revisi Proposal Penelitian 

6. Penelitian Lapangan    

7. Pengumpulan Data dan Analisa Data      

8. Bimbingan Skripsi     

9. Penulisan Laporan Akhir      

10. Sidang Meja Hijau 

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini dimana masih kurangnya kemampuan baik teori dan praktek serta pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Keterbatasan yang lain adalah keterbatasan waktu saat melakukan


(44)

wawancara dengan informan, hal ini disebabkan kegiatan informan yang penuh dengan kesibukan untuk bertani. Karena informan peneliti adalah petani padi dimana petani tersebut cukup sibuk dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya seperti menanam sayur, cabe, tomat dan kopi sehingga petani tersebut dari pagi hingga sore beraktifitas bahkan sampai di rumah sudah malam, ini dikarenakan jarak tempuh yang lumayan jauh dari lokasi pekerjaannya ke tempat tinggal petani tersebut. Maka dalam hal ini peneliti harus mampu melihat waktu yang tepat untuk melakukan wawancara agar tidak terkesan menggangu dan peneliti juga berpartisipasi membantu pekerjaan informan ketika melakukan wawancara sehingga tidak terkesan kaku dan lebih santai dalam menjawab atau memberikan keterangan kepada peneliti.


(45)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Desa Parsingguran II

Parsingguran berasal dari kata bahasa batak toba ‘Parsaoran’ yang artinya perkumpulan, kesatuan, persahabatan, persaudaraan. Menurut sejarah yang diperoleh melalui musyawarah Desa Parsingguran II yang melibatkan unsur dan tokoh masyarakat khususnya yang mengetahui dan sudah dapat dikategorikan masih terlibat dalam upaya kemerdekaan Negara Republik Indonesia, bahwa Desa Parsingguran II berdiri pada tahun 1955. Jumlah perkampungan sebelum zaman kemerdekaan ada sebanyak 2 (dua) perkampungan yang masing-masing perkampungan di kepalai oleh 1 (satu) orang kepala kampung (dalam istilah bahasa batak toba disebut happung), perkampungan inilah yang digabungkan menjadi Desa Parsingguran II.

Penggabungan perkampungan tersebut dilakukan untuk memenuhhi peraturan pemerintah pada tahun 1953 yang mengatur tentang desa, dan pada saat itu sudah harus dibuat batas dan administrasi tentang desa, yang pada akhirnya mengubah nama kampung menjadi desa. Selanjutnya sampai dengan sekarang dan untuk memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 telah dibentuk 4 (empat) dusun/ unsur kewilayahan di Desa Parsingguran II. Sejak terbentuknya Desa Parsingguran II, kepala desa yang menjabat sudah delapan orang yaitu:

1. Opung Pananari Banjar Nahor dari tahun 1955 s/d 1968 2. Opung Robert Banjar Nahor dari tahun 1969 s/d 1975 3. Kappung Saur Banajarnahor dari tahun 1976 s/d 1985


(46)

4. Paimaon Banjar Nahor dari tahun 1984 s/d 1989 5. Pardomuan Banjar Nahor dari tahun 1990 s/d 1995 6. Marulak Lumban Gaol dari tahun 1996 s/d 2001 7. Paimaon Banjar Nahor dari tahun 2002 s/d 2013 8. Sabar Banjar Nahor dari tahun 2014 s/d 2019

4.1.2 Letak Dan Keadaan Wilayah

Desa Parsingguran II terbentuk dari 4 dusun, memiliki luas wilayah 2.916,54 hektar, dengan perincian sebagai berikut

Tabel 4.1

Luas Dusun Desa Parsingguran II

No. Nama Dusun Luas Satuan

1. Dusun I 740,00 Ha

2. Dusun II 780,54 Ha

3. Dusun III 702,00 Ha

4. Dusun IV 694,00 Ha

Desa Parsingguran II 2.916,54 Ha Sumber: Data Desa Parsingguran II tahun 2012-2013

Desa Parsingguran II terdiri dari 4 (empat) dusun dan 42 perkampungan /huta sebagai berikut

1. Dusun I meliputi perkampungan: saitnihuta, parmonangan, lumban juara, lumban dolok, banjar dolok, lumban tonga-tonga, sosor mangulahi, bunti nauli, pealangge, lumban sinaga, lumban lubis, sosor martua, sosor tamba tua, dan huta ginjang.

2. Dusun II meliputi perkampungan: lobutua, lumban hariara, rindang, lumban nahot, lumban naungkup, sipingganpasu, hutajulu, sampetua, lumban


(47)

hasugian, lumban sopar, lumban siantar, sibaragas toruan, sibaragas dolok, dan lumban sahit nauli.

3. Dusun III meliputi perkampungan: huta bagasan, sosor martunas, sibuntuon, lumban panggabean, sosor batubara, hua gur-gur, sosir marulitua, huta baru dan sosor silintong.

4. Dusun IV meliputi perkampungan: sipariama, lumban tua, dolok holbung, dan lumban baringin, dan dolok holbung.

Pembagian dusun sebagaiamana disebutkan di atas adalah sesuai dengan peraturan Desa Parsingguran II Nomor 1 Tahun 2011 tentuang pembentukan Dusun di Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Desa Parsingguran II terletak di bagian paling timur Kecamatan Pollung dan termasuk dalam kawasan datara tinggi, dengan ketinggian dari permukaan laut + 1.340 m. Desa Parsingguran II masuk dalam wilayah Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Berjarak ± 8 Km arah Timur Kantor Camat Pollung, dengan batas – batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Tambateas Kabupaten Samosir - Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Bakara Kecamatan Baktiraja - Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Tipang Kecamatan Baktiraja - Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Parsingguran I Kecamatan Pollung 4.1.3 Kondisi Topografi Desa

Ketinggian atau topografi merupakan faktor yang penting dalam penyebaran kegiatan pertanian (karena masyarakat Parsingguran II mayoritas petani), sehingga ketinggian merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan pertanian. Ketinggian tempat dari permukaan laut berpengaruh terhadap suhu udara, yaitu setiap


(48)

naik 100 m suhu akan turun rata – rata 0.6º sehingga makin tinggi suatu tempat menyebabkan daerah tersebut memiliki suhu rendah. Luas Desa Parsingguran II adalah 2.916,54 hektar dan pembagian areal lahan atau penggunaan tanah di Desa Parsingguran II dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2

Pemanfaatan Areal Tanah Desa Parsingguran II

No. Peruntukkan Lahan / Penggunaan Tanah

Luas Satuan

1 Persawahan 256,00 Hektar

2 Tegalan / Perladangan 230,00 Hektar

3 Perkebunan 350,54 Hektar

4 Perumahan/ Pemukiman 45,10 Hektar

5 Kolam/ Perikanan 9,50 Hektar

6 Sarana Sosial (Rumah Ibadah) 5,00 Hektar

7 Sekolah 5,00 Hektar

8 Kantor Desa 0,01 Hektar

9 Jalan Umum 22,50 Hektar

10 Saluran Irigasi 5,60 Hektar

11 Hutan Rakyat 1.987,29 Hektar

Desa 2.916,54 Ha

Sumber: Data Desa Parsingguran II tahun 2012-2013

Kondisi dan jenis tanah yang terdapat di Desa Parsingguran II adalah jenis tanah yang bersalal dari tuf andesif yang menghasilkan tanah podsolik yang sifatnya sangat erosif. Dilihat dari tingkat kesuburan tanah di Desa Parsingguran II adalah relatif subur dimana kebanyakan tanah banyak mengandung organik, akan tetapi perlu dioptimalkan khususnya tehnik pengelolaan tanah dan budidaya tanaman yang cocok di Desa Parsingguran II. Dari jenis kesesuaian lahan di Desa Parsingguran II merupakan lahan yang cocok ditanami padi, tanaman pangan maupun tanaman tahunan (seperti kopi), akan tetapi terdapat kecenderungan masyarakat Desa Parsingguran II mengelola dan membudidayakan tanaman sayur-sayuran seperti tomat dan cabe, yang sebagian besar tidak optimal hasilnya.


(49)

Sebagian penanaman padi hanya ditanam di sawah yang sebagian sawah mengharapkan air hujan, masyarakat belum beralih menanam padi gogo (di perladangan) dalam bahasa batak toba disebut eme darat, yang pada dasarnya mampu menghasilkan padi/beras yang bermutu. Peluang yang dapat diraih Desa Parsingguran II khususnya di bidang pertaian adalah pengembangan tanaman perkebunan seperti kopi dan buah-buahan seperti jeruk, semangka, tiung/terong belanda, timun. di samping penanaman sayur-sayuran yang pengelolaannya secara optimal dengan menyesuaikan kondisi tanah.

4.1.4 Kondisi Demografi Desa

Berdasarkan data Desa Parsingguran II higga juli tahun 2011 jumlah penduduk desa adalah sebanyak 2.038 orang, dengan perincian 1.007 laki-laki dan 1,031 perempuan dan terdiri dari 425 kepala keluarga yang tersebar dalam empat dusun. Penduduk Desa Parsingguran II 99,0% adalah suku Batak Toba, sedang sisanya adalah suku lain (campuran), dan 99,0 % beragama Kristen Protestan dan sisanya adalah agama dan kepercayaan lain. Selanjutnya jika ditinjau dari segi pekerjaan maka 90 % masyarakat Desa Parsingguran II adaah berprofesi sebagai petani, selainnya adalah pedagang, wiraswasta, dan Pegawai Negeri Sipil.

Tabel 4.3

Komposisi penduduk Desa Parsingguran II berdasarkan kelompok jenis kelamin dan agama

N o

Nama Dusun Jumlah Penduduk Agama

Lk Pr Total Islam Protestan Katolik Hindu Budha

1 Dusun I 205 245 450 3 436 11 - -

2 Dusun II 223 303 526 - 524 2 - -

3 Dusun III 399 340 739 - 733 6 - -

4 Dusun IV 180 143 323 323 -


(50)

4.1.5 Pola Pemukiman

Pemukiman penduduk di Desa Parsingguran II merupakan suatu kesatuan desa pada umumnya berada dalam kompleks desa tersebut secara mengelompok. Letak rumah penduduk di dalam desa perkampungan saling berdekatan. Sebagian dari rumah-rumah tersebut berjejer secara teratur dan menghadap jalan.

4.1.6 Sarana dan Prasarana Desa

Sarana dan Prasarana desa adalah suatu pelengkap desa yang berfungsi sebagai fasilitas masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan fungsinya di desa. Adapun yang menjadi sarana dan prasarana di desa ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4

Sarana dan Prasarana Desa

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah

1

Gedung Sekolah

TK/PAUD 3 Buah

SD 3 Buah

2 Tempat Ibadah

Gereja 6 Buah

3

Fasilitas Kesehatan

Puskesmas 1 Unit

Posyandu 3 Unit

4

Prasarana Perhubungan

Jalan Propinsi 2 Km

Jalan Desa 3 Km

Jalan Dusun 8 Km

Jembatan Beton 4 Unit

Sumber: Data Desa Parsingguran II Tahun 2012-2013 4.1.7 Struktur Desa Parsingguran II

Ada beberapa hal yang menjadi struktur Desa Parsingguran II yaitu sebagai berikut.


(1)

terima kasih karena sudah berniat baik sesuai dengan kemauannya dan sebagai bentuk tindakan manusia yang berjiwa sosial jadi ingin membantu terhadap sesama.


(2)

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan mengenai Potensi Modal Sosial Marsiadapari pada Aktivitas Petani Padi di Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut

1. Sejarah menunjukkan bahwa kegiatan bekerja sama tersebut (marsiadapari) merupakan gotong royong masyarakat yang dilakukan oleh keluarga dengan keluarga atas kemauan dan prinsip kerelaan. Jaringan yang ditemukan dalam marsiadapari yaitu jaringan dengan lahan (sawah) yang berdampingan, jaringan keluarga dan jaringan tetangga. Sikapa percaya adalah perekat hubungan antar sesama petani padi. Pelaksanaan aktifitas marsiadapari di Desa Parsingguran II dapat mengefektifkan waktu. Karena waktu yang dipakai relatif cepat jika dibandingkan dengan pengolahan lahan dengan sendiri tentunya akan menghabiskan waktu yang lama. Di dalam solidaritas mekanik di Desa Parsingguran II ditemukan adanya rasa sepenanggungan, saling memerlukan dan rasa seperasaan.

2. Perubahan aktivitas marsiadapari ini karena kehadiran teknologi pertanian seperti mesin traktor tangan (jetor) yang menggeser tenaga kerja petani. Setelah diperkenalkan teknologi maka, orientasi masyakat juga ikut berubah. Masyarakat menginginkan pekerjaan cepat selesai dengan hasil pertanian yang maksimal. Sehingga sistem marsiadapari yang sejak dahulu dipelihara kini berubah menjadi sitem pengupahan. Hal ini didukung oleh semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat (pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan). Lahan yang


(3)

semakin sempit dan pertumbuhan penduduk yang meningkat juga menjadi alasan kenapa ada perubahan pada pelaksanaan marsiadapari.

3. Untuk mempertahankan agar pelaksanaan marsiadapari ini tetap dilakukan, di dalam masyarakat ada peluang yang dapat menguatkan marsiadapari yaitu: adanya institusi lokal dan potensi sosial yang juga berperan dalam pelestarian marsiadapari, seperti: dalihan natolu, hubungan marga dan keterbatasan masyarakat dalam menggunakan teknologi. Inilah yang menjadi kekuatan masyarakat Desa Parsingguran II yang jika terus dipelihara maka marsiadapari tetap ada.

5.2 Saran

Di Indonesia terdapat banyak modal sosial dalam mengolah lahan pertanian seperti di Bali disebut Sistem Subak, di Jawa disebut Sambatan dan bagi orang Batak disebut marsiadapari. Tetapi belakangan ini sistem kerja sama pertanian tersebut sudah mulai bergeser oleh modernisasi pertanian. Sehingga perlahan-lahan sitem tersebut berubah dan jika tidak dijaga dan dipelihara akan menghilang. Oleh sebab itu, setiap masyarakat harus berjuang memelihara untuk mempertahankan modal sosial tersebut. Marsiadapari bagi masyarakat petani di Desa Parsingguran II sesungguhnya adalah kekayaan dan kekuatan dalam aktivitas pertanian. Dalam pertanian khususnya, banyak manfaat yang dirasakan selain daripada mempercepat selesainya lahan. Tetapi ada kebersamaan, kedekatan, kekeluargaan yang tercipta. Maka untuk mempertahankan marsiadapari ini, setiap masyarakat harus menjaga keharmonisan dalam kekeluargaan dan dalihan natolu. Teknologi tidak selalu membawa dampak yang positif bagi masyarakat, maka masyarakat seharusnya tidak mengabaikan budaya lokal yang ada, sehingga budaya itu tidak menjadi hilang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku :

Adler, P Kwon S. 2000. Social Capital: the good, the bad and the ugly. In E. Lesser (Ed). Knowledge and Social Capital: Foundations and Applications. Butterworth - Heinemmann.

Ancok, J. 2003. Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat. Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM.

BPS, 2013. Sumatera Utara Dalam Angka, Medan: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Edisi September 2013.

Cohen & Prusak L. 2001. Social Capital In The Creation of Human Capital, The American Journal Of Sociology.

Faisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Field, John. 2011. Modal Sosial. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Fukuyama, Francis. 1995. Trust : The Social Virtues and the Creation of Prosperity. NY: Free Press.

Fukuyama, Francis. 2002. Trust Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Hasbullah, Jousairi. 2006. Social Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta: MR-United Press.

Johnson, Paul Doyle. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, diindonesiakan oleh: Robert M.Z. Lawang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembagunan. Jakarta: Gramedia. Lawang, Robert. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Modul Universitas Terbuka.


(5)

Lawang R, MZ.2005.Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologi (suatu Pengantar). Jakarta: Fisip UI Press Jakarta.

Moleong, Lexi. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo. Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Woolcock, M. D. Narayan. 2000. Social Capital: Implication for Development Theory, Research, and Policy. World Bank Research Observer, 15(2), August, 225-49. In Elinor Ostrom and T.K. Ahn. 2003. Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited.

Sumber Jurnal :

Inayah. 2012. Jurnal Pengembangan Humaniora Volume 12. Semarang

Syabra, R. 2003. Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi. Jurnal Masyarakat dan Budaya. Vol.5. No. 1-5. Jakarta.

Badaruddin. 2003. Modal Sosial Masyarakat Nelayan. Jurnal Komunikasi Penelitian. Munthe, Hadriana Marhaeni, 2007. Jurnal Sosiologi Harmoni Sosial Volume II Nomor

1: Medan

Lubis, Zulkifli, B dan Fikarwin Zuska. 2001. Resistensi, Persistensi dan Model Transmisi Modal Sosial dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Milik Bersama, Laporan Penelitian, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.


(6)

Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, 2010. Data Potensi Sumber Daya Alam dan Industri Suharto, Edi. 2005. Modal Sosial dan Kebijakan Publik

Juli 2013 pukul 13:07 WIB

Serikat Petani Indonesia. 2007. Tentang Pembaruan Agraria dan Pembangunan Pedesaan Sumber Skripsi :

Suparman.2012. Modal Sosial Dalam Komunitas Nelayan. Disertasi(S3) Tidak Diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana Sosiologi Universitas Negeri Makassar.


Dokumen yang terkait

Modal Sosial Komunitas Petani Kemenyan Dalam Pelestarian Hutan Kemenyan Di Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan

0 53 123

Aron pada Masyarakat Karo (Konsep Aron pada Masyarakat Lau Solu dalam Bidang Pertanian di Desa Lau Solu Kecamatan Mardinding Kabupaten Karo

2 93 113

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Perubahan Perlakuan terhadap Anak Perempuan pada Masyarakat Batak Toba (Studi Deskriptif pada Masyarakat Batak Toba di Desa Pollung, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

11 112 129

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Marhaminjon Pada Masyarakat Batak Toba Di Desa Pandumaan Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan

3 70 102

16 jip kec pollung desa parsingguran i

0 0 1

pl jalan pertanian desa parsingguran i kecamatan pollung

0 0 1

Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasunduan

0 0 15

Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasunduan

0 0 13

Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politi

0 0 9