BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Desa Parsingguran II
Parsingguran berasal dari kata bahasa batak toba ‘Parsaoran’ yang artinya perkumpulan, kesatuan, persahabatan, persaudaraan. Menurut sejarah yang diperoleh
melalui musyawarah Desa Parsingguran II yang melibatkan unsur dan tokoh masyarakat khususnya yang mengetahui dan sudah dapat dikategorikan masih terlibat dalam upaya
kemerdekaan Negara Republik Indonesia, bahwa Desa Parsingguran II berdiri pada tahun 1955. Jumlah perkampungan sebelum zaman kemerdekaan ada sebanyak 2 dua
perkampungan yang masing-masing perkampungan di kepalai oleh 1 satu orang kepala kampung dalam istilah bahasa batak toba disebut happung, perkampungan inilah yang
digabungkan menjadi Desa Parsingguran II. Penggabungan perkampungan tersebut dilakukan untuk memenuhhi peraturan
pemerintah pada tahun 1953 yang mengatur tentang desa, dan pada saat itu sudah harus dibuat batas dan administrasi tentang desa, yang pada akhirnya mengubah nama
kampung menjadi desa. Selanjutnya sampai dengan sekarang dan untuk memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 telah dibentuk 4 empat dusun unsur
kewilayahan di Desa Parsingguran II. Sejak terbentuknya Desa Parsingguran II, kepala desa yang menjabat sudah delapan orang yaitu:
1. Opung Pananari Banjar Nahor dari tahun 1955 sd 1968
2. Opung Robert Banjar Nahor dari tahun 1969 sd 1975
3. Kappung Saur Banajarnahor dari tahun 1976 sd 1985
Universitas Sumatera Utara
4. Paimaon Banjar Nahor dari tahun 1984 sd 1989
5. Pardomuan Banjar Nahor dari tahun 1990 sd 1995
6. Marulak Lumban Gaol dari tahun 1996 sd 2001
7. Paimaon Banjar Nahor dari tahun 2002 sd 2013
8. Sabar Banjar Nahor dari tahun 2014 sd 2019
4.1.2 Letak Dan Keadaan Wilayah Desa Parsingguran II terbentuk dari 4 dusun, memiliki luas wilayah 2.916,54
hektar, dengan perincian sebagai berikut Tabel 4.1
Luas Dusun Desa Parsingguran II No. Nama Dusun
Luas Satuan
1. Dusun I
740,00 Ha
2. Dusun II
780,54 Ha
3. Dusun III
702,00 Ha
4. Dusun IV
694,00 Ha
Desa Parsingguran II 2.916,54 Ha
Sumber: Data Desa Parsingguran II tahun 2012-2013
Desa Parsingguran II terdiri dari 4 empat dusun dan 42 perkampungan huta sebagai berikut
1. Dusun I meliputi perkampungan: saitnihuta, parmonangan, lumban juara,
lumban dolok, banjar dolok, lumban tonga-tonga, sosor mangulahi, bunti nauli, pealangge, lumban sinaga, lumban lubis, sosor martua, sosor tamba
tua, dan huta ginjang. 2.
Dusun II meliputi perkampungan: lobutua, lumban hariara, rindang, lumban nahot, lumban naungkup, sipingganpasu, hutajulu, sampetua, lumban
Universitas Sumatera Utara
hasugian, lumban sopar, lumban siantar, sibaragas toruan, sibaragas dolok, dan lumban sahit nauli.
3. Dusun III meliputi perkampungan: huta bagasan, sosor martunas, sibuntuon,
lumban panggabean, sosor batubara, hua gur-gur, sosir marulitua, huta baru dan sosor silintong.
4. Dusun IV meliputi perkampungan: sipariama, lumban tua, dolok holbung,
dan lumban baringin, dan dolok holbung. Pembagian dusun sebagaiamana disebutkan di atas adalah sesuai dengan
peraturan Desa Parsingguran II Nomor 1 Tahun 2011 tentuang pembentukan Dusun di Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Desa
Parsingguran II terletak di bagian paling timur Kecamatan Pollung dan termasuk dalam kawasan datara tinggi, dengan ketinggian dari permukaan laut + 1.340 m. Desa
Parsingguran II masuk dalam wilayah Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Berjarak ± 8 Km arah Timur Kantor Camat Pollung, dengan batas – batas
sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Tambateas Kabupaten Samosir -
Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Bakara Kecamatan Baktiraja -
Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Tipang Kecamatan Baktiraja -
Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Parsingguran I Kecamatan Pollung 4.1.3 Kondisi Topografi Desa
Ketinggian atau topografi merupakan faktor yang penting dalam penyebaran kegiatan pertanian karena masyarakat Parsingguran II mayoritas petani, sehingga
ketinggian merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan pertanian. Ketinggian tempat dari permukaan laut berpengaruh terhadap suhu udara, yaitu setiap
Universitas Sumatera Utara
naik 100 m suhu akan turun rata – rata 0.6º sehingga makin tinggi suatu tempat menyebabkan daerah tersebut memiliki suhu rendah. Luas Desa Parsingguran II adalah
2.916,54 hektar dan pembagian areal lahan atau penggunaan tanah di Desa Parsingguran II dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Pemanfaatan Areal Tanah Desa Parsingguran II
No. Peruntukkan Lahan
Penggunaan Tanah Luas
Satuan 1
Persawahan 256,00
Hektar 2
Tegalan Perladangan 230,00
Hektar 3
Perkebunan 350,54
Hektar 4
Perumahan Pemukiman 45,10
Hektar 5
Kolam Perikanan 9,50
Hektar 6
Sarana Sosial Rumah Ibadah 5,00
Hektar 7
Sekolah 5,00
Hektar 8
Kantor Desa 0,01
Hektar 9
Jalan Umum 22,50
Hektar 10
Saluran Irigasi 5,60
Hektar 11
Hutan Rakyat 1.987,29
Hektar
Desa 2.916,54 Ha
Sumber: Data Desa Parsingguran II tahun 2012-2013
Kondisi dan jenis tanah yang terdapat di Desa Parsingguran II adalah jenis tanah yang bersalal dari tuf andesif yang menghasilkan tanah podsolik yang sifatnya sangat
erosif. Dilihat dari tingkat kesuburan tanah di Desa Parsingguran II adalah relatif subur dimana kebanyakan tanah banyak mengandung organik, akan tetapi perlu dioptimalkan
khususnya tehnik pengelolaan tanah dan budidaya tanaman yang cocok di Desa Parsingguran II. Dari jenis kesesuaian lahan di Desa Parsingguran II merupakan lahan
yang cocok ditanami padi, tanaman pangan maupun tanaman tahunan seperti kopi, akan tetapi terdapat kecenderungan masyarakat Desa Parsingguran II mengelola dan
membudidayakan tanaman sayur-sayuran seperti tomat dan cabe, yang sebagian besar tidak optimal hasilnya.
Universitas Sumatera Utara
Sebagian penanaman padi hanya ditanam di sawah yang sebagian sawah mengharapkan air hujan, masyarakat belum beralih menanam padi gogo di
perladangan dalam bahasa batak toba disebut eme darat, yang pada dasarnya mampu menghasilkan padiberas yang bermutu. Peluang yang dapat diraih Desa Parsingguran II
khususnya di bidang pertaian adalah pengembangan tanaman perkebunan seperti kopi dan buah-buahan seperti jeruk, semangka, tiungterong belanda, timun. di samping
penanaman sayur-sayuran yang pengelolaannya secara optimal dengan menyesuaikan kondisi tanah.
4.1.4 Kondisi Demografi Desa Berdasarkan data Desa Parsingguran II higga juli tahun 2011 jumlah penduduk
desa adalah sebanyak 2.038 orang, dengan perincian 1.007 laki-laki dan 1,031 perempuan dan terdiri dari 425 kepala keluarga yang tersebar dalam empat dusun.
Penduduk Desa Parsingguran II 99,0 adalah suku Batak Toba, sedang sisanya adalah suku lain campuran, dan 99,0 beragama Kristen Protestan dan sisanya adalah agama
dan kepercayaan lain. Selanjutnya jika ditinjau dari segi pekerjaan maka 90 masyarakat Desa Parsingguran II adaah berprofesi sebagai petani, selainnya adalah
pedagang, wiraswasta, dan Pegawai Negeri Sipil.
Tabel 4.3 Komposisi penduduk Desa Parsingguran II berdasarkan kelompok jenis kelamin dan
agama N
o Nama Dusun
Jumlah Penduduk Agama
Lk Pr
Total Islam Protestan Katolik
Hindu Budha
1 Dusun I
205 245
450 3
436 11
- -
2 Dusun II
223 303
526 -
524 2
- -
3 Dusun III
399 340
739 -
733 6
- -
4 Dusun IV
180 143
323 323
-
Jumlah 500
600 1.100
3 1.100
19 -
-
Universitas Sumatera Utara
4.1.5 Pola Pemukiman
Pemukiman penduduk di Desa Parsingguran II merupakan suatu kesatuan desa pada umumnya berada dalam kompleks desa tersebut secara mengelompok. Letak
rumah penduduk di dalam desa perkampungan saling berdekatan. Sebagian dari rumah- rumah tersebut berjejer secara teratur dan menghadap jalan.
4.1.6 Sarana dan Prasarana Desa
Sarana dan Prasarana desa adalah suatu pelengkap desa yang berfungsi sebagai fasilitas masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan fungsinya di desa. Adapun yang
menjadi sarana dan prasarana di desa ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.4
Sarana dan Prasarana Desa No
Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Gedung Sekolah
TKPAUD 3 Buah
SD 3 Buah
2 Tempat Ibadah
Gereja 6 Buah
3 Fasilitas Kesehatan
Puskesmas 1 Unit
Posyandu 3 Unit
4 Prasarana Perhubungan
Jalan Propinsi 2 Km
Jalan Desa 3 Km
Jalan Dusun 8 Km
Jembatan Beton 4 Unit
Sumber: Data Desa Parsingguran II Tahun 2012-2013
4.1.7 Struktur Desa Parsingguran II
Ada beberapa hal yang menjadi struktur Desa Parsingguran II yaitu sebagai
berikut.
Universitas Sumatera Utara
1. Pemerintah Desa
Pemerintah Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa BPD, antara pemerintah desa dengan BPD
dapat melakukan kerjasama dan bermitra dengan baik untuk terciptakan roda pemerintahan Desa Parsingguran II yang baik dan dapat melayani masyarakat dengan
baik. Pemerintahan Desa Parsingguran II sendiri dipimpin oleh kepala desa dan didukung oleh sekretaris desa, kepala-kepala urusan dan juga didukung oleh para kepala
dusun se-Desa Parsingguran II.
Jumlah personal pemerintahaan desa adalah sebagai berikut : • Kepala Desa
: 1 orang
• Sekretaris Desa : 1
orang • Kepala Urusan
: 3 orang
• Kepala Dusun : 10
orang 2.
Badan Permusyawatan Desa BPD Badan Permusyaratan Desa Parsingguran II adalah suatu lembaga yang lahir dari
tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, Ketua RWRT dusun, golongan fraksi dan lain-lain. Dalam proses penetapan Pengurus BPD dilakukan dengan
musyawarahmufakat. Adapun jumlah pengurus BPD Desa Parsingguran II ada 9 orang, terdiri dari : Ketua 1 orang, Wakil Ketua 1 orang, Sekretaris 1 orang, dan anggota 6
orang. Adapun fungsi BPD adalah menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
3. Kelembagaan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Lembaga kemasyarakatan desa sampai dengan saat ini yang sudah dibentuk di desa terdiri dari PKK Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna,
Kelompok Lansia, LPM Desa. 4.1.8 Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Kehidupan sosial ekonomi merupakan segala aspek yang berkaitan dengan keberadaan idividu secara sosial hubungan dengan individu lainnya dan ekonomi
upaya pemenuhan kebutuhan seperti sandang, pangan dan papan yang dilakukan melalui berbagai cara dan memiliki proses yang panjang dan berkelanjutan Turnip,
2008. Desa Parsingguran II merupakan desa pertanian. Maka hasil ekonomi warga
dan mata pencaharian warga sebagian besar adalah bertani, dari jumlah kepala keluarga 425 KK yang ada ± 388 KK 90,00 adalah petani. Selebihnya Pegawai Negeri
Sipil, wiraswasta, pedagang. Masyarakat Desa Parsingguran II sebagian besar dikategorikan miskin dan prasejahtera walaupun tersedia lahan perkebunan dan
persawahan yang cukup luas. Jika dirata – ratakan, pengasilan perkapita penduduk per tahun ialah 1.200.000,00, hal ini tentunya tidak mencukupi lagi untuk memenuhi
kebutuhan sehari – hari. Cara hidup petani yang sudah turun temurun telah menjadi tradisi dan kebiasaan
hidup masyarakat setempat. Masyarakat Desa Parsingguran II mayoritas lebih mengandalkan hasil persawahan dan perkebunan tanaman kopi dan bekerja sebagai
petani, dengan pola pikir yang sama juga, sehingga sangat mempengaruhi pola kehidupan mereka yang umumnya homogen sangat bergantung pada pertanian sebagai
petani. Pengelolaan perkebunan kopi dan tanaman lainnya dapat diketegorikan kurang
Universitas Sumatera Utara
maksimal karena Sumber Daya Manusia SDM, dan modal pertanian yang relatif besar. Ditambah lagi fluktuasi harga sayur-sayuran yang tidak dapat diprediksidiperkirakan.
Penduduk Desa Parsingguran 99,00 suku batak toba, dan tetap menjalankan kehidupan sehari–hari berdasarkan adat–istiadat dan kebiasaan penduduk. Kehidupan
masyarakat Desa Parsingguran II sangat kental dengan tradisi–tradisi peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia lahir-
dewasaberumah tangga-mati, seperti upacara kelahiran, perkawinan dan upacara- upacara yang berhubungan dengan kematian, hampir selalu dilakukan oleh warga
masyarakat. Pengenalan dan persaudaraan yang terjalin pada masyarakat juga sangat kuat, bukan hanya mereka yang bertempat tinggal dalam satu dusun atau satu huta
tetapi juga antar dusun. Berdasarkan observasi peneliti, kebiasaan menjenguk orang sakit tetangga atau
sanak keluarga masih dilakukan oleh masyarakat. Biasanya ketika menjenguk orang sakit, bukan makanan yang dibawa, tetapi mereka mereka mengumpulkan uang
bersama-sama untuk kemudian disumbangkan kepada orang yang sakit untuk merigankan beban biaya. Semua itu menggambarkan bahwa hubungan ketetanggaan di
desa ini masih erat dan kuat. Kegiatan gotong royong masyarakat masih terlaksana misalnya kebiasaan membantu dan bergotong royong dalam perbaikan jalan, bersih
desa, irigasi, pembangunan rumah ibadah, pembangunan rumah penduduk masih tetap dilakukan dan berjalan secara terus menerus.
Secara sosiologis, masyarakat Desa Parsingguran II dikategorikan sehat, karena masyarakat dapat melaksanakan peran dan tugasnya yang telah dipelajarinya melalui
proses sosialisasi, lepas dari soal apakah secara ilmu kesehatan masyarakat sehat atau
Universitas Sumatera Utara
tidak. Menurut Parson, kesehatan sosiologis seseorang bersifat relatif karena tergantung pada peran yang dijalankannya dalam masyarakat.
Sarana transportasi yang paling banyak dipergunakan warga masyarakat adalah sepeda motor, bahkan sepeda motor dipergunakan oleh masyarakat dalam pengangkutan
hasil perkebunanpertanian, ataupun sebagai alat transportasi menuju perkebunan, sedangkan alat transportasi seperti bus sifatnya adalah musiman seperti hari jumat dan
hari – hari tertentu. 4.1.9 Interaksi Masyarakat Petani Dalam Kegiatan Sehari-hari
Petani padi yang berada di Desa Parsingguran II selain bekerja dalam mengolah lahan pertanian padi juga mengolah lahan pertanian untuk tanaman seperti cabe, sayu-
sayuran dan kopi. Rutinitas setiap hari penduduk Desa Parsingguran II yang bekerja sebagai petani padi, mulai dari 07:30 WIB setiap hari sampai hari sabtu selalu pergi
bekerja ke sawah dan ke ladang. Hal ini ditandai, ketika dipagi hari para petani sudah sibuk mempersiapkan apa saja yang akan di bawa ke ladang sawah seperti cangkul dan
bekal makan siang. Bagi petani yang memiliki lahan berdampingan umumnya mereka akan sama-sama pergi ke sawah, sementara petani lain pergi sesuai dengan lahan yang
dituju. Untuk menjalin interaksi dengan petani lain, mereka akan melakukan interaksi
dengan cara interaksi langsung denga cara berkomunikasi langsung dengan petani lain. Dalam menjalin interaksi tersebut ada faktor-faktor yang mendukung, misalnya: mereka
berinteraksi karena memiliki lahan yang berdampingan, irigasi yang sama, kesamaan tempat atau lokasi yang sama dan kelompok marsiadapari yang sama. Dalam pola
interaksinya mereka membangun interaksi atas dasar tujuan mereka masing-masing. Dalam pengamatan peneliti, melihat bahwa masyarakat yang akan memperbaiki irigasi,
Universitas Sumatera Utara
maka salah satu seorang petani akan menginformasikan kepada semua petani yang memiliki irigasi tersebut untuk memperbaiki secara kolektif. Penyampaian informasi
tersebut dilakukan dengan cara mengunjungi rumah para petani satu-persatu. Selanjutnya, ketika musim panen interaksi yang terjadi pada masyarakat
parsingguran II tercermin ketika para petani secara kolektif menyelesaikan lahan seseorang mulai dari menyabit padi, mengumpulkan padi, setelah itu mardege atau
memisahkan padi dari batang padi. Setelah menyelasaikan aktifitas pertanian dari ladang sawah para petani khususnya kaum bapak biasanya berkumpul di warung lapo.
Mereka menghabiskan waktu dengan para petani lainnya, berdiskusi dan membicarakan banyak hal seperti perkembangan politik, pertanian, dan informasi-informasi terbaru.
Sementara kaum perempuan melakukan perkumpulan dengan tetangganya rumah di sebelah atau istilahnya martandang. Para petani menjalin hubungan dengan petani lain
dengan saling komunikasi langsung. Interaksi tersebut dilakukan tidak hanya dengan kelompok marsiadapari tetapi kepada petani kopi juga tetap dijalin hubungan,
walaupun petani itu tidak kerabat dekat. Hal ini terlihat ketika setiap petani padi yang umumnya juga mempunyai ladang
kopi akan berinteraksi kepada petani kopi lainnya. Dalam interaksinya, mereka yang memiliki ladang kopi sama-sama berdiskusi mengenai apa saja yang menjadi kendala
dalam penanaman dan perawatan kopi. Sementara petani padi berdiskusi mengenai kendala yang dihadapi oleh masing-masing petani. mulai dari bagaimana menghadapi
perubahan cuaca yang tidak stabil, irigasi tali air dan hama yang ada dalam sawah. 4.2
Sejarah Marsiadapari di Desa Parsingguran II Salah satu kekayaan budaya suku Batak Toba yang masih ada dan senantiasa
dilakukan oleh masyarakat di Desa Parsingguran II adalah budaya marsiadapari.
Universitas Sumatera Utara
Marsiadapari dilakukan dalam aktifitas pertanian padi yaitu dalam aktifitas makkali aek, mangombak, manggadui, marsuan, marbabo, dan panen manabi eme. Aktivitas
marsiadapari dimulai pada pagi hari yaitu pukul 07.30 WIB - 17.00 WIB. Didalam pola kerjanya terdapat keteraturan antara sesama peserta marsiadapari dengan tujuan agar
tetap terjaga hubungan yang baik. Pola kerja dilakukan secara bergiliran sesuai dengan kebutuhan di dalam mengerjakan sawah maupun ladang peserta marsiadapari.
Dahulu, marsiadapari hanya dilakukan pada lingkungan keluarga saja. Keluarga yang dimaksud adalah saudaranya adik atau abangnya. Istilah ini dipakai setelah
diadakan musyawarah dengan para tokoh desa dan petani. Kemudian karena sikap saling percaya dan adanya kekeluargaan yang tercipta di masyarakat sehingga marsiadapari
juga dilakukan tanpa ada rasa saling mencurigai. Hal ini diutarakan oleh informan P. Banjar Nahor lk, 68 tahun sebagai berikut
Sasittongna, anggo mulana holan akka na marpamili do na marsiadapari on, bah contohna akka dongan tubu niba do, anggi niba, akkang niba,
alai ima huroao tikki on, gabe tong ma dohot akka pangula na asing na marsiadapari on, na petting boi nihaporseai imana. Artinya sebenarnya
marsiadapari ini awalnya hanya keluarga dengan keluarga aja yang melakukan, tetapi seiring berjalannya waktu maka marsiadapari juga
kami lakukan dengan petani lain, yang penting kami saling percaya.
Sejarah menunjukkan bahwa kegiatan bekerja sama tersebut merupakan gotong royong masyarakat yang dilakukan oleh keluarga dengan keluarga atas kemauan dan
prinsip kerelaan. Seiring berjalan waktu, masyarakat melihat bahwa sistem marsiadapari adalah hal yang efektif untuk terus dilakukan karena aktivitas ini dapat
meringankan beban bersama. Marsiadapari sesungguhnya dilakukan oleh para petani tidak hanya untuk mengolah lahan basah atau sawah hauma tetapi sistem ini juga
dipakai untuk bekerja di ladang, misalnya menanam kopi. Menurut beberapa informan, bahwa awalnya aktifitas ada karena sikap orang batak toba pada umumnya yang suka
membantu sesama marsiurupan sehingga sikap itu diwujudnyatakan dalam saling
Universitas Sumatera Utara
membantu di pertanian, karena masyarakat Desa Parsingguran II adalah masyarakat petani yang mempunyai paham dan pemikiran yang sama di dalam pengolahan lahan
pertanian. Seperti yang diutarakan oleh informan P. Banjar Nahor lk, 68 tahun
…ai halak batak, sai makkuling do mudarna molo adong halak na susa, apalagi ma na marsuan-suanan on. Alana rap pangula do sude. Artinya
orang batak, ketika melihat orang susah atau seseorang yang membutuhkan pertolongan maka akan tergerk hatinya untuk
membantunya. Apalagi dalam pertanian, juga karena sama-sama petani.
Hal serupa juga disampaikan oleh informan R. Banjar Nahor pr, 61 tahun
….sai tong ma marsiurupan akka halak kita on halak batak di sude ulaon, di paradaton, huria dohot di di hauma. Artinya orang batak
selalu saling membantu dalam berbagai hal seperti di pesta adat, gereja dan di ladang.
Sikap moral yang dimiliki orang batak pada zaman dululah yang akhirnya
mendorong masyarakat untuk bekerja secara kolektif dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah dalam pertanian. Dalam melakukan marsiadapari setiap keluarga dapat
mengerjakan dan menyelesaikan lahannya dengan sangat cepat. Terdapat beberapa alasan yang melatar belakangi eksistensi sistem marsiadapari atau resiprositas
ketenagakerjaan di Desa Parsingguran II yaitu: a.
Kebutuhan tenaga kerja yang tidak terpenuhi oleh tenaga kerja dalam keluarga anggota keluarga dengan lahan yang luas.
b. Para petani di Desa Parsingguran II menghadapi aktivitas yang sejenis dalam
jangka waktu tertentu c.
Masyarakat Desa Parsingguran II relatif homogen d.
Ada semangat kolektif para petani padi
Universitas Sumatera Utara
Ke empat alasan tersebut merupakan kondisi yang terjadi di masa itu diperoleh dari wawancara informan dan dasar bagi para tokoh desa, petani, dan pengurus desa
untuk melakukan musyawarah dan mengkaji lebih dalam mengenai apa yang menjadi potensi di desa yang dapat dikembangkan secara optimal. Sikap moral tersebut
dipelihara dan kemudian dikembangkan menjadi sebuah gagasan atau ide. Dalam pengembangan gagasan ini, menurut penjelasan salah satu informan maka pada tahun
1950-an para tokoh adat dan pengurus desa duduk bersama melakukan sebuah musyawarah rapat di rumah kappung Kepala Desa. Hasil dari musyawarah tersebut
adalah bahwa kerja sama dalam pertanian marsiadapari dipandang efektif dan menguntungkan semua pihak.
Hal ini disampaikan oleh P. Banjar Nahor lk, 68 tahun …Ala semangat do sude pangula i do, makana taon 1950 an marrapot
ma akka raja nihuta, pangula dohot pengurus desa. Artinya musyawarah itu dilakukan karena semangat para petani untuk
membangun desa melalui pertanian. Akhirnya tahun 1950 an diadakan rapat utuk semua pihak yaitu tokoh desa, petani dan pengurus desa.
Informan R. Banjar Nahor pr, 61 tahun memberikan penjelasan bahwa nang pe godang akka ianakkon nami, tong do terbatas gogonami, alana
tano nami bolak makana mardosniroha ma lao paturehon kerja sama di pertanian on. Ai pangula do sude dihutatta on, mareme do. Artinya
walaupun banyak anak kami tetap kemampuan kami pun terbatas karena lahan kami luas sehingga kami membangun dan membentuk kerja sama
dalam pertanian. Petaninya semua di desa ini, itulah bertani padi.
Hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap salah satu tokoh masyarakat di Desa Parsingguran II menunjukkan bahwa, marsiadapari ada di desa ini karena
diprakarsai oleh kemauan bersama para petani untuk mengerjakan lahan bersama-sama. Selain karena nilai kebersamaan yang ada, prinsip ‘banyak anak banyak rejeki’ bagi
orang Batak Toba secara umum dan masyarakat Desa Parsingguran II secara khusus
Universitas Sumatera Utara
juga memberikan pengaruh terhadap marsiadapari karena setiap keluarga yang memiliki banyak anak tentu akan mempunyai tenaga kerja yang banyak.
Akhirnya sampai pada teknis pelaksanaan marsiadapari bahwa dalam marsiadapari tersebut sebagai pemimpinnya dilaksanakan dengan bergantian yakni tuan
rumah atau pemilik pekerjaan yang menjadi pemimpinya, karena yang bersangkutan dapat lebih memahami tujuan dari pekerjaan yang digotong royongkan dan sebagai
penanggung jawab akan semua kebutuhan kegiatan dalam Bahasa Batak disebut suhut bolon. Untuk menentukan giliran sawah yang akan dikerjakan selalu diawali dengan
musyawarah. Kepemimpinan ini berganti secara alamiah siapa yang memiliki kegiatan dialah yang menjadi pemipin saat itu, sesuai jadwal kapan saatnya yang bersangkutan
sebagai tuan rumah atau suhut bolon. Dari wawancara dengan informan P. Banjar Nahor lk, 68 tahun dikatakan
bahwa …..marganti-ganti do attong ketuana, molo tu ahu karejo..bah au ma
ketua na. Artinya pemimpin dalam marsiadapari selalu bergantian, tengantung kepada siapa dia bekerja.
Jika salah satu peserta ingin mendahulukan sawahnya atau ladangnya tetapi
belum pada gilirannya maka dia dapat meminta supaya sawahnya didahulukan dikerjakan oleh peserta marsiadapari, hal ini disebut dengan pinjam tenaga. Menurut
penuturan informan bahwa budaya marsiadapari ini sudah berpuluh-puluh tahun dilakukan di desa ini, dan sampai saat ini budaya ini masih dilakukan.
Hal lain ditambahkan informan P. Banjar Nahor lk, 68 tahun sebagai berikut …dos niroha do sude ulaon on, boi do nipangidohon asa tu ahu parjolo
karejo. Artinya kesepakatan bersamalah yang utama dalam aktivitas ini.
Setelah ada ketetapan dari hasil musyawarah desa bersama dengan tokoh, petani dan pengurus desa, maka pelaksanaan marsiadapari di desa parsingguran II berlangsung
Universitas Sumatera Utara
dengan keluarga, lahan yang berdampingan dan tetangga. Kepercayaaan masyarakat akhirnya meningkat. Awalnya petani melakukan kerja sama hanya dengan keluarga
kemudian setelah ada musyawarah maka marsiadapari dapat dilakukan dengan tetangga ataupun lahan yang berdampingan dengannya.
4.3 Profil Informan
4.3.1 A. Lubis pr, 53 tahun Informan pertama adalah ibu A. Lubis atau biasa dipanggil oppung Indah
informan lahir di perkampungan lubis dan tinggal menetap tinggal di dusun II perkampungan lumban hariara. Informan ini mempunyai sembilan orang anak, dua
diantaranya masih dalam bangku perkuliahan sementara yang lainnya sudah berkeluarga. Informan ini adalah seorang petani padi dan memiliki sawah di berbagai
tempat. Kesehariannya selalu ke ladang setiap hari bahkan sangat jarang dijumpai di rumah di pagi hari sampai sore hari. Selain bertani padi, tanaman kopi juga menjadi
pekerjaan kedua yang selalu dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan dan menambah penghasilan.
4.3.2 R. Banjar Nahor pr, 61 tahun Informan Kedua adalah ibu R. Banjar Nahor. Lahir di perkampungan sibaragas.
Informan ini mempunyai sembilan orang anak dan tinggal di komplek Gereja GKPI Desa Parsingguran II. Sehari-hari informan bekerja ke ladang dan sawah pada pukul
7:30 WIB. Sepanjang hari informan menghabiskan waktu di sawah untuk mengolah lahan seperti mangombak dan marsuan. Aktifitas tersebut dilakukan bersama-sama
dengan kelompok marsiadapari. Selain itu, informan juga bertani kopi dan dapat memperoleh penghasilan 1.100.000 per bulan.
4.3.3 S. Banjar Nahor pr, 58 tahun
Universitas Sumatera Utara
Informan S .Banjar Nahor adalah petani padi yang bersemangat, hal ini terlihat setiap harinya ibu ini selalu bekerja ke sawah ataupun ke ladang pergi lebih awal dari
petani lainnya. Sejak tinggal menetap di desa ini, informan ini sudah menggunakan sistem marsiadapari dalam pertanian padi. Informan ini mempunyai anak sembilan
orang, enam diantaranya sudah berkeluarga dan selainnya ada yang bekerja dan dalam perkuliahan.
4.3.4 R. Lumban Gaol pr, 49 tahun Informan ini tinggal di dusun satu yaitu di huta pealangge dan mempunyai enam
orang anak dan setiap hari informan ini bekerja ke sawah dan ke ladang. Informan lahir dan besar di Desa Parsingguran II ini dan telah menamatkan pendidikan sampai sekolah
dasar saja. Dalam aktifitas pertanian padi informan menggunakan sistem marsiadapari sudah lama dilakukan oleh setiap warga.. Kondisi ekonomi informan masih pas-pasan
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun demikian petani padi tetap berusaha untuk menambah penghasilan seperti menanam sayuran dan kopi.
4.3.5 P. Banjar Nahor lk, 68 tahun Informan ini lebih akrab dipanggil amang kappung bapak kepala desa karena
bapak ini pernah menjabat sebagai kepala desa. Informan mempunyai 6 orang anak dan tinggal di komplek gereja GPIB. Keseharian informan ini adalah berladang seperti kopi
dan cabe. Menanam padi dan bertani padi sudah di kerjakan mulai dari masa mudanya dan bertani padi masih menjadi aktifitas utama dalam bertani. Kegiatan marsiadapari
pada pertanian padi dilakukan sudah tiga puluh tahun dan sampai saat ini masih terus dilakukan.
4.3.6. Oppung Uli pr, 64 Tahun
Universitas Sumatera Utara
Informan tinggal di dusun II tepatnya di perkampungan hutajulu, kesehariannya adalah bertani ke sawah, dan kebun kopi. Informan tinggal bersama satu orang cucunya
di rumah lantaran anak ibu ini semuanya sudah berumah tangga. Penghasilan perbulan rata-rata Rp 1.200.000. Informan memulai melakukan kegiatan marsiadapari sejak usia
belasan tahun dan sampai sekarang dilakukan meski pelaksanaanya tidak rutin dengan para petani padi.
4.3.7. D. Lumban Gaol lk, 60 tahun Informan D. Lbn Gaol tinggal tepat disebelah rumah peneliti yaiu di dusun I
perkampungan lumban hariara. Informan memiliki delapan orang anak, dimana beberapa dari mereka sudah berkeluarga dan tinggal di kampung ini juga. Kesehariannya adalah
bertani ke ladang lahan kering seperti tanaman cabe, kopi dan sayuran. Pertanian padi tetap menjadi tanaman utama. Informan mendapatkan penghasilan dari tanaman tersebut
sekitar Rp 2.400.000 per bulan. 4.3.8 D. Silaban pr, 51 tahun
Informan tinggal di kompleks Gereja GKPI Parsingguran II dan memiliki lima orang anak. Informan ini lahir dan besar di desa ini. Setiap bulan Informan memperoleh
penghasilan sekitar Rp 2.000.000-2.500.000. Penghasilan itu diperoleh dari hasil pertanian kopi, dan tanaman seperti cabe dan tomat. Selain itu, informan juga bertani
padi. Karena informan ini mempunyai tanah warisan dari orang tuanya, yang kemudian dikerjakan sampai sekarang.
4.4. Marsiadapari Sebagai Potensi Modal Sosial Petani Padi
4.4.1 Jaringan Sosial Pada Sistem Marsiadapari Jaringan network diartikan sebagai berikut 1 adanya ikatan antar simpul
orang atau kelompok yang dihubungkan dengan media media sosial. Hubungan ini
Universitas Sumatera Utara
diikat dengan kepercayaan, boleh dalam bentuk strategi boleh pula dalam bentuk moralistik. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah
pihak; 2 adanya kerja antar simpul orang atau kelompok yang melalui media hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama. Kepercayaan yang
ditandai dengan makna hubungan dari kedua belah pihak dan kepercayaan perseorangan
masuk dalam kategori ini Lawang, 2004:50.
Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan connectedness antara individu dan komunitas. Keterkaitan mewujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat
lokal maupun di tingkat lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama anggota dalam kelompok mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan kekompakan. Apalagi
jika kelompok sosial kapital itu bentuknya kelompok formal. Adanya jaringan-jaringan hubungan sosial antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat dalam konteks
pengelolaan sumberdaya milik bersama, karena ia mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan yang bersifat timbal balik, itulah yang dikatakan Putnam
dalam Lubis 2001 tentang jaringan sosial sebagai salah satu elemen dari modal sosial. Solidaritas adalah faktor utama dalam merekatkan hubungan sosial dalam sebuah
komunitas. Karena rasa solidaritaslah masyarakat bisa menyatukan persepsinya tentang hal yang ingin mereka perjuangkan. Merujuk pada teori Emile Durkheim Ritzer, 2003,
solidaritas itu terdiri dari dua jenis, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Apa yang membedakan kedua jenis solidaritas ini adalah sumber dari solidaritas mereka,
atau hal apa yang telah menyatukan mereka. Kuncinya adalah pembagian kerja. Unsur lainnya dalam jaringan sosial adalah kerjasama. Kerjasama adalah
jaringan sesuatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Hampir pada semua kelompok manusia
Universitas Sumatera Utara
dapat ditemui adanya pola-pola kerjasama. Kerjasama timbul karena individu memiliki orientasi terhadap kelompoknya atau terhadap kelompok lain.
Hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan terhadap petani padi di Desa Parsingguran II, dapat diketahui bahwa petani padi melakukan sistem
marsiadapari dengan mengandalkan akses jaringan sosial dan hubungan relasi antar sesama petani. Para petani padi selalu berhubungan dengan teman-teman mereka dalam
mendapatkan informasi mengenai kapan memulai mengolah lahan, benih padi seperti yang akan di pakai dan siapa saja yang ikut kerja sama dalam marsiadapari. Jaringan
sosial dalam marsiadapari yang terdapat di Desa ini yaitu jaringan sosial petani padi dengan rumah yang berdekatan, keluarga, lahan yang berdekatan berdampingan. Hal
ini dikemukakan oleh beberapa informan petani padi yaitu R. Banjar Nahor pr, 61 tahun`
Sian parjolo mangula hauma i sahat tu nasae ima panen, sai rap marsiadapari do au makkarejohon dohot akka dongan i. Tarlumobi na
mamillit boni on, sai marsisukkunan do au tu akka dongan pangula na jonok tu jabuku. Jadi tarbantu do au na mangulaon molo sai rap
marsiadapari dohot akka dongan i. Artinya mulai dari awal mengolah lahan sampai selesai panen, saya selalu mengerjakan bersama-sama
dengan petani yang dekat dengan rumah yang ikut dalam marsiadapari. Dalam memilih benih padi pun saya selalu mencari informasi ke tetanga
sekitar rumah saya. Dengan menggunakan jaringan ini, saya sangat terbantu di dalam mengolah lahan, manabur boni menabur benih dan
sampai panen.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan, R. Lumban Gaol pr, 49 tahun sebagai berikut
Ai molo akka pardonganon di namangula on, dongan sahuta ma. Sai rap ma borhat tu hauma, ngdang pala be attong marspettean. Baru muse
ummatop borhat, ai apalagi na dao on haumana. ArtinyaJaringan yang dipakai yaitu rumah yang berdekatan, jadi kalau mau ke sawah, kami
berangkat bersama jadi tidak saling menunggu. Lebih cepat berangkat, apalagi kalau sawahnya jauh.
Universitas Sumatera Utara
Sementara informan A. Lubis pr, 55 tahun mengemukakan tentang jaringan berikut ini
Molo na marsiadapari on, bah na jonok tu hauma niba ma attong, Alana dan holan na rap mangula i tabona, au dohot donganki sai
marsipaboaan do hami molo adng gadu-gadu ni hauma na matolbak, na marsik. Jadi sipata sai ni padalanan ma aek tu haumana molo tikki
manikkir aek iba. Artinya jaringan dalam marsiadapari yang selalu saya gunakan adalah kedekatan lahan lahan yang berdampingan,
karena selain bekerja sama dalam mengolah lahan, saya dan si pemilik lahan yang berdampingan dengan lahan saya, kami justru sering saling
membantu dalam pengairan ke sawah dan berbagi informasi ketika ada pematang sawah yang rusak.
Hal serupa diungkapkan oleh informan, S. Banjar Nahor pr, 58 tahun sebagai berikut
di hutatta on hampir do attong molo mangula tu hauma, dohot akka sahuta na be do, alai tong do adong rap mangula dohot dongan na
marsijonokan hauma na, alai dang pola piga i. anggo hami, sahuta niba do dongan Alana nga marsitandaan be behami, ima tabona. Artinya di
kampung ini hampir semua yang dipakai dalam marsiadapari yaitu jaringan rumah yang berdekatan tetangga dan lahan yang
berdampingan. Jaringan ini dipakai karena sangat memudahkan kami dalam bekerjasama, karena kami sudah saling mengenal
Untuk menjaga jaringan sosial antara sesama petani padi ini terus berjalan dan bermanfaat bagi mereka, maka petani ini juga melakukan berbagai cara agar hubungan
mereka dengan temannya tetap baik dan akses informasi selalu ada, seperti yang dikemukan oleh informan D. Silaban pr, 51 tahun berikut
Usaha kami sesama petani untuk menjaganya yaitu dengan tetap saling berhubungan dan berkomunikasi dengan baik. Sesama petani padi harus
saling menolong sesama teman dan tetap saling berkunjung ke rumah petani yang lain
Universitas Sumatera Utara
Di Desa Parsingguran II, jaringan dalam marsiadapari dapat digambarkan dengan bagan di atas. Jaringan yang ditemukan dalam marsiadapari yaitu jaringan
dengan lahan sawah yang berdampingan, jaringan keluarga dan jaringan tetangga. Jaringan dengan lahan berdampingan yaitu petani yang melakukan marsiadapari karena
petani padi mempunyai lahan yang berdampingan berdekatan dengan petani lain. Jaringan keluarga adalah jaringan petani dalam marsiadapari dimana anggota
marsiadapari dalam sebuah kelompok berasal dari keluarganya masing-masing. Misalnya dari pihak dongan tubu dan pihak parboru. Sementara jaringan tetangga dalam
marsiadapari adalah mereka yang beranggotakan dari tetangga rumah petani tersebut. Tetangga yang dimaksud adalah rumah yang bersebelahan atau masih disekitar wilayah
barisanderetan rumah petani tersebut. Dalam pandangan Cooley dalam Soekanto, 2003 menggambarkan kerjasama
dalam jaringan yaitu kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan
mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang
sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.
Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan terhadap informan petani padi, informan sepakat bahwa dengan jaringan sosial ini maka mereka dapat
menjamin kelangsungan pekerjaan mereka dalam sistem marsiadapari. Ini semua berkat adanya rasa kepentingan dan tujuan bersama di dalam mengolah lahan pertanian padi,
dimana sesama petani padi saling membutuhkan tenaga kerja dalam marsiadapari. Dan
Universitas Sumatera Utara
semuanya juga tak terlepas dari rasa tolong menolong, sikap kerja sama dan adanya rasa solidaritas yang merekatkan hubungan sosial diantara mereka serta ikatan pertemanan
yang kuat dan menganggap temannya sudah seperti keluarganya sendiri. 4.4.2 Sikap Percaya Antar Petani Sebagai Penguat Modal Sosial
Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma
yang dianut bersama Fukuyama, 1995. Kemudian Cox 1995 mengatakan bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial
cenderung bersifat positif, hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Kepercayaan juga
dipandang sebagai komponen ekonomi yang relevan pada kultur yang ada pada masyarakat dan membentuk kekayaan modal sosial.
Berdasarkan temuan data dan hasil wawancara di lapangan, kelompok kerja yang enam orang ini membuat suatu kesepakatan yaitu pertama, kelompok kerja tersebut
akan terlebih dahulu menentukan ke lahan atau ke tempat siapa yang pertama untuk memulai pekerjaan tersebut. Kedua, makanan sarapan, makan siang, atau snack untuk
para kelompok kerja, apakah disediakan yang mempunyai lahan pekerjaan atau dibawa masing-masing. Setelah disepakati bersama barulah para kelompok kerja ini mulai
bekerja sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama. Pekerjaan yang akan dikerjakan oleh para kelompok kerja ini adalah ditentukan
oleh orang yang bersangkutan. Kelompok kerja tersebut tidak boleh menentukan pekerjaan yang akan dikerjakan. Baik itu pekerjaan berat maupun pekerjaan ringan, para
kelompok kerja harus siap atas pekerjaan yang sudah ditentukan oleh orang yang bersangkutan kepada para kelompok kerja. Demikian seterusnya bergantian terus
Universitas Sumatera Utara
menerus mulai dari orang pertama sampai orang ke enam. Ketiga, keadilan dalam bekerja yang dimaksud dengan keadilan bekerja yaitu setiap anggota marsiadapari akan
mendapatkan sesuai dengan apa yang telah dikerjakan untuk anggota lainnya. Misalnya satu kelompok marsiadapari terdiri dari lima orang yaitu A,B,C,D,E. anggota E tidak
ikut bekerja ke lahan D, sehingga konsekuensinya adalah ketika pada giliran bekerja untuk lahan E, maka anggota D tidak ikut bekerja sementara anggota yang lain tetap
ikut. Rasa kepercayaan bersama inilah yang mendorong setiap anggota marsiadapari
dapat menciptakan relasi atau hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain. Terbentuknya rasa percaya antara sesama pekerja petani padi merupakan salah satu
wujud bentuk modal sosial yang ada pada sesama petani padi, rasa percaya yang terbangun sesama petani padi ini memudahkan mereka dalam menjalin pergaulan sehari-
hari baik di dalam dunia pekerjaan maupun bermasyarakat sehingga dengan adanya rasa percaya tersebut maka para petani padi ini menjadi lebih solid, hubungan pertemanan
mereka semakin erat yang akhirnya sudah menganggapnya seperti saudara sendiri dan setiap ada permasalahan ataupun kesulitan-kesulitan di bidang apapun yang dihadapi
petani padi dapat dicari solusinya bersama-sama. Membangun rasa percaya sesama petani padi diwujudkan dalam sikap ketika
bekerja dan bergaul sehari-hari dengan petani padi lainnya. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap para petalni padi di Desa Parsingguran II, diketahui bahwa wujud
dari sikap itu dapat dilihat dari bentuk kerja sama mereka yang saling memiliki sikap kejujuran antara petani yang satu dengan petani yang lainnya dan selalu menjaga
kepercayaan masing-masing agar tidak mengecewakan sesama petani padi. Berikut penuturan salah satu petani padi R. Banjar Nahor pr, 61 tahun
Universitas Sumatera Utara
Di tikki karejo, ikkon saling porsea do attong, baru jujur, tarbukka tu akka dongan, makana dang adong na. rugi. Prinsipna, nianggap do tano
ni halak na nikarejoan an, nianggap ma iba. Songon I do binaen tu dongan, dongan ipe songon i do dibaen tu ahu. Jadi dang adong na
marsigabusan. Artinya dalam bekerja, prinsipnya harus saling percaya, saling jujur, saling terbuka sehingga semua petani tidak akan saling
merugikan karena kami bekerja kepada yang lain dengan pengertian kami menganggap pekerjaan itu lahan itu adalah kepunyaanku
walaupun sebenarnya itu milik petani yang lain. Semua pekerjaan tetap kembali kepada kesepakatan bersama. Sampai sekarang, kami sesama
petani padi tidak pernah membohongi.
Sependapat dengan apa yang disampaikan di atas, berikut juga penuturan salah seorang petani padi A. Lubis pr, 53 tahun
Porlu hian jala penting hian do attong na saling porsea on, ido kunci na na mardongan, nang karejope. Gabe boi do lam sada attong
pardonganon di parkarejooan. Dang holan di karejo, di ulaon siganup aripe, modal doi di hami. Artinya sikap saling percaya diantara sesama
petani padi sangat penting dimana akan lebih mempererat hubungan berupa kerja sama yang baik dengan sesama petani. Kami saling
percaya satu sama lain dalam kesepakatan kerja, karena itulah modal kami di dalam menjalin hubungan dalam bermasyarakat.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh informan, R. Lumban Gaol pr, 49 tahun sebagai berikut
Molo porsea inna, berarti dang adong na curiga. Songon I ma hami, saling porsea do di parkarejoan. Ni ulahon ma attong, songon dia ma
binahen tu iba saddiri. Artinya sikap kepercayaan yang ada misalnya kami selalu bekerja dengan tidak ada saling mencurigai, dan kami selalu
mengerjakan lahannya sama seperti mengerjakan lahan kami sendiri.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan, S. Banjar Nahor pr, 58 tahun sebagai berikut
Petting hian do haporseaon on, Alana molo ndang be saling porsea, ai dang boi be rap karejo. Alai tutu, molo saling porsea do, dang adong na
marsirugian dohot gabe lam hot ma attong na markeluarga on. Artinya kepercayaan itu sangat penting, karena kalau tidak saling mempercayai
kami tidak akan bisa bekerja sama. Kalau sudah saling percaya jadi kami tidak ada yang dirugikan dan hubungan kekeluargaan kami pun
akan semakin kuat. Demikian juga yang diungkapkan oleh informan, D. Lumban Gaol lk, 60 tahun
sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
Sabotulna, kunci ni kerja sama on ima saling porsea. Alana molo nga porsea halak tu hita, hita pe gabe dipakke ma torus karejo, suang
songoni sabalikna, molo ndang dihaporseai be, maol situtu ma anon satorusna. Artinya sebenarnya, sikap saling mempercayai adalah kunci
di dalam bekerja sama. Karena jika orang sudah percaya dengan kita maka kita akan terus dipakai dalam bekerja dan sebaliknya jika kita
tidak dipercaya maka akan sulit bagi kita untuk terus bekerja. Hal lain juga diungkapkan oleh informan, Oppung Uli pr, 64 tahun sebagai
berikut Adong do prinsip nami, ‘au do ho, ho do au’, lapatana ima
nadimarsiadaparion sude na niulahon nami on dasarna keluarga do, ndang holan diriniba saddiri, alai kepentingan bersama do. Jala
berpengaruh do on tu akka parngoluan siapari, di ulaon adat, nang akka namarmasyarakat on. Artinya kami punya prinsip ‘aku adalah kamu,
dan kamu adalah aku’ artinya semua yang kami kerjakan dalam marsiadapari atas dasar kekeluargaan. Jadi semuanya kami lakukan
untuk kepentingan bersama, tidak untuk kepentingan pribadi. Kepercayaan ini juga berpengaruh terhadap aktifitas dalam
bermasyarakat, misalnya dalam kegiatan sosial dan pesta adat.
Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial dengan mempercayai seseorang maka akan menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut
resiprositas. Dalam kaitannya dengan resiprositas dan pertukaran, Pretty dan Ward, dalam Badaruddin, 2005: 32 mengemukakan bahwa adanya hubungan-hubungan yang
dilandasi oleh prinsip resiprositas dan pertukaran akan menumbuhkan kepercayaan karena setiap pertukaran akan dibayar kembali repaid and balanced. Hal ini
merupakan pelicin dari suatu hubungan kerjasama yang telah dibangun agar tetap konsisten dan berkesinambungan.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki keyakinan bahwa mereka berbuat sesuatu dengan harapan yang lainnya juga akan
berbuat yang sama. Dalam prosesnya, kerja sama marsiadapari menjalankan prinsip timbal balik dan merupakan sebuah bentuk pertukaran sosial. Pertolongan yang
diberikan oleh seseorang menimbulkan kewajiban kepada pihak yang ditolong untuk
Universitas Sumatera Utara
membalasnya secara seimbang, dan pada diri pihak pemberi pun muncul harapan akan adanya balasan yang seimbang pemberiannya.
Putman 1992 menjelaskan bahwa trust merupakan suatu bentuk didasari oleh perasaan yakin, dimana seseorang akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan
dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Terbentuknya sikap kepercayaan antara sesama petani padi itu dimulai dari sikap sehari-hari di masyarakat terutama di
tempat pekerjaan sawah mereka seperti sikap saling menjaga satu sama lain, berusaha tidak mengecewakan, tidak mencurigai, membangun kerja sama yang baik dan selalu
bersikap jujur. Kepercayaan yang telah dimiliki oleh para petani menjadi salah satu modal dasar
sosial yang sangat penting di dalam melakukan aktivitas kolektif, seperti dalam pengelolaan sistem marsiadapari, pertanian, sosial budaya dan ekonomis. Berbagai
tindakan kolektif di antara individu-individu dalam suatu kelompok yang didasari oleh kepercayaan yang tinggi akan dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam berbagai
kegiatan bermasyarakat. 4.4.3 Nilai dan Norma di dalam Marsiadapari
Menurut Lawang, nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas,
berharga dan mempengaruhi perilaku sosial orang-orang yang memiliki nilai tersebut.
Sedangkan norma adalah aturan-aturan yang biasanya tidak tertulis, namun demikian dapat dipahami oleh setiap individu dalam konteks hubungan sosial-ekonomi Lawang,
2004:180. Nilai dan norma akan berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk hubungan antar individu. Norma yang tercipta diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh individu
dalam masyarakat sosial tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Norma-norma dibangun dan diterapkan untuk mendukung iklim kerja sama Putnam, 2002. Norma-norma merupakan prakondisi maupun produk dari kepercayaan
sosial. Norma mengacu kepada adanya suatu aturan yang mengatur kegiatan dan perilaku anggota di dalamnya, bahwa norma terbentuk dalam bentuk kewajiban sosial
karena adanya pertukaran yang terjadi berulang-ulang dengan memegang prinsip saling menguntungkan. Setelah itu norma membentuk suatu hak dan kewajiban bersifat
resiprokal antara kedua belah pihak yang terlibat dalam pertukaran. Bentuk aturan- aturan tersebut misalnya, bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain,
norma untuk tidak mencurangi orang lain dan norma untuk selalu bekerjasama dengan orang lain.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan para informan, dapat diketahui bahwa petani padi pada saat melakukan aktifitas marsiadapari, terdapat
semacam nilai dan norma yang berlaku pada mereka, tetapi nilai dan norma ini sifatnya tidak terlalu memaksa melainkan hanya sebagai pedoman dan aturan bagi mereka untuk
bekerja dengan baik, dan apabila dilanggar norma yang disepakati maka akan di berikan sanksi. Nilai dan norma ini juga dianggap penting oleh petani padi karena dengan nilai
dan norma ini maka ada semacam aturan yang walaupun tidak mengikat tetapi dapat membuat petani lebih disiplin dan bersemangat lagi dalam bekerja. Seperti yang
diungkapkan oleh informan A. Lubis pr, 53 tahun sebagai berikut ai anggo akka aturan aturan do nuaeng na marsiadapari on, ndada pola
songon akka na karejo di perusahaan. Holan tu akka dos niroha do, jam piga hita karejo tu hauma.. Molo so dipatuhi akka aturan I, bah… di baen
ma hukuman manangna sangsi asa haduan dang songon I be. Asa tarutur be do attong. Artinya Kalau aturan-aturan yang terdapat pada petani padi
dalam marsiadapari, tidak seperti sistem kerja diperusahaan, ya… paling terletak pada kesepakatan kerja saja misalnya jam kerja, Bila dilanggar
akan diberikan sanksi yaitu petani padi yang lain akan mengurangi jam kerjanya ketika bekerja kepada yang melanggar aturan. Manfaat aturan
ini agar petani padi lebih berdisiplin lagi pada saat bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan R. Banjar Nahor lk, 61 tahun sasintongna, hami akka pangula on ndang pala dibahen hami peraturan
na na tarsurat laho mangatur akka petani. alai tutu, hera kesepakatan ma na dibahen hami, contohna: mulai karejo di hauma jam tonga walu sahat
tu jam lima botari. Hira-hira songon i do aturanna, molo di langgar aturan I, di podia ma attong. Artinya sebenarnya, kami para petani tidak
tidak punya aturan tertulis untuk mengatur dan mengarahkan setiap petani. Tetapi kami membuat semacam aturan yang tidak tertulis misalnya
kerja dimulai jam setengah 8 pagi sampai jam 5 sore, jadi aturan itulah yang terus menerus kami ikuti, kalau dilanggar maka anggota yang lain
akan menasehati.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan, D. Silaban pr, 51 tahun sebagai berikut
tikki karejo, sude akka na niula nami, asa tong ma nian songon i dibahen akka dongan na asing tu hami. Molo aturanna, holan dos niroha do jam
piga tu hauma dohot boha parmulakna. Artinya pada saat bekerja, kami bekerja dengan harapan petani yang lain juga akan melakukan hal yang
sama kepada yang lain. Kalau aturan yang kami buat seperti jam kerja dan kesepakatan pulang dari sawa.
Adanya kerja sama di dalam sistem marsiadapari merupakan suatu bukti adanya kebersamaan dan keselarasan hidup antar sesama bagi masyarakat. Kerja sama dalam
aktifitas pertanian akan terjadi apabila jumlah lahan yang diolah luas. Lahan yang relatif luas tidak dapat diolah dengan cepat oleh pemiliknya, perlu adanya bantuan ari orang
lain. Keadan ini tentu dialami pula oleh pemilik lahan lain, akhirnya akan terjadi saling tolong menolong dengan azas timbal balik.
1. Efektifitas Waktu
Pada kenyataanya, pelaksanaan aktifitas marsiadapari di Desa Parsingguran II dapat mengefektifkan waktu berdasarkan observasi dan wawancara peneliti. Karena
waktu yang dipakai relatif cepat jika dibandingkan dengan pengolahan lahan dengan sendiri tentunya akan menghabiskan waktu yang lama. Hal ini diutarakan oleh informan,
P. Banjar Nahor lk, 68 tahun sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
gabe mararga ma akka tikki on alani na marsiadaparion, Alana ndang adong be tikki i bolong, bah…lapatnna nuaeng, mulai dungo iba sahat tu
na mulak sian hauma tarpakke sude tikki i. Artinya karena ikut marsiadapari, sehingga tidak ada waktu yang terbuang. Artinya , mulai
bangun pagi hingga pulang dari ladang atau sawah, waktu itu terpakai dengan efektif.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan, D. Lumban Gaol lk, 60 tahun sebagai berikut
Tikki so marsiadapari dope iba, holan na marlapo do karejo niba sampe botari alai nung dohot marsiadapari, gabe nihilala ma hape arga ni tikki
on. Artinya dahulu, sebelum ikut kerjasama dalam marsiadapari, saya selalu ke kede lapowarung kopi, saya menghabiskan waktu di sana
samapi sore hari. Tetapi ketika sudah ikut marsiadapari, akhirnya saya merasakan betapa berharganya waktu itu.
Hal lain juga diungkapkan oleh informan, R. Banjar Nahor pr, 61 tahun sebagai
berikut …ndang holan ni parhaseang tikki on, parhepengon pe tong do gabe
hemat. Alana ndang pola manggarar iba na marsiadapari on. Artinya …tidak hanya waktu saja yang efektif, kami sangat terbantu dalam
keuangan, karena biayanya sangat hemat, tidak perlu mengeluarkan banyak uang dalam aktivitas marsiadapari.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai yang terdapat dalam marsiadapari adalah dapat mengefektifkan waktu. Dengan banyaknya tenaga kerja
dalam aktifitas marsiadapari dapat mempercepat dalam menyelesaikan satu pekerjaan. 2.
Solidaritas Sosial Menurut Emile Durkheim, solidaritas sosial adalah derajat di mana anggota suatu
kelompok dipersatukan oleh nilai yang dimiliki bersama dan ikeatan sosial lain Henslin, 2006: 102. Pada sistem marsiadapari masyarakat petani padi di Desa Parsingguran II
solidaritas sosial yang terbentuk adalah solidaritas mekanik. Solidaritas mekanik terbentuk berdasarkan oleh adanya individualitas rendah, keterlibatan komunitas dalam
menghukum anggota yang menyimpang, konsensus terhadap pola-pola normatif penting, pembagian kerja yang rendah, kesadaran kolektif yang kuat dan memiliki hukum
Universitas Sumatera Utara
represif. Di dalam solidaritas mekanik ditemukan adanya rasa sepenanggungan, saling memerlukan dan rasa seperasaan.
a. Sepenanggungan
Sepenanggungan dapat diartikan bahwa setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri yang memungkinkan
peranannya tadi dapat dijalankan sehingga ia mempunyai kedudukan yang pasti Santosa, 2009:84. Pada suatu komunitas terdapat rasa sepenanggungan.
Sepenanggungan dapat diartikan sebagai rasa memiliki pada individu di dalam komunitas atau masyarakat tersebut. Individu merasa memiliki peran dalam
mempertahankan solidaritas dalam komunitas atau masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh informan S. Banjar Nahor pr, 58 tahun sebagai berikut
dang tardok boha tabo na bah na marsitolongan on siganup ari, ima upani molo adong ni iba, nilehon tudongan, adong ni dongan dilean tu iba. Molo
adong na susa ….tor diurupi hami do. Artinya tidak terkatakan bagaimana enaknya kalau saling tolong-menolong. Rasa sepenanggungan
itulah yang kami rasakan dalam keseharian kami, diluar bekerja di ladang atau di sawah, kalau ada yang membutuhkan kesusahan ….langsung
kami bantunya.
Sejalan dengan yang diutarakan oleh informan R. Banjar Nahor pr, 61 tahun songon na masa dihami ima, molo adong na marsahit dongan nami,
manang na adong masalah na soboi di selesaihon saddiri, di paboa ma hami jala marsitoguan ma hami attong manolong. Artinya solidaritas
yang terbangun adalah rasa sepenangungan yaitu misalnya kalau ada salah satu dari anak anggota kami yang sakit, kesusahan ataupun kondisi
lain yang tidak bisa ditanggulangi sendiri maka kami akan sama-sama menolongnya.,minyak goreng.
Selain itu hal lain diungkapkan oleh informan D. Lumban Gaol lk, 60 tahun sebagai berikut
Ndang pala sukka-sukka hami molo adong na porlu, songon molo adong ulaon dijabu, olo ma ni pinjam barang-barang akka dongan i. hea do
sampe miak goreng, boras pe ni pinjam ima molo jonok iba. Artinya tidak ada kata segan bagi kami jikalau ada yang sangat kebutuhan yang
mendesak, misalnya kami sering saling meminjam barang-barang
Universitas Sumatera Utara
peralatan untuk pertanian. Atau misalnya kalau ada acara keluarga kami juga bisa meminjam peralatan. Tidak hanya itu kami pernah juga saling
pinjam beras.
b. Saling memerlukan
Saling memerlukan adalah anggota merasakan dirinya tergantung pada komunitasnya dalam hal kebutuhan dan kebutuhan psikologisnya, seperti mencari
perlindungan apabila dalam ketakutan dan sebagainya Santosa, 2009:84. Setiap individu yang ada dalam komunitas memiliki interaksi yang kuat. Hal ini dapat
menciptakan adanya rasa saling memerlukan. Di dalam komunitas, setiap individu memiliki pemikiran dan kebutuhan yang sama sehingga membuat setiap individu saling
berkaitan. Hal ini diungkapan oleh informan, A.Lubis pr, 53 tahun Dang holan na tu karejo on nipikkiran, alai boha molo adong dongan na
susa, susa pikkiran dohot susa diparhepengon laho manuhor akka kaperluan di jabu, ni bantu ma nata pe saotik. Ai hita doi, ikkon
marsiurupando attong. Bah… atik boha sogot iba songon I asa boi bong tong diurupi au. Artinya kami tidak berfokus dalam pekerjaan tetapi
ketika ada anggota dalam kelompok kami yang sedang kesulitan dalam psikologis, dan keuangan untuk membeli kebutuhan pangan maka kami
tidak segan-segan untuk membantunya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh informan Oppung Uli pr, 64 tahun Olo ma attong hami on, molo paima mulak tu huta sian balian hauma
marnonang ma hami, jala molo adong arsakni roha di jabuna, dipaboa ma tu hami laos di lehon ma poda manang hata sipasingot, ai bohama na
mardongan on. Artinya ketika di ladang, terkadang sebelum pulang ke rumah biasanya kami bercerita, dan jikalau ada yang mempunyai masalah
di rumahnya, langsunglah kami saling berbagi pendapat.
Hal lain yang diutarakan oleh informan, R. Lumban Gaol pr, 49 tahun sebagai berikut
Olo ma nipinjam boras ni dongan, molo so majjomur eme dope iba, paette nga manggiling anon nipaulak ma, songoni do akka dongan
namarsiadapari on. Artinya pernah juga kami meminjam beras sama petani yang lain, kalau padi belum dijemur, dan ketika padi sudah digiling
baru dikembalikan, begitulah kami dalam marsiadapari ini.
Universitas Sumatera Utara
c. Rasa Seperasaan
Seperasaan adalah perasaan yang membawa akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang atau anggota komunitas
sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok kami, perasaan kami, dan sebagainya Santosa, 2009:84. Di dalam komunitas, setiap individu memiliki
rasa seperasaan yang sama. Hal ini dapat membentuk adanya rasa kolektif. Individu merasa bahwa individu lain dalam komunitas merupakan bagian dari dirinya. Rasa
seperasaan akan membuat setiap individu merasa nyaman dan senang berada dalam kelompok tersebut. Hal ini diungkapkan oleh informan
S. Banjar Nahor pr, 58 tahun sebagai berikut
…Alana nga nianggap be imana keluarga, pittor makkuling do mudar on molo nga marsahit imana. Lao ma iba tu jabuna mamereng, nitangiangkon
ibana asa pittor malum sian sahit. Artinya …karena saya sudah menganggapnya keluarga, jadi makkuling do mudar on kontak batin
jikalau sakit. Sebagai wujud kepedulian, maka pergilah aku ke rumahnya menjenguk, mendoakan supaya lekas sembuh.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan D. Silaban pr, 51 tahun sebagai berikut
…di tikki marsahit dongan I, margugu dohami bah, lao mangurupi ibana.
Olakni na tarbahen ma. Artinya …ketika salah satu teman kami sakit, patungan lah kami untuk membantunya, semampu yang dapat kami
perbuat.
Hal lain juga diungkapkan oleh informan, R. Lumban Gaol pr, 49 tahun sebagai berikut
… misalna molo adong marsahit dongan nami, tetap do ni bantu karejo tu haumana, nang pen dang dohot imana tu hauma niba, marboha bahenon
ma ninna roha ma, ai alana songon i do ngaen namasa
3. Nilai kerelaan
Nilai kerelaan yang dimaksud adalah bagaiamana seorang anggota petani tanpa unsur paksaan mau berbagi waktu, tenaga, pikiran kepada anggota yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Marsiadapari merupakan kegiatan tolong menolong yang dilakukan dengan sukarela ikhlas lahir dan batin. Dengan demikian kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menolong
orang yang sedang kesusahan dan membutuhkan pertolongan orang lain, karena orang tersebut menghendaki keringanan dalam melakukan pekerjaanya. Marsiadapari adalah
kegiatan yang dilakukan secara ikhlas dan dalam pekerjaanya tidak diberikan bayaran atau upah bagi yang ikut membantu dalam kegiatan tolong menolong tersebut. Dalam
marsiadapari memang tidak ada upah bagi yang ikut dalam kegiatan marsiadapari, tetapi sebagai rasa terima kasih, orang yang minta tolong biasanya menyediakan makan
dan minum ala kadarnya. Jadi di dalam kegiatan marsiadapari dapat dikatakan tidak ada upah bagi yang ikut dalam pelaksanaan kegiatan marsiadapari, hal tersebut
menunjukkan bahwa marsiadapari merupakan kegiatan yang murni dengan prinsip kerelaan untuk membantu orang yang meminta tolong.
Dalam observasi peneliti nilai tolong menolong masih dilakukan oleh para petani, hal ini tampak dari misalnya ada petani yang kemalangan, sakit, berduka maka
pihak dari dongan tubu nya akan membantunya mengerjakan pertaniannya sampai akhirnya selesai. Contohnya saat panen, maka dongan tubunya akan menyelesaikan
pekerjaan tersebut mulai dari menyabit rumput, mangaluhut mengumpulkan batang padi yang telah disabit mambanting, mardege sampai mengantar padi ke rumah. Hal ini
dilakukan dengan sukarela dan senang hati. Seperti yang dikatakan oleh Scott 1994 bahwa sanak saudara dalam masyarakat pertanian merasa berkewajiban untuk berbuat
apa yang dapat di perbuat untuk menolong seorang kerabat dekat yang sedang dalam kesulitan, akan tetapi mereka tidak dapat menawarkan lebih dari sumber daya yang
dapat mereka lakukan di kalangan mereka sendiri Scott, 1994 : 40. Sebagai bentuk ucapan terimakasih maka pihak yang membantu akan di undang untuk makan bersama
Universitas Sumatera Utara
di rumah yang meminta tolong. Hal ini juga sebagai bentuk terima kasih karena sudah berniat baik sesuai dengan kemauannya dan sebagai bentuk tindakan manusia yang
berjiwa sosial jadi ingin membantu terhadap sesama. 4.5. Pergeseran Nilai Marsiadapari di Kalangan Petani
Dalam konteks hubungan bermasyarakat kita mengenal adanya sistem nilai yang konon merupakan sebuah kesepakatan ataupun konsensus yang dijadikan pedoman atau
pegangan hidup dalam bersosialisasi, namun seiring dengan perkembangan globalisasi dan modernisasi yang semakin pesat, tata nilai dalam masyarakat tersebut berangsur-
angsur ikut juga bergeser, arah pergeseran dapat dilihat dalam sebuah skema disfungsi masyarakat yang semakin melebar. Peran-peran sosial yang seharusnya dijalankan oleh
seseorang akan menjadi tidak mutlak akibat pergeseran tata nilai yang terjadi di masyarakat, masyarakat semakin tidak menghendaki sebuah kesadaran kolektif dalam
membangun kebersamaan dalam sosialisasi, akan tetapi skema fungsi sosial yang berkembang dewasa ini lebih kepada bagaimana kita mempunyai reward ataupun nilai
pengganti dari sebuah peran yang seharusnya kita jalankan. Nilai pengganti tersebut lebih akan menjadi wahana pengganti peran seseorang
yang sebenarnya merupakan sebuah penafikan dari sebuah tanggungjawab dan kewajiban dalam bermasyarakat. Kolektifitas nilai pengganti akan mengagungkan
pendewaan dalam konteks pemenuhan kebutuhan pribadi. Faham egoisme yang dibumbuhi dengan sikap materialistik akan menjadi pupuk penyegar tumbuhnya nilai
pengganti yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Di masyarakat sekarang kita bisa melihat kenyataan, pudarnya sistem tata nilai
sangat dipengaruhi dengan pengaruh mekanisme perubahan dalam masyarakat juga, masyarakat kita lebih menghargai orang yang tidak ikut bergotong-royong akan tetapi ia
Universitas Sumatera Utara
memberikan uang ataupun nilai pengganti dari kerja sosialnya tersebut daripada orang yang sudah dengan niat hati dan iklas diri merelakan waktunya untuk ikut serta bersama-
sama bergotong royong. Ini hanya contoh kecil dari sebagian pergeseran tata nilai kita di masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti kepada petani padi, ada pergeseran nilai marsiadapari di kalangan petani. Perubahan ini terjadi karena faktor
dari luar eksternal dan faktor dari dalam masyarakat itu sendiri. Sebenarnya hakekat dari ikut bergotong-royong adalah bukan hanya sekedar agar pekerjaan yang dikerjakan
dapat dengan cepat terselesaikan, akan tetapi lebih dari itu adalah nilai kebersamaan dan bersosialisasi, rasa memiliki dan rasa solidaritas antar sesama dapat terjalin erat dalam
kehidupan bermasyarakat. Kesadaran kolektif dalam masyarakat dalam melihat fenomena pergeseran tata nilai dalam masyarakat kita perlu dipupuk dengan persepsi
yang tepat. 4.5.1 Perubahan Pelaksanaan Marsiadapari di Kalangan Petani Padi
Pada masyarakat Parsingguran II sejak tahun 1998 dalam aktivitas marsiadapari pertanian terdapat beberapa aspek yang berubah. Hal tersebut dapat dilihat pada saat
proses pelaksanaannya yaitu pembagian pekerjaan. Dahulu pelaksanaan marsiadapari dilaksanakan bersama-sama di ladang kopi,sayuran dan di sawah padi. Sementara
sekarang hanya dilakukan di sawah, dan kenyataanya sekarang hanya beberapa kelompok saja yang masih mempertahankan nilai-nilai marsiadapari yang sebenarnya.
Ada beberapa alasan yang diungkapkan oleh beberapa informan saat wawancara, seperti yang diungkapkan informan P.Banjar Nahor lk, 68 tahun
najoloi, ditikki dang masa dope krisis ekonomi ima na taon 1998 i, rap marsiadapari be dope hami tu kobun dohot tu hauma, mangula, marbabo,
marsuan, manabi eme dohot mambanting eme, molo dikobun manggisgis, mangula, mangarambas. Alai saonari dang songon I be. Holan na tu
Universitas Sumatera Utara
hauma nama ipe boi bilangon nama piga namarsiadaparion. Toe muse nga lam godang keperluan tu jabu, parsikkola, dohot ulaon na asing. Tong do
hepeng tu si. Artinya Dahulu kala, sewaktu belum krisis ekonomi tahun 1998, kami selalu sama-sama marsiadapari ke sawah, kebun ataupun
ladang dan sama-sama mencangkul, menanam padi, memanen sementara kalau dikebun mencangkul, membabat rumput liar. Tetapi sekarang tidak
seperti itu lagi. Beberapa masih melakukan marsiadapari kesawah itupun hanya sebagian kecil. karena, sekarang ini semua serba uang, sementara
kebutuhan meningkat.
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan D. Lumban Gaol lk, 60 tahun sebagai berikut
Dang lao be jolma i marsiadapari tu kobun manang tu ladang, holan tu hauma nama, ipe boi bilangon nama i. Artinya masyarakat sudah tidak
bersemangat marsiadapari ke kebun atau ladang, hanya kesawahlah, itupun bisa dihitung berapa yang benar-benar melakukannya.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan D.Silaban pr, 51 tahun sebagai berikut
Molo karejo tu kobun dohot tu hauma, dang sai rap be hami torus. Molo najolo i attong, anggo parhuta on masa dope manggadis boras tu onan,
ala bolak be dope akka haumana, alai anggo saonari dang masa bei, ala nga adong kopina, jadi kopi i ma di gadis asa boi manuhor keperluan tu
jabu. Artinya kalau kerja ke kebun atau sawah, tidak lagi bersama-sama secara terus menerus. Karena kopi sekarang sudah menjadi tanaman yang
sangat penting bagi petani karena memiliki nilai jual yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah, sementara sekarang ini hampir tidak
ditemukan lagi penjualan padi ke pasar.
Begitu juga dengan apa yang diungkapakan oleh informan D. Lumban Gaol lk, 60 tahun bahwa kebersamaan petani di dalam pertanian tampaknya sudah pudar.
Nga hurang be kebersamaan i laho marsiadapari, nga lam maju akka masyarakat on, alak so diparrohaon be boha tabona na marsiadaparion.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pergeseran pelaksanaan marsiadapari awalnya disebabkan oleh krisis ekonomi yang terjadi pada
tahun 1998. Hal ini sangat berdampak terhadap berlangsungnya marsiadapari di Desa Parsingguran II. Dampak yang dirasakan adalah semakin meningkatnya biaya atau harga
kebutuhan pangan serta kebutuhan sekunder lainnya. Hal ini tidak didukung dengan
Universitas Sumatera Utara
semakin meningkatnya penghasilan petani, tetapi justru penghasilan petani semakin rendah. Akibatnya petani dengan perlahan-lahan meninggalkan kebersamaan yang telah
dipupuk sejak dahulu dalam marsiadapari, karena mengganggap tidak ada untung dalam bentuk material yang diterima seperti uang.
Perubahan pelaksanaan marsiadapari ini juga di dukung oleh semakin banyaknya penduduk yang menanam tanaman muda seperti sayur, cabe, tomat dimana
masyarakat hanya mengerjakan lahannya dengan sendiri. Sehingga fokus pekerjaan masyarakat sudah beragam. Aktivitas dalam pertanian padi pun turut berubah. Hanya
beberapa kelompok petani padi yang bersama-sama melaksanakan aktivitas marsiadapari mulai dari makkali aek, mangombak, manggadui, marsuan, marbabo dan
tahap gotilan panen. Kebanyakan para petani padi sudah menggunakan teknologi jetor terkhusus dalam pengolahan lahan.
4.5.2 Pergeseran Nilai Kebersamaan Menjadi Sistem Pengupahan
Menurut hasil wawancara dengan beberapa informan petani di Desa Parsingguran II, pelaksanaan marsiadapari telah mengalami banyak perubahan nilai.
Awalnya dalam pengerjaannya di ladang dan di sawah dan berubah menjadi di sawah saja kemudian sekarang ini telah mengalami pergeseran nilai kebersamaan dalam
pertukaran tenaga menjadi sistem pengupahan. Marsiadapari yang dikenal dulu sebagai modal yang dapat dijadikan sebagai kekuatan petani dengan sistem pertanian
marsiadapari yang dapat merigankan banyak beban dalam pengolahan lahan kini menjadi bergeser menjadi pengupahan atau disebut dengan gajian.
Perubahan ini sudah lama terjadi, mulai pertengahan tahun 2005 , nilai marsiadapari sudah mulai bergeser. Orientasi masyarakat petani sekarang sudah materi
uang, bukan kerelaan dan kebersamaan lagi dalam pertanian. Di satu sisi karena
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan masyarakat bertambah, sementara penghasilan dari kopi dan tanaman yang lain tidak cukup, sehingga masyarakat petani gajian ke orang lain. Hal ini diungkapkan
oleh informan Oppung Uli Lumban Gaol pr, 64 tahun sebagai berikut Ai holan hata nama namarsiadapari on, jadi dang songon na ujui be
saonari, Alana nga pakke sistim bayar be, hape najolo i holan gogo do nilehon tu dongan i. Jadi molo didok akka pangula I …’beta boh
marsiadapari ninna’ na pahalushon namai, sebenarna na gajian doi. Artinya
marsiadapari sekarang sudah berubah, namanya aja marsiadapari, kalau dulu kami hanya bertukar tenaga, sekarang sudah
berubah menjadi sistem pengupahan ‘gajian’. Jadi kalau orang bilang ayo marsiadapari itu hanya pemanis aja, sebenarnya mau bekerja untuk
mendapat uang.
Sependapat dengan pendapat informan di atas, bapak D. Lumban Gaol lk, 60 tahun juga mengatakan bahwa
Jolma saonari on, hepeng nama na penting. Dang olo be marsiadapari tu angka pangula i anggo dang dibayar dohot hepeng manang boras,
ditamba ohama asa boi mamora sian halak. Artinya Masyarakat sekarang ini, uang adalah yang terpenting. Tidak akan mau ikut marsiadapari ke
orang lain jikalau tidak dibayar dengan uang ataupun beras, ditambah bagaimanalah supaya bisa jadi kaya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan, D Silaban pr, 51 tahun sebagai berikut
Dang haluluan be pangulaon laho marsiadapari, gajian nama sude. Ai pangulaon lao pe karejo tu halakan na marsihepeng doi, ai ipe posina
perubahan zaman saonari. Tujuan ni jolma ima bohama asa dapotan hepeng. Nang pe dao hauma manang kobun ni jolma tong do di sari
pangulaon na marsihepeng i. Artinya sudah sangat sulit mencari orang yang mau marsiadapari, semuanya sudah gajian dibayar diupah. Para
petani yang bekerja ke orang lain, dengan maksud mencari uang, itulah sakitnya karena perubahan zaman sekarang ini. Tujuan petani sekarang
adalah bagaima supaya mendapatkan uang. Sekalipun lahan yang mau dikerjakan jauh, petani akan pergi ke sana.
Kondisi saat ini bahwa, orang mau ikut marsiadapari karena uang, sementara dulu karena keterbatasan tenaga dalam mengolah lahan pertanian, jadi petani saling
membutuhkan. Sementara sekarang supaya mendapatkan uang, sekalipun lahan jauh, petani tetap mau ikut bekerja. Terdapat pergeseran sistem gotong royong dengan
Universitas Sumatera Utara
marsiadapari menjadi sistem upah harian. Sekarang ini warga masyarakat yang terlibat dalam marsuan menanam padi marbabo, dan gotilan memanen padi diberi upah oleh
pemilik atau petani penggarap sawah. Pergeseran sistem marsiadapari dalam pertanian tidak terlepas dari tuntutan hidup di zaman modern ini, di mana lapangan kerja semakin
sempit dan kebutuhan hidup makin tinggi. Warga masyarakat yang dulunya murni bergotong royong menggarap sawah kini menjadikan sawah sebagai lapangan
pekerjaan. Warga yang terlibat dalam menggarap sawah itu disebut dengan buruh tani di Desa Parsinggguran II disebut parsiariari.
Hal lain yang dikemukakan oleh salah satu informan A. Lubis pr, 53 tahun berikut ini
Nga hurang be kebersamaan ni angka masyarakat on saonari, tarbukti doi di pertanian on, si boan massam na be nama. Najoloi, godang do
marsiadapari na mardongan tubu, na martetangga dongan sahuta, hape ngaen sak maol be i. lam maju pemikiran ni jolma saonari gabe lam holit
namarsihaholongan. Holong i holong alani hepeng nama. Artinya kebersamaan masyarakat dalam pertanian sudah berkurang
pelaksanaannya, semua saling mencari jalan masing-masing. Dulu, sesama saudara dekat kerabat, teman sekampung dusun selalu
marsiadapari, namun sekarang sudah sangat susah. Memang pemikiran masyarakat sudah cukup maju, tetapi konsekuensi dari kemajuan tersebut
menyebabkan kurangnya kepedulian terhadap sesama, karena semua diukur dengan uang.
Sebagai akibat dari perubahan-perubahan ini, dalam masyarakat petani, hubungan antara seorang petani dalam kehidupan ekonomi berubah. Petani sekarang
menerima uang tunai sebagai imbalan kerjanya dan memakainya untuk memperoleh barang-barang dan jasa-jasa di pasaran. Penghasilan dan kesejahteraannya makin lama
makin bergantung pada hasil taninya dan makin berkurang pada hak-hak dan kewajiban- kewajiban tradisional yang bersumber pada sanak keluarganya dan tetangganya. Hal ini
berarti bahwa petani dalam pasaran yang sedang mengalami proses modernisasi berhadapan dengan persoalan-persoalan penyesuaian diri.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang diutarakan oleh informan Oppung Uli Lbn Gaol pr, 64 tahun, sebagai berikut
Molo karejo tu dongan, nga jarang be keluargana dibuat, ai alana digarar do ari-arina, dibayar mai 35.000 ribu sadari, alai molo sian hami
nampuna karejo do indahanna 30.000 ma. Artinya dalam bekerja, kami memilih lebih baik kerja sama orang disbanding sama keluarga, karena
kami dibayar perhari, sehari ibayar dengan harga Rp 35.000, tetapi jikalau makan siang disediakan pemilik lahan maka kami dibayar Rp
30.000 saja.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam masyarakat bahwa sekarang, nilai marsiadapari tidak didasarkan kerelaan dan
solidaritas bersama, petani sudah mementingkan diri sendiri. Kebersamaan dalam pengolahan lahan pertanian tidak ditemukan lagi. dang adong be na botul-botul
marsiadapari. Kalaupun ada hanya segelintir orang yang melakukannya, dan cenderung mereka yang melakukan adalah kelompok masyarakat petani kelas bawah.
Memudarnya kebersamaan ini dipengaruhi oleh kurang baiknya hubungan kekerabatan dalam keluarga, dalam hal ini yaitu nilai tolong menolong dalihan natolu pada pertanian
sudah berubah menjadi pengupahan. Munculnya sikap individualis, adalah hal yang menyebabkan bergesernya nilai marsiadapari. Petani cenderung memikirkan dirinya
sendiri bagaimana supaya menjadi kaya materialis. 4.6.
Tantangan Dalam Mempertahankan Kegiatan Marsiadapari Sebelum diperkenalkannya teknologi pertanian di Desa Parsingguran II ini,
pelaksanaan sistem marsiadapari masih berjalan lancar dan tidak ditemukan kendala dalam pelaksanaannya. Akan tetapi, masuknya modernisasi pertanian yaitu teknologi
mesin jetor traktor tangan berdampak terhadap kegiatan marsiadapari. 4.6.1 Perkembangan Teknologi Sebagai Ancaman Untuk Mempertahankan
Marsiadapari
Universitas Sumatera Utara
Modernisasi pertanian adalah suatu perubahan pengelolaan usaha tani dari tradisional ke pertanian yang lebih maju dengan penggunaan teknologi-teknologi baru.
Modernisasi dapat diartikan sebagai transformasi yaitu perubahan. Dalam arti yang lebih luas transformasi tidak hanya mencakup perubahan yang terjadi pada bentuk luar,
namun pada hakekatnya meliputi bentuk dasar, fungsi, struktur, atau karakteristik suatu kegiatan usaha ekonomi masyarakat Pranadji, 2000.
Modernisasi dapat diartikan sebagai bentuk, ciri, struktur dan kemampuan sistem kegiatan agribisnis dalam menggairahkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan
menyehatkan perekonomian masyarakat pelakunya. Dumomt dalam Pranadji 2000 mengatakan bahwa transformasi atau usaha pertanian dapat disejajarkan dengan
transformasi pedesaan. Dipandang dari aspek sosio budaya, transformasi pertanian identik dengan proses modernisasi dan pembangunan masyarakat pertanian di pedesaan.
Sayagyo 1985: 10 mengartikan modernisasi suatu masyarakat adalah suatu proses transformasi, yaitu suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya
Tekhnologi merupakan salah satu akibat dari modernisasi, dalam hal ini adanya tekhnologi keperdesaan membawa dampak besar. Dengan bantuan teknologi, aktivitas
kerja menjadi lebih sederhana dan serba cepat. Hal ini juga dibarengi dengan hubungan antar sesama pekerja menjadi bersifal impersonal, sebab setiap orang bekerja menurut
keahlianya masing-masing secara spesialis. Hal ini berbeda dengan kegiatan pekerjaan yang tanpa teknologi dan tidak bersifat spesialis, karena setiap orang dapat membantu
pekerjaan tanpa dituntut keahlian tertentu. Hal ini diungkapkan oleh informan D. Lumban Gaol lk, 60 tahun, sebagai berikut
Molo pangula saonarion, atumigon be manewa jetor daripada mambuat dongan lao mangula, Alana molo marjetor sadari tor sae do, hape molo
mardongan dongan boi dipastihon sae sadari. Molo manewa 400.000- 450.000 ma par rante, alai holan uang sewa doi ndang dopi sigaret,
Universitas Sumatera Utara
indahanna. Artinya petani di zaman sekarang, lebih memilih menyewa mesin jetor kepada pemilik modal daripada memcari orang untuk
marsiadapari. karena dengan menyewa jetor, pekerjaan langsung selesai, sementara kalau bekerja dengan tenaga kerja tidak dapat dipastikan.
Untuk menyewa satu hari Rp 400.000-450.000 rante, belum termasuk uang rokok, dan makan siang.
Sependapat dengan pernyataan di atas D. Lumban Gaol pr, 60 tahun, informan juga mengutarakan bahwa
memang alani naung marjetor on jolma molo mangula, gabe maol nama na marsiadapari on. Ai nga ommatop attong dibahen jetor on sae hauma i.
Artinya dampak dari ketergantungan petani kepada mesin jetor dalam pengolahan lahan, jadi sulit membangkitkan semangat marsiadapari
seperti yang dulu. Karena lebih cepat dikerjakan mesin jetor.
Hal lain diungkapkan oleh informan D. Silaban pr, 51 tahun, sebagai berikut
molo nibandingkon nian tu pengeluaran na marjetor on alak pogos do iba bah...alana holan uang jetor 450.000 tamba dope uang makkan ni
parjetor. Artinya kalau dibandingkan dengan pengeluaran dengan menyewa jetor, justru semakin miskin….karena hanya uang sewa aja
450.000 ditambah lagi uang makan si pekerja jetor.
Informan Oppung Uli Lbn Gaol pr, 64 tahun juga mengungkapakan bahwa Dang holan na hatop nai ibaen adong jetor on, ai hami pe pangula on
gabe hurang nama kebersamaan ni di namangulaon, ai molo nga marjetor dang be attong buatonna jolma lao mangula, hape di tikki na rap mangula
on do tabona, boi martukkar pikkiran iba dohot parbinotoan. Artinya Tidak hanya cepatnya saja dampak dari jetor ini, kami petani ini pun
menjadi kurang kebersamaan dalam pertaian, karena kalau sudah menyewa jetor tidak lagi di pakai tenaga kerja dalam mencangkul
mengolah lahan padahal di saat seperti sama-sama mencangkul inilah enaknya, bisa bertukar pikiran dan pengetahuan.
Kehadiran tekhnologi mesin jetor pada pertanian justru membuat relasi sosial antar setiap petani menjadi rengggang. Hal ni terlihat ketika memulai pengolahan lahan
sawah dimana petani padi justru lebih memilih menyewa mesin jetor dengan membayar uang sewa untuk mengolah lahan daripada mengolah dengan sistem marsiadapari.
Hubungan sosial petani yang satu dengan petani yang lain akhirnya dibentengidibatasi oleh kehadiran mesin jetor di pertanian. Dampak dari kehadiran teknologi ini juga
Universitas Sumatera Utara
ternyata mempengaruhi petani di dalam melanjutkan tahapan aktifitas pertanian selanjutnya. Petani akan mencari orang untuk dipekerjakan di lahannya yaitu pada tahap
marsuan di hauma, marbabo dan manabi eme. Dengan berbagai pertimbangan, petani akhirnya memilih orang-orang yang dipekerjakan berdasarkan kemampuannya dan
semangat kerjanya. Hal ini disampaikan oleh informan A. Lubis pr, 53 tahun Jadi, ala nga sai hatop-hatop sae dibahen jetor on, molo lao marsuan di
hauma, marbabo dohot manabi eme mamilliti nama jolma lao karejo tu imana. Ise na jago marsuan, ise na hatop-hatop marbabo, akka songon-
songon I nama na dilului jolmaon. Karena dampak dari teknologi mesin jetor yang menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, maka di tahap
selajuntnya yaitu menanam padi, membersihkan rumput liar dan menyabit padi , petaniakan memilih orang-orang yang berkemampuan dalam hal itu,
siapa yang bisa cepat kerja maka orang seperti itulah yang dipakai.
Hal lain diungkapkan oleh informan D. Lumban Gaol lk, 60 tahun, sebagai berikut
Dang be songon namarsiadapari hian, dang pola parsoalan molo hurang jago marsuan dohot akka na asing, ai kebersamaan i do attong na petting.
Artinya tidak seperti yang dulu pelaksanaan marsiadapari ini, tidak menjadi masalah bagaimana kemampuan seseorang, karena kebersamaan
dan kerelaan yang diutamakan.
Kelebihan tenaga ahli orang yang mampu dibandingkan dengan tenaga marsiadapari membuat masyarakat mempercayakan masalah tertentu kepada tenaga
ahli, kepercayaan tersebut seperti sebuah label bahwa perkerjaan yang ditanggani oleh jasa tenaga ahli akan lebih baik jika dibandingkan dengan tenaga marsiadapari yang
hanya menggunakan kemampuan sebisanya. Anggapan lebih baik menggunakan tenaga ahli menggeser peran marsiadapari dalam masyarakat untuk beralih untuk
menggunakan tenaga ahli yang lebih praktis dan cepat. Sebagai akibat dari meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap tenaga ahli membuat budaya
marsiadapari intensitas kegiatanya menurun jika dibandingkan dulu, Karena kita ketahui tenaga marsiadapari adalah tenaga yang membantu sebisanya dan tidak dituntut
untuk mempunyai kemampuan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Shab dalam kajiannya menyatakan bahwa teknologi juga membatasi pekerjaan yang bersifat kerjasama, sehingga menimbulkan individualis pada sebagian komunitas
pedesaaan. Adanya teknologi menjadikan praktik saling membantu menjadi terhenti dan kerja sama informal menjadi berkurang. Pembangunan dengan berbagai teknologi ini
akan memperbanyak sirkulasi uang ke desa. Dan dengan sendirinya hal itu merusak sistem gotong-royong sebagai media relasi sosial intim didesa. Namun, dalam
pandangan Koentjaraningrat, gotong royong yang rusak adalah gotong royong dalam produksi pertanian, sementara gotong royong formal antara tetangga, gotong royong
dalam perayaan pesta, serta gotong royong dalam bencana dan kematian, masih tetap berjalan. Tolong menolong dalam pertanian mulai terkikis oleh adanya budaya padat
karya dengan sistem upah. pola hidup tolong menolong diganti dengan pola kerja pamrih.
4.6.2 Keterbatasan luas lahan melemahkan modal sosial marsiadapari Bagi petani, terbatasnya lahan berarti berkurangnya lapangan kerja dan
berkurangnya sumber-sumber ekonomi untuk kelangsungan hidup mereka. Sebagai sumber ekonomi terpenting bagi masyarakat desa khususnya petani, luas lahan dan
kondisi sawah sebagai lahan pertanian sangat menentukan produksi dan pendapatan rumah tangga petani. Petani yang menguasai lahan sawah yang luas akan memperoleh
hasil produksi yang besar dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini luas sempitnya lahan sawah yang dikuasai petani akan sangat menentukan besar kecilnya pendapatan
yang diperoleh. Semakin sempitnya lahan pertanian sebagai akibat dari terus bertambahnya jumlah lahan pertanian yang beralih fungsi, akan mengurangi jumlah
garapan, dan tentunya akan berdampak terhadap penghasilan rumah tangga. Luas lahan yang diusahakan yang relatif sempit seringkali menjadi kendala untuk melakukan sistem
Universitas Sumatera Utara
pertanian marsiadapari. Karena ketika seorang petani memiliki lahan yang sempit, maka petani cenderung tidak membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menyelesaikan
pekerjaan di ladang ataupun sawah. Sempitnya lahan yang dikuasai petani berkaitan dengan budaya warisan, seperti
yang terjadi dalam budaya batak Toba di Desa Parsingguran II dimana satu bidang tanah harus dibagi-bagi sesuai dengan jumlah yang menerima warisan sehingga kebanyakan
para petani hanya mempunyai sepetak tanah kecil saja. Kemudian, untuk menambah penghasilan maka petani mengalih fungsikan lahan sawah menjadi lahan kering untuk
ditanami tanaman muda seperti cabe, sayuran dan tomat. Hal ini diungkapkan oleh informan D. Silaban 51 tahun , sebagai berikut
nga tarbagi-bagi be tano nami dah, ai tano ni natua-tuai hian ido diwarishon tuhami, dibagi ma tu akka gellengna. Jolma lam torop hape
tano dang lam bolak. Asa tamba penghasilan nami, gabe dang hauma be binaen sude, binaen ma akka suan-suannan. Artinya tanah kami sudah
terbagi-bagi, karena tanah nenek orang tua kami dulu yang diwariskan ke kami, dan itu juga yang kami bagikan kepada anak-anak kami.
Penduduk semakin banyak, sementara tanah lahan tidak juga semakin luas. Sehingga, untuk menambah penghasilan rumah tanggga, maka
pengalihan fungsi lahan sawah menjadi lahan kering untuk ditanami tanaman cabe, tormat dan sayuran.
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan D. Lumban Gaol 60 tahun, sebagai berikut
Anggo tano nami tong do na sai, garada lam moru ma, ai gelleng niba dihuta do mangula, songon au. Nibagi ma tanoon sattopak tu imana, ima
di ula asa adong allangonna. Artinya luas lahan kami segini ajalah, justru semakin berkurang, karena anak kami yang berkeluarga juga tinggal di
desa ini, seperti saya. Jadi dibagilah tanah ini sepetak, supaya ada lahan yang diolah.
Ketika lahan yang dimiliki oleh petani tidak terlalu luas atau terbatas, maka hasil yang didapatkan dari mengolah lahan pertanian juga tidak mencukupi kebutuhan
keluarga. Pada saat hasil usaha tani tidak mampu menutupi kebutuhan, maka rumah
Universitas Sumatera Utara
tangga petani akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu menekan konsumsi dan meningkatkan produktifitas kerja untuk menambah pendapatan.
Terjadinya pergeseran dan transformasi nilai marsiadapari di kalangan masyarakat petani padi membuat semakin meningkatnya perbedaan kelas sosial.
Perbedaan ini diawali dari masuknya modernisasi pertanian ke desa. Modernisasi pertanian ternyata tidak selalu memberikan dampak positif bagi masyarakat petani itu
sendiri. Terutama mereka yang tergolong sebagai petani kelas bawah. Masuknya teknologi pertanian ke desa justru lebih menekan mereka dan lebih memperkaya petani
yang kaya. Perbedaan kelas sosial didasarkan pada kepemilikan modal kapitalis seperti mesin jetor dan mesin pengkipas padi. Dimana mereka akan menyewakan mesin
jetornya atau mesin pengipas padi kepada petani sehingga mereka kapitalis akan mendapatkan keuntungan.
4.7 Institusi Lokal Sebagai Penguat Modal Sosial Marsiadapari
Institusi lokal merupakan asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses kegiatan pembangunan setempat seperti rukun tetangga, arisan, kelompok
pengajian, kelompok ronda dan sebagainya Esman dan Uphoff 1982:9. Yang jelas institusi ini memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat. Institusi
lokal ini merupakan sistem yang saling menyilang dan dalam institusi lokal ini telah terdapat jaring pengaman sosial pada saat komunitas berada dalam kondisi kritis.
institusi lokal juga tidak terbentuk atas kepentingan pribadi tetapi atas kepentingan bersama. Pada akhirnya institusi lokal ini mendapati posisi penting dalam pelaksanaan
pemerintahan lokal. Dan di dalam institusi ini, rasa percaya akan semakin terbangun sehingga membentuk suatu modal sosial yang bisa dijadikan solusi atas permasalahan
bersama.
Universitas Sumatera Utara
4.7.1 Kelompok Tani Dos Roha
Kelompom tani adalah kumpulan petani yang terikat secara non formal dan di bentuk atas dasar kesamaan, kepentingan, kesamaan lingkungan sosial, ekonomi,
sumber daya, keakraban dan keserasian serta mempunyai pimpinan untuk mencapai tujuan bersama Dinas Pertanian Pemprov Sumut 2002. Kelompok tani adalah
merupakan perkumpulan yang beranggotakan para petani Desa Parsingguan II. Observasi peneliti melihat tidak semua petani di desa tersebut mengikuti kegiatan ini,
karena keanggotaannya bersifat kerelaan tanpa unsur paksaan. Kelompok Tani di Desa Parsingguran II dinamakan kelompok tani Dos Roha. Ketua kelompok tani dipilih dari
salah seorang petani yang dianggap memiliki pengetahuan dan wawasan luas. Ketua kelompok tani yang terpilih diharapkan dapat menjalankan tugas dan kewajibannya
antara lain: 1.
Mengkoordinasikan kegiatan gotong-royong marsiadapari untuk pengolahan lahan anggota kelompok tani secara bergantian.
2. Membina petani dalam kelompok tani.
3. Mengkoordinasikan penjualan hasil produksi
4. Melakukan hubungan dengan pihak penyuluh maupun dinas pertanian.
Peran kelompok tani dalam pertanian yaitu menjadi organisasi petani yang menjalankan kerja sama antar anggota. Kelompok tani mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat tani, sebab segala kegiatan dan permasalahan dalam berusaha tani dilaksanakan oleh kelompok secara bersamaan. Dengan adanya
kelompok tani, para petani dapat bersama - sama memecahkan permasalahan yang antara lain berupa pemenuhan sarana produksi pertanian, teknis produksi dan pemasaran
Universitas Sumatera Utara
hasil. Melihat potensi tersebut, maka kelompok tani perlu dibina dan diberdayakan lebih lanjut agar dapat berkembang secara optimal. Hal ini disampaikan oleh ketua Kelompok
Tani yaitu Bapak Paimaon sebagai berikut: di kelompok tani on, sai ni ajari do, di arahon asa tetap diulahon kerja
sama marsiadapari dalam aktifitas pertanian. Jadi, molo di tinggki marpungu hami, ni sukkun ma nga boha pelaksanaannya. Artinya di
kelompok tani dos roha ini, saya selalu mengajari dan mengarahkan petani supaya tetap melaksanakan marsiadapari di pertanian., jadi sewaktu kami
berkumpul, disitulah dievaluasi setiap anggota.
Informan P. Banjar Nahor lk, 68 tahun menambahkan lagi bahwa: Pembinaan naon attong, songon na mardiskusi do hami sahali sabulan di
jabu bohama membina dan membangun persatuan petani dalam pertanian, jala molo adong masalah dison ma diselesaihon hami. Alana marpotensi
hian do hutatta on di pertanian padi, kopi, terong belanda, sayur-sayuran, cabe dohot jeruk. Artinya: Pembinaan di sini kami lakukan dalam bentuk
diskusi sekali sebulan di rumah, bagaimana membina dan membangun persatuan petani dalam pertanian, jadi, ketika ada masalah disinilah kami
diskusikan bersapertanianma. karena desa kita ini sangat berpotensi dalam pertanian padi, kopi, terong belanda, sayur-sayuran, cabe dan
jeruk.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan ketua kelompok tani ditemukan bahwa kesadaran petani akan pentingnya kelompok tani masih sangat minim,
hal ini jika di lihat dari daftar keanggotaan kelompok tani yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah petani di Desa Parsingguran II. Hal ini disampaikan oleh
Bapak Paimaon sebagai berikut: Masyarakat hanya berharap bantuan dari pemerintah, tidak mau berjuang
dan berusaha bagaimanalah supaya petani semakin giat marsiadapari… sai holan na bantuan ma torus diharaphon…. Artinya: banyak petani
sekarang ini hanya berharap bantuan dari pemerintah, tidak mau berjuang dan berusaha bagaimanalah supaya petani semakin giat marsiadapari,
selalu…menanti-natikan kapan ada bantuan pemrintah ke petani.
Pentingnya pembinaan petani dengan pendekatan kelompok tani merupakan salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian adalah adanya kegiatan petani yang
tergabung dalam kelompok tani. Mengembangkan kelompok tani adalah berarti
Universitas Sumatera Utara
membangun keinginan, dan kepercayaan pada diri sendiri agar dapat terlibat secara aktif dalam pembangunan. Di samping itu agar mereka dapat bergerak secara metodis,
berdayaguna, dan teroganisir. 4.7.2
Hubungan Marga dalam Dalihan Natolu Sebagai Penguat Modal Sosial Marsiadapari
Masyarakat Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak, memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan nenek moyang. Struktur dan sistem
sosial tersebut mengatur tata hubungan sesama anggota masyarakat, baik yang merupakan kerabat dekat, kerabat luas, saudara semarga, maupun beda marga serta
masyarakat umum. Struktur sosial yang dimiliki masyarakat Batak Toba pada hakekatnya berdasarkan garis keturunan bapak patrilineal yang memiliki tiga unsur
struktur sosial yang lebih dikenal dengan sebutan Dalihan na tolu. Dalihan na tolu
adalah bentuk sistem kekerabatan Suku Batak Toba. Isi dari dalihan natolu ini adalah somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru.
Suatu kelompok sosial bisa terbentuk karena adanya rasa kecocokan dan kenyamanan antar anggota kelompok serta memiliki tujuan dan kepentingan yang sama.
Masyarakat suku Batak semua memiliki kesamaan yaitu adanya marga. Marga ini adalah nama belakang keluarga. Kesamaan marga akan membuat secara naluriah adanya ikatan
kekerabatan. Adanya ikatan kekerabatan diantara masyarakat Batak tersebut maka tidak jarang kita temui organisasi atau perkumpulan masyarakat Batak. Berdasarkan sejarah
desa parsingguran II, desa ini di dominasi oleh marga Banjar Nahor dan marga Lumban Gaol walaupun ada beberapa marga lain tetapi dalam jumlah yang minim.
Perkumpulan ini dapat juga disebut paguyuban dalam istilah sosiologi lebih dikenal sebagai gemeinschaft. Sehingga ketika kita berkunjung ke rumah orang lain
Universitas Sumatera Utara
yang semarga dengan kita, maka kita selalu akan di terima dengan keramahan dan sikap yang santun. Hal ini membuktikan bahwa kesamaan marga sangat berarti bagi
masyarakat Batak. Punguan perkumpulan marga Banjarnahor dan marga Lumban Gaol ini memberikan dampak yang positif untuk masyarakat. Karena keberadaan punguan ini
dapat mempererat hubungan antara masyarakat. Inti paham Dalihan Natolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati
masipasangapon dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong. Dalihan na tolu adalah suatu bentuk nilai budaya Batak. Dalam pelaksanaannya di Desa
Parsingguran II, dalihan na tolu masih dikerjakan dalam adat oleh masyarakat sehingga kekeluargaan masih terjaga dan harmonis.
Dalam bidang pertanian, nilai tolong menolong masih dilakukan oleh para petani. hal ini tampak dari misalnya ada petani yang kemalangan, sakit, berduka maka
pihak dari dongan tubu nya akan membantunya mengerjakan pertaniannya sampai akhirnya selesai. Contohnya saat panen, maka dongan tubunya akan menyelesaikan
pekerjaan tersebut mulai dari menyabit rumput, mangaluhut mengumpulkan batang padi yang telah disabit mambanting, mardege sampai mengantar ke rumah. Hal ini
dilakukan dengan sukarela dan senang hati. Seperti yang dikatakan oleh Scott 1994 bahwa sanak saudara dalam masyarakat pertanian merasa berkewajiban untuk berbuat
apa yang dapat di perbuat untuk menolong seorang kerabat dekat yang sedang dalam kesulitan, akan tetapi mereka tidak dapat menawarkan lebih dari sumber daya yang
dapat mereka lakukan di kalangan mereka sendiri Scott, 1994 : 40. Sebagai bentuk ucapan terimakasih maka pihak yang dibantu akan di beri upah, tetapi hal ini tidak
menjadi kewajiban bagi masyarakat. Pemberian upah lebih ini juga sebagai bentuk
Universitas Sumatera Utara
terima kasih karena sudah berniat baik sesuai dengan kemauannya dan sebagai bentuk tindakan manusia yang berjiwa sosial jadi ingin membantu terhadap sesama.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP