Hubungan antara Manusia dengan Hukum

4

1. Hubungan antara Manusia dengan Hukum

Di dunia ini manusialah yang bekuasa.Yang mengeksploitasi dan mengeksplorasi dunia ini adalah manusia. Karena kekuasaannya itulah maka manusia merupakan pusat atau titik sentral dari keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia ini. Dengan demikian manusia merupakan subjek dan bukan objek. Sebagai subjek manusia mempunyai kepentingan di dunia ini, mempunyai tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi atau dilaksanakan, mempunyai kebutuhan hidup.Sejak manusia dilahirkan sampai meninggal, sejak dulu sampai sekarang, bahkan diwaktu mendatang, dimana-mana, yang mampu maupun yang tidak mampu, manusia selalu mempunyai kepentingan, mempunyai tuntutan atau kebutuhan yang diharapkan untuk dipenuhi. Dalam kenyataanya kepentingan-kepentingan manusia selama ini selalu diancam atau diganggu oleh berbagai bahaya, yang merupakan kendala untuk dapat dilaksanakan atau dipenuhinya harapannya. Alam sering mengganggu kepentingan manusia dalam berbagai bencana. Tetapi gangguan atau bahaya terhadap kepentingan manusia itu datangnya juga dari manusia sendiri. Oleh karena kepentingan manusia selalu diganggu oleh bahaya disekelilingnya, maka manusia menginginkan adanya perlindungan terhadap kepentingan-kepentingannya, jangan sampai selalu diganggu oleh berbagai bahaya tersebut. Maka kemudian terciptalah perlindungan kepentingan berbentuk kaedah sosial termasuk di dalamnya kaedah hukum. Tatanan kaedah sosial dapat dibagi dua, yaitu kaedah sosial dengan aspek kehidupan pribadi dan kaedah socsial dengan aspek kehidupan antar pribadi. 4 Kaedah sosial dengan aspek kehidupan pribadi yaitu kaedah agama dan kaedah kesusilaan, sedangkan kaedah sosial dengan aspek kehidupan antar pribadi adalah kaedah sopan santun dan kaedah hukum. Tujuan kaedah agama dan kaedah kesusilaan adalah agar manusia menjadi sempurna, agar supaya tidak ada manusia menjadi jahat. Kedua kaedah tersebut ditujukan kepada sikap batin manusia sebagai individu. Kalau kaedah agama ditujukan kepada iman, maka kaedah kesusilaan ditujukan kepada akhlak. 5 4 Purnadi Purbacaraka Soerjono Soekanto, SH,.MA Perihal kaedah hukum, Penerbit Aluni Bandung 1978. 5 Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. , Manusia dan Hukum diakses melalui http:sudiknoartikel.blogspot.com201208manusia-dan-hukum.html pada 15 Agustus 2012. 5 2. Sistem Hukum menurut para ahli dan Hubungannnya dengan Sistem Hukum Indonesia dalam Lingkup Pengaturan Masyarakat Pengertian Sistem Hukum Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur. 6 7 Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya Penegakan hukum bergantung pada: Substansi Hukum, Struktur HukumPranata Hukum dan Budaya Hukum. Pertama: Substansi Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup living law, bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang law books. Sebagai negara yang masih menganut sistem Cicil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis 8 sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan “tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya”. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang- undangan. Teori Lawrence Meir Friedman yang Kedua adalah Struktur HukumPranata Hukum. Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana Lapas. Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et pereat mundus”-meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.Teori Lawrence Meir Friedman yang Ketiga adalah Budaya Hukum. Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman 2001:8 adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum- kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat 9 terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Dikaitkan dengan sistem hukum di Indonesia, Teori Friedman tersebut dapat kita jadikan patokan dalam mengukur proses penegakan hukum di Indonesia. Polisi adalah bagian dari struktur bersama dengan organ jaksa, hakim, advokat, dan lembaga permasyarakatan. Interaksi antar komponen pengabdi hukum ini menentukan kokoh nya struktur hukum. Walau demikian, tegaknya hukum tidak hanya ditentukan oleh kokohnya struktur, tetapi juga terkait dengan kultur hukum di dalam masyarakat. Dari beberapa definisi tersebut, dapat diartikan bahwa berfungsinya sebuah hukum merupakan pertanda bahwa hukum tersebut telah mencapai tujuan hukum, yaitu berusaha untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup. Tingkat efektivitas hukum juga ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat kepatuhan warga masyarakat terhadap aturan hukum yang telah dibuat. Menurut Achmad Ali jika suatu aturan hukum dapat ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, maka dapat diartikan bahwa aturan hukum tersebut efektif. Namun demikian meskipun sebuah aturan yang ditaati dapat dikatakan efektif, derajat keefektivannya masih bergantung pada kepentingan mentaatinya. Jika ketaatan masyarakat terhadap suatu aturan hukum karena kepentingan yang bersifat compliance takut sanksi, maka derajat ketaatannya dinilai sangat rendah. Berbeda ketika ketaatannya berdasarkan kepentingan yang bersifat internalization, yakni ketaatan karena aturan hukum tersebut benar-benar cocok dengan nilai intrinsik yang dianutnya, maka derajat ketaatan seperti inilah yang merupakan derajat ketaatan tertinggi. 6 Dalam uraian diatas tentang sistem hukum menurut Freedman yang terdiri dari Struktur hukum, Substansi hukum, dan Budaya hukum saling terkait. Dalam hal lain ketiga sub-sistem tersebut juga memiliki fungsi bagi manusia dalam 6 Orinton.Legal Counsellor, Perdebatan Teori Hukum Friedman, diakses melalui http:orintononline.blogspot.com201302perdebatan-teori-hukum-friedman.html pada 12 February 2013. 10 bermasyarakat sesuai aturan yang sah berlaku.Struktur hukum yang memiliki banyak unsur hukum yang tertulis dan tidak tertulis berupa aturan-aturan dan sumber hukum yang memuat hal-hal tertentu dimuat dalam berbagai UU, pasal-pasal dan peraturan lainnya yang secara langsung dibuat guna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan keteraturan dimana kehidupan bermasyarakat akan mengacu dan dibatasi oleh hal-hal yang sudah diatur dan secara sah disepakati hal ini akan membuat masyarakat berperilaku secara hati-hati jika ada suatu pelanggaran akan ada sanksi yang akan di dapat sebagaimana yang telah diatur sebelumnya dalam struktur hukum. Hal ini telah menunjukan bahwa hukum telah menyediakan suatu peraturan dan bisa dikatakan hukum memiliki fungsi bagi manusia dalam kehidupan bermasyarakat.Selanjutnya substansi hukum yang isinya terdiri dari para penegak dan instasi hukum juga sangat dibutuhkan untuk menjalankan dan memberlakukan struktur hukum agar bisa dipatuhi masyarakat. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen sehingga selain struktur hukum yang bisa mengatur masyarakat, substansi hukum juga mampu mengaturnya juga.Budaya hukum dimana yang dimaksudkan adalah erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Keteraturan juga tidak akan dicapai tanpa kesadaran masyarakat untuk mau patuh dan tunduk kepada hukum untuk mengatur kehidupan bermasyarakatnya.Hal-hal diatas telah menunjukkan bahwa hukum memiliki sistem hukum yang mampu mengatur dan memiliki fungsi bagi manusia dalam kehidupannya bermasyarakat. Sistem Hukum di Indonesia Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat, dan hukum negara eropa terutama Belandasebagai Bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Belanda berada di Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya. Maka tidak heran apabila banyak peradaban mereka yang diwariskan termasuk sistem hukum. Bangsa Indonesia sebelumnya juga merupakan bangsa yang telah memiliki budaya atau adat yang sangat kaya. Bukti peninggalan atau fakta sejarah mengatakan bahwa di Indonesia dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan hindu-budha seperti Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan 11 lain-lain. Zaman kerajaan meninggalkan warisan-warisan budaya yang hingga saat ini masih terasa. Salah satunya adalah peraturan-peraturan adat yang hidup dan bertahan hingga kini. Nilai-nilai hukum adat merupakan salah satu sumber hukum di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar maka tidak heran apabila bangsa Indonesia juga menggunakan hukum agama terutama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan dan juga menjadi sumber hukum Indonesia. Sejarah Hukum di Indonesia  Periode Kolonialisme Periode kolonialisme dibedakan menjadi tiga era, yaitu: Era VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga pendudukan Jepang. a. Era VOC Pada era penjajahan VOC, sistem hukum yang digunakan bertujuan untuk: 1. Keperluan ekspolitasi ekonomi untuk membantu krisis ekonomi di negera Belanda; 2. Pendisiplinan rakyat asli Indonesia dengan sistem yang otoriter 3. Perlindungan untuk orang-orang VOC, serta keluarga, dan para imigran Eropa. Hukum Belanda diterapkan terhadap bangsa Belanda atau Eropa. Sedangkan untuk rakyat pribumi, yang berlaku ialah hukum-hukum yang dibuat oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata politik pemerintahan pada zaman itu telah mengesampingkan hak-hak dasar rakyat di nusantara menjadikan penderitaan yang pedih terhadap bangsa pribumi di masa itu. b. Era Liberal Belanda Tahun 1854 di Hindia-Belanda dikeluarkan Regeringsreglement kemudian dinamakan RR 1854 atau Peraturan mengenai Tata Pemerintahan di Hindia-Belanda yang tujuannya adalah melindungi kepentingan usaha-usaha swasta di tanah jajahan untuk yang pertama kalinya mencantumkan perlindungan hukum untuk rakyat pribumi dari pemerintahan jajahan yang sewenang-wenang. Hal ini bisa dilihat dalam Regeringsreglement RR 1854 yang mengatur soal pembatasan terhadap eksekutif paling utama Residen kepolisian, dan juga jaminan soal proses peradilan yg bebas. 12 Otokratisme administrasi kolonial masih tetap terjadi pada era ini, meskipun tidak lagi sekejam dahulu. Pembaharuan hukum yang didasari oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi, sebab eksploitasi masih terus terjadi. c. Era Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang Politik Etis diterapkan di awal abad ke-20. Kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum antara lain: 1. Pendidikan bagi rakyat pribumi, termasuk juga pendidikan lanjutan hukum; 2. Pendirian Volksraad, yaitu lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3. Manajemen organisasi pemerintahan, yang utama dari sisi efisiensi; 4. Manajemen lembaga peradilan, yang utama dalam hal profesionalitas; 5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yg berorientasi pada kepastian hukum. Sampai saat hancurnya kolonialisme Belanda, pembaruan hukum di Hindia Belanda meninggalkan warisan: i Pluralismedualisme hukum privat dan pluralismedualisme lembaga-lembaga peradilan; ii Pengelompokan rakyat ke menjadi tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa Non-Tionghoa, Pribumi. Masa penjajahan Jepang tidak banyak terjadi pembaruan hukum di semua peraturan perundang-undangan yang tidak berlawanan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sambil menghapus hak-hak istimewa orang-orang Belanda Eropa lainnya. Sedikit perubahan perundang-undangan yang dilakukan: i Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang awalnya hanya berlaku untuk golongan Eropa yang setara, diberlakukan juga untuk kaum Cina; ii Beberapa peraturan militer diselipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang terjadi adalah: i Penghapusan pluralismedualisme tata peradilan; ii Unifikasi kejaksaan; iii Penghapusan pembedaan polisi kota lapanganpedesaan; iv Pembentukan lembaga pendidikan hukum; v Pengisian secara besar-besaran jabatan- jabatan administrasi pemerintahan hukum dengan rakyat pribumi. 13  Era Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal a. Era Revolusi Fisik i Melanjutkan unfikasi badan-badan peradilan dengan melaksanakan penyederhanaan; ii Mengurangi serta membatasi peranan badan-badan pengadilan adat swapraja, terkecuali badan-badan pengadilan agama yg bahkan diperkuat dengan pembentukan Mahkamah Islam Tinggi. b. Era Demokrasi Liberal Undang-undang Dasar Sementara 1950 yang sudah mengakui HAM. Namun pada era ini pembaharuan hukum tata peradilan tidak banyak terjadi, yang terjadi adalah dilema untuk mempertahankan hukum peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Selajutnya yang terjadi hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 91950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 11951 tentang Susunan Kekuasaan Pengadilan.  Era Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru a. Era Demokrasi Terpimpin Perkembangan dan dinamika hukum di era ini i Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan mendudukan MA badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; ii Mengubah lambang hukum dewi keadilan menjadi pohon beringin yang berarti pengayoman; iii Memberikan kesempatan kepada eksekutif untuk ikut campur tangan secara langsung atas proses peradilan sesuai UU No.191964 UU No.131965; iv Menyatakan bahwa peraturan hukum perdata pada masa pendudukan tidak berlaku kecuali hanya sebagai rujukan, maka dari itu hakim harus mengembangkan putusan- putusan yang lebih situasional kontekstual. b. Era Orde Baru 14 Pembaruan hukum pada masa Orde Baru dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses pemerintahan dan politik, pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang mempermudah modal dari luar masuk dengan UU Penanaman modal Asing, UU Pertambangan, dan UU Kehutanan. Selain itu, orde baru juga melancarkan: i Pelemahan lembaga hukum di bawah kekuasaan eksekutif; ii Pengendalian sistem pendidikan pembatasan pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada era orba tidak terjadi perkembangan positif hukum Nasional.  Periode Pasca Orde Baru 1998 – Sekarang Semenjak kekuasaan eksekutif beralih ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang, sudah dilakukan 4 kali amandemen UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi antara lain: 1 Pembaruan sistem politik ketetanegaraan; 2 Pembaruan sistem hukum HAM; dan 3 Pembaruan sistem ekonomi. Dari penjabaran ini, maka diketahui bahwa kerja hukum sebagai alat pengaturan masyarakat adalah bersifat sistemis. Yakni kerja sinergis yang sempurna antara komponen komponen yang dibutuhkan agar tujuan hukum dapat terlaksana dan mencapai sasarannya memberikan keadilan bagi individu-individu dalam masyarakat yang satu sama lain tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu: substansi hukum yangbaik, struktur hukum yang kokoh memiliki kekuatan dan berintegritas, serta kultur yang kondusif kesesuaian ideologi hukum dengan budaya masyarakat yang bersangkutan untuk penegakan hukum tersebut. 7 7 Joeni Arianto Kurniawan, Dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Disampaikan pada LKMM Tingkat Menengah FTK ITS, Surabaya 9 Mei 2008 tentang Manusia dan Hukum. 15

3. Hukum Diperlukan dalam Mengatur Manusia dalam Kehidupan Bermasyarakat