Reformatio in Peius REFORMATIO IN PEIUS SEBAGAI ALASAN PERMO

11 keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal-prosedural undang-undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum. Keadilan substantif terfokus atau berorientasi kepada nilai-nilai fundamental yang terkandung didalam hukum. Sehingga hal-hal yang menitikberatkan kepada aspek prosedural akan di nomorduakan. Secara teoritik, kedalilan substantif dibagi ke dalam empat bentuk keadilan, yakni kedailan distributif, kedalian retributif, keadilan komutatif, dan keadilan korektif. Keadilan distributif menyangkut pengaturan dasar segala sesuatu, buruk baik dalam mengatur masyarakat. Berdsarkan keadilan ini, segala sesuatu dirancang untuk menciptakan hubungan yang adil antara dua pihak dengan mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh keadilan. Menurut Bambang Sutiyoso bahwa para pencari keadilan justiciabellen tentu sangat mendambakan perkara-perkara yang diajukan ke pengadilan dapat diputus oleh hakim-hakim yang professional dan memiliki integritas moral yang tinggi, sehingga dapat melahirkan putusan-putusan yang tidak saja mengandung aspek kepastian hukum keadilan prosedural, tetapi juga berdimensikan legal justice, moral justice dan social justice. Karena keadilan itulah yang menjadi tujuan utama yang hendak dicapai dari proses penyelesaian sengketa di pengadilan. 19

2.3. Reformatio in Peius

Secara gramatikal reformatio in peius memiliki dua kata dasar yaitu reformatio yang berarti change atau perubahan, dan peius yang berarti worse atau lebih buruk, sehingga jika diartikan kata demi kata artinya adalah perubahan menjadi lebih buruk. Di Indonesia, Reformatio in peius diartikan sebagai diktum putusan yang justru tidak menguntungkan Penggugat. Dalam mengartikan reformatio in peius, buku II Mahkamah Agung tidak membedakan apakah yang dimaksud dengan diktum putusan adalah diktum putusan pengadilan tingkat 19 Bambang Sutiyoso. 2010. Mencari Format Ideal Keadilan Putusan dalam Peradilan. Jurnal Hukum. 172, 221-235. 12 pertama, pengadilan tingkat banding atau kasasi, sehingga oleh karenanya dapat diartikan sebagai diktum putusan di segala tingkat peradilan. 20 Sebagaimana asas dari reformatio in peius dimana yang memungkinkan Hakim meluruskan tindakan Tergugat yang berakibat amar putusan justru semakin tidak menguntungkan Penggugat, maka obyek gugatan yang dianggap tidak tepat tersebut memang sudah seharusnya dibatalkan terlebih dahulu untuk kemudian dicabut dan diterbitkan surat keputusan yang baru yang isinya semakin tidak menguntungkan Penggugat sesuai dengan kesalahannya. 21 20 Mahkamah Agung RI. 2009. Buku II Mahkamah Agung RI tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara, hal: 82. 21 Tri Cahya Indra Permana. 2013. Reformatio in Peius. Surabaya: PTUN Surabaya, hal: 9. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan faktor penting dalam penulisan yang bersifat ilmiah. Hal ini dikarenakan metode penelitian merupakan salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam upaya untuk mencari dan menemukan kebenaran melalui penelitian secara ilmiah. 22 Lebih lanjut, Dyah Ochtorina Susanti mengungkapkan bahwa metode merupakan cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 23 Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 24 Dengan demikian, metode penelitian hukum merupakan cara kerja untuk memahami aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin- doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Sehubungan dengan hal tersebut, agar tercipta suatu karya tulis ilmiah yang sistematis dan terarah untuk menghasilkan argumentasi yang dapat dipertangungjawabkan, maka dalam penelitian karya tulis ilmiah ini akan digunakan metode penelitian sebagai berikut:

3.1. Tipe Penelitian