Pembiayaan Pembangunan Perikanan dan Kontribusi dalam
menyediakan dan mengusahakan dana untuk memberdayakan nelayan kecil baik bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri sesuai dengan perundangan yang
berlaku.
Hal lain yang diatur adalah asas dan tujuan pengelolaan perikanan dimana pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan,
pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efesiensi dan kelestarian yang berkelanjutan. Pengelolaan perikanan bertujuan untuk : a meningkatkan taraf
hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, b meningkatkan penerimaan dan devisa negara, c mendorong perluasan dan kesempatan kerja, d
meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, e mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan, f meningkatkan produktivitas,
mutu, nilai tambah dan daya saing, g meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan, h mencapai pemerataan sumberdaya ikan, lahan
pembudidaya ikan dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal dan i menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidaya ikan dan tata ruang.
Dalam UU perikanan juga diatur izin penangkapan, pungutan perikanan, pembinaan dan pengawasan usaha perikanan, zonasi dan jalur penangkapan ikan,
sanksi terhadap pelanggaran aturan, peraturan tentang kelestarian sumber daya perikanan dan bentuk usaha perikanan. Pengaturan izin didelegasikan kepada
pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya. Izin penangkapan meliputi Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI, Surat Izin Usaha Perikanan SIUP dan Surat
Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian SIPI, SIUP dan SIKPI diatur dengan Peraturan Menteri. Sementara
pengaturan pungutan perikanan ditetapkan bahwa setiap orang yang memperoleh manfaat langsung dari sumberdaya perikanan dikenakan pungutan perikanan.
Besarnya pungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan beserta dengan masyarakat. Pemerintah
mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawas perikanan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Terkait
dengan pengaturan zonasi dan jalur penangkapan ikan dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, maka Menteri menetapkan jenis, jumlah,
ukuran dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan ikan. Mengenai sanksi terhadap pelanggaran, dinyatakan
bahwa setiap orang yang sengaja melakukan tindakan pelanggaran dalam bidang perikanan akan dikenankan hukum pidana penjara dan denda. Undang-undang
juga mengatur tentang kewajiban dan sanksi terkait dengan kelestarian sumberdaya perikanan bahwa setiap orang dilarang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya seperti penggunaan bahan kimia, bahan biologis dan bahan peledak.
Pemerintah Daerah Propinsi Banten juga mengeluarkan kebijakan perikanan, khususnya terkait dengan izin usaha perikanan yang terlingkup dalam
Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Perikanan. Didalam Perda tersebut dumuat beberapa peraturan yang ditujukan
kepada masyarakat nelayan dan pelaku ekonomi perikanan Propinsi Banten, diantaranya mengenai :
1
Peraturan Izin Penangkapan Dalam Perda ditetapkan bahwa setiap Warga Negara Indonesia, Badan
Hukum atau Koperasi, yang melakukan kegiatan usaha perikanan wajib memiliki
SIUP. Kewajiban ini tidak berlaku bagi nelayan kecil dan atau pembudidaya ikan kecil. Perusahaan Perikanan yang telah memperoleh SIUP, sebelum melakukan
usaha penangkapan ikan dan pengangkutan ikan wajib memiliki SIPI atau SIKPI untuk setiap kapal yang dipergunakan yang diberikan kepada Warga Negara
Indonesia, Badan Hukum dan Koperasi yang berdomisili di wilayah Provinsi Banten yang menggunakan kapal perikanan bermotor luar dan kapal perikanan
bermotor dalam yang berukuran diatas 10 Grosse Tonnage GT.10 dan tidak lebih dari 30 Grosse Tonnage GT.30, serta tidak menggunakan modal dan atau
tenaga kerja asing. Tata cara untuk memperoleh SIUP, SIPI dan SIKPI akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur
2
Pengaturan Pungutan Perikanan Perusahaan Perikanan yang memiliki SIUP, SIPI, dan SIKPI dikenakan
retribusi Izin Usaha Perikanan. Seluruh hasil pungutan retribusi SIUP, SIPI, dan SIKPI disetor ke Kas Daerah yang kontribusinya diperuntukan 60 enam puluh
persen untuk Pemerintah Provinsi dan 40 empat puluh persen untuk Pemerintah Kabupaten Kota. Tata cara pungutan, penyetoran dan penggunaan
pungutan daerah di tetapkan dengan Peraturan Gubernur. 3
Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan Pembinaan dan pengawasan terhadap Perusahaan Perikanan dilakukan oleh
Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Kepala Dinas. Setiap orang yang melanggar dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 6 enam bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000 lima puluh juta.
4
Menjaga Kelestarian Sumberdaya Untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan, dilarang menggunakan bahan
kimia, bahan biologis, bahan peledak, listrik, racun atau sejenisnya, alat danatau cara, danatau bangunan yang dapat merugikan danatau membahayakan dan
dilarang melakukan kegiatan usaha perikanan di daerah tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk kegiatan penelitian dan survey.
Dilarang menggunakan alat penagkap ikan trawl, mini trawl, atau alat tangkap lain yang telah dimodifkasi namun penggunaannya mirip trawl atau alat tangkap
lain yang dilarang Pemerintah. Dilarang melakukan Usaha Perikanan pada daerah selain yang telah ditentukan dalam SIUP. Dilarang menggunakan alat tangkap
statis dijalur pelayaran atau lalu lintas kapal.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang juga mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No 12 Tahun 2001 tentang Retribusi pasar Grosir
dan Pertokoan Diperuntukkan Bagi Penyelenggaraan Pelelangan Ikan. Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang berdasarkan kewenangan yang ada
mengatur, mengurus dan mengawasi pelelangan ikan dengan tujuan 1 meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, 2 mendapatkan kepastian
pasar dan harga ikan yang layak bagi nelayan maupun konsumen, 3 memberdayakan koperasi nelayan, 4 meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan nelayan.
Besarnya biaya retribusi pelelangan, ditetapkan sebesar 4 empat perseratus dari harga nilai kotor atau raman pelelangan dan atau transaksi
sebagai jenis barang di tempat pasar grosir yang dibebankan kepada 1 Pembelibakul sebesar 2 dua perseratus, 2 PenjualNelayan sebesar 2 dua
perseratus. Pungutan lain dalam kegiatan pelelangan ikan ditentukan
berdasarkan musyawarah nelayan yang besarnya tidak lebih dari 4 empat perseratus yang diperuntukan 1 Biaya pelelangan Ikan 2, 2 Dana sosial
yang terdiri dari tabungan nelayan 1, dana paceklik 0,5 dan dana kecelakaan di laut dan asuransi nelayan 0,5.
Gambaran Kehidupan Masyarakat Nelayan Ujung Kulon
Secara geografis, Desa Sumberjaya merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Desa Sumberjaya termasuk desa
penyangga dari Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang meliputi wilayah daratan seluas kurang lebih 2,95 km
2
atau 295.00 ha dan perairan seluas 44.337 ha dan terletak 2 meter dari permukaan laut dpl. Kecamatan Sumur sendiri
merupakan sebuah Kecamatan yang berada di wilayah paling ujung bagian selatan Kabupaten Pandeglang. Kecamatan Sumur memiliki lokasi strategis yang unik,
karena disatu sisi wilayah berbatasan dengan laut lepas, sehingga menjadikan wilayah ini sebagai wilayah pesisir, sedangkan disisi wilayah yang lain
berbatasan dengan kawasan cagar alam kawasan Gunung Honje yang juga termasuk kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Hutan kawasan Gunung Honje
yang telah berubah menjadi sawah, ladang, kebun serta pemukiman kurang lebih seluas 3000 Ha. Sebelum menjadi sebagai Cagar Alam, Gunung Honje
merupakan kawasan hutan produksi yang dikelola oleh Djawatan Kehutanan dengan sistem pengelolaan tumpang sari. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 16KptsUm3.1967, kawasan Gunung Honje sebelah selatan dengan luas 10.000 Ha ditetapkan sebagai Cagar Alam. Selanjutnya berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 99KptsUmI1978, kawasan Cagar Alam tersebut diperluas ke arah utara dengan luas 9.498 Ha. Cagar Alam Gunung
Honje mulai dikelola dengan manajemen Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 096KptsII1984. Bersama dengan Cagar
Alam Semenanjung Ujung Kulon dan cagar Alam Pulau Panaitan, status cagar alam tersebut diubah menjadi taman nasional dengan nama Taman Nasional
Ujung Kulon berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 284Kpts- II1992. Selanjutnya Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan sebagai Warisan
Alam Dunia oleh Badan International UNESCO melalui Surat nomor SCECO5867.2.409 tanggal 1 Februari 1992.
Secara geografis Kecamatan Sumur terletak antara 6º39’ - 6º49’ Lintang Selatan dan 105 º29’ - 105 º37’ Bujur Timur. Sedangkan secara administratif
pemerintahan kawasan ini termasuk wilayah Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten. Kawasan ini dapat dicapai melalui jalan darat dan laut. Dari labuan
perjalanan darat dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat dengan jarak 70 Km dengan waktu tempuh kurang lebih 4 jam. Sedangkan perjalanan laut dapat
ditempuh selama kurang lebih 5 jam dengan menggunakan kapal motor. Jarak ibukota Kecamatan Sumur dengan ibukota Kabupaten Pandeglang + 107km,
dengan ibukota Propinsi Banten + 132 km dan dengan ibukota Negara Republik Indonesia + 203 km.
Kecamatan Sumur berbatasan dengan Selat Sunda di sebelah Utara, di sebelah timur Kawasan Hutan Konservasi TNUK dan di sebelah selatan Samudera
Indonesia. Kawasan ini memiliki curah hujan tahunan rata-rata 3.140 mm dengan suhu berkisar 28ºC - 30 ºC dan kelembaban 80 -90. Musim hujan terjadi
pada bulan Oktober sampai April bersamaan dengan musim angin barat laut dengan curah hujan per bulan mencapai lebih dari 200 mm, dengan curah hujan
tertinggi pada bulan Desember mencapai lebih dari 400 mm. Sedangkan angin dari arah timurselatan terjadi pada musim selatan Mei-September.
Secara Geologi, kawasan ini termasuk sistem pegunungan tersier muda yang menutupi strata pra tersier dari dangkalan Sunda pada zaman tersier. Selama
masa Pliocene deretan pegunungan Honje diperkirakan telah membentuk ujung selatan dari dari deretan pegunungan Bukit Barisan di Sumatera, kemudian
terpisah setelah terlipatnya kubah Selat Sunda. Batu-batuan di kawasan Gunung Honje bagian timur tertutup oleh batuan kapur dan liat, sedangkan batu-batuan di
bagian tengah kawasan tersebut tertutup oleh endapan vulkanis dan tufa laut.
Kawasan Kecamatan Sumur di satu sisi bertopografi pegunungan yang miring ke arah timur dimana bagian baratnya merupakan barisan perbukitan yang
cukup curam dengan kemiringan lereng rata-rata 30º - 60 º, sedangkan sisi timur lebih landai dan bergelombang dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan
laut lepas Samudera Indonesia
Kecamatan Sumur memiliki luas wilayah + 38.2 km
2
atau 3.820.000 Ha, terdiri dari tujuh desa dengan 39 Rukun Warga dan 124 Rukun Tetangga.
Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Sumur Tahun 2012, jumlah penduduk di wilayah ini berjumlah 23.395 jiwa. Sumber penghasilan utama
masyarakat Kecamatan Sumur adalah pertanian dan perikanan.
Gambar 16. Desa-Desa di Pesisir Ujung Kulon Sumber : TNUK Ujung Kulon
Pada Tahun 2011, jumlah penduduk Kecamatan Sumur 23.070 jiwa, terdiri dari 11.723 penduduk laki-laki dan 11.347 penduduk wanita. Kepadatan
penduduk secara umum di Kecamatan Sumur hanya 604 jiwakm
2.
Ditinjau dari perkembangan jumlah penduduk Kecamatan Sumur menunjukkan pertambahan
penduduk dari kurun waktu 2007-2011 sekitar 5,5 persen dari total keseluruhan jumlah penduduk. Jumlah rumah tangga di Kecamatan Sumur sebesar 5.803
rumah tangga.
Gambar 17. Perkembangan Jumlah Penduduk di Kecamatan Sumur
Penduduk Kecamatan Sumur hampir seluruhnya beragama Islam, dari 23.070 jiwa penduduk hanya satu orang yang beragama Kristen Protestan migran
dari Papua yang bertempat tinggal di Desa Sumberjaya. Walaupun berupa kecamatan dengan desa-desa pesisir, namun kehidupan masyarakat masih
diimbangi dengan kehidupan agamis. Hal ini terciri dari banyaknya ulama, mubaligh dan khotib di Kecamatan Sumur, yaitu 36 orang ulama, 50 rang
mubaligh dan 72 orang khotib. Dari aspek pendidikan, di Kecamatan Sumur terdapat fasilitas pendidikan tingkat SMA, SMP sederajat dan SDsederajat.
Tabel 9. Pendidikan Formal di Kecamatan Sumur Tahun 2011 No
Tingkat Pendidikan Jenis Sekolah
Jumlah Guru
Jumlah Murid
Rasio Guru Murid
Negeri Swasta
1 Sekolah Dasar dan Sederajat
15 1
199 3733
18,75 2
Sekolah Menengah Pertama 3
2 83
1299 17,6
3 Sekolah Menengah Atas
1 -
19 179
9,42
Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Kecamatan Sumur terdiri dari Puskesmas 1 buah, Puskesmas Pembantu Pustu, 1 buah, Puskesmas
Keliling pusling, 3 buah dan Polindes 1 buah. Fasilitas kesehatan ini hanya memiliki 1orang dokter umum dan 20 paramedis non spesialis dan 8 bidan desa.
Jumlah tenaga kesehatan ini harus dapat melayani penderita penyakit yang jumlahnya relatif banyak.
Data Monografi desa Sumberjaya tahun 2012 mencatat jumlah penduduk desa ini sebesar 4.047 orang terdiri dari jumlah penduduk perempuan 2.074 orang
dan penduduk laki-laki 1.973 orang. Desa ini memiliki tiga kampung, yaitu Kampung Sukarame, Kampung Karya Bakti dan Kampung Sama Warga dan
terdiri dari 9 RW dan 18 RT. Jumlah KK 989 KK, tersebar atas 211 KK di Kampung Sukarame, 528 KK di Kampung Karya Bakti dan 250 KK di Kampung
Sama Warga. Desa Sumberjaya menjadi Ibukota Kecamatan Sumur. Desa Sumberjaya merupakan desa di Kecamatan Sumur yang paling padat
penduduknya. Rata-rata kepadatan penduduk Desa Sumberjaya adalah 1.264 jiwakm
2
.
21813 22173 22747 22754 23070
5000 10000
15000 20000
25000
1 2
3 4
5
Gambar 18. Desa Sumberjaya sebagai Desa Pesisir
Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Sumberjaya adalah sebagai nelayan. Sebagian penduduk ada yang bermatapencaharian sebagai petani,
pedagang dan jasa buruh lepas dan PNSpensiunan. Penduduk adalah penduduk yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Mayoritas nelayan
setempat dapat dikatagorikan sebagai nelayan kecil oleh karena armada penangkapannya masih tradisional menggunakan perahu tanpa motor, perahu
motor tempel dan perahu dengan kapasitas kurang dari 5 GT gross ton. Petani di Desa Sumberjaya terdiri dari petani sawah dan petani ladang, sedangkan
pedagang dan jasa merupakan penduduk yang terlibat dalam sektor perdagangan dan jasa, khususnya jasa pariwisata dan transportasi.
Tabel 10. Jenis-jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Sumber Jaya No
Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk
1 Nelayan
819 62,57
2 Petani
171 13,06
3 Pedagangjasa
230 17,57
4 Buruh lepas
22 1,68
5 PNSPensiunan
67 5,12
Jumlah 1309
100,00 Sumber : Monografi Desa Tahun 2012
Kehidupan masyarakat Desa Sumberjaya yang berada di kawasan Pesisir Ujung Kulon sepintas hampir sama dengan kehidupan masyarakat pesisir pada
umumnya yang mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, menggantungkan penghidupannya pada laut dan memiliki kegiatan ekonomi dan
kemasyarakatan khas masyarakat pesisir. Namun, satu hal yang membuat penghidupan masyarakat setempat memiliki ciri yang khas terkait dengan posisi
wilayah secara georgrafis di satu sisi wilayah adalah wilayah pegunungan Hutan Lindung dan daerah pertanian dan di sisi lain adalah lautan, sehingga menjadikan
mata pencaharian penduduk menjadi bervariasi antara penduduk yang bermata pencaharian petani dan nelayan. Secara geografis, wilayah ini juga merupakan
wilayah pesisir yang menyediakan pesona keindahan alam yang menjadikan berkembangnya kegiatan pariwisata. Kondisi ini juga memberikan peluang bagi
berkembangnya mata pencaharian di sektor jasa dan perdagangan.
Mayoritas mata pencaharian penduduk adalah sebagai nelayan tangkap yang menggunakan alat tangkap bagan dan jaring. Jika dilihat dari status para
nelayan dalam usaha penangkapan ikan dapat dibedakan antara nelayan pemodal juragan kapal motor, juragan sobong, langgan, nelayan menengah adalah
nelayan yang sudah memiliki alat tangkap sendiri dan memiliki modal sendiri para pemilik bagan yang permodalannya sudah mandiri. Nelayan kecil terdiri
dari nelayan yang tidak memiliki alat tangkap atau memiliki alat tangkap sederhana dan tergantung secara permodalan termasuk didalamnya buruh
nelayan. Nelayan buruh umumnya merupakan nelayan yang tidak memiliki unit alat penangkapan ikan dan hanya berstatus sebagai anak buah dengan imbalan
bagi hasil tangkapan ataupun upah. Nelayan juragan umumnya menduduki satus sosial yang paling tinggi dalam masyarakat karena kekayaan yang mereka miliki
dan peran sosial yang penting dalam usaha penangkapan ikan dan keberlangsungan aktivitas mata pencaharian para nelayan.
Saat ini para nelayan Desa Sumberjaya lebih banyak mengusahakan unit usaha perikanan dengan alat tangkap bagan bagan apungjerigen, bagan perahu
dan bagan badak dengan komoditas utama ikan teri yang merupakan komoditas ekspor. Ikan teri secara ekonomis memiliki nilai ekonomi tinggi dan situasi ini
menarik minat para nelayan pemodal dari luar wilayah Lampung, Makassar, Indramayu dan Cirebon masuk ke wilayah ini, membuka usaha perikanan baik
investasi usaha penangkapan maupun pengolahan hasil ikan dan pemasarannya.
Selain sebagai nelayan, penduduk Desa Sumberjaya juga ada yang bermata pencaharian sebagai petani. Mereka umumnya mengusahakan pertanian
sawah di lahan basah dan lahan kering dan kebun sayur-sayuran. Sebagian kecil dari mereka mengusahakan perkebunan tanaman perkebunan seperti jeng-
jeng
albasia, jati, dan lain-lain. Terdapat pula penduduk yang menjadi petani sekaligus menjadi nelayan. Jika pada musim tangkapan ikan, mereka biasanya
menjadi anak buah nelayan buruh di bagan-bagan milik para nelayan juragan dan ketika di masa paceklik, mereka berubah profesi menjadi petani dengan
menanam sayur-sayuran di kebun. Penduduk yang memiliki sumber mata pencaharian ganda seperti ini umumnya hanya ditemui pada nelayan yang berusia
tua, dimana tenaga mereka sudah mulai berkurang. Jika nelayan berusia muda pada waktu musim paceklik melakukan penangkapan ikan di wilayah
penangkapan ikan yang cukup jauh yang membutuhkan waktu seminggu atau lebih baru kembali, maka nelayan yang berusia tua biasanya lebih suka berada di
kampung dan mengisi waktu senggangnya dengan bertanam sayuran atau menanam padi di sawah.
Sektor jasa dan pariwisata dan perdagangan juga memegang peranan penting sebagai alternatif mata pencaharian, namun sektor pariwisata pada saat ini
belum mengalami perkembangan yang berarti, karena kondisi kebijakan dan politik pembangunan yang dijalankan pemerintah daerah dan pemerintah pusat
seakan sulit untuk membuat perkembangan yang berarti dari sektor ini. Walaupun pada awalnya wilayah ini seakan menjadi wilayah tumpuan harapan dari
pengembangan sektor pariwisata di Propinsi Banten. Namun segala upaya pengembangan sektor wisata seakan berhenti seiringnya melemahnya minat
masyarakat untuk berwisata di pantai. Menurut penduduk setempat, jumlah wisatawan yang masuk ke wilayah ini semakin menurun semenjak tsunami di
Aceh dan Pelabuhan Ratu dan isue tsunami terus merebak sampai saat ini.
Ditambah lagi investasi-investasi di bidang pariwisata yang dilakukan oleh investor swasta seolah terhenti pada lima tahun terakhir ini, sehingga para pelaku
sektor pariwisata hanya mengandalkan fasilitas pariwisata yang sudah ada. Di desa Sumberjaya, kegiatan pariwisata yang tetap berjalan adalah kunjungan
wisatawan ke Pulau Umang yang merupakan pulau milik pribadi yang dikelola oleh pihak swasta dan penduduk lokal berkesempatan menjadi karyawan di lokasi
wisata tersebut. Selain itu ada pula kunjungan para wisatawan ke pulau-pulau kecil seperti Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan Pulau Handeleum. Penduduk
mendapatkan sedikit keuntungan dengan kesempatan menyediakan jasa penyewaan perahu dan jasa guiding. Di masa datang, dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, wilayah ini tetap dijadikan sebagai fokus utama dari pengembangan sektor pariwisata di Propinsi Banten dengan adanya gagasan
untuk membuat lokasi wisata terpadu yang menyatukan wisata Taman Nasional dan wisata Pesisir, namun sampai saat kegiatan penelitian dilakukan, belum
terlihat ada tanda-tanda dari pelaksanaan gagasan tersebut. Kondisi pariwisata
lokal yang berkembang saat ini terkesan seadanya dan tampak seperti “hidup segan mati tak mau
”. Di sektor perdagangan menunjukkan perkembangan yang sedikit lebih
baik daripada sektor pariwisata. Sektor ini berkembang cukup pesat dikarenakan Desa Sumberjaya merupakan wilayah yang menjadi gerbang atau pintu masuk
dari Desa-Desa Pesisir lainnya di wilayah ini. Selain itu pusat pasar di Wilayah Kecamatan Sumur juga terletak di Desa ini. Secara otomatis Desa ini menjadi
pusat perdagangan se-wilayah Kecamatan Sumur. Dalam hal perdagangan hasil- hasil perikanan laut, Desa Sumberjaya menjadi tempat berkumpulnya para
pedagang besar dan kecil oleh karena di Desa ini juga terdapat Pelabuhan Pendaratan Ikan PPI dan Tempat Pelelangan Ikan TPI.
Musim tangkapan ikan tinggi berarti pula musim para nelayan beraktivitas. Hampir tidak ada ditemukan nelayan yang menganggur. Para anak muda
biasanya juga beraktivitas membantu keluarganya di laut. Saat musim tangkapan tinggi, suasana di kampung-kampung Desa Sumberjaya menjadi lengang di siang
dan malam hari, namun menjadi hiruk pikuk ketika di pagi dan sore hari, ketika para nelayan berlabuh atau mulai turun ke laut. Adanya musim ikan kembung,
cumi, udang, tenggiri, tongkol, kakap, dan lain-lain juga menghidupkan usaha perdagangan ikan di Pasar Sumur dan di Basisir pelabuhan pendaratan ikan yang
terletak di Desa Sumberjaya. Di setiap pagi hari dan sore hari para pedagang besar dan kecil berkumpul melakukan transaksi jual beli ikan hasil tangkapan para
nelayan, kemudian hasil tangkapan tersebut di pasok untuk kebutuhan masyarakat Banten dan sekitarnya, bahkan juga diangkut ke luar propinsi, seperti ke wilayah
Jakarta, Lampung dan Bogor.
Gambar 19. Suasana di Pelabuhan Pendaratan Ikan, Ketika Musim Tangkap Ikan
Pemandangan yang berlawanan terlihat ketika musim tangkapan ikan sedikit dan musim paceklik tiba. Di wilayah ini musim paceklik terjadi di sekitar
bulan Oktober sampai Pebruari, dimana di waktu ini merupakan musim tangkapan ikan sedikit dan musim paceklik. Jika tiba musim ini aktivitas para nelayan
menjadi menurun dan seperti terjadi effek domino pada kehidupan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Transaksi jual beli di pasar-pasar menjadi
menurun. Banyak nelayan yang menganggur. Kalaupun beraktivitas, hanya sekedar kegiatan pemeliharaan dan perbaikan bagan-bagan sudah ditarik ke
pesisir. Sebagian nelayan yang memiliki lahan pertanian mengisi waktunya menanam padi di sawah atau bertanam sayuran. Sebagian kecil nelayan yang lain
secara berkelompok menjadi anak buah kapal di wilayah lain seperti Labuan dan Lampung. Namun pemandangan yang lazim pada saat musim paceklik, para
nelayan lebih banyak berkumpul di warung-warung kopi, mengobrol dengan sesamanya sekedar mengisi waktu luang.
Dengan situasi tersebut, sulit untuk memberikan peluang dan pilihan bagi masyarakat untuk mencapai tingkat kesejahteraan penghidupan yang lebih baik.
gambaran sistem penghidupan masyarakat Desa Sumberjaya umumnya masih dapat dikatakan dengan tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Tingkat
kesejahteraan yang masih rendah memang tidak bisa digambarkan atau diacu dari ketidakcukupan makan, ketiadaan rumah atau tempat tinggal dan ketiadaan
pakaian layak pakai yang umumnya ditemui pada masyarakat miskin perkotaan. Umumnya masyarakat desa setempat dapat memenuhi kebutuhan pangan rumah
tangga, memiliki tempat tinggal dan masih dapat memenuhi kebutuhaan sandang secara layak dengan mata pencaharian yang mereka miliki selama ini. Namun,
satu hal yang menjadi penyebab dari kesulitan penghidupan masyarakat adalah menyangkut ketidak pastian dan ketidakrutinan memperoleh pendapatan. Hal ini
menjadi keadaan yang dialami oleh masyarakat desa yang umumnya berprofesi sebagai nelayan, petani dan berkecimpung di bidang jasa.
Gambar 20. Suasana di Pelabuhan Pendaratan Ikan Basisisr Sepi Ketika Musim Paceklik Tiba
Masyarakat yang memiliki profesi sebagai nelayan memiliki tingkat pendapatan yang relatif lebih tinggi daripada petani, jika dihitung dari total
pendapatan sepanjang tahun. Seharusnya dengan kondisi tersebut, mereka dapat mencapai tingkat kesejahteraan penghidupan yang baik. Namun tidak demikian
yang dapat dilihat dari kehidupan para nelayan setempat. Tingkat kesejahteraan mereka tidak dapat dikatakan lebih baik jika dilihat dari pemukiman mereka yang
umumnya terlihat kumuh dan umumnya sangat sederhana.
Gambar 21. Tempat Tinggal dan Pemukiman Nelayan
Umumnya tempat tinggal nelayan tergambarkan dengan rumah-rumah di sepanjang pesisir pantai yang sangat sederhana dan kurang tertata rapi. Rumah-
rumah sederhana berdinding gedek atau papan yang didalamnya hanya terdapat peralatan rumah tangga sekedarnya merupakan gambaran khas rumah nelayan,
terutama nelayan yang tidak bermodal dan tidak memiliki alat tangkap sendiri. Mereka umumnya menjadi nelayan dengan menjadi anak buah dari
majikanjuragan yang merupakan nelayan bermodal.
Dengan kondisi demikian, sangat lumrah ditemukan nelayan-nelayan yang dapat dikatakan miskin dan harus mengandalkan jaminan sosial yang
disediakan pemerintah untuk menunjang kehidupan mereka. Misalnya, para nelayan ini harus mengandalkan jaminan kesehatan masyarakat atau jamkesmas
ketika jatuh sakit. Mereka juga umumnya menjadi penerima dana-dana bantuan langsung baik dari pemerintah maupun pihak-pihak LSM.
Di Desa Sumberjaya hampir tidak ditemukan penduduk yang tidak bertempat tinggal. Umumnya setelah menikah mereka dapat membangun rumah
tinggal sendiri meskipun sederhana. Kalaupun mereka belum mampu membangun rumah sendiri, mereka dapat bertempat tinggal menumpang di rumah
orang tua, mertua ataupun saudara. Rumah-rumah permanen berdinding semen dan berlantai keramik yang berjajar rapi di sepanjang jalan raya desa umumnya
dimiliki oleh para PNS guru, tentara dan pensiunan, para tokoh agama, pedagang dan para nelayan juragan.
Gambar 22. Pusat Perdagangan dan Pusat Pemerintahan Kecamatan Sumur
Secara umum di Kecamatan Sumur masih terdapat 2910 keluarga prasejahtera, dan di Desa Sumberjaya masih terdapat 301 rumah tangga yang
tergolong dalam katagori keluarga prasejahtera, dan mayoritas dari keluarga prasejahtera ini berprofesi sebagai nelayan, terutama nelayan buruh.
Gambar 23. Jumlah dan Persentase Keluarga Sejahtera dan Prasejahtera Kecamatan Sumur
Gambar 24. Jumlah dan Persentase Keluarga Sejahtera dan Prasejahtera Desa Sumberjaya
Negara dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang mempunyai kepentingan dan memberikan pengaruh secara langsung terhadap
kegiatan pengelolaan perikanan serta terkait dengan masyarakat nelayan. Hal tersebut mendasari keberadaan Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Propinsi
Banten dan Kabupaten Pandeglang yang merupakan perpanjangan tangan dari negara yang memiliki peranan menetapkan kebijakan dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan. Dalam hal ini Negara melalui Dinas setempat melakukan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dan juga berkewajiban
melakukan pembinaan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan, melakukan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka kelancaran
pengelolaan perikanan. Melalui berbagai program bantuan terhadap nelayan, DKP memberikan dukungan pendanaan atau bantuan kegiatan pengelolaan
sumberdaya perikanan. Program pembinaan dan bantuan yang pernah diterima oleh masyarakat nelayan Sumber Jaya antara lain :
a Pada Tahun 2003, terdapat program konsultan keuangan Mitra Bank
KKMB Perikanan. Dalam program ini terdapat 1 orang konsultan keuangan diterjunkan ke Desa Sumber Jaya untuk membantu dan
mendampingi masyarakat mengakses dana perbankan. Adanya pendampingan tersebut memfasilitasi kelompok nelayan, dan akhirnya
proposal pendanaan Bank oleh kelompok nelayan Sumber Jaya berhasil disetujui dengan bantuan dana lebih dari 50 juta rupiah informasi jumlah
persisnya tidak ada. Kelompok nelayan Desa Sumber Jaya terdiri dari 30 anggota, dan dana yang dikucurkan tersebut dibagikan kepada para
anggota
dan digunakan
sebagai modal
kerja usaha
perikananpenangkapan ikan. Sampai saat ini, kegiatan tersebut tidak berlanjut dan kelompok ekonomi permodalan tersebut sudah bubar dan
tidak ada lagi
b Pada Tahun 2005, terdapat program Skim Modal Kerja yang diberikan
oleh DKP Kabupaten Pandeglang secara langsung kepada pelaku usaha mikro skala rumah tangga dalam bidang pengolahan hasil perikanan,
pemasaran dan pembudidayaan. Pada Desa Sumber Jaya, bantuan modal tersebut digunakan khususnya untuk pengolahan hasil laut pembuatan
ikan asin dan pemasaran ikan. Penerima bantuan adalah para ibu rumah tangga yang memiliki usaha-usaha tersebut pembuat ikan asin, bakul
ikan keliling. Bantuan tersebut tidak berlanjut dan tidak meninggalkan keberhasilan yang berarti.
c Program Optimalisasi Penangkapan Ikan OPTIKAPI, sasarannya
adalah para nelayan. Pada program ini diberikan bantuan pengadaan kapal motor bagi kelompok nelayan Desa Sumber Jaya. Program ini
dianggap kurang berhasil oleh masyarakat. Kapal motor yang diintroduksir oleh DKP Kabupaten Pandeglang dianggap tidak sesuai
dengan yang apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, karena terlalu besar sehingga jika ingin mendaratkan membutuhkan muara. Sementara di
Desa Sumber Jaya tidak terdapat muara yang menjadikan masalah bagi penggunaan kapal tersebut. Menurut informan, jika ingin mendaratkan
kapal perlu tenaga kurang lebih 20 orang hanya untuk menambatkan kapal tersebut. Walaupun daya jelajah kapal tersebut lebih luas, namun
bermasalah dalam hal pendaratan, menjadikan anggota kelompok
nelayan enggan memakai kapal tersebut. Ketika nelayan ditanyakan dimana keberadaan kapal motor bantuan tersebut, hampir semua
informan menjawab tidak tahu, dan sebagaian lagi menjawab kapal tersebut sudah rusak.
d Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP pada tahun
2006. Program ini juga bergerak pada aspek pendanaan usaha perikanan, pembangunan sarana transaksi perikanan, namun pelaksanaannya masih
diberikan pada Lembaga Keuangan Mikro yang berkedudukan di Kecamatan Sumur. Keberhasilan program ini bagi masyarakat Sumber
Jaya adalah salah satunya adanya perbaikan sarana Tempat Pelelangan Ikan TPI Basisir. Selain itu menurut Informan, beberapa nelayan di
Desa Sumber Jaya sudah memiliki akses terhadap LKM Sumur dan pernah menerima bantuan permodalan. Namun sebagian kecil informan
yang menyatakan memanfaatkan akses tersebut, sebagian besar informan menyatakan lebih suka memanfaatkan lembaga keuangan informal lokal
yang ada di desa tersebut
e Program bantuan Perahu Motor Congkreng tahun 2012, nelayan setempat
mendapatkan tiga buah kapal motor untuk keperluan penangkapan ikan di laut. Namun sarana melaut tersebut menjadi hak pribadi orang yang
menerima bantuan tersebut. Nelayan lain yang memakai atau meminjam sarana melaut bantuan pemerintah tersebut tetap harus melakukan bagi
hasil dengan pihak yang mengklaim dirinya sebagai pemilik perahu tersebut.
Dari program pembinaan dan bantuan yang pernah diterima oleh masyarakat nelayan setempat yang sebenarnya merupakan pemenuhan kewajiban
negara lebih dirasakan dirasakan sebagai program yang tidak berkelanjutan, bersifat jangka pendek dan accidental serta hanya menguntungkan pihak tertentu
saja. Nelayan yang pernah menerima bantuan dan sasaran dari program kegiatan yang dirancang oleh pemerintah umumnya menyatakan bahwa upaya-upaya yang
dilakukan pemerintah tersebut kaitannya relatif tidak terlalu signifikan dengan sistem penghidupan ekonomi mereka dan menganggap bahwa upaya untuk
mempertahankan survival ekonomi tetap mengandalkan sistem perekonomian yang dikonstruksikan secara mandiri. Terlebuh nelayan lain yang tidak tersentuh
bantuan atau program dari pemerintah harus mengkonstruksikan secara mandiri mekanisme sistem penghidupan mereka yang dianggap dapat mempertahankan
penghidupan nelayan pada kondisi survival.
Hal lain yang wujud dari pelaksanaan Undang-undang Perikanan dan Peraturan Pemerintah terkait dengan kebijakan perikanan yang berpengaruh
terhadap masyarakat setempat adalah keberadaan UPT Unit Pelaksana Teknis PPI Pangkalan Pendaratan Ikan dan TPI Tempat Pelelangan Ikan Kecamatan
Sumur. Institusi ini berperan menyelenggarakan pengelolaan dan pembinaan kegiatan Pangkalan Pendaratan Ikan dan Tempat Pelelangan Ikan. Di Kecamatan
Sumur terdapat dua TPI yang berlokasi di Desa Sumber Jaya dan Desa Taman Jaya. TPI bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan, pengembangan,
pemeliharaan dan pengelolaan sarana pokok dan penunjang kegiatan pemasaran ikan di wilayah tersebut. Menyelengggarakan pelaksanaan teknis terhadap kapal
perikanan, ketertiban dan kebersihan. Membantu memasarkan hasil perikanan Memberikan perlindungan bagi nelayan dalam hal penentuan harga.
Menurut Peraturan yang telah dikeluarkan DKP, bahwa semua pendaratan ikan harus melalui TPI setempat, termasuk kegiatan pelelangannya. peraturan ini
sulit dipenuhi oleh nelayan setempat karena adanya palele yang melakukan pembelian ikan di tengah laut, sehingga pembelian tersebut tidak teridentifikasi
oleh TPI setempat. Pada kenyataannya hanya sebagian kecil dari tangkapan nelayan yang masuk ke TPI. Otomatis retribusi pungutan yang dapat
dikumpulkan oleh TPI menjadi relatif kecil. Artinya data produksi perikanan yang terdapat di TPI kurang akurat untuk menggambarkan produksi ikan yang
sebenarnya di wilayah setempat, karena transaksi jual beli ikan di tengah laut masih kerap terjadi.
Tabel 11. Data Produksi, Raman dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan TPI Sumur Bulan Januari- Agustus 201
No Bulan
Produksi Kg RAMAN Rp
RETRIBUSI 4 1
Januari 123.00
2,583,000.00 103,320.00
2 Pebruari
4,750.00 4,750,000.00
190,000.00 3
Maret 2,000.00
2,812,000.00 112,500.00
4 April
12,325.00 21,825,000.00
873,000.00 5
Mei 18,518.00
23,126,250.00 925,050.00
6 Juni
32,432.00 45,952,000.00
1,838,080.00 7
Juli 60,240.00
77,572,500.00 3,102,900.00
8 Agustus
44,950.00 71,000,000.00
2,840,000.00 Jumlah
175,338.00 249,621,250.00
9,984,850.00 Sumber : TPI Kecamatan Sumur
Terkait dengan institusi sosial nelayan yang ada Di desa Sumber Jaya terdapat lembaga Rukun Nelayan, HNSI dan Koperasi yang merupakan tempat
asosiasi nelayan setempat. Lembaga Rukun Nelayan merupakan lembaga bentukan dari bawah yang berperan sebagai saluran untuk mengakomodir
permasalahan yang ada di dalam kehidupan melaut nelayan. Seringkali dalam melakukan kegiatan melaut muncul permasalahan atau konflik, baik muncul di
kalangan nelayan ataupun pihak luar seperti TNUK. Konflik dengan nelayan biasanya berupa konflik alat tangkap dan konflik pengelolaan sumber daya
perikanan. Konflik dengan TNUK biasanya terkait dengan pelanggaran batas zona yang telah ditetapkan oleh TNUK. Rukun nelayan juga merupakan sarana
silaturahmi antar nelayan serta wadah untuk menampung informasi dari masyarakat. Sedangkan HNSI Sumur merupakan asosiasi masyarakat nelayan
bentukan dari atas. Asosiasi ini lebih berperan sebagai mediator antara nelayan yang menjadi anggotanya dengan pihak-pihak yang berkepentingan dan
memberikan masukan hal-hal yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Kemunculan koperasi nelayan di wilayah ini erat kaitannya dengan adanya program bantuan pemerintah dan dunia perbankan dalam skim kredit mikro. Di
luar dari penyaluran kredit, koperasi tersebut tidak terlalu berjalan. Sebenarnya tujuan dari dibentuknya koperasi nelayan adalah untuk meningkatkan kekuatan
kolektif ekonomi masyarakat, namun peranan koperasi rupanya tidak terlalu berfungsi. Fungsi ekonomi kolektif nelayan terpenuhi dengan adanya jaringan
ekonomi
antara langganjuragantengkulak-sobong-palele-nelayan
bagang. Sampai saat ini jaringan ekonomi yang memiliki ikatan kuat dan memiliki
pengaruh besar terhadap sistem perekonomian setempat adalah jaringan ekonomi kolektif tersebut.