KRISIS DAN KETIDAKPASTIAN NAFKAH: KARAKTERISTIK
Tabel 15. Variasi Unsur Cuaca Wilayah Pesisir Ujung Kulon Periode Juni - Oktober 2011
Tabel 16. Variasi Unsur Cuaca Wilayah Pesisir Ujung Kulon Periode Januari-Oktober 2012
Sumber : Diolah dari Prakiraan Cuaca Wilayah Carita, Labuan, Tanjung Lesung, Panimbang dan Sumur. BMKG Serang. 2012
Sejalan dengan monson tenggara dan upwelling yang terjadi di perairan bagian selatan Pulau Jawa, maka pada sekitar bulan Maret-September merupakan
musim tangkapan ikan bagi nelayan pesisir Ujung Kulon yang mencapai puncak
Bulan Unsur Cuaca
Arah Angin Arah Gerak
Gelombang Tinggi
Gelombangm Cuaca
Kecepatan Angin knts
Juni
Tenggara,Timur laut, Timur,
Selatan Tenggara,
selatan 0.8
– 2.0 Berawan,
hujan ringan 3.0
– 12.0
Juli Tenggara,Timur,
Barat Daya Tenggara
0.8 – 3.0
Berawan, hujan ringan
3.0 – 12.0
Agustus Timur, Tenggara,
Selatan Tenggara
1.0 – 3.0
Berawan, hujan ringan
3.0 – 15.0
September Tenggara,Timur
laut, Timur, Selatan
Tenggara Selatan
0.6 – 2.5
Cerah Berawan,
hujan ringan 3.0
– 15.0
Oktober
Selatan, tenggara, Barat Daya
Selatan 0.6
– 2.0 Cerah
Berawan, hujan ringan
3.0 – 15.0
November Tenggara Barat
Daya Selatan Tenggara
Selatan 0.6
– 2.0 Berawan,
Hujan ringan 3.0
– 15.0
Desember
Barat, Barat Daya Barat
0.7 – 2.5
Berawan, Hujan ringan
3.0 – 15.0
Sumber : Diolah dari Prakiraan Cuaca Wilayah Carita, Labuan, Tanjung Lesung, Panimbang dan Sumur. BMKG Serang. 2011
Bulan Unsur Cuaca
Arah Angin Arah Gerak
Gelombang Tinggi
Gelombangm Cuaca
Kecepatan Anginknts
Januari
Barat, Barat Laut, Barat Daya
Barat 0.7
– 4.0 Berawan, hujan
ringan 3.0
– 20.0
Pebruari Utara, Barat Laut,
Barat Daya, selatan
Barat, Tenggara,
Selatan
0.8 – 2.0
Berawan, hujan ringan
3.0 – 12.0
Maret
Barat, Barat Laut, Barat Daya
Barat 0.6
– 2.5 Berawan, hujan
ringan 3.0
– 15.0
April
Barat Daya, Timur, Timur Laut
Tenggara Selatan
0.7 – 2.5
Cerah Berawan, hujan ringan
3.0 – 12.0
Mei Timur, Tenggara,
Barat Daya,selatan Tenggara,
Selatan 0.7
– 2.0 Cerah Berawan,
hujan ringan 3.0
– 12.0
Juni Timur, Barat Daya,
tenggara Tenggara.
0.7 – 3.0
Berawan, Hujan ringan
3.0 – 15.0
Juli Tenggara, selatan
Tenggara 0.5
– 2.5 Berawan, Hujan
ringan 3.0
– 12.0
Agustus
Barat Daya, Tenggara Selatan
Tenggara 0.3
– 1.2 Berawan, Hujan
ringan 3.0
– 10.0
September Tenggara, Timur
Tenggara 0.8
– 3.0 Cerah Berawan,
Hujan Ringan 3.0
– 15.0
Oktober
Tenggara, Timur Tenggara
0.7 – 2.5
Cerah Berawan, Hujan Ringan
3.0 – 15.0
musim ikan sekitar bulan Mei-Juni. Pada bulan berikutnya yaitu antara Oktober sampai Nopember angin monsun tenggara semakin menguat. Penguatan angin
tenggara ini menyebabkan pusat upwelling bergerak ke pantai barat Sumatera dan di pesisir Ujung Kulon terjadi angin Barat Oktober
–Pebruari. Tangkapan ikan di wilayah pesisir Ujung Kulon menjadi berkurang dan mencapai puncaknya pada
bulan Desember-Pebruari yang dikenal dengan musim paceklik.
Tabel 17. Matriks Fluktuasi Musim Tangkapan Ikan Nelayan Pesisir Ujung Kulon Musim
Jan Peb Mar Apr
Mei Jun Jul
Ags Sept Okt Nop Des
Hasil Tangkapan
Tinggi √
√ √
Hasil Tangkapan
Sedang √
√ √
√ Hasil
Tangkapan Sedikit
√ √
Musim Paceklik
Paila √
√ √
Musim hasil tangkapan tinggi dalam setiap aktivitas melaut berlangsung selama kurang lebih tiga bulan dalam setahun, yaitu pada bulan April, Mei dan
Juni. Pada musim ini, hasil tangkapan ikan cukup tinggi. Pada saat inilah nelayan berharap tingkat penghasilan relatif tinggi dari usaha penangkapan ikan yang
dapat menutupi defisit pemenuhan kebutuhan modal dan kebutuhan rumah tangga pada bulan-bulan sebelumnya. Pada tiga bulan musim tangkapan tinggi
merupakan musim tangkapan ikan teri, tenggiri, kembung, lemur, ekor kuning, tongkol, belida yang memiliki nilai ekonomis relatif tinggi. Khusus ikan teri yang
merupakan komoditas utama yang dihasilkan alat tangkap bagan merupakan komoditas yang menghidupkan usaha pengolahan ikan teri rebus kering untuk
komoditas ekspor. Keberadaan usaha penangkapan dan pengolahan ikan teri inilah yang mendorong denyut aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan
semakin tinggi. Pada saat ini nelayan berlomba-lomba mengubah alat tangkap ikan yang dimilikinya menjadi alat tangkap bagan, karena usaha penangkapan
ikan dengan menggunakan bagan menurut nelayan lebih menjanjikan pendapatan yang relatif lebih pada musim-musim tangkapan puncak.
Pada bulan April, Mei dan Juni 2012, dalam satu bulan nelayan dapat melaut dengan frekuensi sampai 20 kali melaut dengan jumlah tangkapan yang
cukup besar. setiap perahu bagan dapat menangkap ikan rata-rata 4,64 ton per bulan dan 183, 28 kg per melaut. Perahu Congkreng yang merupakan alat
tangkap yang lazim terdapat di wilayah setempat dapat melakukan aktivitas melaut dengan frekuensi yang hampir sama dengan perahu bagan namun perahu
jenis ini dipakai untuk memancing dan memancing ikan-ikan yang berukuran sedang seperti ikan kembung, cumi, udang, tenggiri, tongkol, kakap, dan lain-lain.
Pada musim tangkapan puncak, setiap perahu congkreng dapat menangkap ikan dengan jumlah rata-rata 30,85 kg rata-rata per sekali melaut dan dalam satu bulan
tangkapan puncak dapat menangkap ikan rata-rata 6.16 kwintal per bulan.
Pada bulan Maret, Juli, Agustus dan September, tangkapan nelayan mulai agak berkurang dibandingkan musim tangkapan puncak. Dalam periode ini
nelayan masih dapat melakukan aktivitas melaut 13-15 kali sebulan untuk jenis alat tangkap bagan dan perahu congkreng. Rata-rata tangkapan perahu bagan
dalam sebulan di musim ini masih dapat menangkap ikan sebanyak 1,77 ton per bulan dan 1.38 kwintal rata-rata per sekali melaut, sedangkan tangkapan perahu
Gambar 29. Fluktuasi Hasil Tangkapan Perahu Bagan per Bulan Jan-
Des 2012 Gambar 30. Fluktuasi Hasil Tangkapan
Perahu Congkreng per Bulan Jan-Des 2012
Gambar 31. Fluktuasi Hasil Tangkapan Perahu Bagan per melaut
Jan-Des 2012 Gambar 32. Fluktuasi Hasil Tangkapan
Perahu Congkreng per melaut Jan-Des 2012
congkreng di musim ini sebesar 2,96 kwintal rata-rata per bulan dan 19,75 per sekali melaut.
Pada musim tangkapan sedikit di bulan Oktober dan Nopember nelayan bagan hanya melakukan aktivitas melaut, paling banyak 10 kali dalam sebulan,
itupun dengan hasil tangkapan yang tak seberapa dan tak bisa diprediksi. Pada musim tangkapan sedikit, nelayan bagan mendapatkan hasil tangkapan ikan teri
0,7 kwintal rata-rata per sekali melaut, sedangkan nelayan yang menggunakan perahu congkreng yang melakukan kegiatan menjaring dan memancing ikan
dilaut hanya mendapatkan rata-rata 0,16 kwintal per sekali melaut.
Pada musim paceklik, nelayan bagan sama sekali tidak melakukan aktivitas melaut selama tiga bulan, yaitu di bulan Desember, Januari dan Pebruari,
karena pada saat itu musim tangkapan ikan teri sudah berakhir. Beberapa nelayan ada yang mencoba-coba melakukan aktivitas melautpun tidak mendapatkan hasil
tangkapan. Pada musim ini seringkali terjadi badai ataupun angin dengan kecepatan tinggi, sehingga bagi nelayan-nelayan yang menghindari risiko
rusaknya bagan dan perahu mereka, lebih baik memilih tidak melakukan aktivitas melaut. Berbeda dengan nelayan bagan, nelayan perahu congkreng masih sesekali
melakukan aktivitas melaut di sekitar pesisir yang memudahkan mereka berbalik ke darat jika cuaca tiba-tiba menjadi buruk. Mereka tetap sesekali melakukan
aktivitas melaut dengan risiko kerugian yang besar. Dari data primer yang telah dikumpulkan nelayan congkreng di wilayah setempat pada bulan Desember,
Januari dan Pebruari di masa paceklik melakukan aktivitas melaut, maksimal 8 kali dalam sebulan dengan hasil tangkapan yang relatif sedikit yaitu rata-rata 8,3
kg per sekali melaut, bahkan pada bulan Pebruari, nelayan hanya mendapatkan ikan dengan jumlah rata-rata 7 kg per sekali melaut. Hasil ini jika dikurangi
ongkos melaut logistik dan bahan bakar, hasil yang menjadi pendapatan nelayan menjadi relatif kecil, bahkan pada saat tertentu hasil tangkapan nelayan tidak
dapat menutupi modal yang harus dikeluarkan. Nelayan semakin terpuruk jika modal melaut yang dikeluarkan ternyata didapat dengan cara berhutang.
Adanya fluktuasi hasil dan nilai tangkapan ikan dalam aktivitas melaut,
menjadikan pendapatan para nelayan menjadi berfluktuasi dalam setiap musim. Fluktuasi pendapatan yang tidak menentu ditambah pengelolaan keuangan rumah
Gambar 33. Fluktuasi Nilai Tangkapan Perahu Bagan per Bulan Jan-
Des 2012 Gambar 34. Fluktuasi Nilai Tangkapan
Perahu Congkreng per Bulan Jan-Des 2012
tangga yang tidak tepat dapat bermuara pada terciptanya krisis pada perekonomian nelayan setempat, terutama nelayan buruh bagan, pancingjaring
yang umumnya tidak memiliki modal dan alat tangkap sendiri dalam kegiatan melaut. Kerugian ketika mereka melakukan aktivitas melaut yang tidak
menghasilkan tangkapan ikan di musim tangkapan ikan sedikit dan musim paceklik akan terus terakumulasi dan ketika mereka mendapatkan pendapatan di
saat ada hasil tangkapan ikan terpaksa harus terpotong tunggakan hutang modal.
Gambar 35. Fluktuasi Pendapatan Nelayan Pemilik Bagan per Bulan
Jan-Des 2012 Gambar 36. Fluktuasi Pendapatan Nelayan
Buruh Bagan per Bulan Jan-Des 2012
Gambar 37. Fluktuasi Pendapatan Nelayan Kunca per Bulan Jan-Des
2012 Gambar 38. Fluktuasi Pendapatan Nelayan
Sampan per Bulan Jan-Des 2012
Gambar 39. Fluktuasi Pendapatan Nelayan Congkreng per
Bulan Jan-Des 2012
Seluruh nelayan di wilayah pesisir Ujung Kulon mendapatkan penghasilan maksimum di musim panen ikan, yaitu selama bulan April Mei dan Juni, dan
pendapatan tersebut semakin berkurang di musim-musim berikutnya, yaitu musim tangkapan sedang. Ketika tiba musim tangkapan sedang dan musim paceklik, di
periode inilah para nelayan sering menghadapi krisis, baik dalam konteks pemenuhan kebutuhan rumah tangga maupun penyediaan modal melaut. Bagi
nelayan pendapatan yang mereka terima pada masa-masa tangkapan puncak dan tangkapan sedang jauh melebihi pendapatan pada musim tangkapan sedikit dan
paceklik. Jika pengelolaan keuangan rumah tangga berjalan baik, maka surplus pendapatan yang didapat pada kedua musim ini dapat diperuntukkan menutupi
defisit pendapatan rumah tangga pada musim tangkapan sedikit dan masa paceklik. Namun yang terjadi justru sebaliknya, ketika musim tangkapan tinggi
yang berarti pula nelayan menerima pendapatan yang tinggi, pengeluaran rumah tangga juga meningkat sehingga seringkali yang terjadi pendapatan yang ada
dihabiskan untuk menutupi pengeluaran yang tinggi, dan ketika tiba masa tangkapan sedikit dan paceklik, tidak ada surplus pendapatan rumah tangga yang
dapat digunakan untuk menutupi defisit, sehingga tak jarang para nelayan harus berhutang. Demikian pula halnya dengan nelayan buruh mengalami hal yang tak
jauh berbeda, malah terkadang situasinya menjadi lebih parah karena nilai pendapatan yang diterima oleh nelayan buruh relatif lebih kecil. Jumlah
pendapatan yang tidak dapat diprediksi dan penuh ketidakpastian juga menyulitkan perencanaan pengelolaan keuangan rumah tangga yang berujung
pada terciptanya krisis ekonomi rumah tangga nelayan
Keterbatasan Teknologi Penangkapan Ikan
Umumnya nelayan Desa Sumber Jaya adalah nelayan tradisional. Alat tangkapnyapun berupa alat tangkap tradisional pancing memancing dengan
menggunakan jukung dan jaring bagan, perahu motor dengan ukuran kecil sampai ukuran sedang, sehingga wilayah tangkapan mereka umumnya hanya di
sekitar TNUK, selat Sunda dan Samudera Indonesia. Penggunakan alat dan sarana yang tradisional menyebabkan masyarakat setempat belum mampu
memanfaatkan sepenuhnya potensi perikanan yang sangat besar di wilayah perairan tersebut. Di bawah ini merupakan data jumlah kepemilikan perahu
motor dan alat tangkap ikan di Desa Sumber Jaya.
Tabel 18. Jumlah Kepemilikan Perahu Motor dan Alat Tangkap Ikan Nelayan
No Jenis Perahu dan alat Tangkap
Jumlah 1
Perahu Motor Besar 5
2 Perahu Motor Sedang
17 3
Perahu Motor Kecil congkreng 52
4 Jukung
127 5
Sampan 25
6 Bagan Tancap
27 7
Bagan ApungJerigen 36
8 Bagan Perahu
40 9
Bagan Badak 10
Jumlah 339
Sumber : Monografi Desa dan Hasil Wawancara
Keterbatasan teknologi penangkapan ikan dapat dilihat dari armada penangkapan ikan yang didominasi armada sederhana dan tradisional. Jumlah
perahu motor besar hanya 5 buah dan perahu ukuran sedang hanya 17 buah yang umumnya dimiliki para juragan besar. Mayoritas nelayan desa-desa pesisir
Ujung kulon merupakan nelayan bagan berupa bagan tancap, bagan apung, bagan perahu
dan bagan badak. Sebagian nelayan merupakan nelayan jaring dan nelayan pancing yang menggunakan jukung dan congkreng perahu motor kecil.
Terdapat pula nelayan bagan yang merangkap menjadi nelayan pancing dan nelayan jaring. Bagan adalah suatu alat penangkap ikan yang terdiri susunan
bambu dan memanfaatkan cahaya sebagai penarik ikan berkumpul. Bagan merupakan alat tangkap dengan menggunakan jaring angkat. Alat tangkap bagan
yang paling banyak terdapat di wilayah ini adalah bagan apung dan bagan perahu
. Hanya sebagian kecil nelayan yang masih menggunakan bagan tancap. Bagan tancap dianggap tidak efektif dan efesien untuk menangkap ikan karena
bersifat statis tidak bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain mengejar ground fishing
seperti bagan apung dan bagan perahu. Sementara bagan badak dianggap alat tangkap yang paling efesien dan efektif untuk menangkap ikan,
namun karena modal pembuatan bagan badak yang relatif besar, sekitar 100-120 juta per buah menjadikan bagan ini tidak terlalu terjangkau oleh mayoritas
nelayan. Umumnya hanya para juragan dan nelayan kaya yang memiliki bagan badak.
Gambar 41. Bagan Badak dengan menggunakan perah ukuran
sedang Gambar 40. Bagan Perahu
Gambar 43. Bagan Apung yang ditarik ke pinggir pantai untuk
diperbaiki Gambar 42. Perahu Bolga
Bagan apung adalah bagan yang diapungkan di atas permukaan air dengan menggunakan drum bekas. Teknologi yang digunakan masih sangat
sederhana, terdiri dari kerangka kayu yang diatasnya terdapat susunan bambu, jaring atau waring berukuran 0,3 cm dan alat penggulung yang disebut roller
untuk menggulung atau menurunkan waring. Untuk menyalakan lampu-lampu yang dipasangkan di sekeliling bagan digunakan mesin genset berbahan bakar
bensin. Cahaya dari lampu ini yang menarik ikan-ikan kecil berkumpul di sekitar waring
. Jenis ikan yang didapat biasanya ikan-ikan kecil berupa ikan teri, ikan tembung dan ikan lemeut. Namun, khusus ikan teri memiliki nilai ekonomis yang
tinggi, karena produk olahan ikan teri ini merupakan produk ekspor. Bagan apung tidak memiliki motormesin penggerak, oleh karenanya untuk berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain harus ditarik oleh perahukapal motor penarik. Masyarakat setempat menyebut kapal motor penarik dengan sebutan
perahu muatan
. Kapal motor penarik berukuran 13m-15m x 2m x 3 m, menggunakan mesin mobil 4 silinder P 120 s Mitsubishi PS 100 dengan tonase
sekitar 7 ton, ada juga yang menggunakan mesin Yanmar. Satu kapal motor penarik dapat menarik 7-10 bagan perahu.
Ket : BP : Bagan Perahu, BA : Bagan Apung Gambar 44. Kapal Motor Penarik Bagan
Bagan perahu boat lift nets saat ini lebih menjadi pilihan alat tangkap karena lebih lincah bergerak dan berpindah tempat mencapai fishing ground.
Perbedaan bagan perahu dengan bagan apung adalah digunakannya perahu sebagai bagian utama dari alat tangkap ini sehingga memungkinkan bagan perahu
berpindah-pindah mengejar fishing ground dengan lebih mudah dan lebih jauh dan lebih cepat daripada bagan apung. Persamaannya adalah jenis bagan ini tetap
Kapal Motor Penarik Bagan
BPBA 8 BPBA 1
BPBA 7 BPBA 2
BPBA 3 BPBA 6
BPBA 4 BPBA 5
Mesin Kapal Motor Penarik Bagan
harus ditarik oleh perahu motor untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Posisi jaring angkatnya berada di kiri atau kanan perahu. Perahu yang digunakan untuk bagan perahu rata-rata berukuran 23 GT. Umumnya perahu
tersebut memiliki ukuran 13m x 3m x 2m. Jaring atau waring pada bagan perahu bahan PA monofilament berwarna gelap, seperti hitam atau biru tua, dengan mesh
size
berkisar antara 0,3-0,5 cm. Ukuran jaring biasanya disesuaikan dengan ukuran perahu yang digunakan. Supaya jaring dapat terbentang dengan baik,
maka dibentuk kerangka yang terbuat dari bambu yang berlubang atau pipa besi pada bagian atas jaring dekat permukaan air. Bingkai jaring dari bambu waga
berdiameter sekitar 8-10 cm dan panjang masing-masing bambu 6m dimaksudkan agar jaring dapat terbentang dengan baik. Panjang bambu tersebut biasanya
disesuaikan dengan lebar waring yang digunakkan. Bingkai bambu juga dilengkapi dengan bingkai besi berdiameter kurang lebih 6,25 cm. Ujung pada
bambu waga diberi lubang untuk mengkaitkan tali agar dapat menghubungkan bambu dengan pipa besi, berfungsi sebagai pembuka mulut jaring dan pemberat
agar bambu waga dapat tenggelam.
Sebagai pengumpul ikan hasil tangkapan digunakan lampu. Lampu tersebut dipasang di sisi kanan dan kiri perahu. Lampu yang digunakan adalah
lampu merkuri dan lampu set. Lampu merkuri tersebut memiliki daya sebesar 200 watt sedangkan lampu set memiliki daya sebesar 1.000 watt. Tidak semua nelayan
bagan perahu menggunakan lampu set. Hal tersebut dikarenakan karena harganya yang mahal yaitu mencapai Rp 4.000.000,- per perangkat lampu set. Sebagai
sumber listrik untuk menyalakan lampu-lampu tersebut, perahu ini menggunakan mesin genset. Ukuran dan tenaga mesin yang digunakan sangatbergantung pada
total tenaga yang dibutuhkan oleh lampu bagan. Semakin besar daya lampu yang digunakan, maka akan semakin besar pula mesin genset yang diperlukan.
Teknis pengoperasian bagan perahu, biasanya dilakukan 5-6 orang nelayan. Pengoperasian bagan perahu dimulai dengan persiapan operasi
penangkapan dilakukan sebelum menuju fishing ground yakni mempersiapkan perbekalan berupa bahan bakar untuk genset untuk menyalakan lampu,
makanan, air bersih, rokok dan lain-lain, memeriksa kondisi waring, lampu bagan perahu, keranjang dan mesin kapal. Waktu yang digunakan untuk mencapai
fishing ground
berkisar antara 2-6 jam perjalanan, tergantung pada jarak fishing ground
dari fishing base. Biasanya, saat dirasa hasil tangkapan di fishing ground tidak banyak, nelayan bagan perahu akan berpindah lokasi fishing ground.
Setibanya di fishing ground yang dituju, seorang nelayan segera menurunkan jangkar untuk memastikan bagan perahu tidak terbawa arus,
kemudian bingkai lampu bagan perahu di turunkan sehingga menghadap ke perairan. Setelah itu, dilakukan waring yang tergulung disekeliling perahu mulai
dilepas dan secara perlahan waring diturunkan ke dalam perairan. Kedalaman posisi pemasangan waring ditentukan oleh kedalaman perairan dan ukuran waring
itu sendiri. Setelah waring ditenggelamkan, barulah lampu bagan dinyalakan. Fungsi lampu ini adalah memberikan cahaya yang menarik ikan-ikan untuk
berkumpul. Pembagian tugas anak buah bagan, ada yang bertugas mengoperasikan waring bagan perahu, selain itu ada pula yang bertugas untuk
mengemudikan kapal sekaligus mengatur nyala dan matinya lampu. Hal ini dikarenakan posisi sakelar lampu terdapat di ruang kemudi.
Setiap kali menurunkan waring dibutuhkan waktu sekitar 1,5-2 jam menunggu ikan-ikan berkumpul. Ketika dirasa ikan sudah cukup banyak
berkumpul di atas waring, maka waring segera diangkat secara perlahan mulai dengan mematikan lampu pada sisi dimana waring tidak dipasang. Kemudian
secara perlahan waring diangkat. Saat mendekati permukaan penarikan waring dipercepat dan satu persatu lampu dimatikan dan disisakan beberapa lampu
sehingga ikan terpusat pada satu titik.
Ketika mencapai permukaan, bingkai bambu ditarik dan dilepaskan dari waring dan waring diangkat ke atas permukaan laut. Kemudian salah satu nelayan
menyerok ikan hasil tangkapan. Salah satu keberhasilan operasi penangkapan dengan bagan perahu adalah kecepatan pengangkatan waring pada saat mendekati
permukaan.
Gambar 45. Bagan Perahu dan Aktivitas Menurunkan dan Menarik Jaring
Teknis operasional ketiga bagan lainnya apung, tancap, badak hampir sama dengan teknis operasional bagan perahu di atas, hanya bedanya bagan
tancap bersifat statis sehingga tidak bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Konsekuensinya ketika ikan berkumpul di tempat lain maka, penguluran
waring memakan waktu lebih lama menunggu ikan berkumpul dan terkadang hasilnya tidak begitu memuaskan. Namun disisi lain para nelayan bagan tancap
tidak perlu membagi pendapatan dari hasil tangkapnya kepada juragan kapal motor penarik layaknya bagan apung dan bagan perahu, oleh karena tidak
menggunakan jasa penarik bagan. Di sisi lain bagan apung dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, namun umumnya daya beratnya lebih tinggi dari
bagan perahu, sehingga dianggap kurang lincah dan tidak ekonomis. Perahu motor yang menarik bagan apung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
berpindah tempat dibandingkan bagan perahu, sehingga otomatis biaya yang digunakan untuk membeli bahan bakar menjadi lebih tinggi dan waktu yang
diperlukan juga menjadi lebih lama. Kondisi inilah yang menyebabkan nelayan yang telah memiliki bagan apung akan berusaha merombak bagan apungnya
menjadi bagan perahu. Hal ini dianggap menjadi sebuah peluang bagi para juragan perahu motor penarik bagan untuk meminjamkan modal perombakan
bagan kepada pada nelayan dengan imbalan ikatan kerja yang sifatnya mengikat selama pinjaman tersebut belum dilunasi. Artinya nelayan yang telah meminjam
modalpinjaman kepada juragan perahu motor harus menjadi anggota tarikan perahu motor tersebut selama proses pencicilan dari pinjaman, dan tentu saja
harus berbagi pendapatan hasil tangkapan ikan kepada para juragan perahu motor.
Dari gambaran aktivitas ekonomi nelayan bagan dan nelayan jaringpancing, tampak jelas bahwa teknologi penangkapan yang ada tidak mampu
mengatasi permasalahan cuaca yang ekstrim serta kurang memiliki daya jelajah yang luas, sehingga aktivitas ekonomi yang dilakukan dengan menggunakan
armada tradisional ini menjadi relatif terbatas. Situasi ini pula yang menyebabkan nelayan secara ekonomi lekat dengan krisis, karena teknologi yang mereka
gunakan tidak dapat mengatasi situasi-situasi krisis yang diakibatkan oleh sifat sumberdaya laut yang penuh ketidakpastian dan krisis.
Ketidak-mandirian dalam Sistem Permodalan dan Ketimpangan dalam Bagi Hasil
Ketidak-mandirian dalam sistem permodalan melaut dalam ekonomi nelayan disebabkan adanya sifat-sifat tertentu dalam sistem ekonomi perikanan
yang mengandalkan sumber daya laut yang lekat dengan ketidakpastian. Adanya fluktuasi pendapatan permusim yang sedemikan besar, kekhasan kelembagaan
ekonomi yang terbentuk seperti patron klien dan sistem budaya ekonomi yang tercipta. Ketidak-mandirian dalam sistem permodalan seperti memiliki dua sisi
mata uang jika dilihat dari sebab dan akibat dari hal tersebut. Di satu sisi ketidak- mandirian nelayan dalam sistem permodalan disebabkan adanya situasi krisis
yang tercipta akibat adanya fluktuasi pendapatan yang begitu besar dari setiap musim yang sangat tergantung dengan faktor-faktor alam yang berada di luar
kemampuan nelayan untuk mengendalikannya dan kelembagaan sistem permodalan nelayan yang terbentuk dianggap merupakan salah satu jalan keluar
yang ditempuh untuk mengatasi krisis ini. Di sisi yang lain, fakta menunjukkan bahwa kelembagaan sistem permodalan yang terbentuk yang bermuara pada
ketidak-mandirian nelayan dalam permodalan melaut justru menciptakan krisis baru dalam sistem ekonomi nelayan. Nelayan seperti terjebak pada lingkaran
masalah permodalan yang di suatu saat menjadi way out dari situasi krisis sekaligus menciptakan krisis-krisis yang baru, dan nelayan sulit untuk keluar dari
situasi tersebut.
Di wilayah setempat aktivitas ekonomi nelayan terdiri dari beberapa kelompok yang terkait satu sama lain dan mencerminkan pula ketergantungan dan
keterkaitan dalam hal permodalan, yaitu 1 usaha penangkapan ikan bagan yang memiliki keterkaitan dengan juragan perahu dan usaha pengolahan ikan teri
Sobong,2 usaha penangkapan ikan nelayan pancing dan jaring yang memiliki keterkaitan permodalan dengan pihak langgan pedagang pengumpul, 3
keterkaitan pemodal lokal dengan pemodal luar yang juga memiliki imbas pada sistem ekonomi nelayan secara keseluruhan, 4 keterkaitan pihak nelayan lokal
dengan pihak pemodal luar.
Nelayan buruh bagan memiliki keterkaitan modal dengan pemilik bagan yang memberikan modal pada setiap aktivitas melaut dengan imbalan pembagian
hasil tangkapan. Pemilik bagan memiliki ketergantungan dengan pihak juragan perahu muatan yang memiliki kapal penarik yang bisa menarik bagan ke tengah
laut dan memberikan modal awal pembuatan bagan perahu yang juga dengan imbalan bagi hasil tangkapan dalam setiap aktivitas melaut. Nelayan pemilik
bagan juga memiliki ketergantungan dengan pengusaha sobong yang dapat memberikannya modal tambahan jika diperlukan dengan imbalan nelayan akan
menjual tangkapannya kepada pengusaha sobong tersebut. Bagi nelayan jaringpancing memiliki ketergantungan modal dengan para langgan yang
memberikan modal melaut kepada para nelayan jaring dan pancing dengan syarat nelayan yang bersangkutan harus menjual hasil tangkapannya kepada pihak
langgan yang telah memberikan modal. Para pemodal lokal sendiri seperti
pengusaha sobong dan juragan perahu muatan memiliki ketergantungan permodalan dengan pihak luar tengkulak besar. Ketergantungan pemodal lokal
dengan pihak tengkulak besar yang berada di luar wilayah terimplementasi dengan ikatan jual beli. Di saat juragan membutuhkan modal untuk membeli atau
memperbaiki alat produksi perahu, mesin, alat pengolahan dan alat tangkap lainnya tengkulak besar akan menyediakannya atau meminjamkan uang dengan
konsekuensi juragan harus menjual hasil tangkapannya kepadan tengkulak tersebut dengan harga yang telah ditentukan
Ketergantungan dalam hal permodalan akan menyebabkan krisis jika di dalamnya ada unsur eksploitasi termasuk berupa ketimpangan pembagian hasil
yang tidak seimbang antara si pemberi modal dan yang menerima modal. Di wilayah setempat sistem pembagian hasil dan konsekuensi akan ketergantungan
permodalan adalah sebagai berikut :
1 Usaha penangkapan ikan bagan yang memiliki keterkaitan antara juragan
perahu, nelayan pemilik bagan, nelayan buruh, nelayan kunca, nelayan sampan dan palime-lime
Juragan perahu muatan menyediakan kapal motor berukuran sedang, bahan bakar kapal motor, alat penarik bagan, tenaga nakhoda, tenaga
sampan, dan tenaga tukang kuras palime-lime. Satu kapal motor dapat menarik sekitar delapan bagan perahu. Pemilik bagan perahu
menyediakan modal bahan bakar untuk genset penerangan di masing- masing bagan, dan logistik masing-masing nelayan buruh bagan di setiap
bagan. Sistem bagi hasil pada bagan antara lain : a.
Bagi Hasil yang Diterima Juragan Kapal Motor Penarik Juragan Perahu Muatan :
Mendapatkan bagian 30 dari nilai hasil tangkapan seluruh bagan delapan bagan dikurangi modal yang disediakan oleh pemilik bagan
dikurangi biaya modal operasional kapal penarik. Hasilnya dibagi kembali dengan kunca, sampan dan palime-lime yang menjadi
tanggung jawab juragan. Juragan mendapat 60, kunca 30 dan sampan serta palime-lime masing-masing mendapat 5
Uj =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,3
}
- Mj x 0,6 Uj
= Bagian hasil keuntungan juragan kapal motor setiap aktivitas melaut bagan
Hb
x
= Hasil tangkapan seluruh bagan H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
= Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
= Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
Mj = Modal yang dikeluarkan oleh juragan solar kapal penarik
dan logistik kunca, sampan, palime-lime
b. Bagi Hasil yang diterima pemilik bagan :
Mendapatkan bagian 70 dari nilai hasil tangkapan bagan dikurangi modal yang disediakan oleh pemilik bagan. Hasilnya dibagi kembali
dengan anak bagan yang menjadi tanggung jawab pemilik bagan. Pemilik bagan mendapat 50, dan anak bagan seluruhnya mendapat
50
Ub =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,7 x 0,5
Ub = Bagian hasil keuntungan juragan kapal motor setiap
aktivitas melaut bagan Hb
x
= Hasil tangkapan seluruh bagan H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
= Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
= Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
c. Bagi hasil yang diterima anak bagan nelayan buruh bagan :
Mendapatkan bagian 50 dari 70 nilai hasil tangkapan bagan yang sudah dikurangi modal yang disediakan oleh pemilik bagan. Hasilnya
dibagi kembali dengan jumlah anak bagan yang berada dalam satu bagan
Uab =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,7 x 0,5 x 0.25
Uab = Bagian hasil keuntungan anak bagan nelayan buruh
bagan setiap aktivitas melaut bagan Hb
x
= Hasil tangkapan seluruh bagan H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
= Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
= Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
0,25 = Faktor pengali jumlah anak bagan setiap bagan rata-rata
mempekerjakan 4 orang anak bagan d.
Bagi Hasil yang Diterima Kunca : Mendapatkan bagian 30 dari 30 nilai hasil tangkapan seluruh
bagan delapan bagan dikurangi modal yang disediakan oleh pemilik bagan dikurangi biaya modal operasional kapal penarik.
Uk =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,3
}
- Mj x 0,3 Uk
= Bagian hasil kunca pada setiap aktivitas melaut bagan Hb
x
= Hasil tangkapan seluruh bagan H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
= Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
= Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
Mj = Modal yang dikeluarkan oleh juragan solar kapal penarik
dan logistik kunca, sampan, palime-lime e.
Bagi Hasil yang Diterima Sampan : Mendapatkan bagian 5 dari 30 dari nilai hasil tangkapan seluruh
bagan delapan bagan dikurangi modal yang disediakan oleh pemilik bagan dikurangi biaya modal operasional kapal penarik
Us =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,3
}
- Mj x 0,05 Us
= Bagian hasil keuntungan sampan setiap aktivitas melaut bagan
Hb
x
= Hasil tangkapan seluruh bagan H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
= Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
= Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
Mj = Modal yang dikeluarkan oleh juragan solar kapal penarik
dan logistik kunca, sampan, palime-lime f.
Bagi Hasil yang Diterima Palime-lime : Mendapatkan bagian 5 dari 30 dari nilai hasil tangkapan seluruh
bagan delapan bagan dikurangi modal yang disediakan oleh pemilik bagan dikurangi biaya modal operasional kapal penarik
Upl =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,3
}
- Mj x 0,05 Upl
= Bagian hasil keuntungan palime-lime setiap aktivitas melaut bagan
Hb
x
= Hasil tangkapan seluruh bagan H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
= Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
= Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
Mj = Modal yang dikeluarkan oleh juragan solar kapal penarik
dan logistik kunca, sampan, palime-lime Ketimpangan bagi hasil yang terjadi adalah porsi pendapatan yang
diterima juragan kapal penarik porsinya jauh lebih besar daripada porsi pendapatan yang diterima pelaku-pelaku ekonomi yang lain. Dari data lapangan
selama Januari – Desember 2012, nilai pendapatan rata-rata hasil rata-rata yang
di terima pelaku-pelaku ekonomi dalam sistem penangkapan ikan bagan per trip adalah Rp 4.035.867.5. Juragan kapal penarik menerima porsi yang paling besar
yaitu hampir 56,9 , sedangkan sisanya dibagi dengan porsi yang tidak berimbang kepada pelaku-pelaku ekonomi yang lain seperti nelayan pemilik
bagan, nelayan buruh bagan, kunca, sampan dan palime-lime. Nelayan pemilik bagan menerima 14,9 dari hasil, nelayan buruh bagan anak bagan menerima
3.8 persen dari hasil, kunca menerima 14,7 , dan sampan serta palime-lime menerima pembagian hasil masing-masing 4.9 per tahun.
Gambar 46. Bagi Hasil Rata-rata Pelaku-pelaku Ekonomi dalam Sistem Penangkapan Ikan Bagan Per Sekali Aktivitas Melaut
2 Usaha penangkapan ikan nelayan pancing dan jaring yang memiliki
keterkaitan permodalan dengan pihak langgan pedagang pengumpul Sistem bagi hasi nelayan jaring dan nelayan pancing one day fishing yaitu
jumlah keseluruhan pendapatan atau uang penghasilan dalam sekali melaut dipotong biaya modal operasional berupa bahan bakar untuk mesin tempel dan
perbekalan. Jika perahu yang digunakan bukan milik sendiri, maka biaya modal biasanya ditanggung pemilik perahu dan bagi hasil yang berlaku adalah seluruh
nilai hasil tangkapan dikurangi biaya modal dan pemilik perahu mendapat 30 dan nelayan buruh dua orang menerima 70 . Nilai tangkapan 70 tersebut
kemudian dibagi dua, masing-masing nelayan mendapat 50 . Jika perahu yang digunakan adalah milik sendiri, artinya nelayan pemilik perahu ikut melaut, maka
bagi hasil yang berlaku adalah hasil tangkapan yang sudah dikurangi biaya modal operasional dibagi dengan porsi 60 : 40, nelayan pemilik perahu 60 dan
nelayan buruh 40 . Pendapatan yang diterima nelayan buruh akan lebih besar jika perahu yang digunakan merupakan milik nelayan yang juga melakukan
aktivitas melaut, daripada jika perahu yang digunakan milik juragan perahu yang tidak melakukan aktivitas melaut
Nelayan jaring dan nelayan pancing yang melakukan aktivitas melaut di atas tiga hari three or four days fishing. Nelayan ini umumnya mengandalkan
penyediaan alat tangkap perahu, jaring dan permodalan dari juragan yang umumnya berprofesi sebagi langgan. Langgan adalah orangpemodal yang
memberi pinjaman perahu kepada pihak nelayan yang ingin melakukan aktivitas melaut termasuk keperluan nelayan pada saat mereka melaut, dapat berupa bahan
makanan, bahan bakar, alatsarana tangkap maupun kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh nelayan dalam menangkap ikan. Langgan merupakan pedagang
pengumpul tingkat desa yang mengumpulkan hasil tangkapan nelayan untuk dipasarkan ke wilayah atas desa. Selain kewajiban menjual hasil tangkapan
kepada langgan, maka nelayan juga harus membagi hasil tangkapan tersebut dengan porsi 30 : 70. Porsi 30 untuk langgan atas jasanya menyediakan
perahu dan modal operasional dan 70 sisanya dibagikan kepada nelayan buruh yang terlibat dalam aktivitas melaut di perahu tersebut. Langgan mendapatkan
porsi lebih dari keuntungan tangkapan nelayan karena selain langgan mendapatkan bagian dari jasa pinjaman perahu dan modal, langgan juga dapat
mengambil untung dari selisih harga ikan yang dibeli dan harga ikan yang dipasarkan. Masalah ketimpangan bagi hasil terjadi jika langgan menetapkan
harga ikan jauh di bawah harga pasar, maka pendapatan nelayan akan berkurang dari yang seharusnya diterimanya, sementara langgan menerima porsi keuntungan
yang jauh lebih besar.