KRISIS DAN KETIDAKPASTIAN NAFKAH: KARAKTERISTIK
                                                                                Tabel 15.    Variasi Unsur Cuaca Wilayah Pesisir Ujung Kulon Periode Juni - Oktober 2011
Tabel 16.   Variasi Unsur Cuaca Wilayah Pesisir Ujung Kulon Periode Januari-Oktober 2012
Sumber :  Diolah dari Prakiraan Cuaca Wilayah Carita, Labuan, Tanjung  Lesung,  Panimbang dan Sumur.  BMKG Serang. 2012
Sejalan  dengan  monson  tenggara  dan  upwelling  yang  terjadi  di  perairan bagian selatan Pulau Jawa, maka pada sekitar bulan Maret-September  merupakan
musim tangkapan ikan bagi nelayan pesisir Ujung Kulon  yang mencapai  puncak
Bulan Unsur Cuaca
Arah Angin Arah Gerak
Gelombang Tinggi
Gelombangm Cuaca
Kecepatan Angin  knts
Juni
Tenggara,Timur laut, Timur,
Selatan Tenggara,
selatan 0.8
– 2.0 Berawan,
hujan ringan 3.0
– 12.0
Juli Tenggara,Timur,
Barat Daya Tenggara
0.8 – 3.0
Berawan, hujan ringan
3.0 – 12.0
Agustus Timur, Tenggara,
Selatan Tenggara
1.0 – 3.0
Berawan, hujan ringan
3.0 – 15.0
September  Tenggara,Timur
laut, Timur, Selatan
Tenggara Selatan
0.6 – 2.5
Cerah Berawan,
hujan ringan 3.0
– 15.0
Oktober
Selatan, tenggara, Barat Daya
Selatan 0.6
– 2.0 Cerah
Berawan, hujan ringan
3.0 – 15.0
November   Tenggara Barat
Daya Selatan Tenggara
Selatan 0.6
– 2.0 Berawan,
Hujan ringan 3.0
– 15.0
Desember
Barat, Barat Daya Barat
0.7 – 2.5
Berawan, Hujan ringan
3.0 – 15.0
Sumber :   Diolah dari Prakiraan Cuaca Wilayah Carita, Labuan, Tanjung  Lesung,  Panimbang dan Sumur.  BMKG Serang. 2011
Bulan Unsur Cuaca
Arah Angin Arah Gerak
Gelombang Tinggi
Gelombangm Cuaca
Kecepatan Anginknts
Januari
Barat, Barat Laut, Barat Daya
Barat 0.7
– 4.0 Berawan, hujan
ringan 3.0
– 20.0
Pebruari Utara, Barat Laut,
Barat Daya, selatan
Barat, Tenggara,
Selatan
0.8 – 2.0
Berawan, hujan ringan
3.0 – 12.0
Maret
Barat, Barat Laut, Barat Daya
Barat 0.6
– 2.5 Berawan, hujan
ringan 3.0
– 15.0
April
Barat Daya, Timur, Timur Laut
Tenggara Selatan
0.7 – 2.5
Cerah Berawan, hujan ringan
3.0 – 12.0
Mei Timur, Tenggara,
Barat Daya,selatan Tenggara,
Selatan 0.7
– 2.0 Cerah Berawan,
hujan ringan 3.0
– 12.0
Juni Timur, Barat Daya,
tenggara Tenggara.
0.7 – 3.0
Berawan, Hujan ringan
3.0 – 15.0
Juli Tenggara, selatan
Tenggara 0.5
– 2.5 Berawan, Hujan
ringan 3.0
– 12.0
Agustus
Barat Daya, Tenggara Selatan
Tenggara 0.3
– 1.2 Berawan, Hujan
ringan 3.0
– 10.0
September  Tenggara, Timur
Tenggara 0.8
– 3.0 Cerah Berawan,
Hujan Ringan 3.0
– 15.0
Oktober
Tenggara, Timur Tenggara
0.7 – 2.5
Cerah Berawan, Hujan Ringan
3.0 – 15.0
musim ikan sekitar bulan Mei-Juni.  Pada bulan berikutnya  yaitu antara  Oktober sampai  Nopember  angin  monsun  tenggara  semakin  menguat.  Penguatan  angin
tenggara ini menyebabkan pusat upwelling bergerak ke pantai barat Sumatera dan di  pesisir  Ujung  Kulon  terjadi  angin  Barat  Oktober
–Pebruari.  Tangkapan ikan di wilayah pesisir Ujung Kulon menjadi berkurang dan mencapai puncaknya pada
bulan Desember-Pebruari yang dikenal dengan musim paceklik.
Tabel 17.  Matriks Fluktuasi Musim Tangkapan Ikan Nelayan Pesisir Ujung Kulon Musim
Jan  Peb Mar  Apr
Mei  Jun Jul
Ags  Sept  Okt Nop  Des
Hasil Tangkapan
Tinggi √
√ √
Hasil Tangkapan
Sedang √
√ √
√ Hasil
Tangkapan Sedikit
√ √
Musim Paceklik
Paila √
√ √
Musim  hasil  tangkapan  tinggi  dalam  setiap  aktivitas  melaut  berlangsung selama  kurang  lebih  tiga  bulan  dalam  setahun,  yaitu  pada  bulan  April,  Mei  dan
Juni. Pada musim ini, hasil tangkapan ikan cukup tinggi.  Pada saat inilah nelayan berharap  tingkat  penghasilan  relatif  tinggi  dari  usaha  penangkapan  ikan  yang
dapat menutupi defisit pemenuhan kebutuhan modal dan  kebutuhan rumah tangga pada  bulan-bulan  sebelumnya.    Pada  tiga  bulan  musim  tangkapan  tinggi
merupakan  musim  tangkapan  ikan  teri,  tenggiri,  kembung,  lemur,  ekor  kuning, tongkol, belida yang memiliki nilai ekonomis relatif tinggi.  Khusus ikan teri yang
merupakan  komoditas  utama  yang  dihasilkan  alat  tangkap  bagan  merupakan komoditas  yang  menghidupkan  usaha  pengolahan  ikan  teri  rebus  kering  untuk
komoditas ekspor. Keberadaan usaha penangkapan dan pengolahan ikan teri inilah yang mendorong denyut aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan
semakin  tinggi.    Pada  saat  ini  nelayan  berlomba-lomba  mengubah  alat  tangkap ikan  yang  dimilikinya  menjadi  alat  tangkap  bagan,  karena  usaha  penangkapan
ikan dengan menggunakan bagan menurut nelayan lebih menjanjikan pendapatan yang relatif lebih pada musim-musim tangkapan puncak.
Pada  bulan  April,  Mei  dan  Juni  2012,  dalam  satu  bulan  nelayan  dapat melaut  dengan  frekuensi  sampai  20  kali  melaut  dengan  jumlah  tangkapan  yang
cukup  besar.  setiap  perahu  bagan  dapat  menangkap  ikan  rata-rata  4,64  ton  per bulan  dan  183,  28  kg  per  melaut.    Perahu  Congkreng  yang  merupakan  alat
tangkap  yang  lazim  terdapat  di  wilayah  setempat  dapat  melakukan  aktivitas melaut  dengan  frekuensi  yang  hampir  sama  dengan  perahu  bagan  namun  perahu
jenis  ini  dipakai  untuk  memancing  dan  memancing  ikan-ikan  yang  berukuran sedang seperti ikan kembung, cumi, udang, tenggiri, tongkol, kakap, dan lain-lain.
Pada  musim  tangkapan  puncak,  setiap  perahu  congkreng  dapat  menangkap  ikan dengan jumlah rata-rata 30,85 kg rata-rata per sekali melaut dan dalam satu  bulan
tangkapan puncak dapat menangkap ikan rata-rata 6.16 kwintal per bulan.
Pada bulan Maret, Juli, Agustus dan September, tangkapan nelayan mulai agak  berkurang  dibandingkan  musim  tangkapan  puncak.    Dalam  periode  ini
nelayan  masih  dapat  melakukan  aktivitas  melaut  13-15  kali  sebulan    untuk  jenis alat  tangkap  bagan  dan  perahu  congkreng.    Rata-rata  tangkapan  perahu  bagan
dalam sebulan di musim ini masih dapat menangkap ikan sebanyak 1,77  ton per bulan  dan  1.38  kwintal  rata-rata  per  sekali  melaut,  sedangkan  tangkapan  perahu
Gambar 29.  Fluktuasi Hasil Tangkapan Perahu Bagan per Bulan Jan-
Des 2012 Gambar 30.  Fluktuasi Hasil Tangkapan
Perahu Congkreng  per Bulan Jan-Des 2012
Gambar 31.  Fluktuasi Hasil Tangkapan Perahu Bagan per melaut
Jan-Des 2012 Gambar 32.  Fluktuasi Hasil Tangkapan
Perahu Congkreng  per melaut Jan-Des 2012
congkreng  di  musim  ini    sebesar  2,96  kwintal  rata-rata  per  bulan  dan  19,75  per sekali melaut.
Pada  musim  tangkapan  sedikit  di  bulan  Oktober  dan  Nopember  nelayan bagan  hanya  melakukan  aktivitas    melaut,  paling  banyak  10  kali  dalam  sebulan,
itupun  dengan  hasil  tangkapan  yang  tak  seberapa  dan  tak  bisa  diprediksi.    Pada musim  tangkapan  sedikit,  nelayan  bagan  mendapatkan  hasil  tangkapan  ikan  teri
0,7  kwintal  rata-rata  per  sekali  melaut,  sedangkan  nelayan  yang  menggunakan perahu  congkreng  yang  melakukan  kegiatan  menjaring  dan  memancing  ikan
dilaut hanya mendapatkan rata-rata  0,16 kwintal per sekali melaut.
Pada  musim  paceklik,  nelayan  bagan  sama  sekali  tidak  melakukan aktivitas melaut selama tiga bulan, yaitu di bulan Desember, Januari dan Pebruari,
karena pada saat itu musim tangkapan ikan teri sudah berakhir.  Beberapa nelayan ada  yang mencoba-coba melakukan aktivitas melautpun tidak mendapatkan hasil
tangkapan.    Pada  musim  ini  seringkali  terjadi  badai  ataupun  angin  dengan kecepatan  tinggi,  sehingga  bagi  nelayan-nelayan  yang  menghindari  risiko
rusaknya bagan dan perahu mereka, lebih baik memilih tidak melakukan aktivitas melaut.  Berbeda dengan nelayan bagan, nelayan perahu congkreng masih sesekali
melakukan aktivitas melaut di sekitar pesisir  yang memudahkan mereka berbalik ke  darat  jika  cuaca  tiba-tiba  menjadi  buruk.    Mereka  tetap  sesekali  melakukan
aktivitas melaut dengan  risiko kerugian  yang besar.  Dari data primer  yang telah dikumpulkan  nelayan  congkreng  di  wilayah  setempat  pada  bulan  Desember,
Januari  dan  Pebruari  di  masa  paceklik  melakukan  aktivitas  melaut,  maksimal  8 kali dalam sebulan dengan hasil tangkapan  yang relatif sedikit yaitu rata-rata 8,3
kg  per  sekali  melaut,  bahkan  pada  bulan  Pebruari,  nelayan  hanya  mendapatkan ikan  dengan  jumlah  rata-rata  7  kg  per  sekali  melaut.    Hasil  ini  jika  dikurangi
ongkos melaut logistik dan bahan bakar, hasil yang menjadi pendapatan nelayan menjadi  relatif  kecil,  bahkan  pada  saat  tertentu  hasil  tangkapan  nelayan  tidak
dapat  menutupi  modal  yang  harus  dikeluarkan.    Nelayan  semakin  terpuruk  jika modal melaut yang dikeluarkan ternyata didapat dengan cara berhutang.
Adanya  fluktuasi  hasil  dan  nilai  tangkapan  ikan  dalam  aktivitas  melaut,
menjadikan  pendapatan  para  nelayan  menjadi  berfluktuasi  dalam  setiap  musim. Fluktuasi pendapatan yang tidak menentu ditambah pengelolaan keuangan rumah
Gambar 33.  Fluktuasi Nilai Tangkapan Perahu Bagan per Bulan Jan-
Des 2012 Gambar 34.  Fluktuasi Nilai Tangkapan
Perahu Congkreng per Bulan Jan-Des 2012
tangga  yang  tidak  tepat  dapat  bermuara  pada    terciptanya  krisis  pada perekonomian  nelayan  setempat,  terutama  nelayan  buruh  bagan,  pancingjaring
yang  umumnya  tidak  memiliki  modal  dan  alat  tangkap  sendiri  dalam  kegiatan melaut.    Kerugian  ketika  mereka  melakukan  aktivitas  melaut  yang  tidak
menghasilkan  tangkapan  ikan  di  musim  tangkapan  ikan  sedikit  dan  musim paceklik akan terus terakumulasi dan ketika mereka mendapatkan pendapatan di
saat ada hasil tangkapan ikan terpaksa harus terpotong tunggakan hutang modal.
Gambar 35.  Fluktuasi Pendapatan Nelayan Pemilik  Bagan per Bulan
Jan-Des 2012 Gambar 36.  Fluktuasi Pendapatan Nelayan
Buruh  Bagan per Bulan Jan-Des 2012
Gambar 37.  Fluktuasi Pendapatan Nelayan Kunca per Bulan Jan-Des
2012 Gambar 38.  Fluktuasi Pendapatan Nelayan
Sampan per Bulan Jan-Des 2012
Gambar  39.  Fluktuasi Pendapatan Nelayan  Congkreng per
Bulan Jan-Des 2012
Seluruh nelayan di wilayah pesisir Ujung Kulon mendapatkan penghasilan maksimum  di  musim  panen  ikan,  yaitu  selama  bulan  April  Mei  dan  Juni,  dan
pendapatan tersebut semakin berkurang di musim-musim berikutnya, yaitu musim tangkapan sedang.  Ketika tiba musim tangkapan sedang dan musim paceklik, di
periode  inilah  para  nelayan  sering  menghadapi  krisis,  baik  dalam  konteks pemenuhan  kebutuhan  rumah  tangga  maupun  penyediaan  modal  melaut.    Bagi
nelayan  pendapatan  yang  mereka  terima  pada  masa-masa  tangkapan  puncak  dan tangkapan  sedang  jauh  melebihi  pendapatan  pada  musim  tangkapan  sedikit  dan
paceklik.    Jika  pengelolaan  keuangan  rumah  tangga  berjalan  baik,  maka  surplus pendapatan  yang  didapat  pada  kedua  musim  ini  dapat  diperuntukkan  menutupi
defisit  pendapatan  rumah  tangga  pada  musim  tangkapan  sedikit  dan  masa paceklik.    Namun  yang  terjadi  justru  sebaliknya,  ketika  musim  tangkapan  tinggi
yang  berarti  pula  nelayan  menerima  pendapatan  yang  tinggi,  pengeluaran  rumah tangga  juga  meningkat  sehingga  seringkali  yang  terjadi  pendapatan  yang  ada
dihabiskan  untuk  menutupi  pengeluaran  yang  tinggi,    dan  ketika  tiba  masa tangkapan sedikit dan paceklik, tidak ada surplus pendapatan rumah tangga yang
dapat  digunakan  untuk  menutupi  defisit,  sehingga  tak  jarang  para  nelayan  harus berhutang.  Demikian pula halnya dengan nelayan buruh mengalami hal yang tak
jauh  berbeda,  malah  terkadang  situasinya  menjadi  lebih  parah  karena    nilai pendapatan  yang  diterima  oleh  nelayan  buruh  relatif  lebih  kecil.    Jumlah
pendapatan  yang  tidak  dapat  diprediksi  dan  penuh  ketidakpastian  juga menyulitkan  perencanaan  pengelolaan  keuangan  rumah  tangga  yang  berujung
pada terciptanya krisis ekonomi rumah tangga nelayan
Keterbatasan Teknologi Penangkapan Ikan
Umumnya  nelayan  Desa  Sumber  Jaya  adalah  nelayan  tradisional.    Alat tangkapnyapun  berupa  alat  tangkap  tradisional  pancing  memancing  dengan
menggunakan  jukung  dan  jaring  bagan,  perahu  motor  dengan  ukuran  kecil sampai  ukuran  sedang,  sehingga  wilayah  tangkapan  mereka  umumnya  hanya  di
sekitar  TNUK,    selat  Sunda  dan  Samudera  Indonesia.    Penggunakan  alat  dan sarana  yang  tradisional  menyebabkan  masyarakat  setempat  belum  mampu
memanfaatkan  sepenuhnya  potensi  perikanan  yang  sangat  besar  di  wilayah perairan  tersebut.      Di  bawah  ini  merupakan  data  jumlah  kepemilikan  perahu
motor dan alat tangkap ikan di Desa Sumber Jaya.
Tabel 18.  Jumlah Kepemilikan Perahu Motor dan Alat Tangkap Ikan Nelayan
No Jenis Perahu dan alat Tangkap
Jumlah 1
Perahu Motor Besar 5
2 Perahu Motor Sedang
17 3
Perahu Motor Kecil congkreng 52
4 Jukung
127 5
Sampan 25
6 Bagan Tancap
27 7
Bagan ApungJerigen 36
8 Bagan Perahu
40 9
Bagan Badak 10
Jumlah 339
Sumber : Monografi Desa dan Hasil Wawancara
Keterbatasan  teknologi  penangkapan  ikan  dapat  dilihat  dari  armada penangkapan  ikan  yang  didominasi  armada  sederhana  dan  tradisional.    Jumlah
perahu motor besar hanya 5 buah dan perahu ukuran sedang hanya 17 buah yang umumnya  dimiliki  para  juragan  besar.    Mayoritas  nelayan  desa-desa    pesisir
Ujung  kulon  merupakan  nelayan  bagan  berupa  bagan  tancap,  bagan  apung, bagan perahu
dan bagan badak. Sebagian  nelayan merupakan nelayan jaring dan nelayan pancing yang menggunakan jukung dan congkreng perahu motor kecil.
Terdapat  pula  nelayan  bagan  yang  merangkap  menjadi  nelayan  pancing  dan nelayan  jaring.    Bagan  adalah  suatu  alat  penangkap  ikan  yang  terdiri  susunan
bambu  dan  memanfaatkan  cahaya  sebagai  penarik  ikan  berkumpul.  Bagan merupakan alat tangkap dengan menggunakan jaring angkat.  Alat tangkap bagan
yang  paling  banyak  terdapat  di  wilayah  ini  adalah  bagan  apung  dan  bagan perahu
.    Hanya  sebagian  kecil  nelayan  yang  masih  menggunakan  bagan  tancap. Bagan  tancap  dianggap  tidak  efektif  dan  efesien  untuk  menangkap  ikan  karena
bersifat  statis  tidak  bisa  berpindah  dari  satu  tempat  ke  tempat  lain  mengejar ground  fishing
seperti  bagan  apung  dan  bagan  perahu.    Sementara  bagan  badak dianggap  alat  tangkap  yang  paling  efesien  dan  efektif  untuk  menangkap  ikan,
namun karena modal pembuatan bagan badak  yang relatif besar, sekitar 100-120 juta  per  buah  menjadikan  bagan  ini  tidak  terlalu  terjangkau  oleh  mayoritas
nelayan.    Umumnya  hanya  para  juragan  dan  nelayan  kaya  yang  memiliki  bagan badak.
Gambar 41.  Bagan Badak dengan menggunakan perah ukuran
sedang Gambar  40. Bagan Perahu
Gambar 43.  Bagan Apung yang ditarik ke pinggir pantai untuk
diperbaiki Gambar 42. Perahu Bolga
Bagan  apung      adalah  bagan  yang    diapungkan  di  atas  permukaan  air dengan  menggunakan  drum  bekas.    Teknologi  yang  digunakan  masih  sangat
sederhana,  terdiri  dari  kerangka  kayu  yang  diatasnya  terdapat  susunan  bambu, jaring  atau  waring  berukuran  0,3  cm  dan  alat  penggulung  yang  disebut  roller
untuk  menggulung  atau  menurunkan  waring.  Untuk  menyalakan  lampu-lampu yang  dipasangkan  di  sekeliling  bagan  digunakan  mesin  genset  berbahan  bakar
bensin. Cahaya dari lampu ini yang menarik ikan-ikan kecil berkumpul di sekitar waring
.    Jenis  ikan  yang  didapat  biasanya  ikan-ikan  kecil  berupa  ikan  teri,  ikan tembung dan ikan lemeut.  Namun, khusus ikan teri memiliki nilai ekonomis yang
tinggi,  karena  produk  olahan  ikan    teri  ini  merupakan  produk  ekspor.    Bagan apung  tidak  memiliki  motormesin  penggerak,    oleh  karenanya  untuk  berpindah
dari  satu  tempat  ke  tempat  yang  lain  harus  ditarik  oleh  perahukapal  motor penarik.    Masyarakat  setempat  menyebut  kapal  motor  penarik  dengan  sebutan
perahu  muatan
.  Kapal  motor  penarik    berukuran  13m-15m  x  2m  x  3  m, menggunakan mesin mobil 4 silinder P 120 s Mitsubishi PS 100 dengan tonase
sekitar  7  ton,  ada  juga  yang  menggunakan  mesin  Yanmar.    Satu  kapal  motor penarik dapat menarik 7-10 bagan perahu.
Ket : BP : Bagan Perahu, BA : Bagan Apung Gambar 44. Kapal Motor Penarik Bagan
Bagan  perahu  boat  lift  nets  saat  ini  lebih  menjadi    pilihan  alat  tangkap karena  lebih  lincah  bergerak  dan  berpindah  tempat  mencapai    fishing  ground.
Perbedaan  bagan  perahu  dengan  bagan  apung  adalah  digunakannya  perahu sebagai bagian utama dari alat tangkap ini sehingga memungkinkan bagan perahu
berpindah-pindah  mengejar  fishing  ground  dengan  lebih  mudah  dan  lebih  jauh dan lebih cepat daripada  bagan apung.  Persamaannya adalah jenis bagan ini tetap
Kapal Motor Penarik Bagan
BPBA 8 BPBA 1
BPBA 7 BPBA 2
BPBA 3 BPBA 6
BPBA 4 BPBA 5
Mesin Kapal Motor Penarik Bagan
harus  ditarik  oleh    perahu  motor  untuk  berpindah  dari  satu  tempat  ke  tempat lainnya.
Posisi  jaring  angkatnya  berada  di  kiri  atau  kanan  perahu.  Perahu  yang digunakan  untuk  bagan  perahu  rata-rata  berukuran  23  GT.    Umumnya  perahu
tersebut memiliki ukuran  13m x 3m x 2m.  Jaring atau waring pada bagan perahu bahan PA monofilament berwarna gelap, seperti hitam atau biru tua, dengan mesh
size
berkisar  antara  0,3-0,5  cm.    Ukuran  jaring  biasanya  disesuaikan  dengan ukuran  perahu  yang  digunakan.    Supaya  jaring  dapat  terbentang  dengan  baik,
maka  dibentuk  kerangka  yang  terbuat  dari  bambu  yang  berlubang  atau  pipa  besi pada  bagian  atas  jaring  dekat  permukaan  air.  Bingkai  jaring  dari  bambu  waga
berdiameter sekitar 8-10 cm dan panjang masing-masing bambu 6m dimaksudkan agar  jaring  dapat  terbentang  dengan  baik.  Panjang  bambu  tersebut  biasanya
disesuaikan  dengan  lebar  waring  yang  digunakkan.  Bingkai  bambu  juga dilengkapi  dengan  bingkai  besi  berdiameter  kurang  lebih  6,25  cm.  Ujung  pada
bambu  waga  diberi  lubang  untuk  mengkaitkan  tali  agar  dapat  menghubungkan bambu  dengan  pipa  besi,  berfungsi  sebagai  pembuka  mulut  jaring  dan  pemberat
agar bambu waga dapat tenggelam.
Sebagai  pengumpul  ikan  hasil  tangkapan  digunakan  lampu.  Lampu tersebut  dipasang  di  sisi  kanan  dan  kiri  perahu.  Lampu  yang  digunakan  adalah
lampu merkuri dan lampu set. Lampu merkuri tersebut memiliki daya sebesar 200 watt sedangkan lampu set memiliki daya sebesar 1.000 watt. Tidak semua nelayan
bagan perahu menggunakan lampu set. Hal tersebut dikarenakan karena harganya yang  mahal  yaitu  mencapai  Rp  4.000.000,-  per  perangkat  lampu  set.    Sebagai
sumber listrik untuk menyalakan lampu-lampu tersebut, perahu ini menggunakan mesin  genset.  Ukuran  dan  tenaga  mesin  yang  digunakan  sangatbergantung  pada
total tenaga yang dibutuhkan oleh lampu bagan.  Semakin besar daya lampu yang digunakan, maka akan semakin besar pula mesin genset yang diperlukan.
Teknis  pengoperasian  bagan  perahu,  biasanya  dilakukan  5-6  orang nelayan.    Pengoperasian  bagan  perahu  dimulai  dengan  persiapan  operasi
penangkapan  dilakukan  sebelum  menuju  fishing  ground  yakni  mempersiapkan perbekalan  berupa  bahan  bakar  untuk  genset  untuk  menyalakan  lampu,
makanan, air bersih, rokok dan lain-lain, memeriksa kondisi waring, lampu bagan perahu,  keranjang  dan  mesin  kapal.  Waktu  yang  digunakan  untuk    mencapai
fishing  ground
berkisar  antara  2-6  jam  perjalanan,  tergantung  pada  jarak  fishing ground
dari fishing base. Biasanya, saat dirasa hasil tangkapan di fishing ground tidak banyak, nelayan bagan perahu akan berpindah lokasi fishing ground.
Setibanya  di  fishing  ground  yang  dituju,  seorang  nelayan  segera menurunkan  jangkar  untuk  memastikan  bagan  perahu  tidak  terbawa  arus,
kemudian  bingkai  lampu  bagan  perahu  di  turunkan  sehingga  menghadap  ke perairan.  Setelah  itu,  dilakukan  waring  yang  tergulung  disekeliling  perahu  mulai
dilepas  dan  secara  perlahan  waring  diturunkan  ke  dalam  perairan.  Kedalaman posisi pemasangan waring ditentukan oleh kedalaman perairan dan ukuran waring
itu  sendiri.  Setelah  waring  ditenggelamkan,  barulah  lampu  bagan  dinyalakan. Fungsi  lampu  ini  adalah  memberikan  cahaya  yang  menarik  ikan-ikan  untuk
berkumpul.    Pembagian  tugas  anak  buah  bagan,  ada  yang  bertugas mengoperasikan  waring  bagan  perahu,    selain  itu  ada  pula  yang  bertugas  untuk
mengemudikan  kapal  sekaligus  mengatur  nyala  dan  matinya  lampu.  Hal  ini dikarenakan posisi sakelar lampu terdapat di ruang kemudi.
Setiap  kali    menurunkan  waring  dibutuhkan  waktu  sekitar  1,5-2  jam menunggu  ikan-ikan  berkumpul.    Ketika    dirasa  ikan  sudah  cukup  banyak
berkumpul  di  atas  waring,  maka  waring  segera  diangkat    secara  perlahan  mulai dengan  mematikan  lampu  pada  sisi  dimana  waring  tidak  dipasang.  Kemudian
secara  perlahan  waring  diangkat.  Saat  mendekati  permukaan  penarikan  waring dipercepat  dan  satu  persatu  lampu  dimatikan  dan  disisakan  beberapa  lampu
sehingga ikan terpusat pada satu titik.
Ketika  mencapai  permukaan,  bingkai  bambu  ditarik  dan  dilepaskan  dari waring dan waring diangkat ke atas permukaan laut. Kemudian salah satu nelayan
menyerok  ikan  hasil  tangkapan.  Salah  satu  keberhasilan  operasi  penangkapan dengan bagan perahu adalah kecepatan pengangkatan waring pada saat mendekati
permukaan.
Gambar 45.   Bagan Perahu  dan Aktivitas Menurunkan dan Menarik Jaring
Teknis  operasional  ketiga  bagan  lainnya  apung,  tancap,  badak  hampir sama  dengan  teknis  operasional  bagan  perahu  di  atas,  hanya  bedanya  bagan
tancap  bersifat  statis  sehingga  tidak  bisa  berpindah  dari  satu  tempat  ke  tempat lain.    Konsekuensinya  ketika  ikan  berkumpul  di  tempat  lain  maka,  penguluran
waring  memakan  waktu  lebih  lama  menunggu  ikan  berkumpul  dan  terkadang hasilnya  tidak  begitu  memuaskan.    Namun  disisi  lain  para  nelayan  bagan  tancap
tidak  perlu  membagi  pendapatan  dari  hasil  tangkapnya  kepada  juragan  kapal motor  penarik  layaknya  bagan  apung  dan  bagan  perahu,  oleh  karena  tidak
menggunakan jasa penarik bagan.  Di sisi lain bagan apung dapat berpindah dari satu  tempat  ke  tempat  lain,  namun  umumnya  daya  beratnya  lebih  tinggi  dari
bagan  perahu,  sehingga  dianggap  kurang  lincah  dan  tidak  ekonomis.    Perahu motor  yang  menarik  bagan  apung  membutuhkan  waktu  yang  lebih  lama  untuk
berpindah  tempat  dibandingkan  bagan  perahu,  sehingga  otomatis  biaya  yang digunakan  untuk  membeli  bahan  bakar  menjadi  lebih  tinggi  dan  waktu  yang
diperlukan  juga  menjadi  lebih  lama.    Kondisi  inilah  yang  menyebabkan  nelayan yang  telah  memiliki  bagan  apung  akan  berusaha  merombak  bagan  apungnya
menjadi  bagan  perahu.    Hal  ini  dianggap  menjadi  sebuah  peluang  bagi  para juragan  perahu  motor  penarik  bagan  untuk  meminjamkan  modal  perombakan
bagan  kepada  pada  nelayan  dengan  imbalan  ikatan  kerja  yang  sifatnya  mengikat selama pinjaman tersebut belum dilunasi.  Artinya nelayan yang telah meminjam
modalpinjaman  kepada  juragan  perahu  motor  harus  menjadi  anggota  tarikan perahu  motor  tersebut  selama  proses  pencicilan  dari  pinjaman,  dan  tentu  saja
harus berbagi pendapatan hasil tangkapan ikan kepada para juragan perahu motor.
Dari  gambaran  aktivitas  ekonomi  nelayan  bagan  dan  nelayan jaringpancing, tampak jelas bahwa teknologi penangkapan yang ada tidak mampu
mengatasi  permasalahan  cuaca  yang  ekstrim  serta  kurang  memiliki  daya  jelajah yang  luas,  sehingga    aktivitas  ekonomi  yang  dilakukan  dengan  menggunakan
armada tradisional ini menjadi relatif terbatas.  Situasi ini pula yang menyebabkan nelayan  secara  ekonomi  lekat  dengan  krisis,  karena  teknologi  yang  mereka
gunakan  tidak  dapat  mengatasi  situasi-situasi  krisis  yang  diakibatkan  oleh  sifat sumberdaya laut yang penuh ketidakpastian dan krisis.
Ketidak-mandirian dalam Sistem Permodalan dan Ketimpangan dalam Bagi Hasil
Ketidak-mandirian  dalam  sistem  permodalan  melaut  dalam  ekonomi nelayan  disebabkan  adanya  sifat-sifat  tertentu  dalam  sistem  ekonomi  perikanan
yang mengandalkan sumber daya laut yang lekat dengan ketidakpastian.  Adanya fluktuasi  pendapatan  permusim  yang  sedemikan  besar,  kekhasan  kelembagaan
ekonomi  yang  terbentuk  seperti  patron  klien  dan  sistem  budaya  ekonomi  yang tercipta.    Ketidak-mandirian  dalam  sistem  permodalan  seperti  memiliki  dua  sisi
mata uang jika dilihat dari sebab dan akibat dari hal tersebut.  Di satu sisi ketidak- mandirian  nelayan  dalam  sistem  permodalan  disebabkan  adanya  situasi  krisis
yang  tercipta  akibat  adanya  fluktuasi  pendapatan  yang  begitu  besar  dari  setiap musim  yang  sangat  tergantung  dengan  faktor-faktor  alam  yang  berada  di  luar
kemampuan  nelayan  untuk  mengendalikannya  dan  kelembagaan  sistem permodalan  nelayan  yang  terbentuk  dianggap  merupakan  salah  satu  jalan  keluar
yang ditempuh untuk mengatasi krisis ini.  Di sisi  yang lain, fakta menunjukkan bahwa  kelembagaan  sistem  permodalan  yang  terbentuk  yang  bermuara  pada
ketidak-mandirian  nelayan  dalam  permodalan  melaut  justru    menciptakan  krisis baru  dalam  sistem  ekonomi  nelayan.    Nelayan  seperti  terjebak  pada  lingkaran
masalah  permodalan  yang  di  suatu  saat  menjadi  way  out  dari  situasi  krisis sekaligus menciptakan krisis-krisis yang baru, dan nelayan sulit untuk keluar dari
situasi tersebut.
Di  wilayah  setempat  aktivitas  ekonomi  nelayan  terdiri  dari  beberapa kelompok yang terkait satu sama lain dan mencerminkan pula ketergantungan dan
keterkaitan dalam hal permodalan, yaitu 1 usaha penangkapan ikan bagan  yang memiliki  keterkaitan  dengan  juragan  perahu  dan  usaha  pengolahan  ikan  teri
Sobong,2 usaha penangkapan ikan nelayan pancing dan jaring yang memiliki keterkaitan  permodalan  dengan  pihak  langgan    pedagang  pengumpul,  3
keterkaitan  pemodal  lokal  dengan  pemodal  luar  yang  juga  memiliki  imbas  pada sistem  ekonomi  nelayan  secara  keseluruhan,  4  keterkaitan  pihak  nelayan  lokal
dengan pihak pemodal luar.
Nelayan  buruh  bagan  memiliki  keterkaitan  modal  dengan  pemilik  bagan yang memberikan modal pada setiap aktivitas melaut dengan imbalan pembagian
hasil  tangkapan.    Pemilik  bagan  memiliki  ketergantungan  dengan  pihak  juragan perahu  muatan  yang  memiliki  kapal  penarik  yang  bisa  menarik  bagan  ke  tengah
laut  dan  memberikan  modal  awal  pembuatan  bagan  perahu  yang  juga  dengan imbalan  bagi  hasil  tangkapan  dalam  setiap  aktivitas  melaut.    Nelayan  pemilik
bagan  juga  memiliki  ketergantungan  dengan  pengusaha  sobong  yang  dapat memberikannya  modal  tambahan  jika  diperlukan  dengan  imbalan  nelayan  akan
menjual  tangkapannya  kepada  pengusaha  sobong  tersebut.    Bagi  nelayan jaringpancing  memiliki  ketergantungan  modal  dengan  para  langgan  yang
memberikan modal melaut kepada para nelayan jaring dan pancing dengan syarat nelayan  yang  bersangkutan  harus  menjual  hasil  tangkapannya  kepada  pihak
langgan yang  telah  memberikan  modal.    Para  pemodal  lokal  sendiri  seperti
pengusaha  sobong  dan  juragan  perahu  muatan  memiliki  ketergantungan permodalan dengan pihak luar tengkulak besar.  Ketergantungan pemodal lokal
dengan  pihak  tengkulak  besar  yang  berada  di  luar  wilayah  terimplementasi dengan ikatan jual beli.  Di saat juragan membutuhkan modal untuk membeli atau
memperbaiki  alat  produksi  perahu,  mesin,  alat  pengolahan  dan  alat  tangkap lainnya  tengkulak  besar  akan  menyediakannya  atau  meminjamkan  uang  dengan
konsekuensi  juragan  harus  menjual  hasil  tangkapannya  kepadan  tengkulak tersebut dengan harga yang telah ditentukan
Ketergantungan  dalam  hal  permodalan  akan  menyebabkan  krisis  jika  di dalamnya  ada  unsur  eksploitasi  termasuk  berupa  ketimpangan  pembagian  hasil
yang  tidak  seimbang  antara  si  pemberi  modal  dan  yang  menerima  modal.    Di wilayah  setempat  sistem  pembagian  hasil  dan  konsekuensi  akan  ketergantungan
permodalan adalah sebagai berikut :
1 Usaha penangkapan ikan bagan  yang memiliki keterkaitan antara  juragan
perahu,  nelayan  pemilik  bagan,  nelayan  buruh,    nelayan  kunca,  nelayan sampan dan palime-lime
Juragan  perahu  muatan  menyediakan  kapal  motor  berukuran  sedang, bahan  bakar  kapal  motor,  alat  penarik  bagan,    tenaga  nakhoda,  tenaga
sampan,  dan  tenaga  tukang  kuras  palime-lime.    Satu  kapal  motor  dapat menarik  sekitar  delapan  bagan  perahu.    Pemilik  bagan  perahu
menyediakan  modal  bahan  bakar  untuk  genset  penerangan  di  masing- masing bagan, dan logistik masing-masing nelayan buruh bagan di setiap
bagan.  Sistem bagi hasil pada bagan antara lain : a.
Bagi  Hasil  yang  Diterima  Juragan  Kapal  Motor  Penarik  Juragan Perahu Muatan :
Mendapatkan  bagian  30    dari  nilai  hasil  tangkapan  seluruh  bagan delapan bagan dikurangi modal  yang disediakan oleh pemilik bagan
dikurangi  biaya  modal  operasional  kapal  penarik.    Hasilnya  dibagi kembali  dengan  kunca,  sampan  dan  palime-lime  yang  menjadi
tanggung  jawab  juragan.  Juragan  mendapat  60,  kunca  30    dan sampan serta palime-lime masing-masing mendapat 5
Uj =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,3
}
- Mj x 0,6 Uj
=   Bagian  hasil  keuntungan  juragan  kapal  motor  setiap aktivitas melaut bagan
Hb
x
=   Hasil tangkapan seluruh bagan  H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
=   Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
=  Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
Mj =   Modal yang dikeluarkan oleh juragan solar kapal penarik
dan logistik kunca, sampan, palime-lime
b. Bagi Hasil yang diterima pemilik bagan :
Mendapatkan bagian 70  dari nilai hasil tangkapan  bagan dikurangi modal  yang  disediakan  oleh  pemilik  bagan.  Hasilnya  dibagi  kembali
dengan  anak  bagan  yang  menjadi  tanggung  jawab  pemilik  bagan. Pemilik bagan mendapat 50, dan anak bagan seluruhnya mendapat
50
Ub =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,7 x 0,5
Ub =   Bagian  hasil  keuntungan  juragan  kapal  motor  setiap
aktivitas melaut bagan Hb
x
=   Hasil tangkapan seluruh bagan  H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
=   Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
=   Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
c. Bagi hasil yang diterima anak bagan nelayan buruh bagan :
Mendapatkan bagian 50  dari 70  nilai hasil tangkapan  bagan yang sudah dikurangi modal  yang disediakan oleh pemilik bagan. Hasilnya
dibagi  kembali  dengan  jumlah  anak  bagan  yang  berada  dalam  satu bagan
Uab =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,7 x 0,5 x 0.25
Uab =   Bagian  hasil  keuntungan  anak  bagan  nelayan  buruh
bagan  setiap aktivitas melaut bagan Hb
x
=   Hasil tangkapan seluruh bagan  H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
=  Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
=   Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
0,25 =   Faktor  pengali  jumlah  anak  bagan  setiap  bagan  rata-rata
mempekerjakan 4 orang anak bagan d.
Bagi Hasil yang Diterima Kunca : Mendapatkan  bagian  30    dari  30      nilai  hasil  tangkapan  seluruh
bagan delapan bagan dikurangi modal  yang disediakan oleh pemilik bagan dikurangi biaya modal operasional kapal penarik.
Uk =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,3
}
- Mj x 0,3 Uk
=   Bagian hasil kunca pada setiap aktivitas melaut bagan Hb
x
=   Hasil tangkapan seluruh bagan  H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
=   Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
=   Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
Mj =   Modal yang dikeluarkan oleh juragan solar kapal penarik
dan logistik kunca, sampan, palime-lime e.
Bagi Hasil yang Diterima Sampan : Mendapatkan bagian 5  dari 30  dari nilai hasil tangkapan seluruh
bagan delapan bagan dikurangi modal  yang disediakan oleh pemilik bagan dikurangi biaya modal operasional kapal penarik
Us =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,3
}
- Mj x 0,05 Us
=   Bagian  hasil  keuntungan  sampan  setiap  aktivitas  melaut bagan
Hb
x
=   Hasil tangkapan seluruh bagan  H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
=   Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
=   Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
Mj =   Modal yang dikeluarkan oleh juragan solar kapal penarik
dan logistik kunca, sampan, palime-lime f.
Bagi Hasil yang Diterima Palime-lime : Mendapatkan bagian 5  dari 30  dari nilai hasil tangkapan seluruh
bagan delapan bagan dikurangi modal  yang disediakan oleh  pemilik bagan dikurangi biaya modal operasional kapal penarik
Upl =
{
[Hb
x
– Mb
x
] x 0,3
}
- Mj x 0,05 Upl
=   Bagian  hasil  keuntungan    palime-lime  setiap  aktivitas melaut bagan
Hb
x
=   Hasil tangkapan seluruh bagan  H
b1-b8
persekali melaut Hb
x
= ∑ H
b1-b8
H
b1-b8
=   Hasil tangkapan masing-masing bagan persekali melaut Mb
x
=   Modal yang dikeluarkan oleh pemilik bagan bahan bakar genset, logistik
Mj =   Modal yang dikeluarkan oleh juragan solar kapal penarik
dan logistik kunca, sampan, palime-lime Ketimpangan  bagi  hasil  yang  terjadi  adalah  porsi  pendapatan  yang
diterima  juragan  kapal  penarik  porsinya  jauh  lebih  besar  daripada  porsi pendapatan  yang diterima pelaku-pelaku ekonomi yang lain.  Dari data lapangan
selama Januari – Desember 2012, nilai pendapatan rata-rata hasil rata-rata yang
di  terima  pelaku-pelaku  ekonomi  dalam  sistem  penangkapan  ikan  bagan  per  trip adalah Rp 4.035.867.5.  Juragan kapal penarik menerima porsi yang paling besar
yaitu  hampir  56,9  ,  sedangkan  sisanya  dibagi  dengan  porsi  yang  tidak berimbang  kepada  pelaku-pelaku  ekonomi  yang  lain  seperti  nelayan  pemilik
bagan,  nelayan  buruh  bagan,  kunca,  sampan  dan  palime-lime.    Nelayan  pemilik bagan menerima 14,9  dari hasil, nelayan buruh bagan anak bagan menerima
3.8  persen  dari  hasil,  kunca  menerima  14,7  ,  dan  sampan  serta  palime-lime menerima pembagian hasil masing-masing 4.9  per tahun.
Gambar  46.    Bagi  Hasil  Rata-rata  Pelaku-pelaku  Ekonomi  dalam  Sistem  Penangkapan Ikan Bagan Per Sekali Aktivitas Melaut
2 Usaha    penangkapan  ikan  nelayan  pancing  dan  jaring    yang  memiliki
keterkaitan permodalan dengan pihak langgan  pedagang pengumpul Sistem bagi hasi nelayan jaring dan nelayan pancing one day fishing  yaitu
jumlah  keseluruhan  pendapatan  atau  uang  penghasilan  dalam  sekali  melaut dipotong  biaya  modal  operasional  berupa  bahan  bakar  untuk  mesin  tempel  dan
perbekalan.  Jika perahu yang digunakan bukan milik sendiri, maka biaya modal biasanya  ditanggung  pemilik  perahu  dan  bagi  hasil  yang  berlaku  adalah  seluruh
nilai hasil tangkapan dikurangi  biaya modal dan pemilik perahu mendapat 30 dan nelayan buruh dua orang menerima 70 .  Nilai tangkapan 70  tersebut
kemudian dibagi dua,  masing-masing nelayan mendapat 50 .  Jika perahu yang digunakan adalah milik sendiri, artinya nelayan pemilik perahu ikut melaut, maka
bagi hasil yang berlaku adalah hasil tangkapan yang sudah dikurangi biaya modal operasional  dibagi  dengan  porsi  60    :  40,  nelayan  pemilik  perahu  60    dan
nelayan  buruh  40  .    Pendapatan  yang  diterima  nelayan  buruh  akan  lebih  besar jika  perahu  yang  digunakan  merupakan  milik  nelayan  yang  juga  melakukan
aktivitas melaut, daripada jika perahu yang  digunakan milik juragan perahu yang tidak melakukan aktivitas melaut
Nelayan  jaring  dan  nelayan  pancing  yang  melakukan  aktivitas  melaut  di atas tiga hari three or four days fishing.   Nelayan ini umumnya mengandalkan
penyediaan  alat  tangkap  perahu,  jaring  dan  permodalan  dari  juragan  yang umumnya  berprofesi  sebagi  langgan.    Langgan  adalah  orangpemodal  yang
memberi  pinjaman  perahu  kepada  pihak  nelayan  yang  ingin  melakukan  aktivitas melaut termasuk keperluan nelayan pada saat mereka melaut, dapat berupa bahan
makanan,  bahan  bakar,  alatsarana  tangkap  maupun  kebutuhan  lain  yang dibutuhkan oleh nelayan dalam menangkap ikan.  Langgan merupakan  pedagang
pengumpul  tingkat  desa  yang  mengumpulkan  hasil  tangkapan  nelayan  untuk dipasarkan  ke  wilayah  atas  desa.    Selain  kewajiban  menjual  hasil  tangkapan
kepada  langgan,  maka  nelayan  juga  harus  membagi  hasil  tangkapan  tersebut dengan  porsi  30  :  70.    Porsi  30  untuk  langgan  atas  jasanya  menyediakan
perahu dan modal operasional dan 70  sisanya dibagikan kepada nelayan buruh yang  terlibat  dalam  aktivitas  melaut  di  perahu  tersebut.    Langgan  mendapatkan
porsi  lebih  dari  keuntungan  tangkapan  nelayan  karena  selain  langgan mendapatkan  bagian  dari  jasa  pinjaman  perahu  dan  modal,  langgan  juga  dapat
mengambil  untung  dari  selisih  harga  ikan  yang  dibeli  dan  harga  ikan  yang dipasarkan.    Masalah  ketimpangan  bagi  hasil  terjadi  jika  langgan  menetapkan
harga ikan jauh di bawah harga pasar, maka pendapatan nelayan akan berkurang dari yang seharusnya diterimanya, sementara langgan menerima porsi keuntungan
yang jauh lebih besar.