BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Sistem Pendukung Keputusan SPK
Sebuah aplikasi berupa Sistem Pendukung Keputusan SPK mulai dikembangkan pada tahun 1970. SPK sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung
para pengambil keputusan manajerial dalam situasi keputusan semi terstruktur. SPK ditujukan untuk keputusan-keputusan yang memerlukan penilaian atau pada
keputusan-keputusan yang sama sekali tidak dapat didukung oleh algoritma.
2.1.1 Definisi Sistem Pendukung Keputusan
Little 1970 mendefinisikan SPK sebagai “sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil
keputusan.” Alter 1980 mendefinisikan SPK dengan membandingkannya dengan sistem electronic data processing EDP tradisional pada lima dimensi [6].
Moore dan chang 1980 berpendapat bahwa konsep struktur, seperti yang banyak disinggung pada definisi awal SPK bahwa SPK dapat menangani situasi semi
terstruktur dan tidak terstruktur, secara umum tidaklah penting, sebuah masalah dapat dijelaskan sebagai masalah terstruktur dan tidak terstruktur hanya dengan
memerhatikan si pengambil keputusan atau suatu situasi spesifik. Jadi, mereka mendefinisikan SPK sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu mendukung
analisis data dan pemodelan keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan dan digunakan pada interval yang tidak regular dan tak terencana [6].
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Karakterisitik, Kemampuan dan Manfaat Sistem Pendukung Keputusan
Sejumlah karakteristik dari sistem pendukung keputusan yaitu [2]:
1. Mendukung proses pengambilan keputusan suatu organisasi atau perusahaan 2. Adanya interface manusia mesin dimana manusia user tetap memegang
kontrol proses pengambilan keputusan 3. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi
terstruktur dan tidak terstruktur serta mendukung beberapa keputusan yang saling berinteraksi
4. Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan
5. Memiliki subsistem-subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan sistem.
6. Memiliki dua komponen utama, yaitu data dan model
Sistem pendukung keputusan memiliki kemampuan sebagai berikut [3]: 1. Sistem pendukung keputusan dapat menunjang pembuatan keputusan
manajemen dalam menangani masalah semi terstruktur dan tidak terstruktur. 2.
Sistem pendukung keputusan dapat membantu manajer pada berbagai tingkatan manajemen, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat
bawah. 3. Sistem pendukung keputusan memiliki kemampuan pemodelan dan analisis
pembuatan keputusan. 4. Sistem pendukung keputusan dapat menunjang pembuatan keputusan yang
saling bergantungan dan berurutan baik secara kelompok maupun perorangan. 5. Sistem pendukung keputusan menunjang berbagai bentuk proses pembuatan
keputusan dan jenis keputusan. 6. Sistem pendukung keputusan dapat melakukan adaptasi setiap saat dan bersifat
fleksibel.
Universitas Sumatera Utara
7. Sistem pendukung keputusan mudah melakukan interaksi sistem dan mudah dikembangkan oleh pemakai akhir.
8. Sistem pendukung keputusan dapat meningkatkan efektivitas dalam pembuatan keputusan daripada efisiensi.
9. Sistem pendukung keputusan mudah melakukan pengaksesan berbagai sumber dan format data.
Di samping berbagai keuntungan dan manfaat seperti dikemukakan diatas, SPK juga memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah [6]:
1. Ada beberapa kemampuan manajemen dan bakat manusia yang tidak dapat
dimodelkan, sehingga model yang ada dalam sistem tidak semuanya mencerminkan persoalan sebenarnya.
2. Kemampuan suatu SPK terbatas pada perbendaharaan pengetahuan yang
dimilikinya pengetahuan dasar serta model dasar. 3.
Proses-proses yang dapat dilakukan SPK biasanya juga tergantung pada perangkat lunak yang digunakan.
4. SPK tidak memiliki kemampuan intuisi seperti yang dimiliki manusia. Sistem
ini dirancang hanyalah untuk membantu pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya.
2.1.3 Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Suatu Sistem Pendukung Keputusan SPK memiliki tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis sistem pendukung keputusan, antara lain [6]:
1. Subsistem Manajemen data 2. Subsistem Manajemen Model
3. Subsistem Antarmuka Pengguna 4. Subsistem Manajemen Berbasis Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Subsistem Manajemen data
Subsistem manajemen data memasukkan satu database yang berisi data yang relevan untuk situasi dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut sistem manajemen
database DBMS. Subsistem manajemen data dapat diinterkoneksikan dengan data warehouse perusahaan, suatu repository untuk data perusahaan yang relevan untuk
pengambilan keputusan. Biasanya data disimpan atau diakses via server web database.
2.1.3.2 Subsistem Manajemen Model
Merupakan paket perangkat lunak yang memasukkan model keuangan, statistik, ilmu manajemen atau model kuantitatif lainnya yang memberikan kapabilitas analitik dan
manajemen perangkat lunak yang tepat. Bahasa-bahasa pemodelan untuk membangun model-model kustom juga dimasukkan. Perangkat lunak ini sering disebut sistem
manajemen basis model MBMS. Komponen ini dapat dikoneksikan ke penyimpanan eksternal yang ada pada model.
2.1.3.3 Subsistem Antarmuka Pengguna
Pengguna berkomunikasi dengan dan memerintahkan SPK melalui subsistem ini. Pengguna adalah bagian yang dipertimbangkan dari sistem. Para peneliti menegaskan
bahwa beberapa kontribusi unik dari SPK berasal dari interaksi yang intensif antara komputer dan pembuat keputusan.
2.1.3.4 Subsistem Manajemen Berbasis Pengetahuan
Subsistem ini dapat mendukung semua subsistem lain atau sebagai suatu komponen indepen. Subsistem ini dapat diinterkoneksikan dengan repository pengetahuan , yang
disebut basis pengetahuan organisasional.
Universitas Sumatera Utara
Komponen-komponen tersebut membentuk sistem aplikasi SPK yang dapat dikoneksikan ke intranet perusahaan, ke ekstranet atau ke internet. Agar lebih
memahami skematik dan komponen SPK perhatikan gambar 2.1.
Gambar 2.1 Skematik SPK
2.1.4 Fase-fase Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan terdiri dari tiga fase proses, yaitu [6]:
a. Fase intelligence, tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan
diperoleh, diproses dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah. b. Fase design, tahap ini merupakan proses menemukan, mengembangkan dan
menganalisis alternative tindakan yang bisa dilakukan dan meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan menguji kelayakan solusi.
c. Fase choice, terjadi pemilihan dari materi-materi yang tersedia untuk menjadi keputusan akhir. Pilihan merupakan tindakan pengambilan keputusan yang
kritis. Fase pilihan adalah fase di mana dibuat suatu keputusan yang nyata dan diambil suatu komitmen untuk mengikuti suatu tindakan tertentu. Batas antara
fase pilihan dan desain sering tidak jelas karena aktivitas tertentu dapat dilakukan selama kedua fase tersebut dank arena orang dapat sering kembali
Universitas Sumatera Utara
dari aktivitas pilihan ke aktivitas desain. Sebagai contoh, seseorang dapat menghasilkan alternatif baru selagi mengevaluasi alternatif yang ada. Fase
pilihan meliputi pencarian, evaluasi, dan rekomendasi terhadap suatu solusi yang tepat untuk model. Sebuha solusi untuk sebuah model adalah sekumpulan
nilai spesifik untuk variabel-variabel keputusan dalam suatu alternatif yang telah dipilih. menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keptusan
dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik
pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya setiap variabel dan mensitensis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki
prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Proses pengambilan keputusan dimulai dari fase inteligensi. Realitas diuji dan masalah diidentifikasi lalu ditentukan. Kepemilikan masalah juga ditetapkan.
Selanjutnya pada fase desain akan dikonstruksi sebuah model yang merepresentasikan sistem. Hal ini dilakukan dengan membuat asumsi-asumsi yang menyederhanakan
realitas dan menuliskan hubungan di antara semua variabel. Model ini kemudian di validasi dan ditentukanlah kriteria dengan menggunakan prinsip memilih untuk
mengevaluasi alternatif tindakan yang telah diidentifikasi. Proses pengembangan model sering mengidentifikasi solusi-solusi alternatif dan demikian sebaliknya.
Selanjutnya adalah fase pilihan yang meliputi pilihan terhadap solusi yang diusulkan untuk model tidak memerlukan masalah yang disajikan. Solusi ini diuji
untuk menentukan viabilitasnya. Begitu solusi yang diusulkan tampak masuk akal, maka kita siap untuk masuk kepada fase terakhir yakni fase implementasi keputusan.
Hasil implementasi yang berhasil adalah dapat dipecahkannya masalah riil. Sedangkan kegagalan implementasi mengharuskan kita kembali ke fase sabelumnya.
Untuk lebih jelas mengenai proses pengambilan keputusan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Pengambilan Keputusan Proses Pemodelan
2.2 Metode Analytic Hierarchy Process AHP Metode Analitic Hierarchy Process AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty,
seorang ahli matematika pada tahun 1970. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang sangat kompleks dengan
menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keptusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau
variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya setiap variabel dan mensitensis berbagai pertimbangan
untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Metode AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dapat memecahkan masalah kompleks, dimana kriteria yang diambil cukup banyak, struktur masalah yang
belum jelas, ketidakpastian persepsi pembuat keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat. Adakalanya timbul masalah keputusan yang
sulit untuk diukur secara kuantitatif dan perlu diputuskan secepatnya dan sering disertai dengan variasi yang beragam dan rumit sehingga data tersebut tidak mungkin
dapat dicatat secara numerik karena data kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasarkan pada persepsi, preferensi, pengalaman, dan intuisi. Adapun yang menjadi
kelebihan dengan menggunakan metode AHP adalah yaitu:
1. Struktur yang berbentuk hierarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipillih
sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhatikan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai
kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis sensitivitas pembuat
keputusan.
Selain itu metode AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multiobjektif dan multikriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap
elemen dalam hirarki. Jadi metode AHP merupakan suatu bentuk pemodelan pembuatan keputusan yang sangat komprehensif. Pada dasarnya terdapat beberapa
langkah yang perlu diperhatikan menggunakan metode AHP, antara lain :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan subtujuan-
subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang
setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai judgement seluruhnya yaitu sebanyak
buah dengan n adalah banyaknya elemen
yang dibandingkan
.
5. Menghitung niali eigen dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam pemuatan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah
sampai pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Pengujian bertujuan untuk menguji kekonsistensian
perbandingan antara kriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki. Total consistency index CI dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan melakukan
pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang berkaitan dengan faktor-faktor yang diperbandingkan kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar dalam
membagi konsistensi dari suatu level matriks hirarki adalah mengetahui CI dan vektor eigen dari suatu matriks perbandingan berpasangan.
+ 1 + 1
di mana :
= Rasio konsistensi hirarki dari matriks perbandingan berpasangan matriks i hirarki pada tingkat j yang dikatakan konsistensi jika nilainya 10.
= Indeks konsistensi hirarki dari matriks perbandingan i pada tingkat j.
= Indeks random hirarki dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j.
Universitas Sumatera Utara
= Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j.
= Vektor eigen dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j yang berupa vektor garis.
1 = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.
= Indeks random dari matriks perbandingan berpasangan i hirarki pada tingkat j.
1 = Indeks rasio dari orde matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.
Jika nilainya lebih dari 10 persen atau 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki.
Berdasarkan penjelasan langkah-langkha AHP diatas, dapat dibuat rumus perhitungan untuk pemilihan customer service sebagai berikut :
1. Penjumlahan kolom matriks :
=
1
+
2
+…+
5
. . . 2.1
Keterangan :
= Jumlah kolom per kriteria = Kolom matriks
2. Menormalisasi matriks :
=
++,+- .0 122, 3
44
. . .
2.2
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
= Nilai elemen kolom kriteria = Jumlah kolom per kriteria
3. Menjumlah baris kriteria
5
=
6 1
+
6 2
+ … +
6 5
. . . 2.3
Keterangan :
5
= Jumlah baris perkriteria
6
= Baris matriks
4. Menghitung prioritas masing-masing kriteria :
7
3
84
39 :; =
. . .
2.4
Keterangan :
5
= Jumlah baris per kriteria
7
= Prioritas kriteria
5. Menghitung Konsistensi Matriks
a. Mengalikan elemen matriks dangan prioritas kriteria :
=
Nilai elemen baris 1 kolom 1 x
7
. . . 2.5
Keterangan :
= Konsistensi matriks b.
Menjumlahkan tiap baris matriks dari hasil Persamaan 2.5
5
=
6 1
+
6 2
+…+
6 5
. . . 2.6
Keterangan :
5
= Jumlah baris per kriteria
6
= Baris matriks
Universitas Sumatera Utara
c. Menentukan nilai lamda maksimum :
Lamda λ
3
84
?
4
. . . 2.7
Keterangan:
5
= Jumlah baris per kriteria
7
= Prioritas kriteria
A
BCDEFCDG 1 BCDEFCDG 2… BCDEFCDG 5
. . . 2.8
Keterangan :
BCDEFCDG = Jumlah λ pada setiap kriteria
n = Jumlah kriteria
d. Hitung Consistency Index CI
CI =
I ,J
. .
. 2.9 e.
Hitung Consistency Ratio CR CR =
KL ML
.
. . 2.10
Keterangan :
CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Ratio
RI = Random Indeks
f. Memeriksa Konsistensi Hirarki
Jika nilai CR 0,1 maka CR konsisten
2.2.1 Prosedur Analytic Hierarchy Process
AHP merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan berbagai kriteria. Karena sifatnya yang
multikriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas. Sebagai contoh untuk menyusun prioritas penelitian, pihak manajemen lembaga penelitian
Universitas Sumatera Utara
sering menggunakan beberapa kriteria seperti dampak penelitian, biaya, kemampuan SDM dan waktu pelaksanaan [6].
Disamping bersifat multikriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu
prosedur yang logis dan terstuktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang representatif berkaitan dengan alternatif-alternatif yang disusun prioritasnya.
Struktur sebuah model AHP adalah model dari sebuah pohon terbalik. Ada suatu tujuan tunggal di puncak pohon yang mewakili tujuan dari masalah pengambilan
keputusan. Seratus persen bobot keputusan ada di titik ini. Tepat dibawah tujuan adalah titik daun yang menunjukkan kriteria, baik kualitatif maupun kuantitatif. Bobot
tujuan harus dibagi di antara titik-titik kriteria berdasarkan rating. Dalam proses mennetukan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta
kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu
memperhatikan kriteria-kriteria berikut:
1. Lengkap Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang
digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian keputusan. 2. Operasional
Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif
yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi.
3. Tidak berlebihan Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang
sama. 4.
Minimum Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah
pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Prinsip Dasar AHP Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus
dipahami, diantaranya adalah: 1.
Membuat Hirarki Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen-
elemen pendukung, menyusun elemen secara hirarki, dan menggabungkannya atau mensistesisnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3
Struktur Hirarki AHP pada Sistem pendukung Keputusan Pemilihan Customer Service
2. Penilaian kriteria dan alternatif
Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty 1988, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik
untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Pengisian nilai tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu elemen dengan
elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan
tersebut akan tampak seperti pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen
j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya. 3.
Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan
Pairwise Comparisons. Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif Intensitas
Kepentingan Keterangan
1 Kedua elemen sama penting
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang
lainnya 5
Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya 7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya 9
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya 2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan
A1 A2
A3 A1
1 A2
1 A3
1
Universitas Sumatera Utara
kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan
manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika. 4.
Konsistensi Logik Konsistensi memiliki dua makna, pertama, objek-objek yang serupa bisa
dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Saaty 1990 menyatakan bahwa AHP telah diterima sebagai model keputusan multikriteria yang paling unggul, baik oleh kalangan akademis maupun dikalangan
praktisi. Mika Indika 2010, menggunakan AHP untuk pengambilan keputusan menentukan lokasi pembangunan Tower. Metode AHP dalam sistem pendukung
keputusan dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan dengan tetap berbasis pada sistem pendukung keputusan tetapi tidak untuk menggantikan penilaian
dan tidak ditekankan untuk mengambil keputusan. Jadi, keputusan yang diambil tergantung pada user berdasarkan informasi yang di berikan oleh sistem. Selanjutnya
Armadyah Amborowati 2007, menggunakan AHP untuk membantu melakukan penilaian setiap karyawan, melakukan perubahan kriteria dan perubahan nilai bobot.
Hal ini berguna untuk memudahkan pengambil keputusan yang terkait dengan masalah pemilihan karyawan berprestasi, sehingga akan didapatkan karyawan yang
paling layak diberi reward atau penghargaan. Selain itu, Dedi Trisnawarman 2006, menggunakan AHP untuk pemilihan sekolah SMP dan SMA di Jakarta. Banyaknya
alternatif pilihan sekolah dapat dikumpulkan sebagai suatu basis data dan banyaknya kriteria dalam pertimbangan pemilihan dapat dijadikan sebagai basis model. Aplikasi
sistem pendukung keputusan dapat dibangun dengan mengintegrasikan basis data dan basis model dalam suatu dialog interface yang secara interaktif digunakan oleh user.
Teddy Adrianto 2010, memilih metode AHP untuk membantu menyeleksi siswa baru pada SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan. Metode AHP sangat membantu dalam
proses penerimaan siswa baru terutama dalam hal pemberian poin penilaian untuk masing-masing kriteria yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1 Analisis Permasalahan