Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine Pada Masyarakat Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Belawan Tahun 2013

(1)

Lampiran I

Lembar Observasi

Pemanfaatan bucket latrine di Kelurahan Bagan Tahun 2012

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Alamat :

Kondisi Jamban

No. Objek Pengamatan Kategori Keterangan

Ya Tidak

1. Jamban memiliki air yang cukup 2. Jamban memiliki tempat jongkok 3. Jamban memiliki lubang jamban 4. Jamban memiliki rumah kakus

5. Jamban memiliki dinding yang kedap air 6. Jamban memiliki ventilasi

7. Jamban dalam keadaan bersih

8. Jamban memiliki pencahayaan yang cukup 9. Jamban memiliki lantai yang bersih

10. Tersedia alat pembersih jamban 11. Kelengkapan bucket latrine 12. Dilakukan penyedotan


(2)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

Pemanfaatan bucket latrine di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2013

Nama :

Umur :

Tingkat Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

A. Pengetahuan

1. Jamban adalah sarana tempat pembuangan tinja a.Benar b. Salah

2. Bucket Latrine adalah jamban leher angsa yang memiliki septic tank Fiber yang kedap air a.Benar b. Salah

3. bucket latrine/wc fiber Sebagai sarana agar setiap warga memiliki jamban sendiri(sepitc tank)

a.Benar b. Salah

4. Bucket latrine/wc fiber, bermanfaat bagi pembuangan tinja keluarga a.Benar b. Salah

5. Fungsi lubang pipa bagian samping padabucket latrine/wc fiber Tempat keluarnya gas yang dihasilkan tinja

a.Benar b. Salah

6. Manfaat lubang bagian belakang pada bucket latrine/wc fiber Sebagai lubang men hole

a.Benar b. Salah

7. Penyedotan tinja rutin dilakukan 6 bulan sekali a.Benar b. Salah

8. Dampak pembuangan tinja melalui jamban cemplung Dapat mencemari air a.Benar b. Salah

9. Penularan penyakit yang disebabkan oleh tinja adalah Diare(mencret) a.Benar b. Salah


(3)

B. Sikap

11. Pemberian bucket latrine/wc fiber dari pemerintah dapat mengurangi pencemaran air laut

a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju

12. Pemberian bucket latrine/wc fiber dapat memenuhi kebutuhan jamban sehat a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju

13. Jamban harus memiliki septic tank

a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju

14. Jamban yang tidak memiliki septic tank dapat menjadi sumber penyakit dan mencemari lingkungan

a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju

15. Keberadaaan bucket latrine/wc fiber dapat memutuskan rantai penularan penyakit

a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju

16. Pada pemungkiman padat tidak mungkin di buat septic tank dengan ukuran normal

a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju

17. Salah satu cara penyehatan lingkungan di lingkungan padat penduduk adalah dengan menggunakan bucket latrine/wc fiber

a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju

18. Air yang sudah dikeluarkan oleh bucket latrine/wc fiber sudah tidak mencemari sumber air bersih

a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju

C. Pemanfaatan Bucket Laterine

19. Apakah anda memanfaatkan bucket latrine/wc fiber untuk BAB ? a. Ya b. Tidak

*Jika tidak, berikan alasan.

20. Apakah setelah menggunakan bucket latrine/wc fiber anda membersihkan kembali jamban tersebut agar tetap bersih ?

a. Ya b. Tidak

21. Apakah anda melakukan pemantauan isi tangki bucket latrine/wc fiber dengan melihat men hole ?

a. Ya b. Tidak

22. Apakah anda tetap menggunakan bucket latrine/wc fiber walaupun dapat menimbulkan bau dari pipa gas yang dihasilkan proses penguraian tinja ?


(4)

23. Apakah di wilayah ini memiliki air untuk penggelontor(cebok) ? a. Ya b. Tidak

24. Bagaimana keadaan air pasang laut di wilayah ini ? a. Seminggu sekali b. Setiap hari c. Tidak pernah 25. Bagaimana kondisi lama air pasang di wilayah ini ?

a. 5-8 jam b. 2-3 jam

c. Hanya beberapa menit

D. Peran Serta Petugas Kesehatan

26. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang tempat pembuangan tinja yang benar ?

a. sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

27. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penggunaan bucket latrine/wc fiber ?

a. sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

28. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penyakit yang disebabkan oleh tinja ?

a. sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

29. Apakahpetugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penyebaran penyakit yang disebabkan oleh tinja ?

a. sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

30. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penanggulangan penyakit akibat tinja ?

a. sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah E. Tokoh Masyarakat

31. Apakah tokoh masyarakat memberikan sosialisasi tentang penggunaan bucket latrine/wc fiber ?

a. sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

32. Apakah tokoh masyarakat memberikan sosialisasi tentang keungulan dari bucket latrine/wc fiber ?

a. sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

33. Apakah tokoh masyarakat sering memberikan sosialisasi tentang bau yang mungkin saja terjadi akibat gas dari penguraian tinja ?

a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

34. Apakah tokoh masyarakat sering memberikan sosialisasi tentang perawatan bucket latrine/wc fiber ?


(5)

35. Apakah tokoh masyarakat sering memberikan sosialisasi tentang pemantauan isi/kapasitas dari tangki penampung bucket latrine/wc fiber ?


(6)

Lampiran III Output Data

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pendidikan * partisipasi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

pendidikan * partisipasi Crosstabulation

partisipasi

Total buruk baik

pendidikan tidak sekolah Count 15 0 15

% within partisipasi 17.9% .0% 15.0%

SD Count 52 3 55

% within partisipasi 61.9% 18.8% 55.0%

SMP Count 13 2 15

% within partisipasi 15.5% 12.5% 15.0%

SMA Count 4 11 15

% within partisipasi 4.8% 68.8% 15.0%

Total Count 84 16 100

% within partisipasi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 44.174a 3 .000

Likelihood Ratio 35.471 3 .000


(7)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 44.174a 3 .000

Likelihood Ratio 35.471 3 .000

Linear-by-Linear Association 33.524 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (37,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengetahuan * partisipasi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

pengetahuan * partisipasi Crosstabulation

partisipasi

Total buruk baik

pengetahuan kurang Count 10 1 11

% of Total 10.0% 1.0% 11.0%

sedang Count 53 5 58

% of Total 53.0% 5.0% 58.0%

baik Count 21 10 31

% of Total 21.0% 10.0% 31.0%

Total Count 84 16 100

% of Total 84.0% 16.0% 100.0%


(8)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 8.837a 2 .012

Likelihood Ratio 8.180 2 .017

Linear-by-Linear Association 6.521 1 .011

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,76.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengetahuan * partisipasi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

pengetahuan * partisipasi Crosstabulation

partisipasi

Total buruk baik

pengetahuan kurang Count 10 1 11

% of Total 10.0% 1.0% 11.0%

sedang Count 53 5 58

% of Total 53.0% 5.0% 58.0%

baik Count 21 10 31

% of Total 21.0% 10.0% 31.0%

Total Count 84 16 100

% of Total 84.0% 16.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)


(9)

Likelihood Ratio 8.180 2 .017 Linear-by-Linear Association 6.521 1 .011

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,76.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

sikap * partisipasi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

sikap * partisipasi Crosstabulation

partisipasi

Total buruk baik

sikap kurang Count 15 1 16

% of Total 15.0% 1.0% 16.0%

sedang Count 65 2 67

% of Total 65.0% 2.0% 67.0%

baik Count 4 13 17

% of Total 4.0% 13.0% 17.0%

Total Count 84 16 100

% of Total 84.0% 16.0% 100.0%


(10)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 55.829a 2 .000

Likelihood Ratio 43.917 2 .000

Linear-by-Linear Association 31.301 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,56.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

k.jamban * partisipasi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

partisipasi

Total buruk baik

k.jamban buruk Count 79 0 79

% within partisipasi 94.0% .0% 79.0%

sedang Count 5 9 14

% within partisipasi 6.0% 56.3% 14.0%

baik Count 0 7 7


(11)

partisipasi

Total buruk baik

k.jamban buruk Count 79 0 79

% within partisipasi 94.0% .0% 79.0%

sedang Count 5 9 14

% within partisipasi 6.0% 56.3% 14.0%

baik Count 0 7 7

% within partisipasi .0% 43.8% 7.0%

Total Count 84 16 100

% within partisipasi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 76.084a 2 .000

Likelihood Ratio 69.685 2 .000

Linear-by-Linear Association 73.961 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,12.

Case Processing Summary

Cases


(12)

N Percent N Percent N Percent

air * partisipasi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

air * partisipasi Crosstabulation

partisipasi

Total buruk baik

air tidak cukup Count 79 0 79

% within partisipasi 94.0% .0% 79.0%

cukup Count 5 16 21

% within partisipasi 6.0% 100.0% 21.0%

Total Count 84 16 100

% within partisipasi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 71.655a 1 .000

Continuity Correctionb 66.099 1 .000

Likelihood Ratio 64.881 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 70.939 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,36. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


(13)

ppkesehatan * partisipasi Crosstabulation

partisipasi

Total buruk baik

ppkesehatan buruk Count 75 6 81

% of Total 75.0% 6.0% 81.0%

sedang Count 9 8 17

% of Total 9.0% 8.0% 17.0%

baik Count 0 2 2

% of Total .0% 2.0% 2.0%

Total Count 84 16 100

% of Total 84.0% 16.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 27.151a 2 .000

Likelihood Ratio 21.649 2 .000

Linear-by-Linear Association 26.706 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,32.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ptmasyarakat * partisipasi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

ptmasyarakat * partisipasi Crosstabulation

partisipasi

Total buruk Baik


(14)

ptmasyarakat buruk Count 83 1 84 % within partisipasi 98.8% 6.3% 84.0%

sedang Count 1 7 8

% within partisipasi 1.2% 43.8% 8.0%

baik Count 0 8 8

% within partisipasi .0% 50.0% 8.0%

Total Count 84 16 100

% within partisipasi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 45.354a 2 .000

Likelihood Ratio 32.460 2 .000

Linear-by-Linear Association 42.421 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,16.


(15)

Lampiran IV

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Bucket latrine yang rusak akibat terbawa ombak

Gambar 2. Bucket Latrine yang dimanfaatkan warga sebagai tempat penyimpanan ikan.


(16)

Gambar 3. Wawancara peneliti dengan salah satu responden


(17)

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Atika, 2012. Metode Pengolahan Tinja. Penerbit Buana Cipta. Surabaya. Arikunto, S. 2002. Menejemen Penelitian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Depkes RI. 2000. Kepmenkes No 829 Tahun 1999 Tentang Pedoman Kesehatan

Perumahan dan Pemukiman. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

2004. Fasilitas Sanitasi Dasar Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

2009. UU Republik Indoneia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008 Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Delivery. 2007. Pendekatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Ala

Ginting, E. 2007. Faktor-Faktor yang Memhubungani Penggunaan Jamban Keluarga Di Kabupaten Karo.Tesis FKM USU.

Handayani. 2010.Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Masayarakat Dengan Pemanfaatan MCK(Mandi,Cuci,Kakus) Komunal Di Pemukiman Padat Daerah Pesisir Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan, Skripsi FKM USU.

Kumoro, P. 1998. Jamban Keluarga Di Kecamatan Denpasar Bali.Skripsi UI. Macfoedz. 2009. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Mitchell, B. 2000. Pengelolaan Sumber Daya & Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Notoadmojo, S. 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT Rineka Cipta. Jakarta.


(19)

Purwanto. 2001. Tinjauan Sekilas Kebijakan Program pemberantasan Diare. Majalah Infeksi Indonesia. Jakarta.

Sitinjak, L. 2007. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare di Desa Pardede Onan Kecamatan Balige Tahun 2011.Skripsi FKM USU.

Slamet, J. S. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rimbawan, H. 2001. Pencemaran Lingkungan Oleh Tinja. Gramedia. Jakarta. Seramat, B. 2003. Gambaran Karakteristik Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan

Jamban Keluarga di Wilayah Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal (Survei Cepat pada Bulan Juni-Agustus 2003). Skripsi Universitas Indonesia.

Simanjuntak, P. 1999. Sarana Jamban Keluarga. Penerbit Gramedia. Jakarta. Soeparmin, S. 2003. Penanganan Tinja dan Limbah Cair Domestik. Puslitbang

Kesehatan Lingkungan. Bogor.

Widaryoto. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan Jamban Keluarga di Bali Tahun 2002. Skripsi UI.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional, yang bertujuan untuk menjelaskan faktor karakteristik masyarakat (pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan, dan sikap), kondisi jamban,ketersediaan air bersih, kondisi air pasang dan faktor penguat (sosialisasi dari petugas kesehatan dantokoh masyarakat) dengan pemanfaatan bucket latrine diKelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan 2012.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang terdiri dari 15 lingkungan namun yang menjadi objek penelitian hanya 13 lingkungan yaitu, lingkungan yang mendapat Bucket Latrine. Adapun 13 lingkungan yang mendapat Bucket Latrine merupakan wilayah yang berada pada pesisir pantai (pinggir laut).

3.2.2. Waktu Penelitian


(21)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Ibu Rumah Tangga yang memiliki bucket latrine memanfaatkan serta yang tidak memanfaatkan bucket latrine pada setiap rumah di Keluarahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

3.3.2. Sampel

3.3.2.1. Besar Sampel

Untuk mengetahui besar sampel dari seluruh populasi ditentukan dengan menggunakan rumus(Notoatmojo, 2003) :

n = =

= 99,746 ≈ 100 dimana : N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ ketetapan yang diinginkan (0,1)

3.3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan tekniksistematic random sampling, karena anggota populasi bersifat homogen, hal ini berarti setiap anggota populasimempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.(Azwar, 2003)

1 + N(d2)

N 393


(22)

Dengan menggunakan rumus diatas, dapat diketahui bahwa besar/jumlah sampel yang akan diteliti adalah 100 KK. Untukmemperoleh interval sampel dari populasi digunakan rumus :

=

= 3,93 ≈ 4

Maka dari itu pengambilan sampel dilakukan dengan membuat interval 4 pada daftarpopulasi, dimana pengambilan pertama dilakukan secara acak.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh denganmenggunakan kuesioner bagi Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Kantor Kelurahan Bagan Deli, Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota Medan dan Instansi Pemerintahan lainnya.

3.5. Definisi Operasional

1. Bucket Latrine adalah jamban yang dibentuk khusus untuk masyarakat daerah pemukiman padat dengan jamban leher angsa dan memiliki septic tank dengan ukuran yang disesuaikan dengan luas pemukiman yang padat. Jamban ini lebih dikenal dengan istilah WC Fiber.

2. Responden adalah Bapak/ Ibu kepala keluarga yang diharapkan N

n

393 100


(23)

3. Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan responden tentang pemanfaatan bucket latrine.

4. Pemanfaatan bucket latrine adalah penggunaan bucket latrineyang digunakan untuk aktifitas pembungan tinja keluarga.

5. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang dicapai oleh responden. 6. Sikap adalah tanggapan responden tentang pemanfaatan bucket latrine/wc

fiber.

7. Pekerjaan adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh responden untuk memperoleh uang dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

8. Ketersediaan air bersih adalah cukup atau tidak ketersediaan air bersih dalam penggunaannya sebagai kebutuhannya sehari-hari .

9. Kondisi jamban adalah keadaan jamban(bucket latrine) dimana terdapat 11 bagian yang diobservasi untuk melihat keadaan jamban yang sesuai dengan kriteria jamban sehat.

10. Kondisi air pasang adalah kondisi dimana keadaan air laut yang berubah-ubah pada setiap minggunya dan terjadi min 5-8 jam.

11. Peran petugas kesehatan adalah pengajaran yang disampaikan oleh petugas kesehatan tentang pemanfaatan jamban.

12. Peran tokoh masyarakat adalah pengajaran yang disampaikan tokoh masyarakat tentang pemanfaatan jamban.


(24)

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran variabel bebas adalah karakteristik responden yang meliputipendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, kondisi jamban, ketersediaan air bersih,kondisi air pasang,peran penyuluh kesehatan dan peran tokoh masyarakat.

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen

1. Pendidikan

Untuk mengetahui pendidikan responden diajukan satu butir pertanyaan berbentuk kuesioner. Penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai 1 jika responden menjawab pendidikan tidak sekolah, SD, SMP dan nilai 2 untuk menjawab pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan berdasarkan skala ordinal.

2. Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan responden diajukan satu butir pertanyaan berbentuk kuesioner. Diberikan nilai 1 apabila responden menjawab bekerja dan nilai 0 apabila tidak bekerja. Pekerjaan berdasarkan skala nominal.

3. Pengetahuan

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang pemanfaatan jamban diajukan 14 pertanyaan dalam kuesioner. Penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai 1 jika reponden menjawab dengan benar, jika responden menjawab tidak benar maka diberikan nilai nol. Jika responden menjawab benar 7-14 pertanyaan akan dikategorikan baik


(25)

Jika responden menjawab 0-6 pertanyaan akan dikategorikan kurang. Skala tingkat pengetahuan adalah skala ordinal.

Maka di dapat total skor tertinggi 14 dan skor terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka tingkat pengetahuan dapat dikategorikan :

1. Tinggi, Jika skor yang diperoleh responden 50-100 % atau 7 - 14 2. Rendah, jika skor yang diperoleh responden ≤50 % atau ≤6

4. Sikap

Untuk mengetahui sikap responden tentang pemanfaatan jamban diajukan 8 pertanyaan dalam kuesioner. Penilaian dilakukan dengan memberikan kategori “Baik “ apabila responden memberikan pernyataan “setuju” sebanyak 5-8 pernyataan, dan kategori “Kurang” apabila memberikan pernyataan setuju 0-4 pernyataan. Skala sikap adalah skala ordinal.

Maka di dapat total skor tertinggi 8 dan skor terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka tingkat pengetahuan dapat dikategorikan :

1. Tinggi, Jika skor yang diperoleh responden 50-100 % atau 4 - 8 2. Rendah, jika skor yang diperoleh responden ≤50 % atau ≤4 5. Kondisi Jamban(bucket latrine)

Untuk mengetahui kondisi jamban diajukan 11 pernyataan dalam observasi. Penilaian jamban dilakukan untuk melihat kondisi jamban yang digunakan disesuaikan dengan kriteria jamban sehat.


(26)

1. Baik : Apabila semua kriteria memenuhi syarat (11 komponen yang meliputi tersedia air, rumah kakus, lubang jamban, lantai bersih, dinding kedap air, ada ventilasi, ada tempat jongkok, jamban selalu bersih, tersedia alat pembersih, tersedia pencahayaan yang cukup, dan kelengkapan bucket latrine).

2. Buruk : Apabila komponen kondisi jamban yang tidak memenuhi salah satu komponen 1-5dari jamban.(tersedia air,tempat jongkok,lubang jamban,rumah kakus, dan ventilasi).

6. Ketersediaan Air Bersih

Untuk mengetahui ketersediaan air bersih diajukan satu pernyataan dalam kuesioner. Penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai 1 jika menjawab cukup dan nilai 0 jika menjawab tidak cukup. Skala ketersediaan air bersih adalah skala nominal.

7. Kondisibucket latrine saat air pasang

Untuk mengetahui kondisi air pasang diajukan 1 butir pertanyaan berbentuk kuesioner. Pertanyaan dalam kondisi air pasang diberikan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan air seperti apa yang dapat membuat masyarakat tidak menggunakan bucket latrine. Skala kondisi air pasang adalah skala nominal. 8. Penyedotan

Untuk mengetahui penyedotan akan diberikan 1 butir pernyataan dalam bentuk observasi. Yakni dikatakan baik apabila menjawab ya dan buruk apabila menjawab tidak. Skala dalam penyedotan adalah skala nominal.


(27)

9. Peran Petugas Kesehatan

Untuk mengetahui peran penyuluh kesehatan diajukan 5 pertanyaan dalam kuesioner. Penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai 2 jika menjawab sering, nilai 1 jika menjawab kadang-kadang dan nilai 0 jika menjawab tidak pernah. Jika total skor 6-10 dikategorikan baik, 0-5 dikategorikan kurang. Skala peran petugas kesehatan adalah skala ordinal.

10. Peran Tokoh Masyarakat

Untuk mengetahui peran tokoh masyarakat diajukan 5 pertanyaan dalam kuesioner. Penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai 2 jika menjawab sering, nilai 1 jika menjawab kadang-kadang dan nilai 0 jika menjawab tidak pernah. Jika total skor 6-10 dikategorikan baik, 0-5 dikategorikan kurang. Skala peran tokoh masyarakat adalah skala ordinal.

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen

Untuk mengetahui partisipasi responden tentang pemanfaatan jamban diajukan 4 pertanyaan dalam kuesioner. Setiap pertanyaan benar diberi skor 1, dan 0 apabila salah, maka pengelompokan skor variabel partisipasi dibagi 2 kelompok yaitu:

1. Baik : Apabila total skor berada di antara 2-4 2. Buruk : Apabila total skor berada di antara 0-1


(28)

3.7. Teknik Analisa Data

Analisa data diperoleh dari beberapa uji statistik memakai program komputer. Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:

3.7.1. Analisis Data Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensifaktor pemudah (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap), faktor pemungkin (kondisi jamban,kondisi air pasang,dan ketersediaan air bersih) dan faktor penguat (peran petugas kesehatan dan tokoh masyarakat), tindakan pemanfaatan, dan penyedotan bucket latrine.

3.7.2. Analisis Data Bivariat

Analisis data bivariat dilakukan untuk melihat kuatnya hubungan antara faktor pemudah (pendidikan, pengetahuan, sikap), faktor pemungkin (kondisi jamban, ketersediaan air bersih,) dan faktor penguat (peran petugas kesehatan dan tokoh masyarakat) dengan tindakan pemanfaatanbucket latrine. Analisa bivariat menggunakan uji uji exact fisherdengan tingkat kepercayaan 95% (p< 0,05).


(29)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografi

Kelurahan Bagan Deli berada di wilayah Kecamatan Medan Belawan yang memiliki luas 230 Ha dengan batas wilayah sebagai berikut:

-Sebelah Utara berbatasan dengan Belawan I

-Sebalah Selatan berbatasan dengan Muara Sungai Deli -Sebelah Barat berbatasan dengan Belawan II

-Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka

4.1.2. Demografi

Wilayah kerja Pustu Bagan Deli seluruh wilayah Kelurahan Bagan Deli yang terdiri dari 15 lingkungan.

Jumlah penduduk di wilayah kerja Pustu Bagan Deli sebanyak 15.525 jiwa yang terdiri atas 8.537 laki-laki dan 6.988 perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 3.565 KK.

Pada umumnya mata pencaharian masyarakat di Kelurahan Bagan deli Kecamatan Medan Belawan adalah nelayan yaitu sebanyak 1.496 jiwa.

4.2. Analisa Data Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi faktor pemudah (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap), faktor


(30)

pemungkin (kondisi jamban, kondisi saat air pasang, dan ketersediaan air bersih) dan faktor penguat (peran petugas kesehatan dan tokoh masyarakat), tindakan pemanfaatan, perawatan, dan penyedotan bucket latrine.

4.2.1. Faktor Pemudah

4.2.1.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, Untuk itu peneliti memasukkan pendidikan dalam kategori faktor

pemudah. Adapun distribusi frekuensi pendidikan penduduk yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Distribusi FrekuensiPendidikan Responden di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013

Pendidikan Jumlah %

Tidak Sekolah, SD, SMP 76 76

SMA, Kuliah 24 24

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa sebagian besar pendidikan responden 76% adalah tidak sekolah, SD, dan SMP. Hal ini serupa dengan profil Kelurahan Bagan Deli, dimana seluruh masyarakat didominasi tingkat pendidikan SD dan SMP yang disebabkan tingkat ekonomi dan pekerjaan pokok warga yang bekerja sebagai nelayan.

1.2.1.2. Pekerjaan

Distribusi penduduk Kelurahan Bagan Deli Kecamatan medan Belawan berdasarkan aktifitas pekerjaaan seperti di bawah ini:

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013


(31)

Pekerjaan Jumlah %

Tidak Bekerja 22 22

Bekerja 78 78

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yakni 78% bekerja. Keseluruhan pekerjaan responden dari penelitian ini adalah nelayan.

1.2.1.3. Pengetahuan


(32)

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang bucket latrine, maka diajukan 14 pertanyaan, berikut rincian pertanyaan yang diajukan ke responden. Berdasarkan hasil jawaban dari 14 pertanyaan yang telah diajukan kepada

Tidak Benar

Benar

Total

n % n % N %

1. Jamban adalah sarana tempat pembuangan tinja 60 60 40 40 100\ 100 2. Bucket Latrine adalah jamban leher angsa yang memiliki

septic tank Fiber yang kedap air

46 46 54 54 100 100

3. bucket latrine/wc fiber Sebagai sarana agar setiap warga

memiliki jamban sendiri(sepitc tank)

74 74 26 26 100 100

4. Bucket latrine/wc fiber, bermanfaat bagi pembuangan

tinja keluarga

57 57 43 43 100 100

5. Fungsi lubang pipa bagian samping padabucket latrine/wc fiber Tempat keluarnya gas yang dihasilkan tinja

65 65 35 35 100 100

6. Manfaat lubang bagian belakang pada bucket latrine/wc fiber Sebagai lubang men hole

73 73 27 27 100 100

7. Penyedotan tinja rutin dilakukan 6 bulan sekali 57 57 43 43 100 100 8. Dampak pembuangan tinja melalui jamban cemplung

Dapat mencemari air

61 61 39 39 100 100

9. Penularan penyakit yang disebabkan oleh tinja adalah Diare(mencret)

72 72 28 28 100 100

10. Jenis jamban yang mana yang lebih baik Jamban bucket

latrine/wc fiber

78 78 22 22 100 100

11. Mengetahui dampak dari air yang tercemar tinja 68 68 32 32 100 100 12. Apakah anda mengetahui penularan penyakit yang

disebabkan oleh tinja ?

67 67 33 33 100 100

13. Apakah anda mengetahui didalam tinja terdapat mikroorganisme penyebab penyakit ?

61 61 39 39 100 100


(33)

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Jamban bucket latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013 \

Pengetahuan Jumlah %

Buruk 69 69

Baik 31 31

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.3. dapat dilihat responden memiliki pengetahuan buruk tentang bucket latrine mencapai 69 %,masyarakat memiliki pengatahuan yang buruk dalam hal penggunaan serta fungsi dari bucket latrine, sedangkan yang memiliki

pengetahuan baik 31%.

1.2.1.4. Sikap

Untuk mengetahui sikap responden tentang bucket latrine, maka diajukan 8 pertanyaan, berikut rincian pertanyaan yang diajukan ke responden.

Pertanyaan

Jawaban Tidak Setuju

Setuju Total

n % n % N %

1. Pemberian bucket latrine/wc fiber dari pemerintah dapat mengurangi pencemaran air laut

67 67 33 33 100 100

2. Pemberian bucket latrine/wc fiber dapat memenuhi kebutuhan jamban sehat

77 77 23 23 100 100

3. Jamban harus memiliki septic tank 56 56 44 44 100 100 4. Jamban yang tidak memiliki septic tank dapat menjadi

sumber penyakit dan mencemari lingkungan

54 54 46 46 100 100

5. Keberadaaan bucket latrine/wc fiber dapat memutuskan rantai penularan penyakit

62 62 38 38 100 100


(34)

tank dengan ukuran normal

7. Salah satu cara penyehatan lingkungan di lingkungan padat penduduk adalah dengan menggunakan bucket latrine/wc fiber

74 74 26 26 100 100

8. Air yang sudah dikeluarkan oleh bucket latrine/wc fiber sudah tidak mencemari sumber air bersih

56 56 44 44 100 100

Dari 8 pertanyaan yang diajukan terhadap responden maka diketahui distribusi sikap responden adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap bucket latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013 \

Sikap Jumlah %

Buruk 71 71

Baik 29 29

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.4.dapat dilihat sikap buruk merupakan yang paling dominan yakni 71%,masyarakat memiliki sikap yang buruk dalam hal penggunaan bucket latrine sebagai sarana pembuangan tinja. Sedangkan sikapyang baik hanya mencapai 29%.

1.2.2. Faktor Pemungkin

4.2.2.1. Kondisi Jamban

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap kondisi jamban di kelurahan Bagan Deli Kecamatan medan Belawan diketahui distribusi kondisi jamban sebagai berikut:


(35)

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kondisi Jamban (bucket latrine) di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013

No. Objek Pengamatan

Kategori

Total

Ya Tidak

n % n % N %

1. Jamban memiliki air yang cukup 5 1

4 6

49 49 100 100 2. Jamban memiliki tempat jongkok 4

8 4 8

52 52 100 100 3. Jamban memiliki lubang jamban 8

0 8 0

20 20 100 100 4. Jamban memiliki rumah kakus 2

4 2 4

76 76 100 100 5. Jamban memiliki dinding yang kedap air 2

5 2 5

75 75 100 100 6. Jamban memiliki ventilasi 8

0 8 0

20 20 100 100 7. Jamban dalam keadaan bersih 3

2 3 2

68 68 100 100 8. Jamban memiliki pencahayaan yang cukup 9

5 9 5

5 5 100 100 9. Jamban memiliki lantai yang bersih 4

5 4 5

55 55 100 100 10. Tersedia alat pembersih jamban 7

8 7 8

22 22 100 100 11. Kelengkapan bucket latrine 1

5 1 5

85 85 100 100

12. Dilakukan penyedotan 0 0 100 10

0

100 100 13. Perawatan dan pemeliharaan bucket latrine 1

0 1 0


(36)

Kondisi Jamban Jumlah %

Buruk 80 80

Baik 20 20

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.5. dapat dilihat kondisi jamban (bucket latrine) yang buruk mencapai 80%. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan warga tentang bucket latrine.

4.2.2.2. Ketersediaan Air Bersih

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan penduduk. Salah satu kriteria jamban sehat adalah ketersediaan air bersih. Adapun distribusi frekuensi ketersediaan air bersih di kelurahan bagan Deli kecamatan medan Belawan adalah:

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Ketersediaan Air Bersih di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013 \

Ketersediaan Air Bersih Jumlah %

Cukup 21 21

Tidak Cukup 79 79

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.6. dapat dilihat 79% tidak memiliki air bersih yang cukup, sementara yang cukup hanya 21%.

4.2.2.3. KondisiBucket Latrine SaatAir Pasang

Berdasarkan survei yang dilakukan Kondisi air pasang di kelurahan Bagan deli kecamatan Medan Belawan adalah:


(37)

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Kondisi Air Pasang di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013

Kondisibucket latrine saat air pasang

Jumlah %

Tidak tenggelam 34 34

Tenggelam 66 66

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.7. dapat dilihat 66% bucket latrine tenggelam saat air pasang sehingga tidak dapat digunakan, sedangkan 34% menyatakan tidak tengelam saat air pasang.

4.2.2.4. Penyedotan

Penyedotan merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan untuk jamban bucket Laterine. Berdasarkan survei yang dilakuakn maka diketahui distribusi frekuensi penyedotan jamban Bukcet laterine sebagai berikut

Tabel 4.8.Distribusi Frekuensi Penyedotan Jamban bucket latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013

No. Penyedotan Jumlah %

1. Tidak Disedot 100 100

2. Disedot 0 0

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.8. dapat dilihat 100% jamban bucket latrine tidak dilakukan penyedotan dari sejak awal jamban tersebut diberikan. Hal ini disebabkan karena belum adanya pelaksanaan penyedotan dari Dinas Kebersihan.


(38)

4.2.3. Faktor Penguat

4.2.3.1. Peran Petugas Kesehatan

Untuk mengetahui peran petugas kesehatan dalam pemanfaatanbucket latrine, maka diajukan 5 pertanyaan, berikut rincian pertanyaan yang diajukan ke responden.

Pertanyaan Jawaban Tidak Pernah Kadang – Kadang

Sering Total

n % n % n % N %

1. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang tempat pembuangan tinja yang benar ?

35 35 63 63 2 2 100 100

2. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penggunaan bucket

latrine/wc fiber ?

53 53 45 45 2 2 100 100

3. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penyakit yang disebabkan oleh tinja ?

44 44 56 56 0 2 100 100

4. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penyebaran penyakit yang disebabkan oleh tinja ?

52 52 48 48 0 0 100 100

5. Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penanggulangan penyakit akibat tinja ?

64 64 36 36 0 0 100 100

Salah satu faktor yang dapatmemperngaruhi penggunaan jamban Bukcket laterine adalah peran petugas kesehatan. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada masyarakat maka diketahu peran petugas kesehatan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan Pada Responden di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013.

No. Peran Petugas Kesehatan Jumlah %

1. Kurang 93 93

2. Baik 7 7


(39)

Dari Tabel 4.9. dapat dilihat Peran Petugas Kesehatan yang kurangmencapai 93%, peran petugas kesehatan kurang dalam hal penyuluhan tentang manfaat serta penggunaan dari bucket latrine, sedangakan peran petugas kesehatan yang baik hanya 7%.

4.2.3.2. Peran Tokoh Masyarakat

Untuk mengetahui peran tokoh masyarakat terhadap pemanfaatanbucket latrine, maka diajukan 5 pertanyaan, berikut rincian pertanyaan yang diajukan ke responden.

Pertanyaan

Jawaban Tidak

Pernah

Kadang – Kadang

Sering Total

n % n % n % N %

1. Apakah tokoh masyarakat memberikan sosialisasi tentang penggunaan bucket latrine/wc fiber ?

24 24 70 70 6 6 100 100

2. Apakah tokoh masyarakat memberikan sosialisasi tentang keungulan dari bucket latrine/wc fiber ?

49 49 48 48 3 3 100 100

3. Apakah tokoh masyarakat sering memberikan sosialisasi tentang bau yang mungkin saja terjadi akibat gas dari penguraian tinja ?


(40)

4. Apakah tokoh masyarakat sering memberikan sosialisasi tentang perawatan bucket latrine/wc fiber ?

43 43 54 54 3 3 100 100

5. Apakah tokoh masyarakat sering memberikan sosialisasi tentang pemantauan isi/kapasitas dari tangki penampung bucket latrine/wc fiber ?

53 53 43 43 4 4 100 100

Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden terhadap peran tokoh masyarakat mengenai pemanfaatan bucket latrine diketahui:

Tabel 4.10.Distribusi Frekuensi Peran Tokoh Masyarakat Pada Responden di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013.

No. Peran Tokoh Masyarakat Jumlah %

1. Kurang 84 84

2. Baik 16 16

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.10. dapat dilihat Peran Tokoh Mayarakat yang kurangmerupakan paling dominan mencapai 84%. Peran tokoh masyarakat kurang dalam hal sosialisasi penggunaan bucket latrine. Sedangkan peran tokoh masyarakat yang baik hanya mencapai 16%.

4.2.4. Tindakan pemanfaatan

Pertanyaan

Jawaban

Tidak Ya Total

n % n % N %

1. Apakah anda memanfaatkan bucket latrine/wc fiber untuk BAB ?

80 80 20 20 100 100 2. Apakah setelah menggunakan bucket latrine/wc

fiber anda membersihkan kembali jamban tersebut agar tetap bersih ?

84 84 16 16 100 100


(41)

4. Apakah anda tetap menggunakan bucket latrine/wc fiber walaupun dapat menimbulkan bau dari pipa gas yang dihasilkan proses penguraian tinja ?

81 81 19 19 100 100

Tindakan merupakan wujud nyata dari pengetahuan dan sikap. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada responden terhadap tindakan pemanfaatan bucket laterine diketahui sebagai berikut:

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Tindakan Pemanfaatan Jamban bucket latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013 \

No. Tindakan Pemanfaatan Jumlah %

1. Buruk 84 84

2. Baik 16 16

Jumlah 100 100

Dari Tabel 4.11. dapat dilihat masyarakat cendrung memiliki partisipasi/tindakan pemanfaatan yang buruk yakni 84%, sedangkan yang partisipasi/tindakan pemanfaatan yang baik hanya 16 % saja.

4.3. Analisa Bivariat

Analisis data bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara faktor pemudah (pendidikan, pengetahuan, sikap), faktor pemungkin (kondisi jamban, ketersediaan air bersih,) dan faktor penguat (peran petugas kesehatan dan tokoh masyarakat) dengan tindakan pemanfaatan bucket latrine. Analisa bivariat menggunakan ujichi square, namun angka yang dihasilkan tidak memenuhi

syarat,maka digunakannilai exact fisher dengan tingkat kepercayaan 95% (p< 0,05).


(42)

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dpat meningkatkan

pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kesadaran terhadap pemanfaatan Bucket laterine. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan, diketahui:

Tabel 4.12. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemanfaatan Bucket

Latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun

2013

Pendidikan Pemanfaatan Bucket Latrine Total p.value

Baik Buruk

n % n % N %

Tidak Sekolah,

SD, SMP 5 8 71 92 76 100

0.001 SMA,

Kuliah 15 60 9 40 24 100

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa dari 100 responden, responden yang tidak sekolah, SD, SMP dengan Pemanfaatan buruk adalah yang dominan yakni 71 orang (71,0), sedangkanSMA, Kuliah dengan pemanfaatan baikhanya15orang (15,0%).

Berdasarkan analisa statistik yang diperoleh dari hasil ujiexact fisher dengan α <0.05 menunjukkan ada hubungan antara pendidikan terhadap tindakan pemanfaatan bucket latrineyakni p= 0.001.


(43)

Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan Bucket laterine adalah sebagai berikut:

Tabel 4.13. Hubungan Antara Pengetahuan Responden Dengan Pemanfaatan

BucketLatrine.

Pengetahuan Pemanfaatan Bucket Latrine Total P.Value

Baik Buruk

n % N % n %

0,006

Baik 21 58 10 42 31 100

Buruk 6 8 63 92 69 100

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang mempunyai pengetahuan buruk danpemanfaatanburuk ada 63 orang (63,0%), dan yang pengetahuan baik mempunyai tindakan baikhanya10 orang (10,0%).

Berdasarkan analisa statistik yang di peroleh dari hasil ujiexact fisher dengan p< 0.05 menunjukkanada hubungan antara pengetahuan terhadap tindakan pemanfaatan Bucket Latrine(p= 0,006).

4.3.3. Hubungan Sikap Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine

Sikap merupakan pernyataan evaluatif terhadap objek. Dalam hal ini Bucket latrine merupakan objek yang dibahas. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka diketahui hubungan sikap dengan pemanfaatan Bucket Latrine:


(44)

Tabel 4.14. Hubungan Antara Sikap Responden Dengan Pemanfaatan

BucketLatrine.

Sikap Pemanfaatan Bucket Latrine Total P.Value

Baik Buruk

n % n % n %

0,001

Baik 15 52 14 48 29 100

Buruk 1 2 70 98 71 100

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang mempunyai sikap buruk dan tindakan buruk ada 70 orang (70,0%),sedangkan yang pengetahuan baik tindakan buruk ada 15 orang (15,0%).

Berdasarkan analisa statistik yang di peroleh dari hasiluji exact fisher dengan p<0.05 menunjukkanada hubungan antara sikap terhadap tindakan pemanfaatan Bucket Latrine(p= 0,001).

4.3.4. Hubungan Antara Ketersediaan Air Bersih Dengan Pemanfaatan Bucket

Latrine

Air bersih adalah salah satu syarat jamban sehat. Masyarakat kemungkinan akan merasa lebih nyaman dan akan memanfaatkan Bucket latrine jika air bersih tersedia. Adapun hubungan antara ketersediaan air bersih dengan pemanfaatan Bucket latrine berdasarkan hasil analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(45)

Tabel 4.16.Hubungan Antara Ketersediaan Air Bersih Responden Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine.

Ketersediaan Air Bersih

Pemanfaatan Bucket Latrine Total P.Value

Baik Buruk

n % n % n %

0,020

Cukup 16 77 5 23 21 100

Tidak Cukup 0 0 79 100 79 100

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang mempunyai Ketersediaan Air BersihTidak Cukup dan tindakan buruk ada 79 orang (79,0%), dan Ketersediaan Air BersihCukup mempunyai tindakan baik ada 16 orang (16,0%).

Berdasarkan analisa statistik yang di peroleh dari hasil uji exact fisher dengan p< 0.05 menunjukkan ada hubungan antara Ketersediaan Air Bersih terhadap

tindakan pemanfaatan Bucket Latrine.(p= 0,020).

4.4. Faktor Penguat

4.4.1. Hubungan Antara Peran Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan Bucket

Latrine.

Dari analisis yang dilakukan hubungan antara peran petugas kesehatan dengan pemanfaatan Bucket Latrine diketahui:

Tabel 4.17.Hubungan Antara Peran Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan


(46)

Peran Petugas Kesehatan

Pemanfaatan Bucket Latrine Total P.Value

Baik Buruk

n % N % N %

0,001

Baik 7 100 0 0 7 100

Kurang 9 12 84 88 93 100

Berdasarkan Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang Peran Petugas Kesehatan Kurang dan tindakan buruk ada 84orang (84,0%), dan yangPeran Petugas Kesehatanbaik mempunyai tindakan baik ada 7 orang (7%).

Berdasarkan analisa statistik yang diperoleh dari hasil uji exact fisher dengan p< 0.05 menunjukkan ada hubungan antara Peran Petugas Kesehatan terhadap tindakan pemanfaatan Bucket Latrine.(p= 0,001).

4.4.2. Hubungan Antara Peran Tokoh Masyarakat Dengan Pemanfaatan

Bucket Latrine.

Tokoh masyarakat adalah orang yang dianggap disegani di masyarakat.

Adapun hubungan antara peran tokoh masyarakat dengan pemanfaatan Bucket Latrine berdasarkan hasil uji analisis yang dilakukan sebagai berikut:

Tabel 4.18.Hubungan Antara Peran Tokoh Masyarakat Dengan Pemanfaatan

Bucket Latrine.

Peran Tokoh Masyarakat

Pemanfaatan Bucket Latrine Total P.Value

Baik Buruk

n % n % n %

0,001

Baik 9 55 7 45 16 100


(47)

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat diketahui bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang Peran Tokoh Masyarakat Kurang dan tindakan buruk ada 77 orang (77,0%), dan yangPeran Tokoh Masyarakatbaik tindakan baik ada 9 orang (9,0%).

Berdasarkan analisa statistik yang di peroleh dari hasiluji exact fisher dengan p<0.05 menunjukkan ada hubungan antara Peran Tokoh Masyarakat terhadap tindakan pemanfaatan Bucket Latrine.(p= 0,001)


(48)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden

5.1.1. Pendidikan

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan terbanyak adalah tamat tidak sekolah, SD, SMP yakni 76% sedangkan yang berpendidikan SMA dan kuliah adalah 24 %. Hal ini serupa dengan profil Kelurahan Bagan Deli, dimana seluruh masyarakat didominasi tingkat pendidikan SD dan SMP(Profil Kelurahan Bagan Deli 2012).

Menurut Sander (2005) dalam skripsi Sitinjak mengatakan pendidikan berpengaruh terhadap kedewasaan berpikir seseorang.Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan lebih terbuka dengan perubahan.Pendidikan yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan untuk mencegah terjadinya peanyakit menular yang salah satunya diare. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan jamban, diharapkan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi akan semakin besar kemungkinannya ia memanfaatkan jamban. Hasil penelitian Sutomo,S, dkk (1983) diperoleh hasil bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan penggunaan jamban.


(49)

Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat yang paling banyak di Kelurahan Bagan Deli adalah bekerja yaitu 78 orang (78,0%) yakni nelayan, dan selebihnya yaitu 22 (22,0%) tidak bekerja.

Tempat kerja seseorang menentukan lama seseorang berintraksi dengan lingkungan. Seorang nelayanakan bekerja dan menghabiskan waktu yang lebih lama di lingkungan luar bagunan dan kondisinya jauh dari keramaian yakni di laut dibandingkan dengan pedagang atau pegawai negeri sipil. Orang yang bebas dari keramaian akan lebih bebas melaksanakan aktivitasnya secara bebas. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan bucket latrine yaitu ada hubungan antaralamanya masyarakat bekerja atau tidak berada dirumah dengan pemanfaatan jamban (Widyastuti, 2005).

5.1.3. Pengetahuan

Hasil penelitian dapat dilihat 69% responden memiliki pengetahuan tentang bucket latrine yang buruk dan 31% yang memiliki pengatuan tentang bucket latrine baik.

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan, hal tersebut dipengaruhi oleh rendahnya sosialisasi dari tokoh masyarakat dan peran petugas kesehatan kepada warga tentang pemanfaatan, keuntungan serta pemeliharan bucket latrine.

Dalam teori perilaku, pengetahuan merupakan salah satu tahap dari tiga tahapan yang dapat terjadi pada seseorang untuk menerima atau mengadopsi suatu perilaku baru. Sehubungan dengan pemanfaatan jamban, maka masyarakat yang


(50)

berpengetahuan baik tentang jamban dengan hubungannya dengan penyebaran penyakit, dapat diharapkan akan memanfaatkan jamban (Notoatmodjo, 2003).

5.1.4. Sikap

Dari hasil penelitian dilihat 71% masyarakat memiliki sikap yang buruk tentang bucket latrine dan 29% yang bersikap baik. Hal ini sejalan dengan pengetahuan warga yang lebih dominan buruk terhadap pemanfaatan bucket latrine.

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan, sikap tersebut dipengaruhi oleh rendahnya sosialisasi dari tokoh masyarakat dan peran petugas kesehatan kepada warga tentang pemanfaatan, keuntungan serta pemeliharan bucket latrine.

Sikap adalah kumpulan gejala yang merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan sebagainya.(Soekidjo 2005).Burmawi Seramat 2003 mengatakan bahwa sikap berhubungan dengan tindakan pemanfaatan.Menurut hasil penelitian dan juga menurut penelitian Elisabet (2007) menunjukkan bahwa sikap mempunyai hubungan dengan pemanfaatan jamban.


(51)

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan terbanyak adalah dapat diketahui bahwa dari 100 responden, responden yang tidak sekolah, SD, SMP dengan Pemanfaatan buruk adalah yang dominan yakni 71 orang (71,0), sedangkanSMA, Kuliah dengan pemanfaatan buruk ada 13orang (13,0%).

Hasil penelitian dengan menggunakan uji exact fisher menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan responden dengan pemanfaatan bucket latrinedi Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan Tahun 2013 dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05).

Menurut Sander (2005) dalam skripsi Sitinjak mengatakan pendidikan berpengaruh terhadap kedewasaan berpikir seseorang.Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan lebih terbuka dengan perubahan.Pendidikan yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan untuk mencegah terjadinya peanyakit menular yang salah satunya diare. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan bucket latrine, diharapkan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi akan semakin besar kemungkinannya ia memanfaatkan jamban. Hasil penelitian Sutomo,S, dkk (1983) diperoleh hasil bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan jamban.

5.3. Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Bucket Latrine

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan persentase respondendapat diketahui bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang


(52)

mempunyai pengetahuan buruk danpemanfaatanburuk ada 63 orang (63,0%), dan yang pengetahuan baik mempunyai tindakan buruk ada 21 orang (21,0%).

Hasil uji exact fisher dengan α = 0,05 menunjukkan bahwa pengetahuan berhubungan dengan tindakan pemanfaatan bucket latrine dengan (p=0,006)

Hal tersebut dipengaruhi oleh rendahnya sosialisasi dari tokoh masyarakat dan peran petugas kesehatan kepada warga tentang pemanfaatan, keuntungan, keadaan serta pemeliharan bucket latrine. Namun warga yang mendapat sosialisasi tentang bucket latrine berdasarkan hasil penelitian, maka akan memiliki pengetahuan baik yang berdampak pula pada pemanfaatan jamban ini.

Hal ini sesuai teori Notoadtmodjo, S, (1997), Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour) . Apabila sesuatu tindakan didasari oleh pengetahuan, maka tindakan tersebut akan bersifat langgeng dan sebaliknya. Dalam teori perilaku, pengetahuan merupakan salah satu tahap dari tiga tahapan yang dapat terjadi pada seseorang untuk menerima atau mengadopsi suatu perilaku baru. Sehubungan dengan pemanfaatan jamban, maka masyarakat yang berpengetahuan baik tentang jamban dengan hubungannya dengan penyebaran penyakit, dapat diharapkan akan memanfaatkan jamban. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Elisabet (2007) di kota Kaban Jahe bahwa adanya hubungan pengetahuan terhadap pemanfaatan jamban.


(53)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang mempunyai sikap buruk dan tindakan buruk ada 70 orang (70,0%),sedangkan yang pengetahuan baik tindakan buruk ada 14 orang (14,0%).

Hasil uji exact fisher dengan derajat kepercayaan α = 0,05 menunjukkan bahwa sikap berhubungan dengan tindakan pemanfaatan bucket latrine dengan (p=0,001).

Hal tersebut dipengaruhi oleh rendahnya sosialisasi dari tokoh masyarakat dan peran petugas kesehatan kepada warga tentang pemanfaatan, keuntungan, keadaan serta pemeliharan bucket latrine. Namun warga yang mendapat sosialisasi yang cukup tentang bucket latrine berdasarkan hasil penelitian, maka akan memiliki sikap baik yang berdampak pula pada pemanfaatan bucket latrine ini. Semakin tinggi sikap seseorang mengenai pemanfaatan jamban maka semakin baik pula pemanfaatan jamban ini.

Sikap adalah respon tertutup pada seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan pendapat dan emosi yang bersangkutan (suka-tidak suka, setuju-tidak setuju).Sikap juga kumpulan gejala yang merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan

sebagainya.(Notoadtmojo, 2005).Burmawi S(2003) mengatakan bahwa sikap berhubungan dengan kepemilikan dan pemakaian jamban.Menurut hasil penelitian dan juga menurut penelitian Elisabet (2007) menunjukkan bahwa sikap mempunyai hubungan dengan kepemilikan jamban.


(54)

5.5. Hubungan Ketersediaan Air Bersih Terhadap Pemanfatan Bucket Latrine

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Ketersediaan Air Bersihpada rumah responden yang cukup dengan tindakan baik 16% lebih rendah daripada yang ketersediaan air bersih yang cukup tindakan kurang 79%.

Hasil uji exact fisher dengan α = 0,05 menunjukkan bahwa ketersediaan air bersih berhubungan dengan tindakan pemanfaatan jamban dengan (p= 0,020).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dapat dilihat bahwa responden lebih membutuhkan ketersediaan air yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari dari pada kepemilikan bucket latrine. Namun agar dapat menggunakan bucket latrine dengan baik maka ketersediaan air bersih yang cukup merupakan hal penting agar warga menggunakan jamban dengan baik.

5.7. Hubungan Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pemanfatan Bucket Latrine

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang Peran Petugas Kesehatan Kurang dan tindakan buruk ada 84 orang (84,0%), dan yangPeran Petugas Kesehatanbaik mempunyai tindakan baik ada 7 orang (7%).


(55)

Hasil uji exact fisher dengan α = 0,005 menunjukkan bahwa kondisi jamban berhubungan dengan tindakan pemanfaatan bucket latrine dengan (p=0,001). Semakin baik peran petugas semakin baik juga pemanfaatan jamban.

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan, petugas kesehatan merupakan orang yang memiliki cukup pengaruh dalam mengubah perilaku kesehatan seseorang. Semakin banyak petugas kesehatan memberikan penyuluhan maka semakin tinggi juga perubahan perilaku warga dalam hal ini pemanfaatan jamban.

Hal ini di dukung teori peran penyuluh kesehatan adalah memotivasi sekaligus menjadi penggerak di masyarakat dalam memelihara kesehatan. Tugas dan tanggungjawab petugas yaitu melakukanpenyuluhan dan memfasilitasi masyarakat dalam memelihara kesehatannya (Notoadtmojo, 2005).

5.8. Hubungan Tokoh Masyarakat Terhadap Pemanfatan Bucket Latrine

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkandapat diketahui bahwa dari 100 responden, yang dominan adalah responden yang Peran Tokoh Masyarakat Kurang dan tindakan buruk ada 77 orang (77,0%), dan yangPeran Tokoh Masyarakatbaik tindakan buruk ada 9 orang (9,0%).

Hasil uji exact fisher dengan α = 0,005 menunjukkan bahwa peran tokoh masyarakat berhubungan dengan tindakan pemanfaatan jamban dengan (p=0,001). Semakin baik peran tokoh masyarakat maka semakin baik juga pemanfaatan jamban. Berdasarkan hasil wawancara dilapangan, peran tokoh masyarakat merupakan orang yang memiliki cukup pengaruh dalam mengubah perilaku seseorang, biasanya apa


(56)

yang dibuat atau dilakukan oleh tokoh masyarakat akan senantiasa ditiru oleh warga. Maka dari itu semakin banyak peran tokoh masyarakat dalam memberikan penyuluhan maka semakin tinggi juga perubahan perilaku warga dalam hal ini pemanfaatan jamban.

Tokoh masyarakat adalah penggerak dalam masyarakat.Biasanya tokoh masyarakat lebih dipercaya dan memiliki pengaruh di masyarakat. Kaitannya dengan pemanfaatan jamban adalah bahwa perubahan perilaku tokoh masyarakat akan diikuti oleh masyarakat itu sendiri.


(57)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan bucket latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan adalah faktor pendidikan (p=0,001),Pengetahuan(p=0,006), dan Sikap (p=0,001) dengan pemanfaatan jamban (p=0,001), kondisi bucket latrine (p=0,001) dan ketersediaan air bersih dengan (p=0,020), peran petugas kesehatan dengan (p=0,001) dan peran tokoh masyarakat (p=0,001).

2. Rendahnya pemanfaatan karena rendahnya sosialisasi oleh tokoh masyarakat dan petugas kesehatan kepada masyarakat tentang bucket latrine sehingga pengetahuan dan sikap masyarakat menjadi rendah.

3. Rendahnya pemanfaatan dipengaruhi oleh kondisi jamban dari segi konstruksi yang menyebabkan bucket latrine menjadi mudah goyang dan dapat dihempas ombak.

4. Rendahnya pemanfaatan juga disebabkan kurangnya upaya pemerintah dalam menanggulangi bucket latrine yang penuh sehinggga tidak dapat digunakan lagi.


(58)

6.2. Saran

1. Kepada pihak pemerintah khususnya Dinas Perumahan dan Pemukiman yang memberikan program pengadaan bucket latrine bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini diharapkan memperhatikan dengan melakukan survey kebutuhan warga terhadap sanitasi dasar, agar dapat diketahui sebenarnya apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di pinggir pantai, mengingat warga di daerah tersebut masih kesulitan dengan kualitas dan kuantitas air bersih yang didapatkan dari PAM di daerah tersebut.

2. Kepada pihak Pemerintah daerah Medan Belawan, hendaknya meningkatkan edukasi kepada warga sebelum diberikan bucket latrine ini kepada masyarakat agar masyarakat memiliki respon positif terhadap penggunaan, fungsi, serta pemeliharaan bucket latrine tersebut.

3. Kepada petugas kesehatan di wilayah tugas Puskesmas Kelurahan Bagan Deli diharapkan meningkatkan perannya dalam menyuluh masyarakat dalam pemanfaatan bucket latrine.

4. Kepada tokoh masyarakat di Kelurahan Bagan Deli diharapkan meningkatkan perannya dalam menyuluh masyarakat dalam pemanfaatan bucket latrine.

5. Kepada pihak Kelurahan agar dapat mengupayakan penyedotan, serta penanggulangan kerusakan bucket latrine, agar jamban tersebut dapat digunakan secara optimal


(59)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jamban

Menurut Soeparman (2003), jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa(cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkan.

Jamban adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus/WC dan memenuhi syarat jamban sehat atau baik. Manfaat jamban adalah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan kotoran manusia.

2.2. Jenis Jamban

Menurut Atika (2012) terdapat beberapa jenis jamban, yaitu : 1. Unsewered Areas

Merupakan suatu cara pembuangan tinja yang tidak menggunakan saluran air dan tempat pengelolaan air kotor. Terdapat beberapa cara antara lain :

a. Service Type

Merupakan metode pengumpulan tinja yang terbuat dari ember khusus yang diangkut ke TPA dan diletakkan pada lubang yang dangkal.Contoh masyarakat yang menggunkan tipe ini adalah masyarakat Bantul pada zaman dahulu.


(60)

b. Non Service Type (Sanitary Latrines)

Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan : 1) Bore Hole Latrine

Yaitu tipe dengan membuat lubang dengan dibor kemudian ditutup dengan tanah, berdiameter 30-40 cm dan dengan kedalaman 4-8 m. Tipe ini memeliki keuntungan dan kerugian masing-masing, diantaranya :

a. Keuntungan :

1. Tidak memerlukan pembersihan setiap hari untukmemindahkan tinja.

2. Memiliki lubang yang gelap dan tidak cocok bagi lalat untuk berkembangbiak.

3. Tidak menimbulkan pencemaran air. b. Kekurangan :

1. Lubang tersebut cepat penuh karena kapasitasnya kecil. 2. Alat khusus yang digunakan untuk menggali lubang tidak


(61)

Gambar 1. Bore Hole Latrine

2) Over Hung Latrine (buang tinja di kolam ikan )

Over Hung Latrineadalah metode pembungan tinja yang langsung di buang ke kolam ikan, dimana ikan pada kolam tersebut merupakan ikan pemakan tinja yakni ikan lele.

Gambar 2. Over Hung Latrine

3) Dug well Latrine

Merupakan pengembangan dari Bore Hole Latrine. Bila lubang telah penuh, lubang baru dapat dibuat lagi.

Sumber: soeparman


(62)

Sumber: soeparman

Sumber: soeparman

Gambar 3. Dug Well Laterine

4) Water Seal Latrine ( WC leher angsa )

Jamban jenis ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya : a) Memenuhi syarat estetika

b) Tidak menimbulkan bau c) Aman untuk anak-anak

d) Mencegah kontak dengan lalat


(63)

5) Bucket Latrine ( Pispot )

Bucket Latrine(pispot)adalah jamban yang menggunakan ember sebagai penampung tinja, dan nantinya tinja yang terkumpul pada ember penampung akan dikumpulkan pada suatu lubang yang akan ditimbun dan akan menjadi kompos.

Gambar 5. Bucket Laterine(pispot)

Bucket latrine memiliki dua tipe yakni bucket latrine (pispot) dan bucket latrine septic tank. Bucket latrine septic tank adalah jamban yang digunakan masyarakat Belawan yang pada dasarnya memiliki sistem kerja yang sama, akan tetapi yang membedakannya adalah pada bucket latrine septic tank terjadi proses dekomposisi seperti pada septic tank, sehingga tangki penampung pada bucket latrine septic tank dapat menampung tinja lebih banyak. Tinja yang sudah penuh pada tangki penampung akan diangkut dan akan ditimbun untuk dilakukan proses komposting(I Wash, 2012).


(64)

Gambar 6. Bucket Latrine Septic Tank

6) Trench Latrine ( buang tinja di sungai )

Trench latrine adalah proses pembuangan tinja yang dilakukan tanpa ada leher angsa dan septic tank, melainkan hanya saluran langsung yang dialirkan ke sungai.

Sumber : Fadhil (2012)


(65)

Sumber : Kumoro 7) Septictank

Merupakan cara yang efektif untuk pembuangan tinja rumah tangga yang memiliki air yang mencukupi tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem limbah penyaluran masyarakat. Cara ini memiliki keuntungan dan kerugian, diantaranya :

a. Keuntungannya adalah memudahkan proses dekomposisi oleh bakteri.

b. Kerugian :

1. Penggunaan desinfektan/air sabun berlebihan dapat membunuh bakteri dalam septictank.

2. Endapan lumpur yang menumpuk dapat mengurangi kapasitas septictank.

Gambar 8. Septictank

8) Aqua Privy (Cubluk Berair )

Merupakan bangunan kedap air yang diisi air seperti septic tank. Digunakan pada daerah padat penghuni.


(66)

Sumber : Kumoro

Gambar 9. Aqua Privy

9) Chemical Closet

Banyak digunakan dalam sarana transportasi, misal kereta api dan pesawat terbang. Kloset ini berisi cairan desinfektan seperti soda abu dan KOH.

c. Latrines Suitable for camps and temporary use

Merupakan jenis jamban yang dipakai untuk kebutuhan sementara, seperti perkemahan dan pengungsian.

2. Sewered Areas

Merupakan suatu cara pembuangan tinja dan air limbah dari rumah, kawasan industri dan perdagangan dilakukan melalui jaringan bawah tanah.

Dalam memilih jamban yang tepat untuk digunakan disuatu daerah, perlu diperhatikan kondisi geografi daerah tersebut. Kondisi geografis yang berbeda-beda membuat penggunaan jamban di masing-masing daerah juga berbeda. Adapun cara memilih pembangunan jamban yang tepat adalah sebagai berikut:


(67)

1. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air.

2. Jamban tangki/leher angsa untuk daerah yang cukup air dan padat penduduk karena dapat menggunakan multiple latrine yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik di gunakan beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran tinja 3-5 jamban).

3. Sedangkan untuk daerah pasang surut tempat penampungan tinja hendaknya di tinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang. Melihat segi pemilihan konstruksi pembuangan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain (Kumoro, 1998) :

a. Keadaan tanah, seperti susunan, kemiringan, dan permukaan tanah. b. Keadaan sosial ekonomi, dan pengetahuan masyarakat.

2.3. Persyaratan Jamban Sehat

Menurut Depkes, 2004 Suatu jamban disebut sehat jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut. 2. Tidak mengotori air permukaan dan air tanah di sekitarnya.

3. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa, dan binatanglain.

4. Tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara.

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:


(68)

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.

b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut.

2. Tidak mencemari tanah permukaan

a. Tidak buang air besar disembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.

b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk. b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat

menjadi sarang nyamuk.

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.


(69)

e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan.

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air.

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran.

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodic.

5. Aman digunakan oleh pemakainya

Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pemasangan batu atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain.

6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

a. Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran.

b. Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran.

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh.

d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.


(70)

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

2.4. Sanitasi Pembuangan Tinja

Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan bau. Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan pembuangan tinja. Adapun bagian-bagian dari sanitasi pembuangan tinja adalah sebagai berikut (Kumoro, 1998).

1. Rumah Kakus

Melihat fungsinya sebagai sarana pelindung bagi pemakai, maka rumah kakus sebaiknya terlindung dari pandangan orang, gangguan cuaca dan keamanan.

2. Lantai Kakus

Melihat fungsinya sebagai sarana penahan atau tempat pemakai lantai kakus harus baik, kuat, mudah dibersihkan, dan tidak menyerap air.

3. Tempat Duduk

Tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja, maka kondisinya harus memenuhi konstruksi yang kuat dan mudah dibersihkan dan juga bisa mengisolir rumah kakus menjadi tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat.

4. Lubang jamban


(71)

5. Kecukupan Air Bersih

Untuk menjaga kebersihan jamban kecukupan air bersih sangat perlu diperhatikan, jamban sebaiknya disiram dengan air minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang jamban atau closet. Tujuannya menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih, selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga sehingga mencegah penyakit menular.

6. Alat Pembersih

Alat pembersih meliputi sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar tidak berlumut, tempat jongkok tidak licin, dan lubang tempat penampung tinja.

7. Tempat Penampungan Tinja

Penampungan tinja yaitu lubang isolasi serta tempat proses penguraian tinja dan stabilisasi serta menurut sifatnya bisa berbentuk lubang tanah atau tangki dalam berbagai modifikasi.

8. Septictank

Septik tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, tinja dan air buangan mengalami dekomposisi. Di dalam tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari dan mengalami proses biologis dan kimiawi (Simanjuntak, 1999).


(72)

Agar syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, terlindungi dari panas dan hujan, serangga, binatang dan terlindungi dari pandangan orang (privasi).

2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat atau tempatberpijak yang kuat.

3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan dan tidak menimbulkan bau.

4. Jamban harus berada jauh (15 m) dari sumur atau sumber air tanah. Penentuan jarak tergantung pada :

a. Keadaan daerah datar atau lereng.

b. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam.

c. Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat atau kapur.

2.5. Pemeliharaan Jamban

Agar jamban tidak menjadi sumber penyakit, jamban sebaiknya dipelihara dengan baik dengan cara (Depkes, 2004):

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih 3. Tidak ada genangan air disekitar jamban

4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa 5. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat


(1)

7. Khozanatul Asrori, SH yang selalu mendampingi, memberikan motivasi, semangat dan dukungan moril maupun materil serta do’a yang luar biasa dalam tahap penyelesaian skripsi ini.

8. Kak Juli, Teteh Anggi, Bu Lili dan Sri Wahyuni, SKM kakak-kakak saya di FKM USU yang telah memberikan ide dan semangat hingga skripsi ini selesai.

9. Teman-teman seperjuangan saya di dalam PBL FKM USU Pekan Bahorok Rumah 2 yaitu Kak Mida, Kak Juli, Kak Sherli, Kak Licha, Kak Lina, Kak Winda, Kak febri, Bang Moris, Siska yang telah membuat banyak kenangan belajar bersama, survey bersama, hingga menggila bersama.

10. Teman-teman di LKP yaitu Vina, Putri, Sepka, Ade, Aini yang banyak memberikan pengalaman belajar serta hiburan bersama.

11. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehinggga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skrisi ini dapat menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, Juli 2013


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN... ... 1

1.1. Latar Belakang... ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus...5

1.4. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pengertian Jamban ... 7

2.2. Jenis Jamban ... 7

2.3. Persyaratan Jamban Sehat ... 8

2.4. Sanitasi Pembuangan Tinja ... 11

2.5. Metode Pembuangan Tinja Manusia ... 13

2.6. Pemeliharaan Jamban... 22

2.7. Pengertian Tinja ... 23

2.7.1. Tinja dan Hubungannya dengan Kesehatan Lingkungan ... 23

2.7.2. Penyakit yang Ditularkan oleh Tinja ... 24

2.7.3. E.Coli Sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan oleh Tinja 25 2.7.4. Pengelolan Tinja ... 26

2.8. Teori Perubahan Perilaku ... 27

2.8.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku ... 27

2.8.1.1. Pengetahuan ... 28

2.8.1.2. Pendidikan ... 29

2.8.1.3. Sikap... 29

2.8.1.4. Pekerjaan ... 30

2.8.2. Perbedaan Perilaku Individu... 33

2.8.3. Teori Partisipasi ... 34

2.9. Kerangka Konsep ... 36

BAB III METODE PENELITIAN... ... 37

3.1. Jenis Penelitian... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian...37

3.2.2 Waktu Penelitian... 37


(3)

3.3.1 Populasi... 37

3.3.2 Sampel...38

3.3.2.1. Besar Sampel... 38

3.3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4.1 Data Primer ... 39

3.4.2 Data Sekunder ... 39

3.5 Definisi Operasional ... 39

3.6 Aspek Pengukuran ... 40

3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)... 40

3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 43

3.7. Teknik Analisa Data ... 44

3.7.1 Analisa Univariat ... 44

3.7.2 Analisa Bivariat ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

4.1.1. Geografi... 45

4.1.2. Demografi ... 45

4.2. Analisa Data Univariat ... 45

4.2.1. Faktor Pemudah ... 46

4.2.1.1. Pendidikan ... 46

4.2.1.2. Pekerjaan ... 46

4.2.1.3. Pengetahuan ... 47

4.2.1.4. Sikap... 47

4.2.2. Faktor Pemungkin ... 48

4.2.2.1. Kondisi Jamban ... 48

4.2.2.2. Ketersediaan ... 48

4.2.2.3. Kondisi Air Pasang ... 49

4.2.2.4. Perawatan Jamban Bucket Latrine ... 49

4.2.2.5. Penyedotan ... 49

4.2.2.6. Kejadian Penyakit Berbasis Lingkungan ... 50

4.2.3. Faktor Penguat ... 50

4.2.4.1. Peran Petugas Kesehatan ... 51

4.2.4.2. Peran Tokoh Masyarakat ... 51

4.2.4. Tindakan Pemanfaatan ... 51

4.3. Analisa Bivoriat ... 51

4.3.1. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine ... 52

4.3.2. Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Bucket Latrine52 4.3.3. Hubungan Sikap Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine ... 53

4.3.4. Hubungan Antara Kondisi Jamban Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine ... 54


(4)

Pemanfaatan Bucket Latrine ... 55

4.3.6. Hubungan Antara Peran Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine ... 56

4.3.7. Hubungan Antara Peran Tokoh Masyarakat Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 58

5.1. Hubungan Pendidikan Responden Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine ... 58

5.2. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine ... 59

5.3. Hubungan Sikap Terhadap Pemanfaatan Bucket Latrine ... 60

5.4. Hubungan Kondisi Bucket Latrine Terhadap Pemanfaatan Bucket Latrine ... 60

5.5. Hubungan Ketersediaan Air Bersih Terhadap Pemanfaatan Bucket Latrine ... 61

5.6. Hubungan Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Bucket Latrine ... 61

5.7. Hubungan Tokoh Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Bucket Latrine ... 62

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III LAMPIRAN IV


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Kelurahan Bagaan Deli Kecamatan Medan Belawan

Tahun 2013 ... 46 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di

Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

Tahun 2013 ... 46 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Jamban bucket

latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

Tahun 2013 ... 47 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap

bucket latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan

Belawan Tahun 2013 ... 47 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kondisi Jamban (bucket latrine) di

Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Ketersediaan Air Bersih di Kelurahan

Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013 ... 48 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Kondisi Air Pasang di Kelurahan Bagan

Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013... 48 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Penyedotan Jamban bucket latrine di

Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013 ... 49 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan Pada

Responden di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan

Belawan Tahun 2013... 50 Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Peran Tokoh Masyarakat Pada

Responden di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan

Belawan Tahun 2013... 51 Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Tindakan Pemanfaatan Jamban

bucket latrine di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan

Belawan Tahun 2013... 51 Tabel 4.12. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan

Pemanfaatan Bucket Latrine di Kelurahan Bagan Deli

Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013 ... 52 Tabel 4.13 Hubungan Antara Pengetahuan Responden Dengan Pemanfaatan

BucketLatrine. ... 53

Tabel 4.14 Hubungan Antara Sikap Responden Dengan

Pemanfaatan BucketLatrine. ... 53 Tabel 4.15. Hubungan Antara Kondisi Bucket Latrine Responden

Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine. ... 54 Tabel 4.16. Hubungan Antara Ketersediaan Air Bersih Responden

Dengan Pemanfaatan Bucket Latrine. ... 55 Tabel 4.17. Hubungan Antara Peran Petugas Kesehatan Dengan


(6)

Pemanfaatan Bucket Latrine. ... 56 Tabel 4.18. Hubungan Antara Peran Tokoh Masyarakat Dengan