2. Kelas lain Scuds Order Amphipoda, Family Gammaridae
Sowbugs Order Isopoda, Family Asellidae Crayfish Order Decapoda, Family Cambaridae
C. Indikator untuk perairan berkualitas buruk 1. Kelas Serangga
Midge Larva Order Diptera, Family Chironomidae Blackfly Larva Order Diptera, Family Simulidae
2. Kelas lain Pouch Snail Order Gastropoda, Family Physidae
Planorbid Snail Order Gastropoda, Family Planorbidae Leech Class Hirudinea
Aquatic Worm Class Oligochaeta
2.4 Faktor Fisika - Kimia yang Mempengaruhi Komunitas Makrozoobentos
Menurut Nybakken 1992, sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti
makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik fisika- kimia perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi. Menurut
Barus 2004, dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan
kualitas perairan.
Universitas Sumatera Utara
Faktor abiotik fisika-kimia perairan yang mempengaruhi komunitas makrozoobentos antara lain:
2.4.1 Kecepatan arus Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan
hulu topografi badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian elevasi tersebut maka arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi
substrat dasar sedimen dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada.
Kaitannya dengan kecepatan arus Odum 1971 dalam Suradi 1993 menyebutkan tujuh bentuk adaptasi yang dilakukan makrozoobentos, yaitu:
a. Membentuk kait dan alat pelekat.
b. Melekat pada substrat yang kokoh.
c. Bentuk tubuh yang sesuai.
d. Tubuh pipih.
e. Reotaksis positif.
f. Tigmotaksis positif.
g. Bagian tubuh melekat.
Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penentu kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Pada perairan yang relatif tenang dan banyak
ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan perairan dengan arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari
kelompok Insekta dan Hirudinae Koesbiono, 1979.
Universitas Sumatera Utara
Organisme yang ada di dasar sungai bergantung kepada sifat dasar sungainya. Dasar sungai tergantung kepada kecepatan arus air jika aliran sungai deras, maka
dasar sungai mengandung kerikil dan pasir. Jika arus hampir diam, maka dasar sungai adalah lumpur Sastrawidjaya, 1991.
2.4.2 Temperatur Air Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran temperatur air
merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat
dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’ Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10
C hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat
meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang
tumbuh di tepi Brehm dan Meijering, 1990 dalam Barus, 2004. Temperatur air pada suatu perairan merupakan faktor pembatas bagi
pertumbuhan dan distribusi makroinvertebrata air. Pada umumnya temperatur di atas 30
C dapat menekan populasi makroinvertebrata air Odum, 1994. Welch 1980 menyatakan bahwa hewan makroinvertebrata air pada masa perkembangan awal
sangat rentan terhadap temperatur tinggi dan pada tingkatan tertentu dapat mempercepat siklus hidup sehingga lebih cepat dewasa. James dan Evison 1979
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa temperatur yang tinggi menyebabkan semakin rendahnya kelarutan oksigen yang menyebabkan sulitnya organisme akuatik dalam melakukan
respirasi karena rendahnya kadar oksigen terlarut. 2.4.3 Penetrasi Cahaya
Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan
Brower et al., 1990. Menurut Koesbiono 1979, pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Sehingga menurunkan aktifitas
fotosintesis fitoplankton dan alga, akibatnya menurunkan produktivitas perairan. Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan, menurut Sandy 1985 sangat
dipengaruhi oleh musim. Pada waktu musim penghujan kandungan lumpur relatif lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi; sedangkan pada musim kemarau
tingkat kekeruhan air sungai dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai.
Menurut Sastrawijaya 1991, cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya
cahaya matahari disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak larut seperti debu, tanah liat maupun mikroorganisme air yang mengakibatkan
air menjadi keruh. 2.4.4 Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat- sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian
Universitas Sumatera Utara
lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke mengabsorbsi
cahaya matahari. Efek ini terutama akan terlihat pada daerah hulu yang aliran airnya umumnya masih kecil dan sempit.
Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Larva dari Baetis
rhodani akan bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya, dimana jika intensitas cahaya matahari berkurang, hewan ini akan ke luar dari tempat perlindungannya yang
terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar perairan, bergerak menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makanan Barus, 2004.
2.4.5 DO Disolved Oxygen Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem air, yaitu untuk respirasi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi temperatur, dimana kelarutan maksimum oksigen di
dalam air pada temperatur 0 C sebesar 14,16 mgl O
2
, kelarutan ini akan menurun jika temperatur air meningkat Barus, 2004.
Menurut Sanusi 2004, nilai DO yang berkisar di antara 5,45 – 7,00 mgl cukup bagi proses kehidupan biota perairan. Barus 2004, menegaskan bahwa nilai
oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mgl, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut.
Disamgukur konsentrasi oksigen terlarut, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih men
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 BOD Biochemichal Oxygen Demand BOD
Biochemichal Oxgen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikro organisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur
pada temperatur 20 C. Untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam
limbah rumah tangga secara sempurna, mikro organisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama
dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang
lebih 70, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari BOD
5
, Barus, 2004.
Menurut Brower,
et al., 1990 , nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan, perairan tergolong baik jika konsumsi O
2
selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mgl O
2
maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi O
2
berkisar antara 10 mgl – 20 mgl O
2
akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD
umumnya lebih besar dari 100 mgl. 2.4.7 COD Chemical Oxygen Demand
COD Chemical Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen untuk
menguraikan bahan organik secara kimia. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukartidak bisa diuraikan secara biologis Barus, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 pH Derajat Keasaman Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai
pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5.
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme Barus, 2004
2.4.9 Kandungan Nitrat dan Fosfat Amonium dan amoniak merupakan produk penguraian protein yang masuk ke
dalam badan sungai terutama melalui limbah domestik. Konsentrasinya di dalam sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang
disebabkan adanya aktifitas mikro organisme di dalam air. Mikro organisme tersebut akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian
ini dikenal sebagai proses nitrifikasi. Proses oksidasi amonium menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri jenis Nitrosomonas, nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh
bakteri Nitrobacter. NH
4
+ O
2
→ NO
2
Amonium Nitrosomonas
Nitrit NO
2
+ O
2
→ NO
3
Nitrit Nitrobacter
Nitrat
Universitas Sumatera Utara
Proses oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut semakin berkurang, terutama pada musim kemarau saat curah hujan sangat sedikit
dimana volume aliran air di sungai menjadi rendah. Dibarengi dengan tingginya temperatur dan apabila volume limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju
oksidasi tersebut meningkat tajam. Keadaan ini bisa mengakibatkan konsentrasi oksigen menjadi sangat rendah sehingga menimbulkan kondisi yang kritis bagi
organisme air Barus, 2004. Unsur fosfor dalam perairan sangat penting terutama dalam pembentukan
protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor dalam suatu perairan alami berasal dari pelapukan batuan. Sumber fosfat lainnya berasal dari buangan limbah rumah
tangga, limbah pertanian dan buangan beberapa industri. Perairan yang mengandung fosfat tinggi melebihi kebutuhan normal organisme nabati yang ada, akan dapat
menyebabkan terjadinya eutrofikasi Alaert et.al., 1987. Menurut Wardoyo 1978 agar supaya kualitas air tetap baik dan aman bagi organisme yang ada, maka
konsentrasi fosfat tidak melebihi dari 50 ppm. 2.4.10 Kandungan Organik Substrat
Menurut Seki 1982, komponen organik utama yang terdapat di dalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat, dan lemak. Sedangkan komponen lain
seperti asam organik, hidrokarbon, vitamin dan hormon juga di temukan di perairan. Tetapi hanya 10 dari material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat di
dasar perairan.
Universitas Sumatera Utara
Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobentos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi
makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai
organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi
hewan bentos Koesbiono, 1979.
Universitas Sumatera Utara
BAB III BAHAN DAN METODE