Daya serap air papan serat berkisar antara 14-67 dan nilai rataan daya serap air terbesar terdapat pada kombinasi suhu 150
o
C dengan tekanan kempa 0 kgcm
2
yaitu 65,6, sedangkan daya serap air terkecil terdapat pada kombinasi suhu 190
o
C dengan tekanan kempa 60 kgcm
2
yaitu 14,8 Siagian, 1983. Pengukuran daya serap air dilakukan dengan mengukur massa kering Mk,
kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah dilakukan perendaman selama 24 jam, kemudian diukur kembali massanya Mb.
Nilai daya serap air papan partikel dapat dihitung berdasarkan rumus SNI 03- 2105-1996 :
Daya Serap Air = 2.2
Dengan : Mb
= Massa basah gr Mk
= Massa kering gr
2. 8 Uji mekanik 2.8.1 Kekuatan Impak
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan
pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan- lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi
operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan
datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.
Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang
berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji
mengalami deformasi.
Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran
ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut, setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan
Universitas Sumatera Utara
tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan
menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah. Pada Gambar 6
memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode
Charpy
Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala dial penunjuk
yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak HI suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy menggunakan persamaan sebagai berikut :
A E
HI
2.3
Dimana : E
= Energi yang diserap, J A
= Luas penampang, cm
2
HI = Harga Impak, Jcm
2
Gambar 6 Model alat uji impak
Dengan mengetahui besarnya energi yang diserap oleh material maka kekuatan impak benda uji dapat dihitung sesuai persamaan 2.4 Instruction Manual
Toyo Seiki Izod impact tester.
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Uji Tarik
Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik
benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami
benda uji dengan extensometer, seperti terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Skema alat pengujian tarik dengan UTM
Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara
membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu. = F A
o
2.5 Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan
cara membagi perpanjangan gage length benda uji atau L, dengan panjang
awal. e =
L
o
= L L
o
= L - L
o
L
o
2.6 Karena tegangan dan regangan dipeoleh dengan cara membagi beban dan
perpanjangan dengan faktor yang konstan, kurva beban – perpanjangan akan mempunyai bentuk yang sama seperti pada gambar 8. Kedua kurva sering
dipergunakan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 8 Kurva Tegangan Regangan teknik
- Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada
komposisi, perlakukan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan, temperatur, dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-
parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan, dan
pengurangan luas. Parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan yang kedua menyatakan keuletan bahan.
2.8.3 Pengujian keteguhan patah Modulus Of RuptureMOR.
Pengujian Modulus Of Rupture MOR dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Mechine. Nilai MOR dapat dihitung dengan rumus JIS A 5908-2003 :
MOR 2.7
Dengan : MOR = Modulus of Rupture Modulus patah kgcm
2
B = Beban maksimum kg
Universitas Sumatera Utara
S = Jarak sanga cm
l = Lebar spesimen cm
t = Tebal spesimen cm
Contoh uji yang digunakan berukuran 12 x 2 x 1 cm pada kondisi kering udara dengan pola pembentukan seperti gambar berikut :
B
1 cm
Gambar 9 Cara Pembebanan Pengujian kuat lentur dan kuat patah
2.8.4 Pengujian kuat lentur Modulus of ElasticityMOE
Pengujian Modulus of Elasticity MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan memakaicontoh uji yang sama. Besarnya
defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu. Hasil pengujian kuat lentur pada papan partikel dapat diperoleh sesuai
dengan persamaan JIS A 5908-2003 :
MOE 2.8
Dengan : MOE = Modulus of ElasticityModulus Lentur kgcm
2
B = Beban sebelum batas proporsi kg
S = Jarak sangga cm
D = Lenturan pada beban cm
l = Lebar spesimen cm
Universitas Sumatera Utara
t = Tebal spesimen cm.
2.9 Prinsip Alat Thermal Analyzer DTA
Prinsip dasar dari thermal analyzer atau DTA adalah apabila dua buah krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang
berisi sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel kosong pembanding disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran
panas yang sama besar seperti yang terlihat pada Gambar 10, akan terjadi penyerapan panas yang berbeda oleh kedua krusibel tersebut.
Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperature yang menyebabkan terjadinya
suatu reaksi
endotermik. Apabila temperatur sampel Ts lebih besar dari temperatur pembanding Tr
maka yang terjadi adalah reaksi eksotermik tetapi apabila temperatur sample Ts lebih kecil dari pada temperatur pembanding Tr maka reaksi perubahan
yang terjadi adalah reaksi endotermik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
terjadinya reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika
atau kimian dengan mengeluarkan sejumlah panas yang mengakibatkat kenaikan Ts lebih besar dari Tr.
Sedangkan terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan fisika atau kimia yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah
panas yang mengakibatkan Ts lebih kecil dari Tr seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10 Sistem Pemanasan Dalam Tungku DTA
Gambar 11 Kurva Ideal Differential Thermal Analysis DTA
Tetapi apabila terjadi hanya perubahan base line atau membentuk tinggi puncak endotermik maupun eksotermik yang kecil maka hal itu kemungkinan hanya
terjadi transisi glass dan penyerapan panas. Dari beberapa hasil penelitian telah diperoleh bahwa adanya fenomena yang disebabkan oleh perubahan sifat
fisika atau kimia yang menyebabkan reaksi eksotermik maupun reaksi endotermik ditunjukkan pada tabel 2 dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Fenomena Reaksi Eksotermik dan Endotermik Suatu Bahan
Fenomena Reaksi
Reaksi Eksotermi Endotermi
NO Perubahan Fisika
1
2
3
4
5
6
7 Adsopsi
Desorpsi
Kristalisasi transisi
Peleburan Pembekuan Penguapan Perubahan
Fasa
Transisi
Glass -
X
X -
X
-
-
- X
-
X
X -
X
-
-
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam MIPA USU Medan. Untuk Uji
Fisis dan Mekanis di Laboratorium Penelitian FMIPA USU Medan serta Uji termal di PTKI.
b. Waktu penelitiannya dilaksanakan pada tahun 2011.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat yang akan digunakan - Neraca Analitik
- Alat pencampurpengaduk - Seperangkat alat pencetak Matrik dan Komposit
- Seperangkat alat hot Press - Seperangkat alat uji Mekanik
- Seperangkat alat uji Thermal - Seperangkat alat uji Fisik
b. Bahan yang akan digunakan - Tepung Gipsum
- A
crylic latex
- Serbuk tempurung kelapa - H
2
O
Universitas Sumatera Utara
3.3 Prosedur Penelitian
a. Proses pembuatan serbuk tempurung kelapa
Pada penelitian ini dipersiapkan proses pembuatan serbuk tdari tempeurung kelapa. Adapun prosesnya seperti
diagram alir pembuatan serbuk Tempurung kelapa berikut ini:
Serbuk Diayak dengan ayakan
80 mesh Dikeringkan
Dihaluskan dengan cara di tumbuk
Tempurung kelapa
Gambar 12 Diagram alir pembuatan serbuk tempurung kelapa
Universitas Sumatera Utara
b. Proses Pembuatan bahan spesimen penelitian Proses pembuatan spesimen penelitian dapat dilihat pada gambar diagram alir
berikut ini:
Serbuk tempurung kelapa
Gypsum
Dicampurkan dan diaduk agar homogen dengan
menggunakan mixer Diencerkan dengan
ditambah air 200 gr Acrylic latex
Dicampurkan dan diaduk agar terjadi
homogenisasi
Dikeringkan dalam oven suhu 45
C
Sifat Thermal Sifat Mekanik
Sifat Fisis Pengujian
Dicetak Tekan
- Densitas - Uji Tarik
- Endotermik - Penyerapan air
- Kuat LenturMOE - Eksotermik
- Kuat PatahMOR - Uji Impak
Gambar.13 Diagram alir pembuatan dan karakteristik spesimen
Universitas Sumatera Utara
3.4 Pengujian Sampel 3.4.1 Pengujian Densitas Density
Cara kerja pengujian Densitas diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dan mengacu pada standar SNI 03-2105 1996, prosedur yang dilakukan adalah :
1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran 1 x 1 x 1 cm
3
terlebih dahulu ditimbang di udara dan angkanya dicatat disebut dengan massa
kering Mk. 2. Sampel uji lalu direndam selama 24 jam dan dikeringkan dengan kertas
tissue lalu ditimbang di udara dan angkanya dicatat disebut dengan massa basah Mb.
3. Sampel uji ditimbang dalam air dan angkanya dicatat disebut dengan massa dalam air Msg.
Setelah diketahui nilainya, maka Densitas sampel dapat dihitung dengan persamaan 2.1.
3.4.2 Pengujian Serapan Air
Cara pengujian Serapan Air mengacu pada standar SNI 03-2105, 1996, prosedur yang dilakukan adalah :
1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran 1 x 1 x 1 cm
3
terlebih dahulu ditimbang dan angkanya dicatat disebut dengan massa kering Mk.
2. Sampel uji lalu direndam selama 24 jam dan dikeringkan dengan kertas koran lalu ditimbang dan angkanya dicatat disebut dengan massa basah Mb.
Setelah diketahui nilainya, maka Serapan Air sampel dapat dihitung dengan persamaan 2.2.
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Pengujian impak
Cara pengujian impak menggunakan mesin uji Wollpert werkstoff Pruf Maschine Type CPSA Metode charpy dengan menggunakan pendulum 4 Joule. Sampel uji
berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 1,5 cm x 1 cm. Prosedur pengujian impak sbb:
1. Diatur terlebih dahulu jarum skala penunjuk harga impak pada posisi nol. 2. Diputar handel untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban pada
batas maksimum. 3. Benda uji diletakkan pada dengan posisi mendatar dengan posisi menyamping
arah datangnya pendulum. 4. Tombol pada tangkai pendulum dilepas sehingga pendulum berayun dan
menumbuk benda uji. 5. Dicatat nilai yang dihasilkan skala setelah tumbukan sampel.
6. Hasil skala yang diperoleh dikurang dengan energi kosong sebesar 0,02 joule. Dari persamaan 2.3 dapat dihitung besar harga impak.
3.4.4 Uji tarik
Pengujian kuat tarik menggunakan mesin uji Tokyo Testing Machine Type-20E MGF N0. 6079 dengan kapasitas 2000 Kgf. Pengukuran kuat tarik mengacu pada
SNI 03-3399-1994. Adapun prosedur pengujian sbb:
1. Benda uji dipersipakan sesuai dengan gambar dibawah ini:
30 mm
60 mm
Gambar 14 Model Sampel pengujian tarik
2. Benda uji ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian di cengkram dengan pemegang yang tersedia dimesin dengan jarak pencengkram 6 cm.
Universitas Sumatera Utara
3. Diberikan beban sebesar 100 Kgf sambil melakukan penarikan dengan kecepatan pembebanan 10 mm .menit.
4. Dicatat gaya tarik maksimum. Berdasarkan gaya tarik tersebut dengan menggunakan persamaan 2.4 maka
nilai kuat tariknya dapat dihitung.
3.4.5 Pengujian Kuat Lentur Modulus Of Elastis MOE.
Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM C 348 –2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM Universal
Testing Machine adalah : 1. Sampel berbentuk balok ukuran 12 x 2 x 1 cm
3
, kemudian diatur jarak titik tumpu sebagai dudukan sampel.
2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor ke arah atas maupun bawah., kemudian diarahkan switch ke arah on,
maka pembebanan secara otomatis akan bergerak.P 3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan swith ke arah off agar motor
berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel display. 4. Dengan menggunakan persamaan 2.6 , ditentukan kuat lentur.
3.4.6 Pengujian Kuat Patah Modulus Of Rapture MOR.
Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM C 348 –2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM
Universal Testing Machine adalah : 1. Sampel berbentuk balok ukuran 12 x 2 x 1 cm
3
, kemudian diatur jarak titik tumpu sebagai dudukan sampel.
2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor ke arah atas maupun bawah., kemudian diarahkan switch ke
arah on, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak.
Universitas Sumatera Utara
3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan swith ke arah off agar motor berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel
display. 4. Dengan menggunakan persamaan 2.7 , ditentukan kuat patah.
3.4.7 Pengujian Termal dengan DTA
Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal adalah Thermal analyzer DT- 30 Shimadzu, dengan prosedur Pengujian sebagai berikut:
1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan. 2. Benda uji dipotong – potong kecil dengan massa 30 mg. Lalu ditimbang Al
2
O
3
sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding. 3. Benda uji dan pembanding diletakkan diatas Termocoupel. Di Set Thermocoupel
Platinum Rhodium PR 15 mv, dan DTA Range 250 μV.
4. Alat pengukur temperature kemudian di set sampai menunjukkan pada temperature 650
C. 5. Pena recorder ditekan dan chart speed di set 2,5 mmmenit dengan laju
pemanasan 10 Cmenit.
6. Dilanjutkan dengan menekan tombol start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan.
Hasil Pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan Suhu endotermik dan suhu eksotermik.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Densitas
Hasil pengujian densitas mengacu pada standar SNI 03-2105 1996 dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini :
Gambar.4.1.1 Grafik Densitas – vs – komposisi sampel
Dari grafik diatas terlihat bahwa penambahan serbuk tempurung kelapa menaikkan kerapatan sususan atom spesimen. Ini dapat dilihat bahwa pada komposisi
395:5:100 densitasnya minimum yakni sebesar 1,09 grcm
3
dan komposisi 375:25:100 densitasnya maksimum yakni sebesar 1,17 grcm
3
. Densitas komposisi 375:25:100 merupakan densitas yang optimum dalam penelitian ini. Dengan
demikian hasil ini dapat membawa perubahan pada karakteristik gipsum itu sendiri karena adanya perubahan densitas yakni mengalami kenaikan. Besarnya nilai
densitas pada penelitian ini memiliki nilai diatas standar gipsum dimana standar
Universitas Sumatera Utara
densitas gipsum yang ditetapkan untuk papan gipsum sebesar 1 grcm
3
SNI, 1996 dan sesuai dengan standar ISO 8335, 1987 yakni
1 grcm
3
. Dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan plafon gipsum cetakan jaya board
diperoleh bahwa seluruh hasil pengujian spesimen memiliki nilai densitas diatas nilai densitas plafon gipsum jaya board, dimana hasil densitasnya sebesar 0.55
grcm
3
. Dari hasil ini maka dapat dilihat bahwa penambahan serbuk tempurung kelapa dengan pengikat lateks acrylic dapat menaikan nilai densitas gipsum.
4.1.2 Daya Serap Air
Dari hasil pengujian serapan air yang dilakukan dapat dilihat dari grafik berikut ini.
Gambar.4.1.2. Grafik daya serap air –vs- komposisi sampel
Dari nilai grafik diatas dapat kita lihat bahwa penambahan serbuk tempurung kelapa cenderung menurunkan nilai serapan air pada sampel uji dimana pada
komposisi minimum serbuk tempurung kelapa yakni 395:5:100 serapan airnya sekitar 40 sedangkan pada komposisi maksimum serbuk tempurung kelapa yakni
375:25:100 serapan airnya menjadi 31,7 . Komposisi 375:25:100 adalah komposisi yang optimum untuk penyerapan air dalam arti kemampuan serap air
menurun. Ini menunjukan penambahan serbuk tempurung kelapa mempengaruhi susunan atom spesimen dimana atom – atom serbuk tempurung kelapa cenderung
menyusup pada susunan atom gipsum sehingga memperkecil celah kekosongan
Universitas Sumatera Utara
pada susunan atom gipsum akibat tersusupi serbuk tempurung kelapa. Nilai yang diperoleh pada penelitian ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI 03-
2105 1996 yakni maksimum 50 sedangkan pada penelitian ini diperoleh nilai maksimum sebesar 40. Dari pengujian plafon gipsum jaya board yang telah
dilakukan dan menjadi standar diperoleh nilai serapan air sebesar 37,4, dari hasil ini dapat dilihat bahwa komposisi yang memenuhi standar plafon gipsum jaya
board berada pada komposisi 385:15;100, 380:20:100 dan 375:25:100 dengan nilai masing – masing 36, 35,4 dan 31,7. Dengan demikian bahan serbuk
tempurung kelapa sebagai filler pada penelitian ini masih memenuhi standar plafon gipsum jaya board pada penambahan serbuk diatas 3.
4.2 Sifat mekanik 4.2.1 Uji Impak
Dari pengujian impak hasilnya dapat dilihat dari grafik berikut ini :
Gambar 4.2.1 Grafik Uji Impak –vs- Komposisi sampel
Dari tampilan grafik diatas terlihat bahwa adanya kenaikan optimum pada komposisi tertentu yaitu pada komposisi 390:10:100 yaitu sebesar 1,06 x 10
-2
Jcm
2
sedangkan pada komposisi lainnya cenderung menurun. Hasil pengujian minimum berada pada komposisi minimum dan maksimum yakni sebesar 0,6 x 10
-2
Jcm
2
. Ini menunjukan adanya kecenderungan bahan mengalami kerapuhan ketika komposisi
Universitas Sumatera Utara
serbuk tempurung kelapa bertambah, hasil ini juga mengindikasikan berkurangnya ikatan antar serbuk menyusun dalam spesimen. Dari pengujian impak yang
dilakukan terhadap plafon gipsum cetakan jaya board diperoleh nilai impak sebesar 2 x 10
-2
Jcm
2
, sehingga dari hasil ini menunjukan bahwa spesimen penelitian ini masih memiliki nilai impak dibawah plafon gipsum jaya board.
Dengan demikian maka kemampuan bahan spesimen sangat lemah terhadap benturan.
4.2.2 Uji Tarik
Dari hasil pengujian tarik yang telah dilakukan terlihat bahwa komposisi serbuk tempurung kelapa sangat mempengaruhi nilai uji tariknya ini terlihat pada grafik
pengujian berikut ini.
Gambar.4.2.2 Grafik uji tarik –vs- Komposisi sampel
Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa nilai maksimum diperoleh pada komposisi 390:10:100 yakni sebesar 1,47 kPa yang merupakan hasil yang optimum pada
penelitian ini dan nilai minimum diperoleh pada komposisi 375:25:100 yakni sebesar 0,76 kPa. Dari data diatas menunjukkan bahwa penambahan serbuk
tempurung kelapa cenderung mengalami penurunan nilai uji tarik dan ini membuktikan bahwa adanya kegetasan benda uji karena melemahnya ikatan antar
atom penyusun benda uji tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Subianto 2003 bahwa terjadinya pelemahan ikatan karena berkurangnya
Universitas Sumatera Utara
penguatan elemen serbuk. Serta hasil pengujian yang dilakukan oleh Massijaya 2000 yang menyatakan bahwa ikatan antara partikel serbuk dengan pengikat
hanya ikatan mekanis saja dan tidak ada ikatan yang spesifik yang terjadi sehingga ikatan antar partikel lebih rendah. Dari pengujian tarik plafon gipsum cetakan jaya
board diperoleh nilai sebesar 90,65 kPa, dari hasil ini menunjukan bahwa seluruh hasil spesimen penelitian ini masih dibawah nilai uji tarik plafon gipsum jaya
board. Dengan demikian bahwa pencampuran serbuk tempurung kelapa mengurangi nilai uji tarik spesimen.
4.2.3 Uji Kuat Lentur Modulus Of Elastis
Hasil pengujian yang telah dilakukan pada uji kuat lentur memperlihatkan bahwa komposisi terbaik pengujian berada pada komposisi 395:05:100 dan 390:10:100
yakni sebesar 6294,64 Kgcm
2
yang merupakan komposisi optimum. Ini dapat kita lihat dari grafik pengujian berikut ini:
Gambar.4.2.3. Grafik Uji Kuat Lentur – vs- Komposisi sampel Nilai pengujian minimum berada pada komposisi 375:25:100 yakni sebesar
5916,67 kgcm
2
. Ini mengindikasikan adanya penurunan nilai kuat lentur pada pengujian yang telah dilakukan. Hasil ini juga membuktikan bahwa penambahan
serbuk cenderung memperlemah ikatan atom – atom penyusun bahan uji. Pelemahan ini diakibatkan karena ikatan yang terjadi antara serbuk dengan
pengikat hanya ikatan mekanis saja, sehingga ada kecenderungan ikatan antar
Universitas Sumatera Utara
partikel menjadi semakin rendah. Massijaya 2003. Dari pengujian kuat lentur yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum jaya board diperoleh nilai 1578.298
kgcm
2
. Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai seluruh komposisi pengujian spesimen masih memiliki nilai diatas nilai uji kuat lentur plafon gipsum
jaya board yang menjadi standar pada pengujian ini dimana nilai pengujian minimum uji kuat lentur spesimen sebesar 5916,67 kgcm
2
.
4.2.4 Uji Kuat Patah Modulus Of Rapture
Hasil yang telah didapatkan pada pengujian kuat patah memperlihatkan bahwa komposisi 390:10:100 merupakan komposisi yang memiliki nilai optimum yakni
sebesar 2,79 MPa Sedangkan komposisi 375:25:100 memiliki nilai pengujian yang minimu yakni sebesar 2,51 MPa. Nilai pengujian ini dapat kita lihat dari hasil
grafik berikut ini :
Gambar 4.2.4. Grafik Uji Kuat Patah-vs- komposisi sampel
Dari gambar grafik diatas memperlihatkan bahwa komposisi 390:10:100 memiliki kemampuan yang optimum dari seluruh pengujian mekanis yang telah dilakukan.
Hal ini mengindikasikan adanya homogenisasi seluruh atom penyusun spesimen pada komposisi yang termaksud diatas. Dalam pengujian mekanis ini terlihat
bahwa adanya kecenderungan melemahnya kekuatan bahan. Hal ini meungkin disebabkan karena pengaruh serbuk pengisi yang tidak ada penguatan ikatan antan
Universitas Sumatera Utara
elemen Subianto, 2000 atau karena pengaruh pengikat Massijaya, 2003. Dari pengujian kuat patah yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum jaya board
diperoleh nilai 1,53 MPa. Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai seluruh komposisi pengujian spesimen masih memiliki nilai diatas nilai uji kuat
patah plafon gipsum jaya board yang menjadi standar pada pengujian ini dimana nilai pengujian minimum uji kuat lentur spesimen sebesar 2,50 MPa.
Dari seluruh hasil pengujian mekanik terlihat bahwa komposisi 390:10:100 pada penelitian ini merupakan komposisi yang optimum dengan bahan pengikat lateks
akrilik. Hasil ini menunjukan bahwa adanya homogenisasi antara gipsum + serbuk tempurung kelapa + lateks akrilik dimana terjadinya ikatan mekanis yang baik
antara bahan pengikat dengan serbuk. Terbentuknya ikatan mekanis yang baik karena bahan pengikat mengisi seluruh pori-pori permukaan antar partikel
penyusun spesimen. Dengan demikian maka terjadi kenaikan sifat mekanik bahan spesimen.
4.3 Sifat termal
Pengujian sifat thernmal dilakukan dengan menggunakan DTA, dari pengujian ini dapat dilihat bahwa penambahan serbuk cenderung menurunkan suhu
endotermiknya. Hasil grafiknya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar.4.3.1 Uji DTA Komposisi 395:5:100 Tegangan mV
T e
m p
e r
a t
u r
C
Universitas Sumatera Utara
T e
m p
e r
a t
u r
C
Gambar 4.3.2 Uji DTA komposisi 375:25:100 Tegangan mV
Dari pengukuran grafik DTA yang telah dilakukan terlihat bahwa pada komposisi 395:5:100, temperatur endotermik berada pada kisaran 150
C, sedangkan pada komposisi
Universitas Sumatera Utara
375:25:100 temperatur endotermiknya sekitar 160 C. Untuk temperatur titik gelas, titik
kritis, titik lebur yang merupakan suhu eksotermik, pada komposisi 395:05:100 suhu eksotermik temperatur titik gelas sekitar 255
C, temperatur kritis 306 C, temperatur
melebur 368 C, sedangkan pada komposisi 375:25:100 temperatur titik gelas 245
C, temperatur kritis 300
C dan temperatur lebur 355 C. Dari hasil ini terlihat bahwa adanya
kecenderungan kemampuan spesimen untuk menyimpan kalor berkurang pada suhu eksotermik dengan penambahan serbuk pengisi. Dari hasil diatas komposisi terbaik untuk
nilai endotermik berada pada 375:25:100 yaitu sebesar 160 C. Temperatur endotermik
spesimen masih diatas temperature endotermik gipsum dimana temperature endotermik gipsum sekitar 135
C Hasil uji DTA Johaidin Saragih Dkk, sehingga bahan dapat digunakan sebagai plafon. Karena penggunaan plafon sangat erat kaitannya dengan
endotermik bahan dimana agar dapat diketahui kemampuan bahan dalam penyerapan panas maka pada penelitian ini dititik beratkan pada sifat endotermik. Sehingga hasil
spesimen yang diuji masih memiliki kemampuan yang sangat baik dalam penyerapan panas sampai temperatur diatas 135
C.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Bahwa bahan spesimen plafon gipsum yang telah dibuat sifat fisisnya masih memiliki nilai yang baik dan masih diatas standar fisis plafon gipsum jaya
board, dan sifat mekanik khususnya uji kuat lentur dan kuat patah memliki nilai diatas standar plafon gipsum jaya board, tetapi nilai impak dan uji tarik
dibawah nilai standar plafon gipsum jaya board.
2. Hasil uji fisis didapat bahwa densitas minimum berada pada komposisi 395:5:100 yaitu dengan nilai 1,09 grcm
3
dan maksimum berada pada komposisi 375:25:100 yaitu dengan nilai 1,17 grcm
3
, sedangkan untuk daya serap air, kemampuan minimum untuk menyerap air berada pada komposisi 375:25:100 yaitu sebesar 31,70 dan
kemampuan maksimum berada pada komposisi 395:5:100 yaitu sebesar 40, sehingga komposisi 375:25:100 merupakan komposisi yang optimum dalam pengujian fisis.
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar harga densitasnya maka semakin kecil daya serap airnya. Begitu juga sebaliknya. Dari hasil uji fisis ini menunjukkan bahwa
bahan yang dihasilkan ini masih sesuai dengan standar SNI 03-2105 1996 dimana Densitas gipsum hanya 1 grcm
3
dan daya serap air maksimum 50. Untuk pengujian plafon gipsum jaya board diperoleh nilai densitas 0,55 grcm
3
dan serapan air 37,4. 3. Hasil pengujian mekanik menunjukkan bahwa komposisi terbaik yang memiliki nilai
optimum pada penelitian ini berada pada komposisi 390:10:100 dimana uji impak berharga 1,6 x 10
-2
Jcm,
2
uji tarik 1,47 kPa, uji MOE 6294,64 kgcm
2
dan MOR 2,94MPa.
4. Dari pengujian thermal dengan DTA diperoleh bahwa pada komposisi 395:5:100 temperature endotermik berada pada kisaran 150
C, temperature eksotermik diantaranya temperatur titik gelas sekitar 255
C, temperatur kritis 306 C, temperatur
melebur 368 C, sedangkan pada komposisi 375:5:100 temperatur endotermiknya 160
Universitas Sumatera Utara
C, temperatur titik gelas 245 C, temperature kritis 300
C dan temperatur lebur 355 C.
5. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada komposisi 290:10:100 sangat baik digunakan sebagai plafon karena memiliki keunggulan pada sifat mekaniknya.
5.2 Saran
1. Demi lebih baiknya hasil ini sebaiknya dilakukan Uji Mikrostruktur agar diperoleh data yang akurat pelemahan bahan ini, dan uji TMA untuk
mendapatkan nilai kemampuan bahan untuk menyerap kalor kapasitas kalor. 2. Telah dicoba dengan pengikat lateks karet alam ternyata terjadi gumpalan
surfaktan, perekat lateks karet alam bereaksi dengan gipsum .Tambahkan surfaktan kedalam lateks karet alam agar dapat bercampur dengan gipsum
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Asbes http: Struktur Rumah. Blog Spot.Com2009Mengurangi Efek Buruk Asbes.HTML Diakses tgl 31 Desember 2010
Badan Standarisasi Nasional, Mutu Papan Partikel, 03-2105-1996. Dewan standarisasi Nasional.
Cut Fatimah Zuhra,S.Si,M.Si, 2006”Karet” USU Repository © 2006 Danu Prasetyawan ,2009” Sifat fisis, mekanis papan komposit dari serbuk sabut Kelapa
cocopeat dengan plastik polyethylene. Fakultas Kehutanan IPB. Desi Kiswiranti, 2007 Skripsi” Pemanfaat Serbuk Tempurung Kelapa Sebagai Alternatif
Serat Penguat Bahan Friksi Non-Asbes Pada Pembuatan Kampas Rem Sepeda Motor” Universitas Negeri Semarang.
Diana, dr “Asbes sebagai faktor risiko mesotelioma pada pekerja yang terpajan asbes” Jurnal Kedokteran Trisakti, 2002.
Gultom, S. 2010. Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis dan Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan.
Guralnik.D.B, 1979, Webster’s New World Dictionary Second Edition College. William Collins Publisher,Inc, Cleveland, Ohio.
Gypsum, http:www. Webmineral .Comdatagypsum.SHTML. Diakses tanggal 31 Desember 2010
Hubner,J.E. 1985”Gypsum Board With Reinforcement By Wood Flake. Bison Report, Frankfurt.
http:www. Sumatry.comartikelpengetahuan dasar64 - jenis – karet. Diakses tanggal 17 Januari 2011
http:www.bi.go.idNRrdonlyres7D0CFE3B-A68E-477D-A7C4-0322D3F2FE7616208 Tekhnologi proses karet 1. Pdf. Diakses tgl 18 Januari 2011
http:library.usu.ac.iddownloadfkgizi-halomoan . Diakses tanggal 18 Januari 2011
Iswanto, Apri Heri, 2008” Kayu lapis plywood USU e- Repository © 2009. Jacko, M.G., Tsang, P.H.S. and Rhee, S.K. 2003. Automative Friction
Materials Evaluation during The Past Decade. Troy : Allied Automotive Technical Center.
Made Sumarti Kardha dan Marsongko” Pengaruh Waktu Simpan Bahan Pemeka n-BA Terhadap Kualitas Pada Produksi Lateks Karet Alam Iradiasi” Pusat Aplikasi
Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN Massijaya MY, Hadi YS, Tambunan B, Bakar ES, Subari WA. 2000. Penggunaan Limbah
Plastik Sebagai Komponen Bahan Baku Papan Partikel. Jurnal Teknologi Hasil Hutan XIII 2:18-
Subiyanto B, Saragih E, Husin E. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa Sebagai Bahan Penyerap Air Dan Oli Berupa Panel Papan Partikel. J. Ilmu Teknologi Kayu
Tropis 1 1:26-34 Morshed, M.M and Haseeb, A.S.M.A. 2004. Physical and Chemical Characteristics of
Commercially Available Brake Shoe Lining Materials : A Comparative Study. Dhaka: Materials and Metallurgical Department, Bangladesh University of
Engineering and Technology.
Universitas Sumatera Utara
Sentono Kunrat, Toton, 1992. Diktat Gypsum Jakarta. Sinaga, Salon, 2008” Pembuatan Papan Gypsum Plafon Dengan Pengisi Limbah Padat
Pabrik Kertas Rokok dan Perekat Polivinil Alkohol, USU Medan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan
Agribisnis Kelapa. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2007. Roadmap Komoditi Kelapa. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta.
N., Darwis S. 1988. Tanaman Sela di antara Tanaman Kelapa. Departemen Pertanian, Jakarta
Dillon, H. S., 1993. Tinjauan Agribisnis Perkelapaan Indonesia. Di Dalam Prosiding Konperensi Nasional Kelapa III. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta Goutara dan S. Wijandi. 1975. Dasar Pengolahan Gula I. Agro Industri Press. Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, FATETA i IPB, Bogor Grimwood, W.C.. 1975. Coconut Palm Product. FAO, Rome
Itoh, T., Matsuyama, A., C.H. Widjaja, M.Z. Nasution J. Kumendong. 1985. Compositional of Nira Palm Juice of High Sugar Content from Palm Tree.
Proceeding of the IPB – JICA International Symposium on Agricultural Product, Processing and Technology. IPB and Japan International Cooperation Agency
Joseph, G. H dan Darwis, SN. 1987. Kadar Gula Nira pada Beberapa Kultivar Kelapa. Jurnal Penelitian Kelapa No. 2:65:80. Balai Penelitian Kelapa, Manado
Setyamidjaja, D. 1982. Kelapa Hibrida. Penerbut Kanisius, Yogyakarta. Setyamidjaja, D. 1984. Bertanam Kelapa. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Thampan, P. K. 1981. Handbook of Coconut Palm. Oxford and IBH Publ., Co, New Delhi. Thieme, J. G. 1968. Coconut Oil Processing. FAO, Rome
Woodroof, J.G. 1979. Coconut Production Processing Product. AVI Publ. Company. INC.,
Westport, Connecticut.
Lampiran I. Metode perhitungan
Universitas Sumatera Utara
Mk : Massa kering gr
Mb : Massa basah gr
Msg : Massa sampel gantung gr
Mkp : Massa kawat penggantung gr
Tabel 1 Pengujian sifat fisis Sampel Mkgr
Mbgr Msggr Mkpgr 395:05:100
1.25 1.75 22.22 21.61 390:10:100
1.09 1.51 22.13 21.61 385:15:100
1.25 1.70 22.20 21.61 380:20:100
1.22 1.65 22.15 21.61 375:25:100
1.23 1.62 22.18 21.61
1. Perhitungan Densitas: