Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Dan Bahan Perekat Polivinil Alkohol

(1)

PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN

PENGISI SERBUK BATANG KELAPA SAWIT DAN BAHAN

PEREKAT POLIVINIL ALKOHOL

TESIS

Oleh

INDRA RAHMADI

097026014/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN

PENGISI SERBUK BATANG KELAPA SAWIT DAN BAHAN

PEREKAT POLIVINIL ALKOHOL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi MagisterIlmu Fisika pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

INDRA RAHMADI

097026014/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul : PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON

DENGAN BAHAN PENGISI SERBUK

BATANG KELAPA SAWIT DAN BAHAN PEREKAT POLIVINIL ALKOHOL

Nama : INDRA RAHMADI

Nomor Induk Mahasiswa : 097026014 Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Muhammad Syukur, MS Ketua

Pof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Sutarman, M.Sc


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 14 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Syukur, MS Anggota : 1. Pof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D

2. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 3. Dr. Anwar Drama Sembiring, MS 4. Dr. Kerista Sebayang, MS


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGISI SERBUK BATANG KELAPA SAWIT DAN BAHAN PEREKAT

POLIVINIL ALKOHOL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, 14 Juni 2011

Indra Rahmadi NIM. 097026014


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Indra Rahmadi

NIM : 097026014

Program Studi : Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

“Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Dan Bahan Perekat Polivinil Alkohol”

Beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk

data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 14 Juni 2011


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Indra Rahmadi, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 24 Desember 1972

Alamat Rumah : Jl. Bunga Rinte Kompleks Puri Zahara Blok D 21 Medan

Telepon/HP : 08566161996

Email : indrarahmadi72@yahoo.co.id

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 6 Binjai

Alamat Kantor : Jl.A.R.Hakim No.66 A Kota Binjai Telepon/Faks/HP : 061-8830034

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 060826 Medan Tamat : 1985 SMP : SMP Negeri 2 Julok Rayeuk Aceh Timur Tamat : 1988 SMU : SMA Swasta Taman Siswa Binjai Tamat : 1991 Strata-1 : Fisika FMIPA USU Medan Tamat : 1998 Strata-2 : PSMF PPs FMIPA USU Medan Tamat : 2011


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Dan Bahan Perekat Polivinil Alkohol” ini dapat diselesaikan.

Dengan diselesaikannya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universtas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc, dan Sekretaris Program Studi Magister Fisika Dr. Anwar Darma Sembiring, MS beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Syukur, MS selaku Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian, dorongan, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini. 2. Bapak Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc, Bapak Dr. Anwar Darma Sembiring, MS,

dan Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Ibu Dr. Yugia Muis, M.Sc selaku Kepala Laboratoium Polimer FMIPA USU beserta staf atas fasilitas dan sarana yang diberikan selama penelitian.

4. Kepala Laboratorim Penelitian FMIPA USU dan Kepala Laboratorium PTKI Medan dalam bantuannya menganalisa sampel.


(9)

5. Ayahanda Ibrahim Gani M dan Ibunda Suwarni, Bapak Mertua Almarhum Prof.H.Ahmad Samin Siregar, SS dan Ibu Mertua Hj. Zahniar yang telah memberikan do’a restu serta dorongan moril maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

6. Istri tercinta Ameilia Zuliyanti Siregar, S.Si, M.Sc dan anak-anak tersayang Irli Masitah Marpaung dan Lira Tasya Marpaung yang rela dikurangi waktu kebersamaannya dan memberikan dorongan moril yang sangat besar sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

7. Abangda Dedi Aksaris Arif M.,S.Pd dan istri, adik-adik: Silvia Dewi Yuniarti M.,SE, Evi Yusnita Sari M.,A.Md dan suami, Ade Zulfikar Apriansyah M,ST, ipar-ipar, Ahdiat Leksi Siregar, ST, Dr.Alfian Zunaidi Siregar, Sp.OG dan istri, Aslinda Zuwita Siregar, S.Si, Apt dan suami, Afiati Zuriah Siregar, S.P. dan suami dan Adlin Zulhairi Siregar, A.Md

8. Rekan-rekan seangkatan 2009 yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu atas kekompakan dan kerjasamanya yang baik selama perkuliahan maupun selama penelitian.

9. Rekan-rekan sekalian mulai dari pimpinan, wakasek, dewan guru dan staf administrasi/pegawai di SMA Negeri 6 Binjai, SMP Swasta Eria Medan dan M.Ts.Ex.PGA Proyek Univa Medan yang telah memberikan support dan waktu yang luang sehingga terselesaikannya perkuliahan penulis ini.

10. Teman-teman perwiritan STM Al-Muhajirin dan jiran tetangga yang terus memberi semangat pada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Hormat Penulis,


(10)

PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGISI SERBUK BATANG KELAPA SAWIT DAN BAHAN PEREKAT

POLIVINIL ALKOHOL

ABSTRAK

Penelitian mengenai pembuatan papan gipsum plafon dengan bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan bahan perekat polivinil alkohol selesai dilakukan. Papan gipsum plafon dibuat dengan memvariasikan antara gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit yang kemudian dicampurkan bersama perekat polivinil alkohol. Dalam penelitian ini, gipsum merk Jayaboard digunakan sebagai pembanding. Karakterisasi mekanik mengacu pada SNI 03-2105-2006 dan SNI 07-6732-2002 yang merupakan prosedur standar dari pengujian. Variasi yang paling optimum dari pengujian mekanik diperoleh untuk gipsum 25 g, serbuk batang kelapa sawit 25 g, dan perekat polivinil alkohol 15 g dihasilkan nilai kuat lentur 4,07 MPa, modulus elastisitas 24,07 MPa, kuat tarik 1,52 MPa, dan impak 5000 J/m2. Akan tetapi hasil ini belum memenuhi SNI 03-6384-2000 tentang spesifikasi papan gipsum untuk hasil pengujian kuat lentur dan modulus elastisitas. Hasil karakterisasi sifat fisik diperoleh densitas 1,29 g/cm³, penyerapan air 46,93%, yang memenuhi SNI-01-4449-2006. Hasil karakterisasi sifat panas menghasilkan suhu transisi gelas sebesar 135oC, titik dekomposisi sebesar 445oC, dan menunjukkan bahwa campuran hanya terjadi pada ikatan secara fisis saja.


(11)

THE MANUFACTURE OF GYPSUM BOARD CEILING WITH A FILLER PALM OIL STEM POWDER AND POLYVINYL ALCOHOL ADHESIVE

ABSTRACT

The purpose of this resea rch is to produce a gypsum board ceiling using filler palm oil stem powder and polyvinyl alcohol adhesive. The gypsum board ceiling is produced by varying gypsum and a palm oil stem powder in which later mixed with polyvinyl alcohol adhesive. In this research, Gypsum Jayaboard is used as the standard of comparison. The mechanical characteristic is based on SNI 03-2105-2006 and SNI 07-6732-2001 which is the testing of standard procedure. The most optimum variations obtained by the mechanical testing of 25 g gypsum, 25 g of palm oil stem powder, and 15 g polivynil alcohol adhesive resulting 4,07 MPa of flexural strength value, 24,07 MPa of modulus of elasticity, 1,52 MPa of tensile strength, and 5000 J/m2 of impact. But the results do not meet specifications of SNI-6384-2000, it’s about spesifications of gypsum board to the test results for flexural strength and modulus of elasticity. For the results of physical properties characteristics obtained density are 1,29 g/cm3, 46,93% of water absorbtion, 135°C of glass transition temperature, 445oC of decomposition point, and showed that mixed physical bonding.


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR ISTILAH xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Pembatasan Masalah 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Gipsum 5

2.1.1 Pengolahan dan Pemanfaatan Gipsum 6

2.1.2 Sifat dan Jenis Gipsum 8

2.2 Papan Gipsum Plafon 9

2.2.1 Pemanfaatan Papan Gipsum Plafon Sebagai

Pengganti Asbes 10

2.3 Polivinil Alkohol (PVA) 11

2.4 Batang Kelapa Sawit 13


(13)

2.5 Karakterisasi Papan Gipsum Plafon 18

2.5.1 Uji Kuat Lentur 18

2.5.2 Uji Modulus Elastisitas 19

2.5.3 Uji Kuat Tarik 21

2.5.4 Uji Impak 22

2.5.5 Uji Densitas 25

2.5.6 Uji Penyerapan Air 25

2.5.7 Uji Termal dengan Differential Thermal Analysis

(DTA) 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 28

3.2 Bahan 28

3.3 Alat 28

3.4 Diagram Alir 29

3.4.1 Preparasi Batang Kelapa Sawit Sebagai Bahan

Pengisi Sawit 29

3.4.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Perekat Polivinil Alkohol dan Bahan Pengisi Serbuk Halus

Batang Kelapa Sawit 30

3.5 Prosedur 31

3.5.1 Preparasi Serbuk Batang Kelapa Sawit Sebagai

Bahan Pengisi 31

3.5.2. Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Perekat Polivinil Alkohol dan Bahan Pengisi Serbuk Halus

Batang Kelapa Sawit 31

3.5.3 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Tanpa Perekat Polivinil Alkohol dan Tanpa Bahan Pengisi Serbuk


(14)

3.5.4 Karakterisasi Papan Gipsum Plafon 32 3.5.4.1 Proses Pengujian Kuat Lentur 33 3.5.4.2 Proses Pengujian Modulus Elastisitas 33 3.5.4.3 Proses Pengujian Kuat Tarik 34

3.5.4.4 Proses Pengujian Impak 35

3.5.4.5 Proses Pengujian Densitas 36 3.5.4.6 Proses Pengujian Penyerapan Air 36 3.5.4.7 Proses Pengujian Termal Dengan DTA 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38

4.1 Hasil Pembuatan Papan Gipsum Plafon 38

4.2 Hasil Karakterisasi Papan Gipsum Plafon 38

4.2.1 Pengujian Kuat Lentur 38

4.2.2 Pengujian Modulus Elastisitas 41

4.2.3 Pengujian Kuat Tarik 43

4.2.4 Pengujian Impak 45

4.2.5 Pengujian Densitas 47

4.2.6 Pengujian Penyerapan Air 48

4.2.7 Pengujian Termal Dengan DTA 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 54

5.1 Kesimpulan 54

5.2 Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Komposisi Bahan PVA 12

2.2 Kelarutan PVA Dalam Air 13

2.3 Perbandingan Sifat Kayu Kelapa Sawit Dengan Beberapa

Jenis Kayu 16


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Bagan Alir Pengolahan Gipsum 7

2.2 Kuat Lentur 18

2.3 Modulus Elastisitas 20

2.4 Kuat Tarik 21

2.5 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Dengan Benda Uji

Charpy 23

3.1 Preparasi Batang Kelapa Sawit Menjadi Serbuk Halus 29 3.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengisi

Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit Menggunakan

Perekat Polivinil Alkohol 30

3.3 Sampel Uji Kuat Tarik 34

4.1 Grafik Hasil Pengukuran Uji Kuat Lentur dan Modulus

Elastisitas Terhadap Papan Gipsum Plafon 39 4.2 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Lentur Dengan

Terhadap Variasi Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA) 40 4.3 Grafik Hubungan Antara Nilai Modulus Elastisitas Terhadap

Variasi Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA) 41 4.4 Grafik Hasil Pengukuran Uji Kuat Tarik Terhadap

Papan Gipsum Plafon 43

4.5 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tarik Dengan


(17)

Nomor

Gambar Judul Halaman

4.6 Grafik Hubungan Antara Harga Impak Dengan Variasi

Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA) 46 4.7 Grafik Hubungan Antara Densitas Dengan Variasi

Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA) 47 4.8 Grafik Hubungan Antara Persentase Penyerapan Air

Dengan Variasi Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA) 48 4.9 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan

Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum Murni 50 4.10 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan

Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Sawit :

PVA (25:25:15) 50

4.11 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Sawit :


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A Kuat Lentur Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : PVA) L-1 B Kuat Modulus Elastisitas Dari Papan Gipsum Plafon

Terhadap Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : PVA) L-2 C Kuat Tarik Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : PVA) L-3 D Uji Impak Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : PVA) L-4 E Densitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : PVA) L-5 F Persentase Penyerapan Air Dari Papan Gipsum

Plafon Terhadap Sampel (Gipsum : Batang Kelapa

Sawit : PVA) L-6

G Data Hasil Perhitungan Perubahan Temperatur (∆T) Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa

Sawit : PVA) L-7

H Foto Hasil Pencetakan Papan Gipsum Plafon Dengan

Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit dan Perekat PVA L-8 I Foto Pengujian Mekanik dan Fisik Terhadap Sampel

Papan Gipsum Plafon L-9

J Foto Peralatan Penelitian L-10

K Foto Bahan Penelitian L-11

L Foto Aktivitas Penelitian L-12 M Standart Pengujian bahan dengan SNI L-13


(19)

DAFTAR ISTILAH

ASTM : American Standart for Testing and Material. Densitas : Ukuran kepadatan dari suatu material.

DTA : Differential Thermal Analysis, merupakan alat untuk mengidentifikasi sifat termal dari suatu senyawa.

Gipsum : Mineral yang bahan utamanya terdiri dari hydrated calcium sulfate.

Kuat Lentur : Kemampuan material untuk menahan deformasi di bawah beban hingga bengkok sebelum patah..

MOE : Tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya patah (Modulus of Elasticity) dari suatu material dalam kelengkungannya.

MPa : Satuan kekuatan tekan dalam satuan Mega Pascal. Plafon : Interior permukaan bagian atas dari ruangan yang

digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap.

PVA : Polivinil Alkohol yang bersifat adhesif dan berfungsi sebagai perekat.

SNI : Standar Nasional Indonesia Tg : Transisi Gelas dalam satuan oC.

Tm : Titik maksimum atau titik dekomposisi dalam satuan o


(20)

PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGISI SERBUK BATANG KELAPA SAWIT DAN BAHAN PEREKAT

POLIVINIL ALKOHOL

ABSTRAK

Penelitian mengenai pembuatan papan gipsum plafon dengan bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan bahan perekat polivinil alkohol selesai dilakukan. Papan gipsum plafon dibuat dengan memvariasikan antara gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit yang kemudian dicampurkan bersama perekat polivinil alkohol. Dalam penelitian ini, gipsum merk Jayaboard digunakan sebagai pembanding. Karakterisasi mekanik mengacu pada SNI 03-2105-2006 dan SNI 07-6732-2002 yang merupakan prosedur standar dari pengujian. Variasi yang paling optimum dari pengujian mekanik diperoleh untuk gipsum 25 g, serbuk batang kelapa sawit 25 g, dan perekat polivinil alkohol 15 g dihasilkan nilai kuat lentur 4,07 MPa, modulus elastisitas 24,07 MPa, kuat tarik 1,52 MPa, dan impak 5000 J/m2. Akan tetapi hasil ini belum memenuhi SNI 03-6384-2000 tentang spesifikasi papan gipsum untuk hasil pengujian kuat lentur dan modulus elastisitas. Hasil karakterisasi sifat fisik diperoleh densitas 1,29 g/cm³, penyerapan air 46,93%, yang memenuhi SNI-01-4449-2006. Hasil karakterisasi sifat panas menghasilkan suhu transisi gelas sebesar 135oC, titik dekomposisi sebesar 445oC, dan menunjukkan bahwa campuran hanya terjadi pada ikatan secara fisis saja.


(21)

THE MANUFACTURE OF GYPSUM BOARD CEILING WITH A FILLER PALM OIL STEM POWDER AND POLYVINYL ALCOHOL ADHESIVE

ABSTRACT

The purpose of this resea rch is to produce a gypsum board ceiling using filler palm oil stem powder and polyvinyl alcohol adhesive. The gypsum board ceiling is produced by varying gypsum and a palm oil stem powder in which later mixed with polyvinyl alcohol adhesive. In this research, Gypsum Jayaboard is used as the standard of comparison. The mechanical characteristic is based on SNI 03-2105-2006 and SNI 07-6732-2001 which is the testing of standard procedure. The most optimum variations obtained by the mechanical testing of 25 g gypsum, 25 g of palm oil stem powder, and 15 g polivynil alcohol adhesive resulting 4,07 MPa of flexural strength value, 24,07 MPa of modulus of elasticity, 1,52 MPa of tensile strength, and 5000 J/m2 of impact. But the results do not meet specifications of SNI-6384-2000, it’s about spesifications of gypsum board to the test results for flexural strength and modulus of elasticity. For the results of physical properties characteristics obtained density are 1,29 g/cm3, 46,93% of water absorbtion, 135°C of glass transition temperature, 445oC of decomposition point, and showed that mixed physical bonding.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin meningkatnya kebutuhan perumahan saat ini menyebabkan kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti yang kita ketahui bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap, langit-langit (plafon), dinding dan lantai. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat membuat bahan-bahan tersebut dengan mudah memperoleh bahan bakunya, mutunya baik, tidak mengganggu kesehatan dan kalau bisa ramah lingkungan. Hal ini bisa agak teratasi jika kita memanfaatkan bahan limbah atau bahan sisa untuk bahan bangunan tersebut.

Batang kelapa sawit selama ini belum dimanfaatkan secara optimal penggunaannya. Selama ini yang banyak dimanfaatkan serat sabut kelapa sawit dan cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar boiler, tandan kosong sebagai bahan baku papan serat. Namun batang kelapa sawit sejauh ini belum banyak digunakan secara optimal. Padahal dari keseluruhan kelapa sawit, batang kelapa sawit memiliki jumlah yang paling besar yaitu sekitar 70,2 %, jika dibandingkan dengan pelepah daun 10,16 %, tandan buah kosong 2,07 %, sabut kelapa sawit 1,62 % dan cangkang biji yang hanya 0,935%. Dan sifat-sifat yang dimiliki batang kelapa sawit ini tidak berbeda jauh dengan kayu – kayu yang biasa digunakan untuk perabot rumah tangga, sehingga tentunya hal ini dapat pula dimanfaatkan secara optimal penggunaannya. Untuk memanfaatkan batang kelapa sawit tersebut, juga mengefisiensi penggunaan kayu, maka perlu dicari bahan-bahan yang dinilai dapat menggantikan fungsi penggunaan kayu tersebut (Sitio, 2005).


(23)

Gipsum merupakan produk jadi setelah material baku, yang penggunaannya banyak untuk material bangunan. Papan gipsum salah satunya digunakan sebagai elemen dari dinding partisi dan plafon. Material ini kurang cukup familiar penggunaannya bagi masyarakat. Menurut Sitio (2005) papan gipsum plafon adalah interior permukaan bagian atas dari ruangan yang digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap, biasanya dibuat dari campuran semen, gipsum dan serat-serat seperti rami, serat-serat pakaian bekas atau kertas sebagai pengganti. Kelebihan dari papan gipsum selain dari memperindah ruangan, juga dapat menahan panas dari matahari yang langsung menyinari atap perumahan dengan melapisi dengan plafon yang terbuat dari gipsum tersebut. Tentunya hal ini dapat dicoba untuk mengoptimalkan penggunaannya dengan baik dengan memanfaatkan batang sawit tersebut sebagai bahan pengisi terhadap material gipsum, yang sekaligus dapat mengefisiensi penggunaan gipsum yang cukup berlebihan.

Beberapa penelitian sebelumnya tentang pembuatan papan gipsum baik yang penggunaannya sebagai partisi maupun sebagai plafon telah dilakukan antara lain yaitu telah dilakukan antara lain oleh Salon (2009) yang melakukan penelitian tentang pembuatan papan gipsum plafon dengan bahan pengisi limbah padat pabrik kertas rokok dengan perekat polivinil alkohol. Sama halnya yang dilakukan oleh Rosmaida (2009) meneliti tentang pembuatan papan gipsum tetapi difungsikan sebagai partisi dengan menggunakan dengan memanfaatkan limbah padat pabrik kertas rokok dengan perekat tepung tapioka. Dari kedua penelitian di atas, menggunakan komposisi perekat sebanyak 10% dari komposisi limbahnya dengan komposisi terbaik antara limbah dengan gipsum adalah (1:1). Basori (2009) melakukan penelitian tentang pembuatan gipsum dari limbah kalsium karbida. Sedangkan Kontogeorgos (2011) meneliti tentang sifat termal papan gipsum pada suhu dehidrasi. Polivinil Alkohol (PVA) merupakan polimer sintetis yang dibuat dari monomer vinil asetat. PVA bahan yang tepat sebagai bahan pengemulsi dan adhesi. PVA adalah lem kayu yang paling sering digunakan, baik sebagai lem putih atau lem kuning (lem tukang kayu). Dan penggunaan PVA sebagai bahan perekat antara


(24)

gipsum dengan limbah padat sudah berhasil dilakukan. Tentu hal ini menjadi alasan menggunakan PVA yang dinilai dapat berfungsi sebagai perekat kayu sehingga dapat terjadi ikatan antara gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk membuat papan gipsum yang berfungsi sebagai plafon untuk mengganti peranan asbes selama ini dengan memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi gipsum dengan menggunakan perekat polivinil alkohol.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh serbuk dari serbuk batang kelapa sawit sebagai

bahan pengisi pada pembuatan papan gipsum plafon menggunakan perekat polivinil alkohol terhadap sifat fisik, sifat panas, dan mekaniknya. 2. Berapakah kondisi optimum dari pencampuran antara gipsum dengan

serbuk batang kelapa sawit yang menggunakan perekat polivinil alkohol dalam pembuatan papan gipsum plafon.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan papan gipsum dari bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dengan menggunakan perekat polivinil alkohol.

2. Mengetahui pengaruh penambahan bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan perekat polivinil alkohol dalam pembuatan papan gipsum plafon ditinjau dari sifat fisik, sifat panas dan mekaniknya.

3. Mengetahui perbandingan yang paling optimum dari pencampuran antara gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit yang menggunakan perekat polivinil alkohol dalam pembuatan papan gipsum plafon.


(25)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai upaya pemanfaatan sisa olahan batang kelapa sawit sebagai pengisi pada pembuatan papan gipsum plafon.

2. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang teknologi pemilihan bahan baku khususnya tentang bahan baku pembuatan papan gipsum plafon.

3. Secara praktis, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif untuk menggantikan sebahagian bahan baku utama dalam pembuatan papan gipsum plafon yang relatif sulit didapatkan.

1.5 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Bahan utama pembuat papan gipsum yaitu gipsum sintetis merk Jaya Board.

2. Bahan pengisi menggunakan serbuk batang kelapa sawit yang diperoleh dari perumahan Kompleks Ikatan Dokter Indonesia.

3. Perekat yang dipakai yaitu polivinil alkohol.

4. Untuk variabel tetap yaitu perekat PVA (15 g), sedangkan variabel bebas yaitu gipsum dan serbuk batang kelapa sawit (45:5), (40:10), (35:15), (30:20), dan (25:25).

5. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji sifat mekanik (uji kuat lentur, uji modulus elastisitas, uji kuat tarik dan uji impak), uji sifat fisis (uji densitas, dan uji penyerapan air), dan uji panas dengan DTA.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gipsum

Gipsum adalah mineral hidrous kalsium sulfat (CaSO4.2H2O) yang terjadi di alam. Pada umumnya endapan gipsum berbentuk endapan sedimen mendatar, terletak dekat permukaan bumi dengan penyebaran yang luas, serta sering berasosiasi dengan batu kapur, serpih, batu pasir, marmer, dan lempung. Jenis batuan yang lain dan berasosiasi dengan gipsum anhidrat (CaSO4), yang masih merupakan mineral sulfat yang sejenis dengan gipsum tetapi tidak mengandung kristal H2O.

Endapan gipsum sebagian terbentuk dari air laut dan hanya sebahagian kecil berasal dari endapan danau yang mengandung air garam. Gipsum juga terjadi sebagai hasil kegiatan vulkanik, tempat gas H2 dan fumarol bereaksi dengan kapur dan hasil pelapukan batuan-batuan. Endapan gipsum ditemukan ke dalam lima jenis bentuk, yaitu :

1. Batuan gipsum yang berbentuk granular dan buram, mengandung sedikit dolomit, batu kapur, dari kadar CaSO4 76%.

2. Gipsit, bersifat lunak dan kurang murni.

3. Alabaster, berbentuk padat, berbutir halus, bagus berwarna putih dan agak bening. 4. Satinspar, berbentuk serat dan berkilap.

5. Selenit, berbentuk kristal dan transparan (Sentano, 1992).

Gips di lapangan didapatkan dalam bentuk lembaran pipih, kristalin, serabut, sedangkan di daerah batu gamping, ada batu gamping dan fumarol. Konsep utama terbentuknya gips adalah terdapatnya Ca 2+ dan SO4 2-, yang tersebut terakhir berasal dari belerang (S) atau pirit (FS2). Adanya kondisi reduksi dari daerah sedimentasi


(27)

yang bersifat karbonatan (misal pada batu lempung) akan menghasilkan gipsum yang berlembar pipih. Adanya fumarol dari daerah batuan yang bersifat karbonatan akan menghasilkan gips kristal. Demikian pula adanya pirit (FeS2). Di samping itu gipsum berbentuk akibat hidrotermal yang berdekatan dengan batuan karbonat akan menghasilkan gips kristal seperti yang didapatkan di daerah Ponorogo. Secara teoritis gipsum mempunyai komposisi CaO 32,6%, SO3 46%, dan H2O 20,9%. Gipsum sering didapatkan bersama dengan halit dan anhidrit (Gips : CaSO4.2H2O; anhidrit CaSO4). (Sukandarrumidi, 2003).

2.1.1 Pengolahan dan Pemanfaatan Gipsum

Gipsum yang diperoleh dari tempat penambangan dibersihkan dari kotoran kemudian dicuci dengan air lalu dikeringkan. Apabila diinginkan akan dibuat tepung gips, harus dirubah dulu gips (CaSO4.2H2O) menjadi anhidrat (CaSO4) dengan cara dimasukkan ke dalam tungku pemanas. Keluarkan gips yang masih dalam bentuk kristal dari oven, gips yang telah berubah menjadi anhidrat siap untuk dibuat serbuk.

Pengolahan gipsum dimaksudkan untuk menghilangkan mineral pengotor yang terkandung di dalamnya serta untuk mendapatkan spesifikasi yang diperlukan industri pemakai.

Pada dasarnya garis besar, pengolahan gipsum terdiri dari 3 tahap yaitu : preparasi (pengecilan ukuran, pengayakan dan lain-lain), kalsinasi dan formulasi. Tambahan proses tersebut tidak perlu dilakukan seluruhnya, tergantung pada kualitas dan jenis gipsum yang dibutuhkan. Berikut bagan alir dari pengolahan gipsum.


(28)

Gipsum dari tambang

Peremukan I Kemungkinan

pemisahan Peremukan II &

Pengayakan

Kemungkinan pengayakan buangan

Produk gipsum untuk semen

Pengeringan

Kalsinasi Penghalusan

Penghalusan Kalsinasi Gipsum untuk filler

dan pertanian

Stucco

Kemungkinan pengayakan buangan

Produk gipsum untuk semen

Pengeringan

Produk Produk

Gambar 2.1 Bagan Alir Pengolahan Gipsum

Pemanfaatan gipsum antara lain yaitu sebagai :

1. Bahan tambahan semen portland. Dimana dalam jumlah yang relatif sedikit gips dalam bentuk kristal dicampur bersaa dengan bahan baku semen portland untuk bersama-sama dipanaskan atau dicampur dengan klin. Tujuan menambah gips ke dalam semen agar tidak cepat membeku apabila diaduk dengan air.


(29)

2. Bahan plester. Anhidrat dalam bentuk serbuk diaduk dengan cairan perekat dan siap untuk dipergunakan untuk plester dinding.

3. Bahan pembuat cetakan. Serbuk anhidrat ditambah air secukupnya. Bahan campuran ini siap untuk dipakai sebagai bahan pembuat cetakan.

4. Kedokteran. Sebuk anhidart direkayasa untuk spalk.

5. Bahan pembuat kapur tulis. Serbuk anhidrat dicampur dengan air. Adonan ini siap untuk dicetak menjadi kapur tulis.

6. Alat optik dalam mikroskop polarisasi. Gips yang pipih untuk keping gips. Dengan adanya keping gips yang merupakan asesori pada mikroskop petrografi maka identifikasi suatu mineral dapat lebih nyata.

7. Industri kimia. Sebagai bahan utama pembuat asam sulfat.

8. Industri makanan. Dicampur dalam bentuk anhidrat dengan bahan pembuat tahu. Dengan campuran anhidrat dan keledai yang sudah dibuat sebagai bahan dasar perusahaan kecil dalam bentuk bubur tahu. Tahu menjadi relatif keras dan awet.

2.1.2 Sifat dan Jenis Gipsum

Di alam gipsum merupakan mineral hidroskalsium sulfat (CaSO4.2H2O). Sifat fisik mineral antara lain : berwarna putih, kuning, abu-abu, merah jingga, atau hitam, bila tidak murni : lunak, pejal, kekerasan antara 1,5 – 2, b.d. : 2,35 dan mempunyai kilap sutera. Kelarutan air adalah 2,1 g/l pada suhu 40 oC; 1,8 g/l pada 0 oC dan 1,9 g/l pada suhu 70 – 90 oC. Kelarutan bertambah dengan penambhan HCl atau HNO3. Pada umumnya gipsum mempunyai komposisi CaO; 32,6%; SO3; 46,5%, dan H2O; 20,9%.

Berdasarkan penggunaannya gipsum dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Gipsum yang belum dikalsinasi, dimanfaatkan untuk :

a. Industri semen portland dengan persyaratan, SO3 min 35%, CaO min 2/3 berat SO3, garam Na dan MG maks 0,1%, hilang pijar maks 9%, ukuran partikel 95% (-14 mesh).


(30)

b. Industri pertanian sebagai conditioner tanah yang mengandung alkali dan sebagai pupuk terutama pada tanaman kacang tanah.

c. Industri kertas, cat dan insektisida sebagai filler.

2. Gipsum yang telah mengalami proses kalsinasi, antara lain untuk : a. Sektor konstruksi : papan dnding (wallboa rd) dan partisi. b. Bidang kedokteran : cetakan gigi, spalk

c. Industri pasta gigi dengan persyaratan : CaSO4 1/2H2O > 93%, waktu pengerasan 5 – 20 menit, ukuran partikel -100 mesh (>95%) dan -30 mesh (100%).

d. Industri bahan tahan api , sumber pembuatan asam sulfat, ammonium sulfat, untuk kapur tulis, lumpur pemboran (Sukandarrumidi, 2003).

Berdasarkan proses terbentuknya gipsum dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Gipsum alam, yaitu merupakan mineral hidrous sulfat yang mengandung dua

molekul air dengan rumus kimia CaSO4.2H2O, dimana jenis batuannya adalah satinspar, alabaster, gypsite dan selenit, dengan warna bervariasi mulai dari putih, kekuning-kuningan sampai abu-abu.

2. Gipsum sintetis, yaitu gipsum yang diperoleh dengan memproses air laut dan air kawah yang banyak mengandung sulfat dengan menambahkan unsur kalsium ke dalamnya, dan sumber lainnya adalah gipsum sebagai produk sampingan pembuatan asam fosfat, asam sulfat, dan asam sitrat (Sentano, 1992).

2.2 Papan Gipsum Plafon

Papan gipsum adalah salah satu produk jadi setelah material gipsum diolah melalui proses pabrikasi menjadi tepung. Papan gipsum digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon.

Papan gipsum juga digunakan sebagai plafon dimana gipsum mempunyai kelendutan paling minimal, fleksibel dan memiliki kemampuan konduktivitas suhu yang rendah. Berdasarkan sifat di atas gipsum sebagai plafon dengan mudah dapat di


(31)

modifikasi sesuai dengan kebutuhan. Kekuatan papan gipsum berbanding lurus dengan ketebalannya (Anonim, 2004).

Mengacu pada SNI 03-6384-2000 tentang spesifikasi panel atau papan gipsum, menjelaskan ukuran atau standar nominal untuk papan gipsum, dengan rincian sebagai berikut :

1. Tebal minimal panel atau papan gipsum 6,4 mm; 8,0 mm; 9,5 mm; 12,7 mm; 15,9 mm; 19 mm atau 25 mm dengan toleransi ketebalan + 0,8 mm.

2. Lebar nominal papan gipsum adalah 1220 mm, papan gipsum dengan lebar sampai 1370 mm dengan toleransi + 2,4 mm

3. Panjang nominal papan gipsum 6,4 mm; 8,0 mm; 9,5 mm; 12,7 mm; atau 15,9 mm dengan toleransi ketebalan + 6,4 mm. Untuk ketebalan 6,4 mm panjang nominal 1200 – 3700 mm, 8,0 mm yaitu 1200 – 4300 mm, sedangkan untuk 9,5 mm; 12,7 mm; dan 15,9 mm yaitu 1200 – 4900 mm.

2.2.1 Pemanfaatan Papan Gipsum Plafon Sebagai Pengganti Asbes

Sekitar tahun 80-an bahan asbes umumnya sangat akrab digunakan sebagai penutup atap dan plafon rumah. Selain harga dan pemasangannya mudah karena asbes memiliki bobot yang ringan sehingga tidak membutuhkan gording yang khusus. Asbes plat biasanya digunakan sebagai partisi dan plafon. Karena sifatnya tahan panas, kedap suara dan kedap air, asbes juga sering digunakan pada insolating pipa pemanas dan juga untuk panel akustik.

Sebenarnya asbes termasuk dalam kategori bahan berbahaya, karena asbes terdiri dari serat-serat yang berukuran sangat kecil, kira-kira lebih tipis dari 1/700 rambut kita. Serat-serat ini menguap di udara dan tidak larut dalam air, jika terhirup oleh paru-paru akan menetap di sana dan menyebabkan berbagai macam penyakit.

Asbes dapat membahayakan tubuh kita jika ada bagian asbes yang rusak, sehingga serat-seratnya bisa lepas, ini sangat berbahaya karena sulit untuk mendeteksi bagaimana yang dikatakan asbes rusak, dan kadang banyak orang yang tidak


(32)

mengetahui kalau asbes yang digunakan sudah rusak. Dan kondisi lain yang sangat beresiko saat asbes diperbaiki atau dipotong akan mengeluarkan serpihan yang berupa serbuk yang sangat berbahaya bagi paru-paru.

Adapun beberapa penyakit yang ditimbulkan karena asbes antara lain yaitu : 1. Asbestosis, yaitu luka pada paru-paru hingga kesulitan bernafas dan dapat

mengakibatkan kematian.

2. Mesothelioma, sejenis kanker yang menyerang selaput pada perut dan dada, muncul gejalanya setelah 20-30 tahun sejak pertama kali menghirup serat asbes. 3. Kanker paru-paru, biasanya asbes putih penyebab utama kanker paru-paru.

Sejak tahun 2001 pemerintah sudah melarang penjualan dan penggunaan asbes sebagai atap rumah. Sehingga banyak yang sekarang menggunakan triplek ataupun papan gipsum plafon (Anonim. 2009).

Plafon adalah bagian konstruksi, merupakan lapis pembatas antara rangka bangunan di bawah rangka atapnya. Sedangkan papan gipsum plafon merupakan papan yang digunakan untuk konstruksi bangunan, khususnya pada dinding-dinding langit yang bahan dasarnya menggunakan gipsum. Dimana kelebihan dari pada papan gipsum yaitu mudah didesain dan enak dipandang (artistik), ruangan menjadi lebih sejuk karena dapat menahan panas, dapat sebagai peredam suara yang baik terutama untuk air hujan yang jatuh dari atap.

2.3 Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol dihasilkan dari hidrolisis sempurna atau sebagian dari Vinyl Acetate Monomer (VAM) dengan ratio berkisar antara 87% - 99%. Polivinil asetat adalah suatu polimer karet sintetis. Polivinil asetat dibuat dari monomernya, vinil asetat (vinyl acetate monomer). Senyawa ini ditemukan di Jerman oleh Dr. Flitz Klatte pada 1912.


(33)

Polivinil alkohol merupakan bahan yang tepat sebagai bahan pengemulsian dan adhesi. Polivinil alkohol juga tahan terhadap minyak pelumas dan pelarut tanpa bau dan tidak beracun. Polivinil alkohol kuat dan fleksibel, merupakan pelarut cepat, memiliki titik lebur 230°C dan pada suhu 180-190°C akan terhidrolisis sempurna atau sebagian.

Beberapa kegunaan polivinil alkohol antara lain: 1. Sebagai bahan percetakan

2. Bahan textil

3. Merekatkan dan mempertebal bahan pada cat latex, hairspray, shampo dan lem. 4. Sebagai larutan yang digunakan untuk packing

5. Sebagai penguat fiber 6. Untuk membuat PCB

7. Digunakan dengan polivinil asetat untuk membuat lem elmers. Tabel 2.1 Komposisi Bahan PVA

Bahan CAS No. Jumlah

Metil Alkohol 67-56-1 1% Polivinil Alkohol 9002-89-5 95%

Massa jenis PVA = 1,19 – 1,31 g/cm³ dengan melting point = 230°C. PVA dijual dalam bentuk emulsi di air, sebagai bahan perekat untuk bahan-bahan berpori, khususnya kayu. PVA adalah lem kayu yang paling sering digunakan, baik sebagai "lem putih" atau "lem tukang kayu" (lem kuning). "Lem kuning" tersebut juga digunakan secara luas untuk mengelem bahan-bahan lain seperti kertas, kain, dan rokok. Polivinil Alkohol juga umum dipakai dalam percetakan buku karena fleksibilitasnya dan tidak bersifat asam seperti banyak polimer lain.

Polivinil Alkohol juga sering dijadikan kopolimer bersama akrilat (yang lebih mahal), digunakan pada kertas dan cat. Kopolimer ini disebut vinil akrilat. Polivinil Alkohol juga bisa digunakan untuk melindungi keju dari jamur dan kelembaban.


(34)

Polivinil Alkohol bereaksi perlahan dengan basa membentuk asam asetat sebagai hasil hidrolisis. Senyawa boron seperti asam borat atau boraks akan terbentuk sebagai endapan.

Tabel 2.2 Kelarutan PVA Dalam Air

Safonifikasi (Penyabunan) Air Dingin Air panas

95% atau diatas Membengkak Larut

80% Larut Tidak Larut

50% atau dibawah Tidak larut Tidak Larut

PVA dipergunakan untuk membuat serat kimia pada saat ini terutama dipakai untuk benang ban mobil dan industri lainnya. Bahan ini juga sering dipakai pengepakan, bahan pewarna , bahan kimia pupuk yang dapat segera larut dalam air.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan polivinil alkohol dalam penelitian ini adalah sebagai perekat untuk menyambung serat yang terputus sehingga menimbulkan gaya adhesif yang tinggi dan akan menambah kekuatan material campuran dan fleksibel (Anonim, 2010).

2.4 Batang Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yaitu tanaman berpohon jenis palem-paleman (palmae), buahnya menghasilkan minyak kelapa sawit yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri dan rumah tangga. Kelapa sawit diketahui berasal dari Guenea di Afrika, dan diperkenalkan ke Indonesia sejak zaman Belanda (1848). Sekarang kelapa sawit sudah berkembang sangat pesat, khususnya di Malaysia dan Indonesia, dan sedikit di Thailand. Dikatakan bahwa secara bersama Indonesia dan Malaysia menguasai lebih dari 95% produksi kelapa sawit di dunia saat ini.


(35)

Sejauh ini budidaya kelapa sawit hanya ditujukan untuk produksi minyak. Komoditi minyak kelapa sawit memang sudah berhasil memberikan devisa cukup signifikan bagi negara. Untuk produksi minyak, daur tanaman kelapa sawit ditetapkan 25 tahun, lewat umur tersebut pohon kelapa sawit sudah terlalu tinggi untuk dipanen dan produksi buahnya sudah menurun sehingga harus diremajakan. Dari peremajaan tanaman tua kelapa sawit tersebut dihasilkan limbah batang yang mengandung kayu dalam jumlah yang sangat besar (Bakar, 2003).

Sejauh ini hasil peremajaan tersebut dibakar atau dibiarkan menumpuk menjadi limbah yang dapat menimbulkan berbagai dampak lingkungan dan gangguan. Sementara itu sebagai hasil dari penanaman besar-besaran yang dimulai pada tahun 1970an, maka pada tahun-tahun mendatang kegiatan peremajaan tanaman tua kelapa sawit akan menjadi sangat besar (Bakar, 1999).

Salah satu limbah padat dari kelapa sawit yang mengandung lignoselulosa adalah batang kelapa sawit. Potensi batang kelapa sawit di Indonesia cukup besar. Penanaman kelapa sawit di lapangan biasanya dilakukan dengan kerapatan 130-143 pohon per hektar. Setelah 25 tahun diperkirakan ada sekitar 10% pohon yang mati, sehingga pada saat peremajaan terdapat sekitar 117 pohon tua per hektar. Pada tahun 1967-1982 luas penambahan areal kelapa sawit mencapai rata-rata 15.000 hektar per tahun.

Dengan asumsi bahwa luas areal yang diremajakan sama dengan pertambahan luas areal kelapa sawit 25 tahun sebelumnya, maka pada tahun 1992-2007 ada sekitar 1,7 juta pohon yang ditebang setiap tahun atau setara dengan 0,85 juta ton kering. Pada tahun 1983-1990 pertambahan areal rata-rata mencapai 100.000 hektar pertahun, sehingga pada tahun 2008-2015 jumlah pohon yang ditebang mencapai 11,7 juta pohon pertahun atau setara dengan 5,85 juta ton kayu kering. Batang kelapa sawit tersebut akan terus menerus tersedia sepanjang tahun karena peremajaan tanaman kelapa sawit dilakukan secara terus-menerus (Prayitno, 1994).


(36)

2.4.1 Karakteristik Batang Kelapa Sawit

Pada umur peremajaan, pada pengukuran 1,5 m dari atas tanah, tinggi batang kelapa sawit dapat mencapai 7-13 m dan diameternya berkisar antara 45-65 cm. Batang berbentuk taper terhadap tajuk yang umumnya memiliki 41 helai daun pada saat dewasa (Choon, 1991).

Balfas (2003) menyatakan bahwa batang kelapa sawit pada dasarnya adalah bahan berkayu yang memiliki struktur relatif tidak seragam dan memiliki kesan struktur seperti batang kelapa dengan konfigurasi serat lebih pendek. Dalam keadaan segar batang kelapa sawit berwarna putih cerah dengan penampakan permukaan cenderung berbulu (fuzzy grain). Hasil penelitian menunjukkan bahwa batang kelapa sawit secara umum memiliki karakteristik fisik, mekanik, keawetan dan pemesinan yang kurang baik dibandingkan dengan kayu biasa.

a) Anatomi Batang Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah jenis monokotil yang tidak memiliki kambium, pertumbuhan sekunder, lingkaran tahun, kayu muda dan kayu dewasa, cabang, dan mata kayu. Pertumbuhan dan pertambahan diameter batang berasal dari pembelahan sel secara keseluruhan dan pembesaran sel pada jaringan dasar parenkim, juga berasal dari pembesaran serat dari berkas pembuluh (Choon, 1991).

b) Sifat Fisik Batang Kelapa Sawit

Kerapatan Batang Kelapa Sawit. Karena sifat dasarnya yang merupakan jenis monokotil, kerapatan batang kelapa sawit memiliki nilai yang sangat bervariasi pada bagian yang berbeda dari batang kelapa sawit. Nilai kerapatan tersebut berkisar antara 200-600 kg/m3 dengan rata-rata 370 kg/m3. Kerapatan batang kelapa sawit menurun terhadap ketinggian dan kedalaman bagian batang.

Kadar Air Batang Kelapa Sawit. Kadar air (KA) batang kelapa sawit bervariasi antara 100-500%. Kenaikan KA yang bertahap ini diindikasikan terhadap ketinggian dan kedalaman posisi batang, yang bagian terendah dan luar batang memiliki nilai yang sangat jauh dengan 2 bagian batang lainnya. Kecenderungan


(37)

kenaikan KA ini dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan distribusi jaringan parenkim yang berfungsi menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Ketersediaan jaringan parenkim ini akan semakin berlimpah pada bagian puncak batang dan juga semakin berlimpah dari bagian luar batang ke bagian dalam (pusat) batang.

c) Sifat Mekanik Batang Kelapa Sawit

Sifat mekanik kayu menggambarkan variasi kerapatan batang baik pada arah radial maupun vertikal. Tabel 2.3 membandingkan beberapa sifat mekanik batang kelapa sawit dengan beberapa spesies kayu dan 2 jenis monokotil (Choon, 1991).

Tabel 2.3 Perbandingan Sifat Kayu Kelapa Sawit Dengan Beberapa Jenis Kayu

Spesies

Kerapatan MOE MOR Tekan Kekerasan (kg/m³) (MPa) (MPa) (MPa) (N)

Kelapa sawit 220-550 800-8000 8-45 5-25 350-2450 Kayu kelapa 250-850 3100-11400 26-105 19-49 520-4400

Cengal 820 19600 149 75 9480

Kapur 690 13200 73 39 5560

Kayu karet 530 8800 58 26 4320

Menurut Bakar (1999), untuk bahan konstruksi, kayu dituntut memiliki sifat-sifat mekanik yang memenuhi persyaratan struktural dan keamanan. Selain itu kayu yang digunakan disyaratkan memiliki penyusutan yang kecil, tidak mudah pecah, berserat lurus, ringan dan tidak bercacat. Kelebihan lain dari batang kelapa sawit yang mendukung persyaratan-persyaratan di atas adalah kelapa sawit mempunyai umur relatif pendek, mudah tumbuh, tidak mengandung cacat mata kayu, berserat lurus, berdiameter cukup besar, serta bentuk batang lurus dan silinder.


(38)

Dari penelitian Bakar (2003) diketahui bahwa batang kelapa sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari batang kelapa sawit untuk setiap bagian batang dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Sifat – Sifat Fisik Bagian Dalam Batang Sawit

Sifat Bagian Dalam Batang

Tepi Tengah Pusat

Berat Jenis,g/cm3 0,35 0,28 0,2

Kadar Air, % 156 257 365

MOE, kgf/cm2 29996 11421 6980

MOR, kgf/cm2 295 129 67

Kelas Awet V V V

Kelas Kuat III-V V V

Dalam hal ini yang dipergunakan dalam penelitian yaitu bagian tengah dalam batang sawit. Menurut Balfas (2003), secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari batang kelapa sawit dibandingkan dengan kayu biasa, di antaranya adalah :

1. Kandungan air pada kayu segar sangat tinggi (dapat mencapai 500%).

2. Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat mencapai 45%). 3. Keawetan alami sangat rendah.

4. Kadar air keseimbangan relatif lebih tinggi.

5. Dalam proses pengeringan terjadi kerusakan parenkim disertai dengan perubahan dan kerusakan fisik secara berlebihan terutama pada kayu berkerapatan rendah. 6. Dalam pengolahan mekanik batang kelapa sawit lebih cepat menumpulkan pisau,

gergaji, dan ampelas.

7. Kualitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif sangat rendah.


(39)

2.5 Karakterisasi Papan Gipsum Plafon

Pengujian papan gipsum plafon yang mengacu pada standart ASTM C 473 ataupun SNI 03-6384-2000. Dimana pengujian yaitu uji mekanis (uji kuat lentur, uji modulus elastisitas, uji kuat tarik dan uji impak) dan uji fisik (uji densitas, uji penyerapan air) dan uji termal dengan DTA.

2.5.1 Uji Kuat Lentur

Kekuatan lentur atau MOR (modulus of repture) dapat didefenisikan sebagai kemampuan material untuk menahan deformasi di bawah beban hingga bengkok sebelum patah. Tekanan fleksural pada dasarnya adalah kombinasi dari gaya tekan dan gaya tarik. Kuat lentur merupakan besaran dalam bidang teknik yang menunjukkan beban maksimum yang dapat ditahan oleh material (dalam hal ini adalah papan komposit) persatuan luas.. Kuat lentur bekerja pada batas proporsional atau daerah elastis.(Sudarsono, 2010).

Gambar 2.2 Kuat Lentur

Pada Gambar 2.2 tampak papan segi empat ditekan oleh gaya tunggal F pada bagian tengah sehingga papan akan mengalami defleksi. Jarak terbesar papan mengalami defleksi disebut defleksi maksimum. Bagian atas papan akan mengalami kompresi dan bagian bawah akan mengalami tarikan. Permukaan imaginer pada bagian tengah beam disebut bidang netral.


(40)

Besarnya suatu tekanan atau tarikan akan bertambah besar bila semakin menjauhi bidang netral. Tekanan dan tarikan akan maksimum pada permukaan atas dan bawah. (Dieter, 1981).

Pengujian kuat lentur dari papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006. Untuk menentukan nilai kuat lenturnya dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

2 1 2

3

T L

S P

Fl  (2.1)

Dimana : Fl = Nilai kuat lentur, kgf/m2

P1 = Beban lentur, kgf

S = Jarak penyangga, m

L = Lebar benda uji, m

T = Tebal benda uji, m

Untuk papan gipsum biasa nilai terendah yang dipakai. Untuk papan gipsum biasa struktural, nilai pada arah panjang dan lebar yang dipakai. (Anonim, 1991)

2.5.2 Uji Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas atau MOE (Modulus of Elasticity) merupakan tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya patah dari suatu material dalam kelengkungannya, dan itu sering digunakan untuk membandingkan material satu dengan yang lainnya.

Modulus elastisitas papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006. M e t o d e p e n g u j i a n i n i dimaksudkan untuk memperoleh nilai modulus elastisitas kayu (Sudarsono, 2010).


(41)

Gambar 2.3 Modulus Elastisitas

Benda uji sebelum dilakukan pengujian harus memenuhi persyaratan antara lain yaitu benda uji harus sama jenisnya, benda uji bebas cacat (papan t idak retak, tidak rapuh, dan k a d a r a i r m a k s i m u m 2 0 % ) , jumlah benda uji minimum 2 buah untuk setiap jenis papan gipsum (Anonim, 2011)

Setelah dilakukan pengujian akan diperoleh nilai P maksimumnya, yang kemudian ditentukan nilai Modulus Elastisitas nya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Y P x T L S

Fp 2

3 3 4

 (2.2)

Dimana : Fp = Nilai Modulus Elastisitas, kgf/m2

S = Jarak penyangga, m

L = Lebar benda uji, m

T = Tebal benda uji, m

P2 = Beban patah, kgf

Y = Titik pusat kelengkungan, m

Untuk papan gipsum biasa nilai terendah yang dipakai. Untuk papan gipsum biasa struktural, nilai pada arah panjang dan lebar yang dipakai.


(42)

2.5.3 Uji Kuat Tarik

Uji kuat tarik ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan maksimum suatu material bila dikenai beban. Pengujian ini dilakukan dengan menarik spesimen di kedua ujungnya hingga putus. Hasil yang di dapat dari uji tarik adalah beban maksimum yang dapat ditahan dengan kemuluran material. Biasanya hasil pengujian dituliskan dalam bentuk gaya persatuan luas :(Dieter,G. E, 1981)

Gaya tarik

Gambar 2.4 Kuat Tarik

Pengujian kuat tarik ini mengacu pada SNI 03-3399-1994, setelah dilakukan pengujian akan diperoleh nilai P maksimumnya, yang kemudian ditentukan nilai kuat tariknya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

A P

Ft  (2.3)

Dimana : Ft = Nilai kuat tarik, kgf/m2

P = Beban maksimum, kgf

A = Luas penampang, m²

Selain tegangan tarik hasil lain yang didapat dan diuji tarik adalah kemuluran material sebelum putus seperti pada persamaan berikut ini (Dieter, G. E, 1981).

1 1 2

p p p

e  (2.4)

Dimana : e = Kemuluran

p1 = Panjang sebelum uji tarik, m


(43)

Dari tegangan dan kemuluran material di dapat suatu modulus yang biasa disebut modulus young’s: ( Dieter, G.E,1981)

e F E  t

(2.5) Dimana : E = Modulus Young’s,kgf/m²

Ft = Nilai uji kuat tarik, kgf/m2

e = Kemuluran

Modulus young’s merupakan ukuran kekakuan material. Semakin kaku suatu material maka modulus young’s juga juga akan semakin besar. Modulus young’ didapat dari gaya ikatan antar atom, oleh karena itu modulus young’s suatu material tidak dapat berubah tanpa mengubah sifat alami material itu sendiri dan tidak terpengaruh oleh sifat-sifat material. ( Perry, 1981)

2.5.4 Uji Impak

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda ujimengalami deformasi. Gambar 2.5 di bawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impakdengan metode Charpy.


(44)

Gambar 2.5 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Dengan Benda Uji Charpy Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy menggunakan persamaan sebagai berikut :

A E

HI  (2.6)

Dimana : E = Energi yang diserap, J

A = Luas penampang, m2


(45)

Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi.

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi.

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).

3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas (Yuwono, 2009).


(46)

2.5.5 Uji Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Dalam hal ini yang diukur adalah bulk density, merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori.

Bulk density untuk benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan, bentuk dan volume sampel dapat diukur dengan cara mengukur dimensinya. Sedangkan untuk bentuk yang tidak beraturan maka bulk density ditentukan dengan metode Archimedes, yaitu dengan persamaan sebagai berikut :

a ir t

g k

k

x M M M

M

 

)

( 

 (2.7)

Dimana : ρ = Densitas sampel uji, kg/m3 ρair = Densitas air, kg/m3

Mk = Massa kering sampel uji, kg

Mg = Massa ketika sampel uji digantung dalam air, kg

Mt = Massa tali penggantung, kg (Simbolon, 2001).

2.5.6 Uji Penyerapan Air

Untuk metode pengujian penyerapan air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan SNI 01-4449-2006. Dimana pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya persentase penyerapan air oleh papan gipsum plafon. Metode pengujian ini dilakukan dengan melakukan perendaman terhadap sampel papan gipsum plafon untuk waktu perendaman selama 24 jam (1 hari).


(47)

Untuk menentukan besarnya nilai penyerapan air, dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

% 100 ) (

x M

M M PA

k k b 

 (2.8)

Dengan : PA = Nilai penyerapan air (%)

Mk = Berat sampel kering (kg)

Mb = Berat jenuh air (kg) (Butarbutar, 2009).

2.5.7 Uji Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA)

Differential Thermal Analysis (DTA) yaitu merupakan suatu alat untuk menganalisis sifat termal suatu sampel yang memiliki berat molekul tinggi seperti bahan-bahan polimer dengan perlakuan sampel dipanaskan sampai terurai, yang kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. DTA digunakan untuk menentukan temperatur kitis (Tg) dan perubahan temperatur (∆T), dengan ukuran sampel berkisar 30 mg (Stevens, 2001).

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (Tg) sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer.

Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg (eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya berada diantara Tg. Dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk menurunkan Tg , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair.


(48)

Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak Tg , karena di samping masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan Tg yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Wirjosentono, 1995).


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Pengujian Mekanis di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera Utara. Pengujian DTA dilakukan di Laboratorium PTKI Medan. Dan penelitian ini dimulai dari bulan Februari - April 2011.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang dipergunakan selama penelitian yaitu : 1. Batang Kelapa Sawit

2. Gipsum sintetis merk Jayaboard 3. Polivinil alkohol

4. Alkohol 90% 5. Air

3.3 Alat

Alat-alat yang dipergunakan selama penelitian yaitu : 1. Neraca analitis digital merk Sartorius


(50)

3. Mesin Ayakan Sieve Shaker 100 mesh (ASTM E11)

4. Cetakan spesimen dengan ukuran 120 mm x 60 mm x 6 mm 5. Oven Gallenkamp Plus II

6. Alat cetak tekan Hydraulic PressTest System Model HPTS.0001.08

7. Alat uji DTA Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu

8. Alat uji kuat tarik dan modulus elastisitas Tokyo Testing Machine Type-20E MGF

9. Alat uji impak Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA

3.4 Diagram Alir

3.4.1 Preparasi Batang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pengisi

Serat kasar Batang Kelapa Sawit

Dihaluskan dengan cara di blender

Direbus dengan penahanan 1 jam setelah mendidih

Dikeringkan dengan cara di jemur

Serat halus Batang Kelapa Sawit

Direndam alkohol dengan penahanan 1 jam

Dikeringkan dengan cara di jemur

Digiling halus dengan mesin penggiling

Diayak dengan ukuran ayakan 100 mesh

Serbuk halus batang kelapa sawit


(51)

3.4.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Perekat Polivinil Alkohol dan Bahan Pengisi Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit

Serbuk halus batang kelapa sawit

Polivinil Alkohol

PVA ditambah dengan 25 mL Air

Dicampur dan diaduk

Gipsum

Dicetak tekan

Pengujian

Sifat Mekanik - Uji Kuat Lentur

- Uji Modulus elastisitas

- Uji Kuat Tarik - Uji Impak

Sifat Fisis

- Uji Densitas

- Uji Penyerapan Air

Sifat termal - Uji DTA

Gambar 3.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengisi Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat Polivinil Alkohol


(52)

3.5 Prosedur

3.5.1 Preparasi Serbuk Batang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pengisi

1. Batang kelapa sawit yang diambil dari kompleks IDI dihaluskan dengan cara diblender.

2. Setelah batang kelapa sawit tersebut dihaluskan, kemudian direbus selama satu jam, lalu dikeringkan dengan cara dijemur.

3. Selanjutnya batang kelapa sawit tersebut direndam dengan alkohol, lalu dikeringkan.

4. Kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh.

5. Hasil ayakan tersebut selanjutnya disebut sebagai serbuk halus batang kelapa sawit yang siap dipergunakan sebagai bahan pengisi gipsum.

3.5.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Perekat Polivinil Alkohol dan Bahan Pengisi Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit

1. Sebanyak 15 g polivinil alkohol dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi 25 mL air yang telah dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk. 2. Selanjutnya ditambahkan 25 g gipsum sintetis ke dalam campuran tersebut

dan dilanjutkan dengan 25 g serbuk halus batang kelapa sawit ke dalam gelas beaker tersebut sambil tetap diaduk.

3. Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan spesimen yang telah dilapisi dengan alumunium foil.

4. Dilakukan pengepresan terhadap sampel dengan alat cetak tekan.

5. Sampel hasil pengepresan dikeluarkan dari cetakan spesimen, dan dilanjutkan dengan pengeringan di dalam oven.

6. Sampel hasil cetakan dibagi beberapa bagian untuk melakukan pengujian, baik uji sifat mekanik, sifat fisik, maupun panas.


(53)

7. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk variasi gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit dengan komposisi 30 g : 20 g, 35 g : 15 g, 40 g : 10 g, dan 45 g : 5 g.

3.5.3 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Tanpa Perekat Polivinil Alkohol dan Tanpa Bahan Pengisi Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit

1. 65 g gipsum sintetis dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan dengan air sebanyak 35 mL ke dalam gelas beaker tersebut sambil diaduk.

2. Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan spesimen yang telah dilapisi dengan alumunium foil.

3. Dilakukan pengepresan terhadap sampel dengan alat cetak tekan.

4. Sampel hasil pengepresan dikeluarkan dari cetakan spesimen, dan dilanjutkan dengan pengeringan di dalam oven.

5. Sampel hasil cetakan dibagi beberapa bagian untuk melakukan pengujian, baik uji sifat mekanik, sifat fisik, maupun sifat panas.

3.5.4 Karakterisasi Papan Gipsum Plafon

Karakterisasi yang dilakukan pada papan gipsum plafon yang diperoleh meliputi uji sifat mekanik antara lain uji kuat lentur, uji modulus elastisitas, uji kuat tarik, dan uji impak. Untuk pengujian sifat fisik meliputi uji densitas, dan penyerapan air. Sedangkan untuk pengujian sifat panas menggunakan DTA.


(54)

3.5.4.1 Proses Pengujian Kuat Lentur

Alat yang digunakan pada uji kuat lentur adalah Tokyo Testing Machine Type-20E MGF No. 6079dengan kapasitas 2000 kgf. Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 120 mm x 20 mm x 6 mm. Pengukuran kuat lentur mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Sampel diletakkan memanjang di atas dua tumpuan dengan jarak sangga sebesar 100 mm.

2. Kemudian diletakkan sampel di mesin penguji dimana jarak dari tepi balok ke tumpuan harus sama pada kedua ujungnya. Dan posisikan garis tengah spesimen tepat di bawah penekan.

3. Secara perlahan-lahan beban diberikan sebesar 100 kgf dengan menurunkan penekan dengan kecepatan 10 mm/menit.

4. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen mengalami defleksi maksimum (sebelum patah).

5. Saat tercapai defleksi maksimum tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sabagai P1.

6. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.1, maka besarnya nilai kuat lentur dapat dihitung.

3.5.4.2 Proses Pengujian Modulus Elastisitas

Alat yang digunakan pada uji Modulus Elastisitas adalah Tokyo Testing Machine Type-20E MGF No. 6079dengan kapasitas 2000 kgf. Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 120 mm x 20 mm x 6 mm. Pengukuran Modulus Elastisitas mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :


(55)

1. Sampel diletakkan memanjang di atas dua tumpuan dengan jarak sangga sebesar 100 mm.

2. Kemudian diletakkan sampel di mesin penguji dimana jarak dari tepi balok ke tumpuan harus sama pada kedua ujungnya. Dan diposisikan garis tengah spesimen tepat di bawah penekan.

3. Secara perlahan-lahan beban diberikan sebesar 100 kgf dengan menurunkan penekan dengan kecepatan 10 mm/menit.

4. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen mengalami defleksi maksimum(sebelum patah).

5. Saat spesimen mengalami defleksi maksimum (sebelum patah) tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sabagai P2. 6. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.2, maka besarnya

nilai Modulus Elastisitas dapat dihitung.

3.5.4.3 Proses Pengujian Kuat Tarik

Alat yang digunakan pada uji kuat tarik adalah Tokyo Testing Machine Type-20E MGF No. 6079dengan kapasitas 2000 kgf. Sampel uji mengacu pada ASTM D 638 untuk bentuk dan ukurannya sesuai dengan Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Sampel Uji Kuat Tarik

Pengukuran kuat tarik mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :


(56)

1. Spesimen dipersiapkan sesuai dengan Gambar 3.3 Spesimen ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian spesimen dicengkram dengan pemegang yang tersedia di mesin dengan kuat untuk menghindari spesimen bergeser.

2. Spesimen dicengkram dengan jarak pencengkram 80 mm.

3. Diberikan beban sebesar 100 kgf sambil melakukan penarikan. Dengan kecepatan pembebanan 10 mm/menit.

4. Dicatat gaya tarik maksimum dalam satuan kgf.

5. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.3, maka besarnya nilai kuat tarik dapat dihitung.

3.5.4.4 Proses Pengujian Impak

Alat yang digunakan pada uji impak adalah Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA (metode Charpy) dengan pendulum atau godam yang digunakan sebesar 4 joule Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 100 mm x 15 mm x 6 mm. Pengukuran uji impak mengacu pada SNI 07-6732-2002. Dengan prosedur sebagai berikut :

1. Dipastikan terlebih dahulu jarum skala berwarna merah sebagai penunjuk harga impak materialberada pada posisi nol.

2. Selanjutnya handel diputar untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk bebanberwarna hitam mencapai batas merah.

3. Benda uji diletakkan pada tempatnya dengan takik membelakangi arah datangnya pendulum. Dan dipastikan benda uji tepat berada di tengah dengan bantuan centre setting.

4. Setelah benda uji siap, centre setting ditarik ke posisi semula. Dan centre setting tetap dijaga di belakang benda uji karena akan ikut mengalami tumbukan oleh pendulum.

5. Tombol pada tangkai pendulum dilepaskan sehingga pendulum berayun dan menumbuk benda uji.


(57)

6. Kemudian dilakukan pengereman dengan menarik tuas rem sehingga ayunan pendulum dapat dikurangi.

7. Dicatat nilai yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala.

8. Dan setiap pengujian dikurangi dengan energi kosong sebesar 0,02 joule.

9. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.4, maka besarnya harga impak dapat dihitung.

3.5.4.5 Proses Pengujian Densitas

Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan metode Archimedes, dan mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedurnya sebagai berikut :

1. Ditimbang sampel uji setelah dikeringkan di dalam oven, set suhunya sekitar 100 o

C selama 1,5 jam, lakukan beberapa kali pengulangan hingga massanya konstan (massa kering, Mk).

2. Ditimbang sampel di dalam air berikut penggantungnya menggunakan tali (massa sampel dan penggantungnya di dalam air, Mg).

3. Selanjutnya sampel direndam selama 24 jam, kemudian ditimbang massa sampel basah, Mb dan juga massa tali penggantung, Mt.

4. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.5, maka besarnya nilai densitas dapat dihitung, Dalam hal ini densitas air adalah 1 g/cm3.

3.5.4.6 Proses Pengujian Penyerapan Air

Pengujian penyerapan air dilakukan mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedur pengukurannya sebagai berikut :

1. Sampel dilap dan dibersihkan, kemudian ditimbang beberapa kali sehingga diperoleh massa kering yang konstan, (Mk).


(58)

2. Sampel direndam di dalam air selama 24 jam, kemudian sampel diangkat dan dilap, lalu ditimbang dan selanjutnya disebut dengan massa jenuh, (Mb).

3. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk waktu perendaman selama dua jam. 4. Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.8, maka besarnya

nilai penyerapan air dapat dihitung.

3.5.4.7 Proses Pengujian Termal Dengan DTA

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal yaitu adalah Therma l Analyzer DT-30 Shimadzu. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan.

2. Sampel yang akan diuji dipotong-potong dengan ukuran kecil dan ditimbang dengan berat sekitar 30 mg. Lalu ditimbang alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.

3. Sampel dan pembanding kemudian diletakkan di atas thermocouple. Diset Termocouple Platinum Rhodium (PR) 15 mV, dan DTA range + 250 µV.

4. Alat pengukur temperatur kemudian diset sampai menunjukkan pada temperatur 650 oC.

5. Pulpen recorder ditekan dan chart speed diset 2,5 mm/menit dengan laju pemanasan 10 oC/menit.

6. Kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol Start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan.

7. Hasil pengujian DTA berupa kurva termogram, kemudian dihitung suhu transisi gelas (Tg), suhu titik maksimum (Tm) dan perubahan suhu (∆T).


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Papan Gipsum Plafon

Spesimen papan gipsum plafon telah berhasil dibuat dari limbah batang kelapa sawit dengan bahan perekat polivinil alkohol dengan komposisi bahan perekat sebesar 15 g. Variasi antara gipsum dan bahan pengisinya dilakukan untuk mengetahui komposisi yang paling optimum. Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik dibandingkan dengan gipsum sintetis merk Jayaboard yang dibuat tanpa pencampuran bahan aditif lain, selain air sebagai perekatnya.

4.2 Hasil Karakterisasi Papan Gipsum Plafon

4.2.1 Pengujian Kuat Lentur

Pengujian kuat lentur mengacu pada SNI 03-2105-2006 untuk menentukan kelenturan suatu sampel terhadap tekanan yang diberikan. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel menggunakan alat penguji Tokyo Testing Machine berkapasitas 2000 kgf dengan memberikan beban sebesar 100 kgf dan kecepatan 10 mm/menit terhadap semua variasi sampel. Hasil pengujian terdiri dari bagian pencatat yang dapat menunjukkan besarnya tekanan yang telah dilakukan dan diteruskan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.1 berikut.


(60)

Defleksi,

σ

(mm)

Be

ba

n M

a

xi

m

um

(

kgf

)

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengukuran Uji Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas Terhadap Papan Gipsum Plafon

Dan juga ditampilkan dalam bentuk digital yang didapat tegangan (P1) dalam satuan kgf dan regangan dalam satuan mm/menit, dan harga-harga tersebut dicatat secara manual. Berdasarkan data yang diperoleh tersebut melalui harga P1 dari tiap-tiap sampel selanjutnya disubstitusi ke persamaan 2.1. Sehingga diperoleh nilai kuat lentur dalam satuan kgf/mm2 yang dikonversikan ke satuan MPa (1 kgf/mm2 = 9,81 MPa). Hasil perhitungan dan tabel dapat dilihat pada Lampiran A halaman L-1.

Pada Gambar 4.2 terlihat hubungan antara kuat lentur dengan variasi sampel yang dinyatakan dalam bentuk grafik. Dimana diketahui bahwa nilai kuat lentur terbesar pada variasi sampel (25:25:15) sebesar 4,07 MPa. Sedangkan terkecil pada variasi sampel (45: 5:15) sebesar 1,70 MPa. Dengan adanya bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan juga perekat PVA yang ditambahkan ke dalam gipsum


(61)

tersebut, maka nilai kelenturan yang dihasilkan semakin bertambah rata-rata sebesar 2,54 MPa dibandingkan dengan gipsum murni hanya sebesar 2,39 MPa. Peningkatan ini menunjukkan bahwa PVA berperan sebagai pengikat antara gipsum dengan serbuk batang sawit menurut Salon (2009) karena memiliki gaya adhesif yang besar sehingga terjadi ikatan yang baik dan tingkat kelenturan pun semakin bertambah.

2,39 1,70 2,55 2,64 1,76 4,07 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50

1 2 3 4 5 6

(65:0:0) (45:5:15) (40:10:15) (35:15:15) (30:20:15) (25:25:15)

Variasi Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA)

K u a t L e n tu r (MPa )

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Lentur Terhadap Variasi Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA)

Menurut SNI 03-6384-2000 tentang spesifikasi papan gipsum untuk persyaratan papan gipsum dengan ketebalan + 6,4 mm harus mempunyai beban hancur yang tidak kurang dari 89 MPa. Sementara diketahui dari semua pengujian nilai maksimum yang peroleh sebesar 4,07 MPa sehingga berdasarkan data tersebut, maka untuk hasil pengujian kuat lentur dalam penelitian ini belum memenuhi persyaratan nilai minimum kuat lentur menurut SNI 03-6384-2000.

Terlihat bahwa pada komposisi (30:20:15) terjadi penurunan nilai kuat lentur, pada komposisi tersebut kemungkinan karena adanya ketidak homogenan dalam pengadukan sampel uji dan kurang cermat pengamatan alat ukur sehingga terjadi penurunan grafik dari nilai kuat lenturnya.


(62)

4.2.2 Pengujian Modulus Elastisitas

Pengujian Modulus elastisitas lentur mengacu pada SNI 03-2105-2006 dan telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel. Pengujian ini merupakan lanjutan dari pengujian kuat lentur, dimana setelah diperoleh nilai load (P1) untuk uji kuat lentur, pengujian tetap dilanjutkan dengan memberikan beban terhadap sampel hingga patah dan didapat nilai load (P2).

Hasil pengukuran dalam bentuk grafik merupakan satu kesatuan dengan pengukuran kuat lentur yang ditampilkan pada Gambar 4.1. Sementara hasil dalam bentuk digital yang menampilkan harga Load (P2) dalam satuan kgf dicatat secara manual. Dan berdasarkan data harga P2 yang diperoleh dari tiap-tiap sampel selanjutnya disubstitusi ke persamaan 2.2 sehingga diperoleh nilai Modulus Elastisitas dalam satuan kgf/mm2 yang dikonversikan ke satuan MPa. Berikut telihat gambar yang menyajikan hubungan antara nilai kuat lentur dan Modulus Elastisitas (dalam satuan MPa) dengan variasi komposisi sampel yang dinyatakan dalam bentuk grafik. 18,51 9,88 16,35 18,39 9,99 24,07 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

1 2 3 4 5 6

(65:0:0) (45 : 5 : 15) (40 : 10 : 15) (35 : 15 : 15) (30 : 20 : 15) (25 : 25 : 15) Variasi Sam pel (Gipsum : Batang Saw it : PVA)

M o d u lu s E la st is it as L en tu r (M P a)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Nilai Modulus Elastisitas Terhadap Variasi Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA)


(63)

Dari Gambar 4.3 terlihat nilai Modulus Elastisitas maksimum terdapat pada variasi (25:25:15) sebesar 24,07 MPa dan nilai Modulus Elastisitas minimum terdapat pada variasi (45:5:15) sebesar 9,88 MPa. Pada variasi sampel (25:25:15) grafik menunjukkan tingginya nilai kuat lentur suatu sampel, sehingga dibutuhkan gaya yang cukup besar pula sampai sampel menjadi patah. Besarnya gaya yang dibutuhkan menghasilkan nilai Modulus Elastisitas yang besar. Nilai Modulus Elastisitas pada variasi sampel (25:25:15) menunjukkan hasil yang maksimum dibandingkan dengan variasi yang lainnya. Lihat hasilnya pada Lampiran B halaman L-2.

Sementara diketahui pada variasi tersebut komposisi dari gipsum paling minimum sedangkan serbuk batang sawit paling maksimum diantara variasi sampel lainnya. Hal ini menurut Rosmaida (2009) dikarenakan adanya gaya kohesif pada gipsum yang rendah dan didukung sedikitnya gipsum ditambahkan ke dalam campuran membuat tingkat kekakuan menjadi semakin kecil. Dan adanya gaya adhesif yang cukup kuat dari PVA menyebabkan ikatan antara serbuk batang sawit dengan gipsum menjadi lebih baik. Ikatan yang cukup baik di antara campuran tersebut menyebabkan kekuatan kelenturan semakin meningkat.

Dibandingkan dengan gipsum murni yang memiliki gaya kohesif yang rendah tentu menghasilkan material yang kaku dan tingkat kelenturan rendah, menyebabkan sampel menjadi lebih mudah patah apabila diberikan beban yang sama. Jadi jelas bahwa terjadinya peningkatan kekuatan lentur suatu sampel akan memperlambat terjadinya kepatahan pada papan gipsum plafon.

Menurut SNI 03-6384-2000 tentang spesifikasi papan gipsum untuk persyaratan papan gipsum dengan ketebalan + 6,4 mm harus mempunyai beban hancur yang tidak kurang dari 89 MPa. Sementara hasil maksimum dari semua pengujian hanya sebesar 24,07 MPa, maka untuk hasil pengujian Modulus Elastisitas


(64)

dalam penelitian ini belum memenuhi persyaratan nilai minimum Modulus Elastisitas menurut SNI 03-6384-2000.

Pada komposisi (30:20:15) terjadi penurunan grafik, hal ini menunjukkan bahwa pada komposisi tersebut kemungkinan karena adanya ketidak homogenan dalam pengadukan sampel uji dan kurang cermat pengamatan alat ukur sehingga terjadi penurunan grafik dari nilai kuat modulus elastisitasnya.

4.2.3 Pengujian Kuat Tarik

Pengujian kuat tarik mengacu pada SNI 03-2105-2006 untuk menentukan besarnya kekuatan tarik suatu sampel terhadap beban yang diberikan. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel menggunakan alat penguji yang sama dengan uji kuat lentur dan modulus elastisitas tetapi yang berbeda digunakan penjepit untuk mencengkram sampel. Hasil pengukuran uji kuat tarik ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.4 berikut.

Regangan

T

e

ga

nga

n

(kgf

/m

m²)


(65)

Dari Gambar 4.4 tersebut terlihat perbedaan bentuk yang cukup signifikan antara gipsum murni dengan gipsum yang telah ditambahkan bahan pengisi dan perekat PVA. Untuk semua variasi gipsum yang telah ditambahkan pengisi dan perekat PVA bentuknya grafiknya tinggi dan tajam. Sementara bentuk grafik pada gipsum murni terlihat sangat berbeda dan juga kecil. Ini menunjukkan kerapuhan dari gipsum murni dimana hanya mengandalkan ikatan kohesi yang rendah sehingga begitu diberi beban tarik gipsum tersebut langsung hancur.

Hasil pengukuran tersebut juga diperoleh harga tegangan P dalam satuan kgf dan harga regangan dalam satuan mm/menit. Harga P yang diperoleh tersebut disubstitusi ke persamaan 2.3 untuk mendapatkan nilai kuat tarik dalam satuan kgf/mm2 yang dikonversikan ke satuan MPa. Dan untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3. Dan berdasarkan data pada lampiran 3 tersebut dapat dilihat hubungan antara nilai kuat tarik dengan variasi sampel (gipsum : batang sawit : PVA) yang ditampilkan dalam bentuk grafik.

0,15 0,67 0,86 1,23 1,41 1,52 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60

1 2 3 4 5 6

(65:0:0) (45:5:15) (40:10:15) (35:15:15) (30:20:15) (25:25:15) Varias i Sam pe l (Gips um : Batang Ke lapa Saw it : PVA)

K u at T ar ik ( M P a)

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tarik Dengan Variasi Sampel (Gipsum : Batang Sawit : PVA)


(1)

Lampiran G. Data Hasil Perhitungan Perubahan Temperatur (∆T) Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : PVA)

No Gbr

Variasi Sampel

Tg Tm

Jumlah Skala

∆T1 ∆T2

Gipsum Batang Kelapa Sawit PVA ∆T1 ∆T2

1 4.9 65 g 0 g 0 g 140 oC - 14 skala - 8,78 oC -

2 4.10 25 g 25 g 15 g 135 oC 445 oC 4 skala 65 skala 2,51 oC 40,75 oC 3 4.11 45 g 5 g 15 g 110 oC 275 oC 2 skala 62 skala 1,25 oC 38,87 oC Keterangan : Total range DTA = 0,5 mV, jumlah skala total = 100, Suhu Termocouple Platinum Rhodium (PR) 300 oC;

2,3939 mV

Untuk cara perhitungan perubahan temperatur (∆T) pada sampel di atas, diambil contoh untuk sampel variasi (35:15:15) : C mV C x skala mV x skala r ange T x total skala jumlah DTA r ange total x T skala jumlah T o o e ter mocoupl e ter mocoupl 51 , 2 3939 , 2 300 100 5 , 0 4 1

1  

 

 , dan

C mV C x skala mV x skala r ange T x total skala jumlah DTA r ange total x T skala jumlah T o o e ter mocoupl e ter mocoupl 75 , 40 3939 , 2 300 100 5 , 0 65 2

2  

 


(2)

Lampiran H. Foto Hasil Pencetakan Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Limbah Batang Kelapa Sawit dan Perekat PVA


(3)

Lampiran I. Foto Pengujian Mekanik dan Fisik Terhadap Sampel Papan Gipsum Plafon

Uji Kuat Lentur dan MOE Uji Kuat Tarik


(4)

Lampiran J. Foto Peralatan Penelitian

Oven Hot Compressor Mesin Ayakan

Sieve Shaker

Mesin DTA Mesin Uji Impak Mesin Uji Tekan


(5)

Lampiran K. Foto Bahan Penelitian

Gipsum Jaya Board Batang Kelapa Sawit


(6)