Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Sebagai Pengisi Pada Pembuatan Lembaran Plafon Gipsum Dengan Bahan Pengikat Poliuretan

(1)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT

SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN

PLAFON GIPSUM DENGAN BAHAN PENGIKAT

POLIURETAN

TESIS

Oleh

RAHMADHANI BANUREA

097026003/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT

SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN

PLAFON GIPSUM DENGAN BAHAN PENGIKAT

POLIURETAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Fisika pada

Program Pascasarjana Fakultas MIPA

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAHMADHANI BANUREA

097026003/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN PLAFON GIPSUM DENGAN BAHAN PENGIKAT POLIURETAN

Nama Mahasiswa : RAHMADHANI BANUREA Nomor Induk Mahasiswa : 09 70 26 003

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Sutarman, M.Sc


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN

LEMBARAN PLAFON GIPSUM DENGAN BAHAN PENGIKAT

POLIURETAN

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 21 Juni 2011

Rahmadhani Banurea

NIM. 097026003


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rahmadhani Banurea

NIM : 097026003

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Sebagai Pengisi Pada Pembuatan Lembaran Plafon Gipsum Dengan Bahan Pengikat Poliuretan

Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base,

merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 21 Juni 2011


(6)

Telah diuji pada Tanggal : 21 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS Anggota : 1. Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D

2. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 3. Prof. Drs. Muhammad Syukur, MS 4. Dr. Kerista Sebayang, MS


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelar : Rahmadhani Banurea, S.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Belawan Kota Medan, 10 Oktober 1973

Alamat Rumah : Jl. Bunga Stella I No. 76 Medan

Telepon/HP : 08126579483

email : ramadhan@yahoo.co.id

Instansi Tempat Bekerja : FK-USU

Alamat Kantor : Jl. dr. Mansur No. 5 Medan

Telepon/Faks/HP : 0618211045

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 060957 Belawan Kota Medan Tamat : 1986

SMP : SMP Negeri Labuhan Deli Kota Medan Tamat : 1989

SMU : SMA Negeri Labuhan Deli Kota Medan Tamat : 1992

Strata-1 : Fisika FMIPA USU Tamat : 1999


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang diberi judul “Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit sebagai Pengisi pada Pembuatan Lembaran PlafonGipsum dengan bahan Pengikat Poliuretan”.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang di berikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Fisika FMIPA USU. Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS selaku Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, PhD selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan memberikan dorongan hingga selesainya penelitian ini.


(9)

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orang tua, Ayahanda Alm. Muhd. Jamil Banurea dan Ibunda Hj. Rosmina Bangun, beserta istri tercinta dr. Hj. Haryati Lubis yang senantiasa memberikan motivasi dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, pengertian, dan pengorbanan baik moril maupun material, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Kedokteran USU dan juga kepada dr. Zairul Arifin, SpA dan seluruh staf di Departemen Fisika Kedokteran Fakultas Kedokteran USU dr. Keriahen Bangun, bang Dirman, Fatma atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis, juga kepada teman-teman seperjuangan hingga hampir tiap malam ketemu di laboratorium dan jumpa lagi paginya di MIPA saudara Johaidin Saragih, Tirama Simbolon terima kasih atas bantuan kalian semuanya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Semoga kita selalu di beri taufik dan HidayahNya dalam memanfaatkan segala ciptaanNya bagi kesejahteraan umat manusia.


(10)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN PLAFON GIPSUM

DENGAN BAHAN PENGIKAT POLIURETAN

ABSTRAK

Dalam tesis ini telah dibahas tentang pengaruh serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi pada pembuatan lembaran plafon gipsum terhadap sifat fisis dan mekanis dan DTA. Jenis perekat yang digunakan adalah pengikat poliuretan. Serbuk batang kelapa sawit divariasikan 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram dan 25 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisis (densitas 1,6 gr/cm3 dan penyerapan air 15,08 %) pada komposisi 5 gram serbuk batang kelapa sawit adalah hasil terbaik. Semakin tinggi kadar serbuk semakin tinggi nilai densitas, sehinggga serapan airnya makin rendah. Hasil uji sifat fisis ini masih memenuhi standar SNI 03-2105, 1996 dan masih diatas nilai sifat fisis plafon gipsum Jaya Board. Dari pengujian sifat mekanik (uji impak 2,0 x 10-4 J/mm2, uji tarik 305,8 kPa, uji kuat lentur/MOE 7233,8 kg/cm2 dan uji kuat patah/MOR

13,44 MPa) merupakan nilai terbaik dan berada pada komposisi 25:25:15. Ini menunjukkan bahwa komposisi 25:25:15 merupakan komposisi yang paling homogen sehingga sifat mekaniknya optimum. Hasil pengujian spesimen nilainya masih diatas nilai sifat mekanik plafon gipsum Jaya Board. Hasil pengujian DTA diperoleh bahwa suhu endotermik komposisi 45:05:15 yang terbaik dengan suhu endotermiknya 730C. Dari seluruh pengujian spesimen, komposisi 25:25:15 yang sifat mekanik terbaik, sifat fisisnya juga masih memenuhi standar SNI 03-2105, 1996 dan plafon gipsum Jaya Board dengan suhu endotermiknya 750C, sehingga komposisi 25:25:15 dapat digunakan sebagai plafon.


(11)

UTILIZATION OF OIL PALM STEM POWDER AS A CHARGER ON MAKING THE CEILING GYPSUM SHEETS WITH

BINDER POLYURETHANE

ABSTRACT

In this thesis has been discussed about the effect of oil palm stem powder as a filler in the manufacture on making the gypsum ceiling sheets of physical and mechanical properties and the DTA. This type of adhesive used is a polyurethane binder. The varied oil palm stem powder 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram and 25 gram. The results showed that the physical properties (density 1.6 g/cm3 and water absorption 15.08 %) on the composition of oil palm stem at 5 gram powder is the best results. The higher levels of pollen density the higher the value, so as the lower water uptake. Physical properties test results still meet the standards of ISO 03-2105, 1996 and is still above the value of physical properties of gypsum ceiling Jaya Board. From testing the mechanical properties (impact

test 2.0 x 10-4J/mm2, the tensile test 305.8 kPa, modulus of elasticity /MOE test 7233.8 kg/cm2 and modulus of rupture /MOR test 13.44 MPa) is the best value and are on the composition of 25:25:15. This suggests that the composition of 25:25:15 is the most homogeneous composition so that optimum mechanical properties. The results of testing specimens in value is still above the value of the mechanical properties of gypsum ceiling Jaya Board. Test results obtained that the temperature of endothermic DTA 45:05:15 the best composition with endothermic temperature 730C. From all the test specimens, the composition of 25:25:15 the best mechanical properties, the result of physical properties also still meet the standards of ISO 03-2105, 1996 and ceiling gypsum Jaya Board with glorious endothermic temperature 750C, so that the composition can be used as a ceiling 25:25:15.


(12)

(13)

(14)

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Persentase Komponen-Komponen 14 Kayu Kelapa Sawit

2.2 Perbandingan sifat Kayu Kelapa Sawit 16 dengan Beberapa Jenis Kayu


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Penampang Melintang Batang Kelapa Sawit 14

2.2 Reaksi Polimerisasi Isosianat 20

2.3 Reaksi Isosianat dengan Poliol 21

2.4 a. Alat Uji Impak 24

b. Simulasi Alat Uji Impak 2.5 Skema pengujian tarik dengan UTM 26

2.6 Kurva Tegangan Regangan teknik (s - e) 27

2.7 (a) Pembebanan Pengujian MOR dan MOE 28

(b) Defleksi yang terjadi pada saat pengujian 2.8 Uji MOE dan uji MOR 29

2.9 Sistem Pemanasan dalam Tungku DTA 30

2.10 Kurva Ideal Differential Thermal Analysis (DTA) 31

3.1 Pengukuran massa sampel gantung 35

4.1 Grafik Densitas – vs – Komposisi Sampel 39


(17)

4.3 Grafik Kuat Impak – vs – Komposisi 42

4.4 Grafik Kuat Tarik – vs – Komposisi Sampel 43

4.5 Grafik Nilai Kuat Lentur – vs – Komposisi Sampel 45 4.6 Grafik Nilai Kuat Patah – vs – Komposisi Sampel 47

4.7 Grafik DTA Gipsum 48 4.8 Grafik DTA komposisi 45:05:15 49 4.9 Grafik DTA komposisi 25:25:15 50


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A Standar Papan Gipsum 58 B Densitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel 59 (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)

C Persentase Penyerapan Air Dari Papan Gipsum Plafon 60 Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa

Sawit : Poliuretan)

D Uji Impak Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel 61 (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)

E Kuat Tarik Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel 62 (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)

F Modulus Elastisitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap 63 Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)

G Modulus Patah Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap 64 Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)

H Uji Fisis dan Mekanis dari Papan Gipsum 65 Plafon Jayaboard Komersial

I Grafik Uji Tarik dan Uji MOR, MOE 66


(19)

DAFTAR ISTILAH

ASTM : American Standart for Testing and Material.

Densitas : Ukuran kepadatan dari suatu material.

DTA : Differential Thermal Analysis, merupakan alat untuk

mengidentifikasi sifat termal dari suatu senyawa.

Gipsum : Mineral yang bahan utamanya terdiri dari hydrated

calcium sulfate.

MOE : Perbandingan antara tegangan (ó) dan regangan (? ).

MOR : Tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya patah

dari suatu material dalam kelengkungannya.

MPa : Satuan kekuatan tekan dalam satuan Mega Pascal.

Plafon : Interior permukaan bagian atas dari ruangan yang

digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap.

SNI : Standar Nasional Indonesia

Tg : Transisi Gelas dalam satuan oC


(20)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN PLAFON GIPSUM

DENGAN BAHAN PENGIKAT POLIURETAN

ABSTRAK

Dalam tesis ini telah dibahas tentang pengaruh serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi pada pembuatan lembaran plafon gipsum terhadap sifat fisis dan mekanis dan DTA. Jenis perekat yang digunakan adalah pengikat poliuretan. Serbuk batang kelapa sawit divariasikan 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram dan 25 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisis (densitas 1,6 gr/cm3 dan penyerapan air 15,08 %) pada komposisi 5 gram serbuk batang kelapa sawit adalah hasil terbaik. Semakin tinggi kadar serbuk semakin tinggi nilai densitas, sehinggga serapan airnya makin rendah. Hasil uji sifat fisis ini masih memenuhi standar SNI 03-2105, 1996 dan masih diatas nilai sifat fisis plafon gipsum Jaya Board. Dari pengujian sifat mekanik (uji impak 2,0 x 10-4 J/mm2, uji tarik 305,8 kPa, uji kuat lentur/MOE 7233,8 kg/cm2 dan uji kuat patah/MOR

13,44 MPa) merupakan nilai terbaik dan berada pada komposisi 25:25:15. Ini menunjukkan bahwa komposisi 25:25:15 merupakan komposisi yang paling homogen sehingga sifat mekaniknya optimum. Hasil pengujian spesimen nilainya masih diatas nilai sifat mekanik plafon gipsum Jaya Board. Hasil pengujian DTA diperoleh bahwa suhu endotermik komposisi 45:05:15 yang terbaik dengan suhu endotermiknya 730C. Dari seluruh pengujian spesimen, komposisi 25:25:15 yang sifat mekanik terbaik, sifat fisisnya juga masih memenuhi standar SNI 03-2105, 1996 dan plafon gipsum Jaya Board dengan suhu endotermiknya 750C, sehingga komposisi 25:25:15 dapat digunakan sebagai plafon.


(21)

UTILIZATION OF OIL PALM STEM POWDER AS A CHARGER ON MAKING THE CEILING GYPSUM SHEETS WITH

BINDER POLYURETHANE

ABSTRACT

In this thesis has been discussed about the effect of oil palm stem powder as a filler in the manufacture on making the gypsum ceiling sheets of physical and mechanical properties and the DTA. This type of adhesive used is a polyurethane binder. The varied oil palm stem powder 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram and 25 gram. The results showed that the physical properties (density 1.6 g/cm3 and water absorption 15.08 %) on the composition of oil palm stem at 5 gram powder is the best results. The higher levels of pollen density the higher the value, so as the lower water uptake. Physical properties test results still meet the standards of ISO 03-2105, 1996 and is still above the value of physical properties of gypsum ceiling Jaya Board. From testing the mechanical properties (impact

test 2.0 x 10-4J/mm2, the tensile test 305.8 kPa, modulus of elasticity /MOE test 7233.8 kg/cm2 and modulus of rupture /MOR test 13.44 MPa) is the best value and are on the composition of 25:25:15. This suggests that the composition of 25:25:15 is the most homogeneous composition so that optimum mechanical properties. The results of testing specimens in value is still above the value of the mechanical properties of gypsum ceiling Jaya Board. Test results obtained that the temperature of endothermic DTA 45:05:15 the best composition with endothermic temperature 730C. From all the test specimens, the composition of 25:25:15 the best mechanical properties, the result of physical properties also still meet the standards of ISO 03-2105, 1996 and ceiling gypsum Jaya Board with glorious endothermic temperature 750C, so that the composition can be used as a ceiling 25:25:15.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sekitar tahun 80-an bahan asbes biasanya sangat akrab digunakan sebagai penutup atap dan plafon rumah. Selain harga dan pemasangannya mudah karena asbes memiliki bobot yang ringan. Asbes dapat digolongkan menjadi dua bagian. Pertama golongan serpentine (krisotil yang merupakan hidroksida magnesium silikat) dan golongan kedua amphibole dari mineral-mineral pembentuk batuan, termasuk : actinolite, amosite (asbes coklat, cummingtonite, grunnerite), anthophyllite, chrysotile (asbes putih), crocidolite (asbes biru) dan tremolit. Asbes memiliki sifat tahan asam, relatif sukar larut, daya regang tinggi, serat asbes bersifat tahan panas dapat mencapai 800 0C, fleksibel, tidak menguap, mampu meredam suara, tidak mudah dihancurkan di alam yang biasa digunakan untuk mobil, kompor, atap rumah, plafon, pelapis dan kabel listrik panas, kedap suara dan kedap air, asbes sering juga digunakan pada isolating pipa pemanas dan juga untuk panel akustik (Abraham JL, 1994; WHO, 1995).

Serat-serat asbes mudah sekali terlepas dari ikatannya dan membentuk serat-serat mikroskopis jika terhisap, asbes mengandung debu yang dapat dihirup oleh manusia dan debu-debu asbes ini merupakan partikel yang beterbangan di udara dan debu asbes ini dengan ukuran diameter kurang dari 3 µm dengan panjang 3 kali diameter akan dapat mudah terhirup. Debu asbes akan merusak DNA dari sel lubang paru (mesothelium) serat asbes mengendap atau menusuk sel paru-paru tidak bisa diurai dan dikeluarkan lagi oleh tubuh akibatnya kontrol pertumbuhan sel terganggu sehingga menyebabkan penebalan atau pembengkakan pleura

(selaput yang melapisi paru-paru) dan dikenal dengan penyakit Asbestosis (Roggli VL, 1994).


(23)

Bahan asbes ini di beberapa negara sudah dilarang penggunaannya seperti

di China, Amerika Serikat, Columbia dan negara-negara maju lainnya. Hal ini disebabkan karena bahan ini dapat menyebabkan resiko penyakit kanker

bagi para pekerja dan pemakainya (Jacko, 2003).

Dewasa ini perkembangan komposit kayu mengarah pada produk-produk yang memanfaatkan bahan lignoselulosa. Sifat-sifat yang menguntungkan dari papan komposit jenis ini relatif ringan, mudah dalam pengerjaan dan sifat ketahanannya

terhadap api, rayap dan jamur serta cuaca yang baik (Basuki, 1983). Papan komposit jenis ini tidak menggunakan bahan asbes, seperti yang kita

ketahui bahan asbes yang selama ini digunakan dapat membahayakan kesehatan. Solusi pengganti plafon asbes adalah papan gipsum plafon.

Serbuk batang kelapa sawit merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan plafon. Optimasi proses pembuatan plafon sangat dipengaruhi oleh kadar perekat dan kerapatan terhadap sifat fisis dan mekanis. Proses pembuatan plafon berbahan baku serbuk batang kelapa sawit ini dapat dibuat dengan menggunakan perekat poliuretan. Dari berbagai literatur menyatakan bahwa perpaduan dua atau lebih polimer dapat meningkatkan sifat-sifat tertentu dari bahan yang dibuat. Dengan melihat campuran antara polieter (isosianat) dengan poliester (glikol) dapat membentuk jaringan yang bercabang (Klempner, et al., 1994) telah dapat meningkatkan sifat mekanik yang tinggi.

Bahan pengikat dapat membentuk sebuah matriks pada suhu yang relatif stabil, plafon gipsum adalah plafon mineral pengisinya berupa gipsum, bersifat tahan api, awet dan tidak menimbulkan emisi gas formaldehida. Salah satu penggunaan papan gipsum cocok untuk pemakaian di bawah atap dan tidak selalu berhubungan dengan kelembaban tinggi (Simatupang, 1986).

Hubner (1985) mengemukakan persyaratan papan gipsum menurut standar Jerman, yaitu keteguhan lenturnya (modulus patah) 60 kg/cm2 untuk yang kerapatannya 1 g/cm3, modulus patah 75 – 80 kg/cm2 untuk yang kerapatannya 1,1 g/cm3 dan modulus patah 85 – 90 kg/cm2 untuk yang kerapatannya 1,2 g/cm3.


(24)

Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut, kemudian dipanaskan pada suhu 1750C yang sering disebut dengan nama STUCCO. Menurut Toton Sentano Kunrat (1992), di alam gipsum merupakan mineral hidrous sulfate yang mengandung dua molekul air atau dengan rumus kimia CaSO4.2H2O dengan berat molekul 172,17 gr. Gipsum adalah mineral

sulfat yang paling umum diatas bumi dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfat, zat ini digunakan untuk pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin, sebagai penyerap untuk bahan-kimia, sebagai bahan pembuatan komponen-komponen elektronika. Papan dinding gipsum atau eternit berupa papan atau lembaran, campuran dari gypsummixed lebih dari 15% serabut, biasanya dipasang pada langit-langit rumah. Jenis-jenis batuannya adalah sanitspar, alabaster, gypsite dan selenit. Warna gipsum mulai dari putih, kekuning-kuningan sampai abu-abu. Menurut asalnya gipsum terbagi 2 jenis yaitu gipsum alam dan gipsum sintetik. Gipsum alam adalah yang ditemukan di alam, sedangkan gipsum sintetik adalah yang dibuat manusia. Gipsum sintetik terdiri dari : gipsum sintetik dari air laut, gipsum sintetik dari air kawah dan gipsum sintetik hasil sampingan industri kimia. Gipsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari hidrated calcium sulfate. Seperti pada mineral dan batu, gipsum akan menjadi lebih kuat apabila mengalami penekanan (Gipsum Association, 2007).

Kelapa sawit sangat besar potensinya di Indonesia dengan luas tanaman lebih dari 2,9 juta hektar sehingga Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit

terbesar di dunia setelah Malaysia. Dengan laju pertumbuhan sekitar 8,5 % per tahun, diperkirakan Indonesia akan melewati Malaysia pada tahun

2014. Namun, pemanfaatan biomassa kelapa sawit masih belum efisien, terbatas hanya pada buah untuk memproduksi minyak, serta sampai pada tingkat tertentu, pada sabut, tandan, dan pelepah untuk memproduksi serat. Biomassa batang dari hasil regenerasi tanaman tua setelah berumur 25-30 tahun yang merupakan massa terbesar belum dimanfaatkan, melainkan hanya dibakar atau dibiarkan jadi tumpukan limbah yang menimbulkan berbagai dampak lingkungan dan gangguan. (Bakar, E.S, O. Rachman, Y. Massijaya dan Bahruni, 2000).


(25)

Batang kelapa sawit yang dihasilkan pada waktu peremajaan tanaman baru-baru ini mendorong kita untuk memanfaatkannya. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat dengan laju peremajaan sekitar 10 % dimana dapat dihasilkan batang kelapa sawit sebanyak 11,7 juta pohon pertahun, jadi ketersediaan batang kelapa sawit akan terus ada sepanjang tahun karena peremajaan terus menerus di lakukan (Prayitno dan Darnoko, 1994).

Batang kelapa sawit belum dimanfaatkan secara ekonomis karena kualitasnya yang rendah, tidak homogen dan mudah rusak oleh pengaruh cuaca dan serangga. Beberapa peneliti telah menawarkan berbagai metoda pengolahan batang kelapa sawit agar menjadi bahan yang bernilai ekonomis. Darnoko (1994) memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit untuk papan partikel dengan perekat urea formaldehida. Sedang Afrina dkk (2000) memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit untuk papan partikel dengan perekat campuran polypropilena dan urea formaldehida, ternyata papan partikel yang dihasilkan mempunyai kestabilan dimensi yang cukup baik tetapi campuran bahan hanya berinteraksi secara fisik. Komponen kandungan batang kelapa sawit adalah selulosa, hemiselulusa, lignin, serat, parenkim, air, abu dan pati. Kandungan air dan parenkim semakin tinggi sesuai dengan ketinggian batang kelapa sawit. Tingginya kadar air menyebabkan kestabilan dimensi batang kelapa sawit rendah. Parenkim bagian atas pohon mengandung pati hingga 40 %, dan hal ini menyebabkan sifat fisik dan mekanik batang kelapa sawit rendah (mudah patah/retak) serta mudah di serang rayap (Prayitno, 1995).

Batang kelapa sawit biasa diambil dari perkebunan kelapa sawit saat peremajaan, atau setelah batang kelapa sawit berumur 25 tahun. Batang kelapa sawit terdiri dari serat dan parenkim. Balfas (2003) menyatakan salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah sifat higroskopis

yang berlebihan dan karakteristik kimia kayu sawit yang memiliki kandungan ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu biasa. Kandungan parenkim meningkat sesuai dengan peningkatan ketinggian pohon. Parenkim pohon kelapa sawit bagian atas mengandung pati sampai 40% sehingga tidah layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp.


(26)

Mengingat didalam bahan baku yang akan digunakan pada penelitian ini mengandung zat ekstraktif yang dapat menghambat daya rekat dan pengerasan perekat, maka perlu dilakukan perendaman terhadap bahan baku tersebut diatas untuk mengurangi kandungan zat ekstraktifnya.

Penelitian pemanfaatan kayu sawit oleh Lubis (1994), menunjukan cara pemanfaatan batang kelapa sawit paling tepat adalah bagian bawah sampai ketinggian 2 meter diatas tanah tepat untuk industri perkayuan sedang diatas 2 meter dapat diarahkan dimanfaatkan untuk bahan pembuatan papan partikel dengan memerlukan pengolahan lebih lanjut bila digunakan untuk industri kayu. Pada penelitian ini serbuk kayu kelapa sawit diambil dari batang kelapa sawit pada ketinggian diatas 2 meter.

Penelitian pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit oleh Lubis J.M., (2009) menunjukkan bahwa faktor letak batang (luar dan dalam) untuk pengambilan serbuk serat sawit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji kerapatan, uji kadar air, uji daya serap air, uji pengembangan tebal, uji MOE dan uji MOR. Dari uraian diatas dalam pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit bahan yang digunakan adalah keseluruhan isi batang kelapa sawit baik luar maupun bagian dalam, berupa serbuk batang kelapa sawit, dengan tambahan pengisi gipsum dan perekat poliuretan diharapkan lembaran plafon gipsum yang dibuat mengakibatkan sifat fisik kualitas papan yang dihasilkan semakin baik dengan kerapatan yang tinggi, penyerapan air yang rendah.

Perekat merupakan salah satu faktor yang mempunyai keberhasilan dalam pembuatan papan partikel. Poliuretan merupakan salah satu perekat yang dapat digunakan dalam pembuatan lembaran plafon gipsum. Perekat ini tergolong dalam kategori perekat termosetting, karena tidak dapat kembali ke bentuk semula apabila di aplikasikan ke bahan yang digunakan. Di bidang kedokteran, poliuretan digunakan sebagai bahan pelindung muka, kantung darah (Nicholson, 1977). Selain itu, poliuretan digunakan untuk furniture, bangunan dan konstruksi, insulasi tank dan pipa, pabrik pelapis, alat-alat olahraga, serta sebagai pembungkus (Woods, 1987; Pigott, 1996).


(27)

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengaruh serbuk batang kelapa sawit dapat memberikan kontribusi kekuatan pada pembuatan plafon.

b. Pemanfaatan produk baru lembaran untuk plafon dari serbuk batang kelapa sawit.

1.3 PERMASALAHAN

Serbuk batang kelapa sawit akan memberikan nilai tambah bila dapat digunakan sebagai bahan pengisi plafon gipsum. Dari uraian di atas diperoleh pokok permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah serbuk batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai pengisi gipsum plafon ?

b. Bagaimana prosedur optimum pada pembuatan dan karakteristik dari gipsum plafon dengan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan pengikat poliuretan ?

1.4 BATASAN MASALAH

Membuat lembaran plafon dengan menggunakan gipsum sebagai matrik dan serbuk batang kelapa sawit dengan bahan pengikat poliuretan. Pengujian yang dilakukan meliputi :

a. Sifat fisis 1. Densitas 2. Penyerapan air


(28)

b. Sifat mekanik

1. Uji kuat patah (MOR) 2. Uji kuat lentur (MOE) 3. Uji impak

4. Uji tarik

c. Sifat thermal

1. Penyerapan panas 2. Titik lebur

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Dapat dimanfaatkannya serbuk batang kelapa sawit yang terbuang untuk pembuatan lembaran plafon sebagai pengisi dari campuran gipsum.

1.6 TEMPAT PENELITIAN

a. Laboratorium Polimer Fakultas MIPA USU. b. Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA USU.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GIPSUM

Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Gipsum merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen, lunak bila murni. Merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam dunia perdagangan biasanya gipsum mengandung 90% CaSO4.2H2O (Habson, 1987).

Menurut Sanusi (1986) gipsum adalah suatu senyawa kimia yang mengandung dua molekul hablur dan dikenal dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Dalam bentuk

murni gipsum berupa kristal berwarna putih dan berwarna abu-abu, kuning, jingga atau hitam bila kurang murni.

Gipsum ada di mana-mana. Gipsum adalah mineral sulfat yang paling umum diatas bumi. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfate. Dengan perlakuan panas, tekanan, percampuran dengan unsur-unsur yang lain dapat menghasilkan berbagai jenis gipsum.

Gipsum adalah zat kapur sulfate (CaSO4). Alam menyediakan dua macam

gipsum yaitu anhidrit dan dehydrate. Gipsum yang disuling disebut dengan anhidrit dibentuk dari 29,4 % zat kapur (Ca) dan 23,5 % belerang (S). Secara kimiawi, satu-satunya perbedaan antara kedua jenis gipsum ini adalah dua molekul air yang ada dalam senyawanya. Dehydrate (CaSO4 + 2H2O) berisi dua

molekul dan air sedangkan anhidrit (CaSO4) tidak berisi molekul air.

Pada umumnya, gipsum mempunyai air yang dihubungkan dalam struktur molekular (CaSO4.2H2O) dan kira-kira 23,3 % Ca dan 18,5 % S. Gipsum adalah

garam yang netral dari suatu cuka yang kuat dan tidak meningkatkan atau mengurangi kadar keasaman.


(30)

Gipsum digunakan untuk pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin, sebagai penyerap untuk bahan-kimia, sebagai pigmen cat dan perluasan, dan untuk pelapisan kertas. Gypsum california alami, berisi 15% - 20% belerang,

digunakan untuk memproduksi ammonium sulfate untuk pupuk.

Gipsum juga digunakan untuk membuat asam belerang dengan pemanasan sampai 2000o F (1093oC) dalam permukaan tertentu. Resultan calsium sulfida bereaksi untuk menghasilkan kapur perekat dan sulfuricacid.

Gipsum mentah juga digunakan untuk campuran portland semen. Warna sebenarnya adalah putih, tetapi mungkin saja diwarnai kelabu, warna

coklat, atau merah. Berat jenisnya adalah 2.28 - 2.33 dan kekerasan Mohs 1,5 - 2. Gipsum menjadi kering ketika dipanaskan sekitar 374oF (190oC), membentuk

hermihydrate 2CaSO4.H2O, yang merupakan dasar dari kebanyakan plester

gipsum. Disebut sebagai gypsum calcined, pada saat digunakan untuk pembuatan hiasan, bahan gypsum calcined dicampur dengan air, membentuk sulfate hydrated

yang akan mengeraskan. Palestic adalah gipsum yang dicampur dengan

ureaformalidehyde damar dan suatu katalisator.

Calcium sulfate tanpa air kristalisasi digunakan untuk pengisi kertas dengan nama pearl filler. Terra alba adalah nama asal untuk gipsum sebagai pengisi cat. Zat kapur (sulfate) yang tak berair di dalam bubuk atau format berisi butiran kecil akan menyerap 12-14% berat airnya, dan digunakan untuk mengeringkan bahan kimia dan gas.

Gipsum bisa digunakan kembali dengan pemanasan. Anhidrit adalah zat kapur tak berair (sulfate). Anhidrit digunakan untuk memproduksi belerang, dioksida belerang, dan ammonium sulfate. Banyak gypsum calcined, digunakan sebagai gipsum untuk memplester dinding. Untuk penggunaan seperti itu, dicampur dengan kapur perekat air atau lem air dan pasir. Papan dinding gipsum atau eternit berupa papan atau lembaran, campuran dari gypsummixed lebih dari 15% serabut, biasanya dipasang pada langit-langit rumah. Butir yang terdapat di dalamnya tahan terhadap api karena menggunakan suatu tiruan wood-grain untuk permukaan dinding. Scott’s semen adalah suatu plester untuk perekat dengan


(31)

Gipsum dapat berubah secara perlahan-lahan menjadi hemihidrat (CaSO4.

0.5H2O) pada suhu 900C. Bila dipanaskan atau dibakar pada suhu 1900C – 2000C

akan menghasilkan kapur gipsum atau stucco yang dikenal dalam perdagangan sebagai plester paris. Pada suhu yang cukup tinggi yaitu lebih kurang 5340C akan dihasilkan anhydrite (CaSO4) yang tidak dapat larut dalam air dan

dikenal sebagai gipsum mati.

Sanusi (1986) menyebutkan bahwa dalam penggunaan gipsum dapat digolongkan menjadi dua macam seperti dipaparkan dibawah ini :

1. Yang belum mengalami kalsinasi.

Dipergunakan dalam pembuatan semen portland dan sebagai pupuk. Jenis ini meliputi 28% dari seluruh volume perdagangan.

2. Yang mengalami proses kalsinasi.

Sebagian besar digunakan sebagai bahan bangunan, plester paris, Bahan dasar untuk pembuatan kapur, bedak, untuk cetakan alat keramik, tuangan logam, gigi dan sebagainya. Jumlah tersebut meliputi 72% dari seluruh volume perdagangan.

Gipsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran udara, murah, tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap zat kimia (Purwadi, 1993). Gipsum mempunyai sifat yang cepat mengeras yaitu sekitar 10 menit. Maka dalam pembuatan papan gipsum harus digunakan bahan kimia untuk memperlambat proses pengerasan tanpa mengubah sifat gipsum sebagai perekat (Simatupang, 1985). Perlambatan tersebut dimaksudkan agar cukup waktu dari tahap pencampuran bahan sampai tahap pengempaan.

Waktu pengerasan gipsum bervariasi tergantung pada kandungan bahan dan airnya. Dalam proses pengerasan gipsum setelah dicampur dengan air maka terjadi hidratasi yang menyebabkan kenaikan suhu. Kenaikan suhu tersebut tidak boleh melebihi suhu 400 C ( Simatupang, 1985). Suhu yang lebih tinggi lagi akan mengakibatkan pengeringan gipsum dalam bentuk CaSO4.2H2O sehingga


(32)

mengurangi bobot air hidratasi. Pengurangan tersebut akan menyebabkan berkurangnya keteguhan papan gipsum. Beberapa kegunaan gipsum yaitu : 1. Dry wall, bahan perekat dan campuran pembuatan lapangan tenis. 2. Penyaring dan sebagai pupuk tanah, diakhir abad 18 dan awal abad 19, gipsum Nova Scotia atau yang lebih dikenal dengan plester digunakan dalam jumlah besar sebagai pupuk di ladang-ladang gandum AS.

3. Sebagai pengganti kayu pada zaman kerajaan-kerajaan ketika kayu menjadi langka di zaman perunggu, gipsum ini digunakan sebagai bahan bangunan. 4. Sebagai pengental tofu, karena memiliki kadar kalsium yang tinggi khususnya di benua Asia diproses secara tradisional.

5. Untuk bahan baku kapur tulis, sebagai indikator pada tanah dan air. 6. Sebagai salah satu bahan pembuat portland semen.

Saat ini gipsum sebagai bahan bangunan digunakan untuk membuat papan gipsum dan profil pengganti eternit asbes. Papan gipsum profil adalah salah satu produk jadi setelah material gipsum diolah melalui proses pabrikasi menjadi tepung. Papan gipsum profil digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon.

2.2 KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACQ)

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodisel). Perkebunan menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Kelapa sawit sangat besar potensinya di Indonesia dengan luas tanaman lebih dari 2,9 juta ha sehingga Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia setelah Malaysia. Dengan laju pertumbuhan sekitar 8,5% per tahun, diperkirakan Indonesia akan melewati Malaysia pada tahun 2014 nanti. Namun, pemanfaatan biomassa kelapa sawit masih belum efisien, terbatas hanya pada buah untuk memproduksi minyak, serta sampai pada tingkat tertentu, pada


(33)

sabut, tandan, dan pelepah untuk memproduksi serat. Biomassa batang dari hasil regenerasi tanaman tua setelah berumur 25-30 tahun yang merupakan massa terbesar belum dimanfaatkan, melainkan hanya dibakar atau dibiarkan jadi tumpukan limbah yang menimbulkan berbagai dampak lingkungan dan gangguan. Salah satu limbah kelapa sawit yang mengandung lignoselulosa adalah batang. Batang sawit pada dasarnya merupakan bahan berkayu yang memiliki struktur relatif tidak seragam dan memiliki kesan struktur seperti kayu kelapa dengan konfigurasi serat lebih pendek.

Pemanfaatan batang kelapa sawit sebagai subsitusi kayu tropis memiliki aspek lingkungan yang baik dalam kaitannya dengan upaya nasional dan internasional dalam penyelamatan hutan tropis. Secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari batang kelapa sawit dibandingkan dengan kayu biasa, yaitu kandungan air pada kayu segar kelapa sawit sangat tinggi (dapat mencapai 500%), kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat mencapai 45%), keawetan alami sangat rendah, kadar air keseimbangan relatif lebih tinggi. Selain itu, batang kelapa sawit juga memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan kayu lainnya, yaitu warna kayu lebih cerah dan seragam, tidak mengandung mata kayu, relatif tidak mempunyai sifat anisotropis, mudah dikeringkan dan mudah diberi perlakuan kimia (Balfas, 2003).

2.2.1 Komponen-komponen batang kelapa sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yaitu merupakan tumbuhan dari ordo : Palmales, family : Palmaceae, sub family : Cocoideae. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan monokotil dengan ciri-ciri tidak memiliki kambium, pertumbuhan sekunder, lingkaran tahun, sel jari-jari, kayu awal, kayu akhir, cabang, mata kayu. Pertumbuhan dan pertambahan diameter batang berasal dari pembelahan secara keseluruhan dan pembebasan sel pada jaringan dasar parenkim serta pembesaran serat dari berkas pembuluh (Choon et al., 1991).


(34)

Batang terdiri dari serat dan parenkim. Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9-12 meter dan diameter 45-65 cm yang di ukur pada ketinggian 1,5 meter dari permukaan tanah. Jika tanaman telah mencapai dari 12 meter sudah sulit untuk dipanen, maka pada umumnya tanaman di atas 25 tahun sudah diremajakan. Batang kelapa sawit memiliki jaringan parenkim dan serat (gambar 2.1).

Gambar 2.1. Penampang Melintang Batang Kelapa Sawit

Komponen-komponen yang terkandung dalam kayu kelapa sawit adalah selulosa, lignin, parenkim, air, dan abu dan pati (Tomimura, 1992). Kandungan parenkim dan air meningkat sesuai dengan ketinggiannya. Tingginya kadar air menyebabkan kestabilan dimensi batang kelapa sawit rendah. Parenkim pada bagian atas pohon mengandung pati hingga 40 % ini menyebabkan sifat fisik dan mekanik batang kelapa sawit juga rendah, yaitu mudah patah, retak dan mudah diserang rayap (Tomimura, 1992).

Kerapatan kayu batang kelapa sawit berkisar dari 0,2 g/ml sampai 0,6 g/ml dengan kerapatan rata-rata 0,37 g/ml (Lubis, A. U., 1994). Persentase kandungan dari kayu kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.1.


(35)

Tabel 2.1. Persentase Komponen-Komponen Kayu Kelapa Sawit (Nasution, D. Y., 2001)

Komponen Kandungan %

Air 12,5

Abu 2,25

SiO2 0,48

Lignin 17,22

Hemiselulosa 16,81

á-selulosa 30,77

Pentosa 20,05

2.2.2 Sifat fisik kayu kelapa sawit

Sifat fisik batang kelapa sawit meliputi kerapatan dan kadar air.

2.2.2.1 Kadar Air kayu kelapa sawit

Kadar air batang kelapa sawit bervariasi antara 100-500%. Kenaikan kadar air yang bertahap ini di indikasikan terhadap ketinggian dan kedalaman posisi batang, yang bagian terendah dan luar batang memiliki nilai yang sangat jauh dengan 2 bagian batang lainnya. Kecenderungan kenaikan kadar air ini dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan distribusi jaringan parenkim yang berfungsi menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Ketersediaan jaringan parenkim ini akan semakin berlimpah dari bagian luar batang ke bagian dalam/pusat batang (Choon, et al, 1991). Apabila kayu dikeringkan selama pengolahannya, semua cairan dalam rongga sel dikeluarkan. Tetapi rongga sel selalu berisi sejumlah uap air.


(36)

2.2.2.2 Kerapatan batang kelapa sawit

Karena sifat dasarnya yang merupakan jenis monokotil, kerapatan batang kelapa sawit memiliki nilai yang sangat bervariasi pada bagian yang berbeda dari batang kelapa sawit. Nilai kerapatan tersebut berkisar antara 200-600 kg/m3 dengan rata-rata 370 kg/m3. Kerapatan batang kelapa sawit menurun terhadap ketinggian dan kedalaman bagian batang (Choon, et al, 1991).

2.2.3 Sifat mekanik batang kelapa sawit

Sifat mekanik kayu kelapa sawit menggambarkan kerapatan batang baik pada arah radial maupun vertical, keteguhan lentur (MOE) dan keteguhan patah (MOR), tekan sejajar serat dan kekerasan. Dari penelitian Bakar (2003) diketahui bahwa batang kelapa sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke bagian pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari batang kelapa sawit untuk setiap batang mulai tepi, tengah, pusat memiliki nilai berat jenis semakin menurun, bagian tepi berat jenis 350 kg/m3, bagian tengah berat jenis 280 kg/m3 dan bagian pusat berat jenisnya bernilai 200 kg/m3. Sama halnya dengan nilai keteguhan lentur (MOE) dan keteguhan patah (MOR) semakin ke bagian pusat nilainya menunjukkan penurunan, tetapi sebaliknya dengan kadar air nilainya semakin bertambah. Batang kelapa sawit memiliki beberapa hal yang sangat menguntungkan di bandingkan dengan dengan kayu biasa, diantaranya harga kayu atau eksploitasi sangat rendah, warna kayu cerah dan lebih seragam, tidak mengandung mata kayu, relatif tidak memiliki sifat anisotropis, mudah diberi perlakuan kimia, mudah dikeringkan, pada bagian yang cukup padat (kerapatan, gr/cm3) tidak dijumpai perubahan atau kerusakan fisik yang berarti. Tabel 2.2 membandingkan beberapa sifat mekanik kayu kelapa sawit dengan beberapa spesies kayu dan jenis monokotil.


(37)

Tabel 2.2. Perbandingan sifat kayu kelapa sawit dengan beberapa jenis kayu (Bakar, 2003)

Spesies

Kerapatan (kering

oven) kg/m3

MOE (MPa)

MOR (MPa)

Tekan (MPa)

Kekerasan (N)

Kayu kelapa

sawit (30 tahun)

220-550 800-8000 8-45 5-25 350-2450

Kayu kelapa (60 tahun)

250-850 3100-114400 26-105 19-49 520-4400

Cegal 820 19600 149 75 9480 Kapur 690 13200 73 39 5560 Kayu Karet 530 530 58 26 4320

2.3 SEJARAH POLIURETAN

Polimerisasi isosianat telah dipakai dalam industri terutama foam poliuretan dan pengikat. Secara komersial isosianat pertama kali diproduksi awal tahun 1960-an dan berkembang kegunaannya pada industri : foam rigid dan lentur, elastomer, coating, dan adhesif. Di tahun 1991, rata-rata 2,6 juta pon isosianat diproduksi di dunia (Galbarait C.J dan Newman, 1992).


(38)

Usaha menciptakan polimer poliuretan pertama kali dirintis oleh Otto Bayer dan rekan-rekannya pada tahun 1973 di labolatorium I.G. Farben di Leverkusen, Jerman. Mereka menggunakan prinsip polimerisasi adisi untuk menghasilkan poliuretan dari diisosianat cair dan polieter cair atau diol poliester seperti menunjuk ke berbagai kesempatan spesial, khususnya saat dibandingkan dengan berbagai plastik yang dihasilkan dari olefin, atau dengan polikondensasi. Awalnya, usaha difokuskan pada produksi serat dan busa yang fleksibel.

Kendati pengembangan terintangi oleh Perang Dunia II (saat itu poliuretan digunakan dalam skala terbatas sebagai pelapisan pesawat), poliisosianat telah menjadi tersedia secara komersial sebelum tahun 1952. Produksi komersialnya busa poliuretan yang fleksibel dimulai pada 1954, didasarkan pada toluena diisosianat (TDI) dan poliol poliester. Penemuan busa ini (yang awalnya dijuluki

keju Swissimitasi oleh beberapa penemu) adalah berkat jasa air yang tak sengaja

dicampurkan ke dalam campuran reaksi. Bahan-bahan ini digunakan pula untuk memproduksi busa kaku, karet gom, dan elastomer.

Cara simultan interpenetrasi jaringan polimer menggabungkan antara isosianat dan lignin (Sperling, 1994). Peneliti menggunakan isosianat dalam pembentukan interpenetrasi jaringan polimer sehingga menghasilkan bahan polimer baru yang kaya akan sifat fisik dan mekanik.

2.3.1 Polimerisasi isosianat sebagai pengikat kayu

Perekat merupakan salah satu faktor yang mempunyai keberhasilan dalam pembuatan papan partikel. Pemilihan jenis dan banyaknya perekat yang dibutuhkan sangat penting untuk diperhatikan. Suatu bahan perekat tergantung pada jenis papan partikel yang akan dibuat. Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, pasta, dan cement. Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu. Mucilage merupakan perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan diperuntukkan terutama untuk merekat kertas.


(39)

Paste merupakan perekat pati (strach) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta. Cement merupakan istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut (Ruhedi, 1997).

Isosianat merupakan salah satu perekat yang dapat digunakan dalam pembuatan papan biokomposit. Perekat ini tergolong dalam kategori perekat termosetting, karena tidak dapat kembali kebentuk semula apabila diaplikasikan kebahan yang digunakan (Vick, C. B. 1999).

Isosianat adalah perekat yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya. Isosianat bereaksi bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali (chemical bonding). Isosianat juga memiliki gugus kimia yang sangat reaktif,

yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas, cepat kering, Ph netral dan kedap terhadap pelarut organik (Ruhedi S.,2007).

2.3.2 Keunggulan dan masalah dari pemakaian isosianat

PF telah mendominasi penjualan resin untuk aplikasi eksterior, kini isosianat telah mulai menggantikan kedudukan resin PF. Inovasi dan kreasi baru telah membuat kompetisi pemakaian kedua resin ini. Hampir 20 tahun belakangan ini, penyelidikan kayu komposit secara intensif telah dapat meningkatkan sifat-sifat mekanik dan fisik dari kayu secara signifikan, di samping itu dari segi penampilan juga bertambah menarik dan bagus kelihatannya.

Telah dibuktikan isosianat dapat dimatangkan pada suhu yang lebih rendah. Galbarait C.J dan Newman (1992) telah membandingkan kecepatan pematangan antara PF dan isosianat, menunjukkan isosianat jauh lebih cepat matang, ini karena reaksi isosianat jauh lebih reaktif. Sementara itu PF dapat dimatangkan melalui reaksi kondensasi walaupun resin ini masih mengandung air, berbeda dengan isosianat kondisi reaksi polimerisasi diharapkan tidak mengandung air.


(40)

Galbarait C.J (1992) telah mempelajari reaksi kenetika dengan menggunakan

Differential Scanning Calorimetri (DSC), mereka menggunakan kayu fiber

dengan pola membandingkan menggunakan isosianat dan PF. Hasil menunjukkan PF memerlukan energi yang lebih tinggi untuk terjadinya pematangan.

Isosianat dapat mulai bereaksi pada temperatur yang rendah, jika dibandingkan dengan UF yang telah diketahui cepat matang ternyata lebih lamban daripada isosianat. Galbarait C.J (1992) menyatakan reaksi yang dapat dilakukan pada suhu rendah adalah salah satu keunggulan dari pemakaian isosianat.

Suhu transisi gelas (Tg) dari lignin kira-kira 110°C dan PF membuktikan pematangan pada suhu 177°C. Sementara itu isosianat dapat dimatangkan pada suhu jauh lebih rendah (suhu kamar) dengan waktu yang lebih cepat dan sifat ini tidak dimiliki oleh resin konvensional lain. Dalam bentuk kayu komposit isosianat memberikan sifat-sifat mekanik jauh lebih baik dibandingkan resin PF. Dengan pemakaian isosianat 3% menunjukkan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan pemakaian PF 10%.

2.3.3 Polimerisasi isosianat

Polimerisasi isosianat telah dipakai dalam industri terutama foam poliuretan dan pengikat. Secara komersil isosianat pertama kali diproduksi awal tahun 1960-an d1960-an berkemb1960-ang pengguna1960-annya pada industry : foam rigit d1960-an lentur, elastomer, coating dan adhesive. Di tahun 1991 rata-rata 2,6 juta ton isosianat di produksi di dunia (Galbarait C.J dan Newman, 1992). Isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan adalah Toluena Diisosianat (TDI), Difenilmetana Diisosianat (DMI) dan Naptalena–1,5–diisosianat (NDI).

Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan, mempunyai reaktivitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan nukleofil. Reaktivitas gugus –N=C=O ditentukan oleh sifat positif dari atom karbon dalam ikatan rangkap kumulatif yang terdiri dari N, C, dan O.


(41)

Dalam pembentukan polimerisasi isosianat juga dapat bereaksi sesamanya (Hepburn, C., 1991) seperti :

R-N-C=O R-N=C-O R-N=C=O

Isosianat

Gambar 2.2. Reaksi Polimerisasi Isosianat

Pada dasarnya kumpulan R–N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus hidrogen seperti air, amina, alkohol, dan asam. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik.

Polimerisasi isosianat adalah resin yang sangat menarik dalam penelitian ini, isosianat menjadi lebih penting akhir-akhir ini karena kegunaannya sebagai pengikat kayu, awalnya pengikatan berorientasi pada penggunaan papan partikel dan kayu komposit. Kelebihan lain dari isosianat adalah mampu dimatangkan (curet) pada suhu rendah maupun tinggi untuk terjadinya peningkatan sifat fisis dan mekanik sekaligus tahan terhadap goresan dan tidak mengandung emisi seperti formaldehid (Galbarait C.J, 1992). Isoasianat dapat bereaksi dengan hidroksil kayu membentuk uretan linkage, secara pasti mekanisme ikatan kimia dipengaruhi oleh kondisi pematangan. Di samping itu kayu terdiri dari tiga perbedaan polimer yang terdiri primer, sekunder alifatis, dan aromatis hidroksil, dan juga isosianat dapat berpenetrasi ke dalam pori-pori kayu yang paling dalam (Frazier, 1998), sehingga ikatan kimia yang terbentuk mampu menghasilkan aplikasi yang potensial dalam kegunaannya.


(42)

Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil atau hidroksil dari kayu ditentukan menurut reaktivitas kumpulan hidroksil itu sendiri, walaupun reaktivitas kumpulan hidroksil itu bermacam-macam, akan tetapi secara umum reaksi dengan isosianat adalah :

R dan R' = grup alipatik atau aromatik

Gambar 2.3. Reaksi Isosianat dengan Poliol

2.3.4 Poliol

Poliol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun additive. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun olahan industri.

Gugus hidroksi pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipol-dipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain. Gugus hidroksil yang tidak terikat memberikan sifat hidrofil sedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah senyawa tersebut menjadi lipofil. Adanya sifat hidrofil dan lipofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi seperti obat-obatan (Jung, S., dkk, 1998).

Di samping isosianat, senyawa dengan berbagai fungsi hidroksil merupakan komponen penting dalam pembentukan poliuretan. Senyawa dengan berat molekul rendah seperti etilen glikol, butandiol, trimetil propana lazim digunakan sebagai agen pemanjang rantai atau jaringan. Poliol dengan berat molekul tinggi


(43)

Poliol dengan berat molekul tinggi seperti polieter dan poliester dengan berat molekul rata-rata 8 x 103 (Helen, 1970) merupakan poliol yang umum digunakan dalam polimerisasi uretan.

Salah satu jenis polieter yang telah dipasarkan oleh Bayer (Schadete, 1985)

adalah polipropilen glikol dengan berat molekul rata-rata 2000. Apabila digunakan berat molekul poliol yang lebih tinggi maka akan didapati

kekuatan regangan dan modulus yang tinggi (Frisch, 1969). Untuk polietilen glikol (PEG) memiliki berat molekul yang bervariasi di

antaranya PEG 400, 1000, 3000 dan 6000.

2.3.5 Poliuretan

Poliuretan terbentuk dari polimerisasi dengan memilih isosianat yang sesuai untuk dapat bereaksi dengan poliol atau gugus hidroksil karena akan dapat menentukan hasil akhir, seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan alopanat. Para peneliti terdahulu (Ngayen, 1986) telah mencoba berbagai isosianat yang berbeda untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan. Isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan adalah Toluena Diisosianat (TDI), Difenilmetan Diisosianat (DMI), Naptalena–1,5–diisosianat (NDI) dan lain-lain.

Toluena memiliki senyawa dasar toluena, terdiri dari dua jenis isomer 2,4 (80%) dan isomer 2,6 ( 20%), yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur. Jenis kedua adalah TDI dengan campuran 65% isomer 2,4 dan 35% isomer 2,6. TDI ini memiliki reaktivitas berbeda yang mana kedudukan 4-isosianat adalah lebih reaktif daripada 2 atau 6 isosianat, atau dapat dinyatakan gugus NCO pada kedudukan 4 adalah sepuluh kali lebih reaktif dari letak 2 atau 6 pada suhu kamar (Frisch, 1974).

TDI dapat bereaksi dengan gugus fungsi dalam resin poliester dan juga mampu bereaksi dengan air membentuk karbon dioksida yang merupakan hasil sampingan dalam pembentukan ikatan urea (Thomas, 1982).


(44)

2.4 PENGUJIAN FISIK

Perlakuan fisik mengubah struktur dan sifat permukaan dari serat dan mempengaruhi ikatan mekanis dengan polimernya, yang termasuk sifat fisik adalah pengujian densitas dan daya serap air.

2.4.1 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atau volume sampel yang termasuk dengan pori-pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan ditentukan dengan Metode Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (JIS A 5908-2003) :

ñ

benda =

ñ

H2O ……… (2.1)

Dengan :

Mk = Massa kering benda

Msg = Massa sampel gantung

Mkp = Massa kawat penggantung

2.4.2 Daya serap air

Daya serap air suatu papan partikel dipengaruhi oleh jenis partikelnya. Menurut Siagian (1983), semakin besar tekanan kempa, suhu kempa dan kombinasi keduanya maka makin kecil daya serap air papan serat. Perbedaan daya serap papan serat terhadap air berhubungan dengan kerapatan papan yang berbanding terbalik dengan daya serap terhadap air. Semakin besar kerapatan papan maka makin kecil daya serapnya terhadap air.

Daya serap air papan serat berkisar antara 14% - 67% dan nilai rataan daya serap air terbesar terdapat pada kombinasi suhu 150 oC dengan tekanan kempa 0 kg/cm2 yaitu 65,6%, sedangkan daya serap air terkecil terdapat pada kombinasi suhu 190 oC dengan tekanan kempa 60 kg/cm2 yaitu 14,8% (Siagian, 1983).

x M M M M kp sg K K ) (


(45)

-Pengukuran daya serap air dilakukan dengan mengukur massa awal (B1),

kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah dilakukan perendaman selama 24 jam, kemudian diukur kembali massanya (B2). Nilai daya serap air

papan partikel dapat dihitung berdasarkan rumus ( JIS A 5908-2003) :

Daya Serap Air (%) ………... (2.2)

Dengan :

B1 = Massa awal (gr)

B2 = Massa Akhir (gr)

2. 5 PENGUJIAN MEKANIK

Pengujian mekanik berhubungan dengan ukuran kemampuan papan untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya, yang termasuk ke dalam sifat mekanis papan partikel adalah kekuatan impak, kekuatan tarik, kuat lentur (Modulus of Elasticity/MOE) dan keteguhan patah.

2.5.1 Kekuatan impak

Kekuatan material terhadap beban kejut dapat diketahui dengan cara melakukan uji impak. Dari hasil pengujian akan dapat diperoleh tingkat kegetasan material tersebut. Kekuatan impak komposit rata-rata masih dibawah kekuatan impak logam. Kekuatan impak komposit sangat tergantung pada ikatan antar molekulnya semakin kuat ikatan antar molekulnya maka akan semakin tinggi pula kekuatan impaknya.

(a) (b)

Gambar 2.4. (a) Alat Uji Impak (b) Simulasi Alat Uji Impak

% 100 1 1 2 x B B B -= Pemukul Pemukul Skala Sampel Sampel Skala


(46)

Pengujian impak komposit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu flat impact method (impak depan) dan edge impact method (impact samping). Pengujian impak dari samping akan menghasilkan kekuatan impak yang lebih rendah dibandingkan dengan pengujian dari depan. Pada penelitian ini menggunakan metode flat impact method, hal ini dilakukan karena pertimbangan aplikasinya sebagai dinding panel interior.

Untuk pengujian impak core kayu Sengon Laut mengacu pada standar ASTM uji impak material plastik. Hal ini dikarenakan belum ditemukannya standar uji impak izod untuk material kayu.

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji saat diberi beban kejut oleh pendulum dapat diketahui dengan persamaan 2.3 (Instruction Manual

Toyo Seiki Izod impact tester ).

(

)

(

)

ú û ù ê ë é ÷ ø ö ç è æ + + -= E ' ' cos cos cos cos 098067 , 0 a a b a a a a b WR

serap … (2.3)

Eserap = energi serap, (J)

W = berat pendulum, (N)

R = jarak pendulum terhadap titik poros, (cm) á = sudut pendulum pada posisi pengujian, (º)

â = sudut ayun pendulum pada sisi sebelah setelah menghantam spesimen, (º)

á’ = sudut ayun pendulum dari posisi sudut á, tanpa spesimen, (º) Dengan mengetahui besarnya energi yang diserap oleh material maka kekuatan impak benda uji dapat dihitung sesuai persamaan 2.4 (Instruction Manual Toyo Seiki Izod impact tester).

Kekuatan Impak (ó)

A E =serap

…….……… (2.4)

Dimana :

(ó) = Kekuatan Impak ( J/mm2) A = luas (mm2)


(47)

2.5.2 Kekuatan tarik

Kekuatan tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami benda uji dengan extensometer (pengukuran regangan), terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Skema pengujian tarik dengan UTM

Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu.

s = P / Ao ... (2.5)

Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan (gage length) benda uji (d atau DL), dengan panjang awal.

e = d/ Lo = DL/ Lo = ( L - Lo ) / Lo ... (2.6)

Karena tegangan dan regangan diperoleh dengan cara membagi beban dan perpanjangan dengan faktor yang konstan, kurva beban – perpanjangan akan mempunyai bentuk yang sama seperti pada gambar 2.6 kedua kurva sering dipergunakan.

beban sel

Blok stabil


(48)

Gambar 2.6. Kurva Tegangan Regangan teknik (s - e)

Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakukan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan, temperatur, dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan, dan pengurangan luas. Parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan yang kedua menyatakan keuletan bahan.


(49)

2.5.3 Kuat lentur (Modulus of Elasticity/MOE)

Pengujian Modulus of Elasticity (MOE) dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan memakai contoh uji yang sama. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu. Contoh uji yang digunakan berukuran (12 x 2 x 0,6) cm pada kondisi kering udara dengan pola pembentukan seperti gambar berikut :

(a) (b)

Gambar 2.7 (a) Pembebanan Pengujian MOR dan MOE (b) Defleksi yang terjadi pada saat pengujian

Hasil pengujian kuat lentur pada papan partikel dapat diperoleh sesuai dengan persamaan ( JIS A 5908-2003) :

MOE ………. (2.7) Dengan :

MOE = Modulus of Elasticity (Modulus Lentur) (kg/cm2) B = Beban sebelum batas proporsi (kg)

S = Jarak sangga (cm)

D = Lenturan pada beban (cm)

l = Lebar sampel uji (cm)

t = Tebal sampel uji (cm)

D t l

B S

3 3

4 . =


(50)

2.5.4 Keteguhan patah (Modulus Of Rupture/MOR)

Pengujian Modulus Of Rupture (MOR) dilakukan dengan menggunakan

Universal Testing Mechine. Nilai MOR dapat dihitung dengan rumus ( JIS A 5908-2003) :

MOR ……….. (2.8)

Dengan :

MOR = Modulus of Rupture (Modulus patah) (kg/cm2)

B = Beban maksimum (kg)

S = Jarak sangga (cm)

l = Lebar sampel uji (cm)

t = Tebal sampel uji (cm)

Gambar 2.8 Uji MOE dan uji MOR

2.6 Prinsip Alat Thermal Analyzer (DTA)

Menurut International Conferenderation for Thermal Analisys, bahwa analisis termal adalah metode untuk menganalisis suatu material apabila diberikan perlakuan temperatur. Prinsip dari Differential Thermal Analyzer (DTA) adalah mengukur perubahan temperatur (? T) antara temperatur sampel dengan temperatur acuan/pembanding (referensi) dan sebagai bahan acuan/pembanding (referensi) adalah material yang stabil (inert) terhadap perubahan temperatur dan lingkungan atmosfer (Speyer, 1994), oleh karena itu DTA mendeteksi perubahan panas yang terjadi. Pada DTA panas yang diabsorbsi dan dipancarkan oleh sistem dapat diselidiki dengan mengukur perbedaan temperatur antara keduanya.

2 2 . . 3 t l S B =

Sampel yang di uji

Penyangga Penekan


(51)

Prinsip dasar dari thermal analyzer atau DTA adalah apabila dua buah krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang berisi Sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel Referensi/acuan (pembanding) disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran panas yang sama besar seperti yang terlihat pada Gambar 2.9, akan terjadi penyerapan panas yang berbeda oleh kedua krusibel tersebut.

Gambar 2.9. Sistem Pemanasan dalam Tungku DTA Keterangan :

S : Krusibel yang berisi sampel (gram) R : Krusibel referensi/pembanding (gram) V : Aliran panas

Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperatur yang menyebabkan terjadinya suatu reaksi endotermik. Apabila temperatur Sampel (TS) lebih besar dari temperatur pembanding (TR) maka

yang terjadi adalah reaksi eksotermik tetapi apabila temperatur Sampel (TS)

lebih kecil dari pada temperatur pembanding (TR) maka reaksi perubahan yang

terjadi adalah reaksi endotermik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa terjadinya reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika atau kimia dengan mengeluarkan sejumlah panas yang mengakibatkan kenaikan (TS) lebih besar dari (TR).


(52)

Sedangkan terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan fisika atau kimia yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah panas yang mengakibatkan (TS) lebih kecil dari (TR) seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Kurva Ideal Differential Thermal Analysis (DTA)

Keterangan :

Eksotermik : Bila dalam pengamatan ternyata temperatur bahan acuan/ Referensi/pembanding (TR) lebih rendah daripada temperatur

sampel (TS) maka diperoleh perubahan temperatur (? T) positif.

atau reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika atau kimia dengan mengeluarkan sejumlah panas yang mengakibatkan kenaikan (TS) lebih besar dari (TR).

Endotermik : Bila dalam pengamatan ternyata temperatur bahan acuan/ Referensi/pembanding (TR) lebih tinggi daripada temperatur

sampel (TS) maka diperoleh perubahan temperatur (? T) negatif.

atau reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan fisika atau kimia bahan mengalami yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah panas yang mengakibatkan (TS) lebih kecil dari (TR)

-

Eksotermik


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 DIAGRAM ALIR

Pada tahap ini merupakan pengumpulan bahan baku limbah, memilih perekat, pencampuran, pembuatan spesimen dengan diagram alirnya sebagai berikut : a. Diagram alir proses pencampuran.

Pengumpulan bahan serat batang kelapa sawit

Dijemur hingga kering

Diblender

Serbuk batang kelapa sawit

Isosiana + Polyethienglicos 1000

Poliuretan Tepung Gipsum


(54)

b. Diagram alir proses pencetakan.

- Densitas - Uji Impak - Penyerapan panas

- Daya serap air - Uji Tarik - Uji Kuat lentur (MOE)

- Uji kuat patah (MOR)

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di :

Lab Polimer Kimia USU, Lab Penelitian Fak MIPA USU dan PTKI Medan Waktu penelitian :

Penelitian dilakukan pada Bulan Januari 2011 – Mei 2011 Pencetakan

Sampel

Karakterisasi


(55)

3.3 ALAT DAN BAHAN A. Alat yang dibutuhkan

1. Untuk menimbang bahan digunakan Neraca Analitik. 2. Ayakan 100 mesh.

3. Cetakan Benda Uji (Sampel). Benda uji berbentuk kubus dengan ukuran 6 cm x 12 cm x 0,6 cm.

4. Gelas ukur 1000 ml.

5. Gelas ukur 100 ml dan beaker glass. 6. Sendok .

7. Oven.

8. Alat Pres (tekan). 9. Blender.

10. Aluminium poil. 11. Pinset.

12. Benang. 13. Kawat.

14. Alat uji lentur (UTM = Universal Testing Machine).

15. Alat uji kekuatan patah (UTM = Universal Testing Machine). 16. Alat Uji Tarik (UTM = Universal Testing Machine).

17. Alat Uji Impak. 18. Alat uji DTA.

B. Bahan yang digunakan.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Serbuk batang kelapa sawit.

2. Gipsum.

3. Poliuretan (Isosiana + Polyethienglicos 1000). 4. Akuades.


(56)

3.4 PENGUJIAN SAMPEL

3.4.1 Pengujian densitas (density)

Cara kerja pengujian Densitas diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dan mengacu pada standar JIS A 5908-2003, prosedur yang dilakukan adalah :

1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran ( 1 x 1 x 0,6 ) cm3 terlebih dahulu ditimbang di udara, angkanya dicatat disebut dengan massa kering (Mk).

2. Gantung sampel, pastikan tepat pada posisi tengah dan tidak menyentuh beaker glass yang berisi akuades, dimana massa sampel berikut penggantung di dalam akuades adalah sampel uji ditimbang dalam air dan angkanya dicatat disebut dengan massa sampel gantung (Msg). 3. Selanjutnya sampel dilepas dari tali penggantung dan catat massa tali dan penggantung.

Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut diatas, maka nilai densitas sampel dapat dihitung dengan rumus 2.1.


(57)

3.4.2 Pengujian daya serap air

Cara pengujian Daya Serap Air mengacu pada standar JIS A 5908-2003, prosedur yang dilakukan adalah :

1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran ( 1 x 1 x 0,6 ) cm3 terlebih dahulu ditimbang di udara, angkanya dicatat disebut dengan massa kering (Mk).

2. Sampel uji lalu direndam dalam air selama 24 jam dan dikeringkan lalu ditimbang dengan neraca analitis dan angkanya di catat disebut dengan massa basah (Mb).

Setelah diketahui nilainya, maka serapan air sampel dapat dihitung dengan rumus 2.2.

3.4.3 Pengujian kekuatan impak

Cara pengujian impak menggunakan mesin uji Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA (metode charpy) dengan menggunakan pendulum 4 joule. Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 1,5 cm x 0,6 cm. Prosedur pengujian impak sebagai berikut :

1. Diatur terlebih dahulu jarum skala penunjuk harga impak pada posisi nol. 2. Diputar handel untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban pada batas maksimum.

3. Benda uji diletakkan dengan posisi mendatar dengan posisi menyamping arah datangnya pendulum.

4. Tombol pada tangkai pendulum dilepas sehingga pendulum berayun dan menumbuk benda uji.

5. Dicatat nilai yang dihasilkan skala setelah tumbukan sampel.

6. Hasil skala yang diperoleh dikurang dengan energi kosong sebesar 0,02 joule.


(58)

3.4.4 Uji kuat tarik

Pengujian kuat tarik menggunakan mesin uji Tokyo Testing Machine Type-20E MGF N0. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf. Pengukuran kuat tarik mengacu pada SNI 03-3399-1994.

Adapun prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Benda uji dipersiapkan sesuai dengan gambar dibawah ini :

2. Benda uji ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian di cengkram dengan pemegang yang tersedia dimesin dengan jarak pencengkram 8 cm. 3. Diberikan beban sebesar 100 kgf sambil melakukan penarikan dengan kecepatan pembebanan 10 mm/menit.

4. Dicatat gaya tarik maksimum.

Dengan menggunakan persamaan 2.5 maka nilai kuat tarik dapat dihitung.

3.4.5 Pengujian kuat lentur (Modulus Of Elastis/MOE)

Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM C 348 – 2002, prosedur dilakukan menggunakan alat UTM adalah : 1. Sampel berbentuk balok ukuran ( 12 x 2 x 0,6 ) cm 3, kemudian diatur jarak titik tumpu sebagai dudukan sampel.

2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor ke arah atas maupun bawah, kemudian diarahkan switch ke on, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak.

3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan switch ke arah off agar motor berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel display.


(59)

3.4.6 Pengujian keteguhan patah (Modulus Of Rupture/ MOR).

Cara pengujian keteguhan patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM C 348 – 2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine) adalah :

1. Sampel berbentuk balok ukuran ( 12 x 2 x 0,6 ) cm 3, kemudian diatur jarak titik tumpu sebagai dudukan sampel.

2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor ke arah atas maupun bawah, kemudian diarahkan switch ke on, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak.

3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan switch ke arah off agar motor berhenti. Di catat besar gaya yang ditampilkan panel display. Dengan menggunakan persamaan 2.8, ditentukan kuat patah.

3.4.7 Pengujian termal dengan DTA

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal adalah Thermal analyzer DT-30 Shimadzu, dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan.

2. Sampel yang akan di uji dengan massa 30 mg, lalu ditimbang Alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.

3. Sampel, pembanding diletakkan diatas termocouple. Di Set Thermocouple Platinum Rhodium (PR) 15 mV, dan DTA Range ±250 ìV.

4. Alat pengukur temperatur kemudian di set sampai menunjukkan pada temperatur 650 0C.

5. Pena recorder ditekan dan chart speed di set 2,5 mm/menit dengan laju pemanasan 10 0C/menit.

6. Dilanjutkan dengan menekan tombol start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang di inginkan.

Hasil Pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan suhu endotermik, titik gelas, titik kritis dan titik melting.


(60)

(61)

berkisar antara 1,49 gr/cm3 - 1,6 gr/cm3. Hasil pengujian yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat di lihat dari gambar grafik 4.1. Densitas pada komposisi 45:05:15 maksimum sebesar 1,6 g/cm3 juga dapat terlihat bahwa penambahan serbuk batang kelapa sawit sebagai matrik pengisi mengalami penurunan pada komposisi 40:10:15 kemungkinan gipsum dan serbuk kelapa sawit tidak beraksi dan tidak terjadi homogenitas pada campuran komposisi 40:10:15 kemudian densitas mulai naik kembali pada komposisi 35:15:15 sampai komposisi 25:25:15 yakni sebesar 1,53 gr/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk sebagai pengisi sangat mempengaruhi ikatan butir antar atom gipsum dimana pori -pori antar atom makin membesar.

Densitas komposisi 25:25:15 masih dibawah densitas gipsum komposisi 45:05:15 maksimum sebesar 1,6 g/cm3, tetapi penggunaan untuk lembaran papan standar ISO (International Standard Organization) 8335 (cement bonded particleboards - boards of Portland or equivalent cement reinforced with fibrous wood particles) (ISO, 1987) keseluruhan komposisi memenuhi nilai kerapatan = 1 gr/cm3.

Serta hasil pengujian densitas yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum cetakan Jaya Board sebagai standar, maka hasil densitas yang

diperoleh dari spesimen ini masih memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan densitas plafon gipsum Jaya Board, dimana nilai densitas plafon gipsum Jaya Board setelah diuji sebesar 0,55 gr/cm3.

4.1.2 Daya serap air

Nilai daya serap air mencerminkan kemampuan papan untuk menyerap air setelah direndam selama 24 jam. Air yang masuk terdiri dari air yang langsung masuk melalui rongga-rongga kosong di dalam papan dan air yang masuk ke dalam partikel-partikel penyusun (Massijaya et al. 2000).

Pengujian ini bertujuan untuk melihat bagaimana ketahanan papan terhadap pengaruh cuaca jika digunakan untuk penggunaan interior. Nilai daya serap air hasil penelitian dapat dilihat pada gambar grafik 4.2 dibawah ini untuk daya serap air dengan waktu perendaman 24 jam.


(1)

Lampiran : E Kekuatan Tarik Dari Plafon Gipsum Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)

No Komposisi Sampel (gram) Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Poliuretan

Load (kgf)

Nilai Uji Tarik (kPa) 1 45 : 05 : 15 7,12 43,1 2 40 : 10 : 15 6,00 37,20 3 35 : 15 : 15 9,80 59,80 4 30 : 20 : 15 10,60 64,70 5 25 : 25 : 15 49,95 305,80

Untuk cara perhitungan kekuatan tarik diatas, di ambil contoh untuk variasi sampel 45:05:15

Dengan luas benda uji, 20 mm x 80 mm = 1600 mm2 s = P / Ao 2 0,0044 2

1600 12 , 7

mm kgf mm

kgf

= =

kPa MPa

x MPa

mm kgf

10 , 43 8

, 9 0044 , 0 8

, 9


(2)

Lampiran : F Kuat Lentur Dari Plafon Gipsum Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)

No

Komposisi Sampel (gram) Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Poliuretan

Load (kgf)

Lenturan pada beban (cm)

Nilai Uji Kuat Lentur

(kgf/cm2) 1 45 : 05 : 15 0,46 0,185 1438,94 2 40 : 10 : 15 0,44 0,180 1414,61 3 35 : 15 : 15 0,80 0,230 2012,88 4 30 : 20 : 15 0,94 0,250 2175,93 5 25 : 25 : 15 6,15 0,492 7233,80

Untuk cara perhitungan kekuatan tarik diatas, di ambil contoh untuk variasi sampel 45:05:15

Dengan S = 10 cm; B = 0,46 kgf; D = 0,185 cm; l = 2 cm; t = 0,6 cm

MOE =

D t l

B S

3 3

4 .

= 3 33 3 1438,94 2

185 , 0 . 6 , 0 . 2 . 4

46 , 0 . 10

cm kgf cm

cm cm

kgf


(3)

Lampiran : G Kuat Patah Dari Plafon Gipsum Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)

No

Komposisi Sampel (gram) Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Poliuretan

Load (kgf)

Nilai Uji Kuat Lentur

(kgf/cm2)

Nilai Uji Kuat Lentur

(MPa) 1 45 : 05 : 15 0,48 10,0 0,980 2 40 : 10 : 15 0,46 9,6 0,941 3 35 : 15 : 15 0,90 18,8 1,842 4 30 : 20 : 15 1,02 21,3 2,09 5 25 : 25 : 15 6,58 137,1 13,44

Untuk cara perhitungan kuat patah diatas, di ambil contoh untuk variasi sampel 45:05:15

Dengan S = 100 mm; B = 0,48 kgf; l = 20 mm; t = 6 mm

MOR

MOR = 2 2 . . 3 t l S B = MPa MPa x MPa mm kgf mm kgf mm mm mm kgf 98 , 0 8 , 9 1 , 0 8 , 9 1 1 , 0 6 20 . 2 100 . 48 , 0 . 3 2 2 2 2 = ® = ® = = 2 2 2

2 2.2 .0,6 . 10 10 . 48 , 0 . 3 2 . . 3 cm kgf cm cm cm kgf t l S B = =


(4)

Lampiran : H Nilai Densitas, Daya Serap Air, Kekuatan Impak, Kekuatan Tarik, Kuat Lentur dan Kuat Patah Dari Plafon Gipsum Jaya Board

Densitas : ; Daya Serap Air : 37,3 % ;

Uji Impak :

2

4 2 210 1500 3 , 0 mm J mm J

serap = =

-A E

=

Uji Tarik : s = P / Ao 2 0,00925 2

1600 8 , 14 mm kgf mm kgf = = dimana

Kuat Lentur : MOE

Kuat Patah : MOR =

MOR

3 3 0,55 8 , 1 1 cm g cm g v m = = = r MPa mm kgf 8 , 9

1 2 =

kPa MPa x mm kgf 65 , 90 8 , 9 00925 , 0 00925 ,

0 2 = =

D t l B S 3 3 4 . = 2 3 3 3 3 283 , 1578 198 , 0 . 8 , 0 . 2 . 4 28 , 1 . 10 cm kgf cm cm cm kgf cm = 2 2 2

2 15,586

. 8 , 0 . 2 . 2 10 . 33 , 1 . 3 2 . . 3 cm kgf cm cm cm kgf t l S

B = =

2 2 . . 3 t l S B = mm kgf mm mm mm kgf 15586 , 0 8 20 . 2 100 . 33 , 1 . 3 2 2 2 = =


(5)

(6)