BAB II EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
A. Pidana Denda di Dalam KUHP Indonesia
Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan trakhir atau keempat, sesudah pidana mati, pidana penjara
dan pidana kurungan. Mulai Pasal 104 sampai Pasal 488 untuk kejahatan buku II,
perumusannya pidananya adalah pidana penjara tunggal, pidana penjara dengan alternatif denda, pidana kurungan tunggal, pidana kurungan dengan alternatif
denda, dan pidana denda yang diancamkan secara tunggal. Keseluruhan pasal dan ayat ancaman pidana yang dirumusan dalam KUHP
diperoleh kompisisi yang dituangkan dalam Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1
Perbandingan Jumlah Pidana Penjara ; Penjara atau Denda ; dan Pidana Denda Buku II KUHP
36
Pidana Penjara tunggal Penjara atau Denda
Alternatif Pidana Denda
Jumlah = 296 Pasal Jumlah = 133 Pasal
Jumlah = 2 Pasal Ancaman maksimum
bervariasi, dari yang terendah :
1 4 bulan = menghasut
untuk bunuh diri 345;
2 4 bulan 2 minggu =
melarikan diri dari pekerjaan 455;
3 6 bulan = membuat
asal usul orang lain tidak tentu 277;
Ancaman maksimum penjara atau denda
bervariasi dari yang terendah :
1
1 bulan 2 minggu = Rp. 4.500
2 2 bulan = Rp. 4.500
3 3 bulan = Rp. 900
4 3 bulan = Rp. 4.500
5 4 bulan = Rp. 4.500
6 4 bulan 2 minggu =
Rp.9.000 1
denda Rp. 18.000 2
denda Rp. 150.000
36
Suhariyono AR, Op. Cit., hal. 171.
Universitas Sumatera Utara
4 9 bulan = membujuk
tentara agar melarikan diri 236; perkelahian
satu lawan satu 184;
5 1 tahun 4 bulan =
merusak surat 234; berita bohong
terjadinya tindak pidana
220; Menghalangi pemilu
148; 6
1 tahun 6 bulan = merintangi pertemuan
umum 175; 7
2 tahun sampai 15 tahun dianggap
sedang dan berat; 8
Seumur hidup atau 20 tahun sangat berat
7 6 bulan = Rp. 4.000
8 9 bulan = Rp. 4.500
9 9 bulan = Rp. 9.000
10 9 bulan = Rp.18.000
11 1 tahun = Rp. 4.500
12 1 tahun 4 bulan =
Rp.4.500 13
1 tahun 4 bulan = Rp.15.000
14 2 tahun 8 bulan =
Rp.4.500 15
2 tahun 8 bulan = Rp.75.000
16 4 tahun = Rp. 900
17 5 tahun = Rp. 900
18 10 tahun = Rp
.25.000.000 Pasal
176 dan Pasal 407
Dilihat dari prosentase penentuan pidana antara pidana penjara, alternatif penjara dan denda, serta denda tunggal, yang ditentukan dalam buku II dari
Pasal 104 sampai Pasal 488, dapat dilihat dari table 2 dibawah ini : Tabel 2
Prosentase Pidana Penjara, Penjara atau Denda, dan Denda Tunggal Buku II
37
Penentuan Pidana Prosentase
Pidana penjara tunggal = 296 Pasal 68, 67
Alternatif pidana penjara atau denda = 133 Pasal 30, 85
Pidana denda tunggal 0,45
Dilihat dari persentase penentuan pidana antara pidana kurungan, alternatif kurungan dan denda, serta denda tunggal, yang ditentukan dalam buku III, dapat
dilihat dalam tabel 5 di bawah ini Pasal 489 sampai Pasal 596 :
37
Ibid, hal. 173.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 Persentase Pidana Kurungan atau Denda, dan Denda Tunggal Buku III
38
Penetuan Pidana Prosentase
Pidana kurungan tunggal = 6 Pasal Alternatif pidana kurungan atau denda = 34 Pasal
Pidana denda tunggal = 40 Pasal 7,5
42,5 50
Jika diperbandingkan dengan jumlah yang ditentukan dalam Buku II dan Buku III mengenai bobot jenis pidana penjara dan denda juga kurungan tampak
secara signifikan bahwa pidana penjara diutamakan untuk menghukum pelaku tindak pidana kejahatan. Jumlah 465 Pasal , yang dimulai dari Pasal 104 sampai
Pasal 569 menunjukkan bahwa terdapat 296 Pasal ancaman penjara tunggal, 6 Pasal kurungan tunggal pelanggaran, 2 Pasal denda tunggal untuk kejahatan,
40 Pasal pidana denda tunggal pelanggaran, 133 Pasal altenatif pidana penjara atau denda, dan 34 altenatif pidana kurungan atau denda. Dari keseluruhan jumlah
di atas dapat dilihat bahwa pidana penjara, termasuk pidana penjara yang dialtenatifkan dengan pidana denda, masih dominan, yakni berjumlah 296 penjara
tunggal dan 133 alternatif penjara atau denda. Yang terakhir ini tergantung pertimbangan hakim apakah akan dijaratuhkan pidana penjara atau pidana denda.
Dari dominasi penentuan pidana penjara di atas, Barda Nawawi Arief, dalam Disertasinya berangkat dari pernyataan mengenai efektivitas pidana penjara
itu sendiri. Dikatakan oleh Barda Nawawi Arif sebagai berikut :
39
“Seberapa jauhkah pidana penjara benar-benar memperbaiki si pelaku tindak pidana dan dengan demikian dapat mencegahnya untuk melakukan
tindak pidana lagi ? jadi soalnya terletak pada masalah efektivitas pidana penjara itu sendiri. Inilah yang sering dijadikan salah satu tolak ukur pula
38
Ibid.
39
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislasi dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Op.Cit., hal. 95 - 101.
Universitas Sumatera Utara
untuk memberikan dasar pembenaran pada satu sanksi pidana dilihat sebagai suatu sarana yang rasional dari politik kriminal. Dengan demikian,
ukuran rasionalitas diletakkan pada keberhasilan suatu sarana dalam mencapai tujuannya. Apabila dikatakan bahwa tujuan politik kriminal
adalah untuk mencegah atau mengulangi terjadinya kejahatan itu. Jadi ukuran rasional tidak diletakkan pada adanya persesuaian antara sarana itu
dengan tujuan, tetapi diletakkan pada keberhasilan atau efektivitas sarana dalam mencapai tujuan. Menentukan dasar pembenaran pidana penjara
dilihat sudut efektivitasnya ini merupakan suatu pendekatan pragmatis yang memang memang perlu dipertimbangkan dalam setiap langkah
kebijakan. Namun persoalannya, seberapa jauhkan efektivitas pidana penjara itu dapat dibuktikan dan dengan demikian dapat dijadikan sebagai
tolok ukur untuk memberikan dasar pembenaran. Apabila efektivitas dititikberatkan pada aspek perlindungan masyarakat, maka suatu pidana
dikatakan efektif apabila pidana itu sejauh mungkin dapat dicegah atau mengurangi terjadinya kejahatan. Jadi kriteria efektivitas dilihat dari
seberapa jauh frekuensi kejahatan itu dapat ditekan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Apabila ukuran efektivitas pidana dilihat dari
dari aspek perbaikan pada pelaku, maka suatu pidana efektif apabila pidana itu sebanyak mungkin dapat mengubah si pelaku menjadi orang
yang baik. Jadi kriteria efektivitas dilihat terutama dari aspek prevensi spesialisnya. Dalam hal demikian, menjadi pentinglah perbandingan antara
jumlah yang tidak mengulangi lagi perbuatan jahatnya residivis dengan jumlah yang menguangi lagi. Jadi ada tidaknya residivis merupakan
indikator yang menonjol untuk mengukur efektivitas pidana”.
Jadi dalam hal ini pidana denda diancamkan, dan sering kali sebagai altenatif dengan pidana kurungan terhadap hampir semua “pelanggaran”
overtredingen yang tercantum dalam Buku III KUHP. Terhadap semua kejahatan ringan, pidana denda itu diancamkan sebagai alternatif dengan pidana
penjara. Demikian juga terhadap bagian terbesar kejahatan-kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja. Alternatif lain adalah dengan pidana kurungan. Pidana
denda itu jarang sekali diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan yang lain.
40
40
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Niniek Suparni perbedaan antara kurungan dan denda yang ditentukan baik sebagai kejahatan maupun pelanggaran dapat diuraikan sebagai
berikut :
41
a. Pidana kurungan
1 Untuk kejahatan, maksimum ancaman pidana kurungan yang paling
rendah adalah satu bulan dan yang paling tinggi satu tahun empat bulan, sedangkan untuk pelanggaran, maksimum yang paling rendah
adalah tiga hari dan yang paling tinggi hanya satu tahun;
2 Untuk kejahatan, ancaman pidana kurungan yang paling banyak
diancamkan secara berturut-turut adalah maksimum satu tahun 37,15, enam bulan 22,86, dan tiga bulan 17, 14, sedangkan
untuk pelanggaran yang paling banyak diancamkan adalah
maksimum tiga bulan ke bawah, yakni berkisar antara tiga hari sampai tiga bulan. Hanya ada dua tindak pidana pelanggaran yang masing-
masing diancam dengan pidana kurungan maksimum enam bulan dan satu tahun.
b. Pidana denda
1 Untuk kejahatan, maksimumnya berkisar antara Rp. 900,- dulu 60
Gulden dan Rp. 150.000,- dulu 10.000 Gulden, sedangkan untuk pelanggaran berkisar antara maksimum Rp. 225 dulu 15 Gulden dan
Rp. 75.000,- dulu 5.000 Gulden;
2 Maksimum ancaman pidana denda yang paling banyak diancamkan
untuk kejahatan adalah denda sebesar Rp. 4.500,- dulu 300 Gulden, sedangkan untuk pelanggaran yang paling banyak adalah pidana denda
sebesar Rp. 375,- dulu 25 Gulden dan Rp. 4.500,- dulu 300 Gulden;
3 Dalam hal pidana denda diancamkan secara tunggal untuk tindak
pidana kejahatan, maksimum mencapai Rp. 150.000,- dulu 10.000 Gulden, sedangkan untuk pelanggaran maksimumnya hanya Rp.
75.000,- dulu 5.000 Gulden.
Pengaturan pidana denda dalam KUHP ditentukan dalam Pasal 10 jo. Pasal 30. Pasal 30 mengatur mengenai pola pidana denda. Ditentukan bahwa
banyaknya pidana denda sekurang-kurangnya Rp. 3,75 sebagai ketentuan minimum umum.
42
41
Suhariyono AR, Op. Cit., hal. 174.
42
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal