Penyelesaian Sengketa atas Penggunaan Foto Selfie Tanpa Izin Oleh Pihak

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hak moral pada karya cipta fotografi dan potret dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh pencipta untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang merupakan perwujudan dari hubungan antara pencipta dengan hasil karyanya walaupun penciptanya telah meninggal dunia, tetapi ia masih berhak dicantumkan namanya. Pendaftaran hak cipta tidak berarti secara substantif Ditjen HKI bertanggung jawab atas kebenaran sebagai pemilik karya cipta tersebut. Karena Ditjen HKI tidak memasukkan hal semacam ini sebagai bagian yang harus dipertanggung jawabkan. Sistem pendaftaran substantif tidak mengandung arti pemeriksaan dan pengesahan terhadap isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. 179

C. Penyelesaian Sengketa atas Penggunaan Foto Selfie Tanpa Izin Oleh Pihak

Lain dalam Jejaring Sosial Foto atau potret adalah suatu ciptaan yang sepenuhnya dilindungi hak cipta. Alasannya karena untuk menggunakan kamera tersebut melibatkan usaha, imajinasi dan keahlian effort and skill manusia. Dalam menciptakan suatu foto selfie dibutuhkan pengalaman, keterampilan dan kepekaan yang tepat dan cermat dalam mengarahkan lensa kamera untuk menangkap objek yang di potret. Oleh karena itu, suatu foto selfie tersebut dianggap tercipta, karena hasil usaha intelektual manusia yang mengoptimalkan fungsi kamera smartphone sebagai suatu alat bantu dalam mewujudkan suatu foto. Jadi, ada perbedaan yang nyata antara potret yang dihasilkan 179 Ok. Saidin., Op.Cit hlm. 89. oleh seorang pribadi sendiri dan potret yang diambil oleh seorang yang professional dan berpengalaman. Pengakuan akan sifat personal dari suatu foto selfie tertuang dalam Undang- undang Hak Cipta yang menentukan bahwa untuk memperbanyak atau mengumumkan suatu potret, pemegang hak cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang-orang yang dipotret atau ahli warisnya dalam waktu sepuluh tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia. Ketentuan ini hanya berlaku bagi foto selfie yang dibuat atas permintaan sendiri atau kepentingan pribadi dari orang yang dipotret. 180 Gambar atau foto yang sudah dimuat pada sebuah website termasuk dalam kategori gambar atau foto yang sudah berbentuk digital. Perlindungan hak cipta gambar atau foto tetap berlanjut meski telah berubah menjadi bentuk digital, oleh karenanya ketika mereka berada dalam sebuah website, maka perlindungan hak cipta sebagai gambar atau foto tetap berlaku. Hal yang mungkin selama ini belum terlalu disadari oleh banyak orang adalah bahwa pada saat seseorang mengakses sebuah website, maka ia telah melakukan paling tidak 3 tiga hal yaitu: menyalin, menampilkan, dan mendistribusikan semua materi yang ada pada website yang diaksesnya ke dalam komputernya. Itu sebabnya menjadi teramat penting ketika suatu karya cipta telah beralih menjadi bentuk digital, perlindungan hukumnya tetap melekat. Demikian pula halnya dengan gambar atau foto selfie yang disalin oleh orang lain. Menyalin, menampilkan, dan mendistribusikan gambar yang diambil dari sebuah website hendaknya meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik hak cipta gambar atau foto tersebut karena hanya Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang 180 Bheri Sudarsono, “Bahayanya foto selfie”, http:bhoeks-dou-mbozo.blogspot.com 201405.html, diakses tanggal 14 November 2014. memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya . Menyebut sumber saja tidak bisa dianggap sudah cukup memenuhi syarat kecuali apabila pada website yang gambar atau fotonya diambil memang telah memberi izin bahwa isi website dapat dipergunakan selama tidak untuk kepentingan komersial dan disebutkan sumbernya atau diberi link. UUHC juga mengatur mengenai penggunaan yang tak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta sebagaimana diatur dalam UUHC adalah penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta, pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan, pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang no nkomersial semata- mata untuk keperluan aktivitasnya dan pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. 181 Potret yang diambil melalui kamera handpohone tersebut dapat dikatakan sebagai informasi elektronik danatau dokumen elektronik apabila masih berbentuk elektronik jika belum dicetak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 UU ITE. Perbuatan ini tidak bisa dikenakan ancaman pidana dalam UU ITE oleh karena perbuatan tersebut tidak dilakukan dengan jalan mendistribusikan 181 http:www.hukumonline.comklinikdetaillt53e57569cfc00mengambil-gambar-dari- website-lain,-cukup-dengan-menulis-sumbernya.html diakses tanggal 2 Juni 2015. danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan danatau pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Ini karena Potret yang telah dicetak tersebut tidak lagi dalam bentuk informasi danatau dokumen elektronik. Kalau potret tersebut tidak berbentuk informasi elektronik, maka pelakunya diancam Pasal 310 ayat 2 jo. ayat 1 KUHP tentang perbuatan menista dengan gambar. Teknologi aplikasi jejaring sosial, termasuk aplikasi handpone tersebut, dapat menciptakan ruang publik virtual. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan konsekuensi- konsekuensi hukum. Oleh karena itu, sama seperti menggunakan jejaring sosial lainnya, pengguna harus memiliki kehati-hatian dalam melakukan pengiriman. Foto selfie yang diunggah facebook, instagram dan twitter dapat menimbulkan konsekuensi hukum, jika foto selfie tersebut memuat konten atau isi yang bertentangan dengan UU ITE atau melanggar UUHC sehubungan dengan penyebaran foto selfie seseorang. Penyebaran foto selfie dilakukan lewat media elektronik seperti email, facebook, twitter atau bahkan di kaskus. Sang penyebar foto bisa diancam pidana. Yaitu penjara paling lama enam tahun danatau denda paling banyak Rp1 miliar. Demikian diatur dalam Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3 serta Pasal 43 UU ITE. Setiap orang dilarang melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian danatau komunikasi atas potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. 182 182 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 12 ayat 1. Penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian danatau komunikasi potret yang memuat potret 2 dua orang atau lebih, wajib meminta persetujuan dari orang yang ada dalam potret atau ahli warisnya. 183 Kasus penggunaan secara komersial yaitu tuduhan seorang pencipta lagu pencipta lagu sekaligus basis Rindu Band, mengklaim lagu yang dinyanyikan Cynthiara Alona dalam acara ‘Bukan Empat Mata’ sebagai lagu ciptaannya. Pemegang hak cipta lagu tersebut pastilah di pegang oleh “GIGI” beserta management nya yang telah di beri hak cipta oleh si pencipta lagu sesuai dengan UUHC. Secara komersial sebagai theme song tanpa izin penggunaan dari pemegang hak cipta. sesuai dengan UUHC. Oleh Karena hal tersebut hendaknya selaku pihak multivision harus lah meminta maaf kepada pihak management “GIGI”,serta mengurus izin penggunaan lagu tersebut kepada pemegang hak cipta. Jika tidak ada niat baik dari pihak multivision, pastilah pihak “GIGI” melalui label rekaman nya akan menuntut hukuman pidana,sesuai dengan undang- undang yang berlaku. 184 Pengumuman, pendistribusian atau komunikasi potret sesorang atau beberapa orang pelaku pertunjukkan dalam suatu pertunjukkan umum tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, kecuali dinyatakan lain atau diberi persetujuan oleh pelaku pertunjukkan atau pemegang hak atas pertunjukan tersebut sebelum atau oada saat pertunjukkan berlangsung. 185 Hal ini ditentukan demikian, karena belum tentu orang yang dipotret setuju, bila dipotretnya diperbanyak atau diumumkan. Itu sebabnya, pemegang hak cipta yanga akan memperbanyak atau mengumumkan potret seseorang diwajibkan minta persetujuan orang yang dipotret atau ahli warisnya. 186 183 Ibid, Pasal 12 ayat 2. Pelindungan 184 http:ahmadfaqih123.blogspot.com201306etika-profesi-teknologi-informasi.html diakses tanggal 4 Juni 2015. 185 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 13. 186 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jakarta : Penerbit Djambatan, 2003, hlm. 121. hak cipta atas ciptaan adalah karya fotografi, potret dan program komputer berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. 187 bermula pada situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Biasanya ini diawali oleh perasaan tidak puas, bersifat subyektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami perorangan maupun kelompok. Jika hal ini berkelanjutan, pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak kedua dan apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, maka selesailah hubungan konfliktual tersebut. sebaliknya jika beda pendapat terus berlanjut, maka terjadi apa yang disebut sebagai sengketa. Hasil karya cipta termasuk juga karya cipta potret sangat rentan dengan terjadinya pelanggaran oleh orang yang tidak berhak. Dengan adanya pelanggaran tersebut maka akan dipastikan akan timbul sengketa. Asal mula sengketa biasanya 188 Sengketa di bidang hak cipta pada awalnya dari sebuah pelanggaran yang dilakukan seseorang dengan mengakui ciptaan tersebut sebagai ciptaannya. Pengakuan seseorang terhadap ciptaan orang lain yang sebelumnya tidak mendapat lisensi dari pemegang hak cipta atau pencipta merupakan suatu pelanggaran hak cipta. Pada dasarnya, suatu karya cipta tidak perlu di daftarkan sudah mendapat perlindungan hukum di UUHC, namun untuk mencegah suatu adanya pelanggaran hak cipta, pencipta atau pemegang hak cipta tersebut harus mendaftrakan ciptaannya ke Dirjen HKI. Sehingga, apabila terjadi sengketa pencipta tidak perlu susah-susah membuktikan bahwa ciptaan tersebut adalah ciptaannya. Suatu pelanggaran dapat juga terjadi pada seorang fotografer dengan orang yang menjadi objek pemotretan. Pelanggaran tersebut terjadi karena fotografer mempublikasikan foto orang lain untuk 187 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 59 ayat 1. 188 Sri Soemantri, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 21. komersial tanpa meminta izin atau persetujuan terlebih dahulu. Seseorang yang menjadi objek pemotretan tidak setuju akan potretnya yang dipublikasikan, sehingga ia dapat menuntut agar potretnya tidak lagi dipublikasikan. Sengketa dapat terjadi karena berbagai sebab, terutama perbuatan melawan perbuatan hukum dan cidera janji. Terhadap sengketa yang terjadi, pihak-pihak yang terkait dapat menaruh berbagai keinginan atau harapan. Keinginan ini sangat berpengaruh pada upaya-upaya penyelesaian sengketa, terutama pilihan terhadap cara-cara penyelesaian yang ada. Hal ini berkaitan erat dengan putusan yang dapat dihasilkan satu sama lain. Kekeliruan atas pilihan cara penyelesaian bukan hanya dapat menyebabkan ketidakpuasan, melainkan kegagalan. 189 Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik danatau menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian. 190 Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik danatau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan. 191 Selain penyelesaian gugatan perdata para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 192 Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni : 193 189 Budiman N.P.D, Hukum Kontrak Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 38. 190 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 38 ayat 1. 191 Ibid, Pasal 38 ayat 2. 192 Ibid, Pasal 39 ayat 2. 193 Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Indonesia, Eresco Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 52. 1. Jalur litigasi pengadilan 2. Jalur alternatif penyelesaian di luar pengadilan Jalur litigasi dimana dalam jalur litigasi ini dibagi menjadi dua macam yakni jalur Perdata dan jalur pidana. Untuk jalur perdata ditempuh melalui suatu proses gugatan ganti kerugian di Pengadilan Niaga. Sedangkan untuk jalur pidana prosedurnya adalah dari pelaporan pihak yang dirugikan kepada instansi yang berwenang. Sedangkan untuk upaya hukum lain ditempuh melalui jalur non-litigasi dikenal sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Alternatif penyelesaian sengketa sering diartikan sebagai alternative to litigation, namun seringkali juga diartikan sebagai alternative to adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari dua pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian yang pertama menjadi acuan alternative to litigation, maka mencakup seluruh mekanisme alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. 194 Contoh kasus sengketa yang terjadi antara seorang foto selfie di Mataram dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, yang mana karya fotonya digunakan Selain upaya penyelesaian melalui media pengadilan, sengketa antara pemotret dengan orang yang dipotret dapat melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Alternatif penyelesaian sengketa yang ada di Indonesia yaitu penyelesaian melalui cara negosiasi, konsiliasi, mediasi dan arbitrase, yang dapat dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Arbitrase merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang dianggap cara yang paling baik karena dilakukan dengan jalan damai. 194 Ibid., hlm. 23. tanpa izin dan sepengetahuannya oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, foto selfienya dijadikan isi dari galery website resmi Pemerintah tersebut. Pada kasus tersebut pencipta tidak mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya. Tapi menyelesaikan sengketa dengan jalur non litigasi yaitu penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan. Namun dalam kasus tersebut, bahwa kesalahan dari Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah yaitu dengan sengaja menggunakan potret pencipta tanpa izin dan sepengetahuannya. Oleh karena itu, pencipta berhak memperoleh kompensasi dari potret yang telah dijadikan isi gallery, dan jejaring sosial dari website resmi Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah tersebut. Karena yang dijadikan objek pelanggaran ialah landscape photography yang merupakan foto suatu pemandangan. Kompensasi yang diterima pencipta berdasarkan kesepatakatan antara pencipta dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah yaitu bersedia untuk membayar ganti rugi dengan sejumlah uang yang wajar kepada pencipta yang haknya telah dilanggar. Pemberian kompensasi ini merupakan pemulihan hak pencipta. Kasus sengketa foto selfie tersebut dilindungi dengan perlindungan hukum secara preventif terhadap pencipta karya foto selfie, sebagaimana telah dikemukakan dalam salah satu elemen-elemen perlindungan hukum bagi rakyat terhadap pemerintah diarahkan kepada penyelesaian sengketa antara rakyat dan pemerintah dilakukan dengan cara munyawarah atau kekeluargaan. Jalur ini ditempuh oleh pencipta dengan syarat, bahwa pihak pemerintah dapat memulihkan nama pencipta, memulihkan kerugian aktual biaya yang biasanya dibayar untuk penggunaan, dan menghentikan semua kegiatan pelanggaran. 195 195 Ibid Lain halnya dengan kasus sengketa pada kasus antara pencipta karya foto dengan salah satu jejaring sosial di Indonesia, yang mana pada kasus tersebut pencipta karya foto selfie merasa karya potret digunakan dan disebarluaskan tanpa izin dan sepengetahuannya oleh media internet atau jejaring sosial tersebut yang mana karya- karya foto selfie tersebut dimuat pada suplemen khusus dalam kolom pesona Papua sebanyak sembilan foto dan pada kolom travel dan leisure sabanyak 1 satu foto bawah laut tanpa adanya izin dari yang bersangkutan dan Media Indonesia melakukan credit tittle seorang yang merupakan salah seorang wartawan dari Media Indonesia. Upaya penanggulangan pelanggaran hak moral, betapa pun kecilnya diyakini memiliki hasil dan manfaat bagi para pihak baik pencipta atau pemegang hak cipta. Seringnya terjadi pelanggaran menunjukkan banyaknya pelanggaran dan sulitnya mengatasinya. Seiring dengan masalah yang terjadi, guna mengapresiasikan kreativitas para pencipta, dan memberikan penghormatan dan perlindungan secara sepantasnya terhadap hasil karyanya dan hak-haknya dangan adanya penegakan hukum melalui jalur non litigasi yang merupakan penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa seperti ini dikarenakan mereka yang mengalami pelanggaran atas karya ciptanya tidak mengetahui mengenai adanya UUHC khususnya dikalangan foto selfie. Dalam kasus pelanggaran tersebut antara pihak yang bersengketa lebih memilih penyelesaian melalui jalur tersebut dikarenakan tidak memakan biaya banyak yang hanya untuk satu jenis ciptaan saja selain itu dengan cara musyawarah tidak perlu berbelit-belit dalam penyelesaiannya karena hanya dibutuhkan kesepakatan antara pihak dalam pemberian royalty sebagai ganti rugi yang wajar kepada pihak yang haknya telah dilanggar. Pelanggaran atas karya cipta potret sanksi perdata yang dikenakan selain dikenakan gugatan ganti rugi, pihak yang merasa telah dirugikan sebagai seorang pencipta atas karya ciptaannya berhak atas pemulihan nama baik pencipta, pembatalan hak, dan berhak untuk menuntut penghentian semua kegiatan pelanggaran. Untuk penyelesaian pelanggaran hak cipta secara perdata oleh pihak yang merasa dirugikan hak-hak perdatanya, UUHC memberikan kemungkinan penyelesaikan secara perdata melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa seperti negosiasi, mediasi, dan konsiliasi Pasal 95, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Tata cara mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran Hak Cipta serta pemeriksaannya diatur dalam Pasal 99 Undang-Undang Hak Cipta. Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga. 196 Penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta, selain dapat diselesaikan melalui Pengadilan Niaga, menurut Pasal 95 UUHC juga dapat diselesaikan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa hak cipta melalui Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui negosiasi, mediasi, Selanjutnya, Panitera mendaftarkan gugatan tersebut pada tanggal gugatan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Penyampaian gugatan kepada ketua Pengadilan Niaga paling lama dua hari terhitung setelah gugatan didaftarkan. Pengadilan Niaga diberikan waktu paling lama tiga hari untuk mempelajari gugatan tersebut dan menetapkan hari sidangnya. Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 enam puluh hari setelah gugatan didaftarkan. 196 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 100 ayat 1. konsiliasi, atau cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku yang mengatur mengenai alternatif penyelesaian sengketa. 197 Penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta, selain dapat diselesaikan melalui pengadilan niaga, UUHC dapat diselesaikan melalui Arbitrase atau Alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa hak cipta melalui Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi atau cara Dengan demikian, penyelesaian sengketa hak cipta juga dapat diselesaikan diluar pengadilan melalui jalur arbitrase, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau cara lain yang dipilih oleh para pihak. Penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya: meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya dan mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau mengubah isi ciptaan. Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Hak dari pemegang hak cipta tidak berlaku terhadap ciptaan yang berada pada pihak yang dengan itikad baik memperoleh ciptaan tersebut semata-mata untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan komersial danatau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial. Pencipta atau ahli waris suatu ciptaan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran. Selain penyelesaian sengketa, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. 197 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Penjelasan Pasal 95. lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang mengatur mengenai alternatif penyelesaian sengketa. Diselesaikan diluar pengadilan melalui jalur arbitrase, negosiasi, mediasi, konsoliasi atau cara lain yang dipilih oleh para pihak. 198 Penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta, hak terkait, ataupun hak moral dapat diselesaikan, baik melalui jalur mediasi maupun melalui litigasi yang merupakan wewenang yurisdiksi dari pengadilan niaga. Dalam mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta ataupun hak terkait ada upaya hukum untuk mengajukan penyelesaian sengketa hak cipta yaitu sebagai berikut : 199 1. Pragugatan a. Putusan pengadilan niaga hanya diajukan kasasi. Permohonan kasasi diajukan paling lama 14 empat belas hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan niaga diucapkan dalam sidang terbuka atau diberitahukan kepada para pihak. 200 b. Panitera pengadilan niaga mendaftarkan permohonan kasasi pada tanggal permohonan diajukan dan memberikan tanda terima yang telah ditandatanganinya kepada pemohon kasasi pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. 201 c. Panitera pengadilan niaga wajib menyampaikan permohonan kasasi kepada termohon kasasi paling lama 7 tujuh hari terhitung sejak permohonan kasasi didaftarkan. 202 198 Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 165. 199 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 294. 200 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 102 ayat 1 dan 2. 201 Ibid, Pasal 102 ayat 4. 202 Ibid, Pasal 102 ayat 5. d. Panitera pengadilan niaga wajib mengirimkan berkas perkara kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 14 empat belas hari terhitung sejak jangka waktu. 203 2. Selama Berlangsungnya Pemeriksaan Perkara a. selama berlangsungnya pemeriksaan gugatan, penggugat dapat mengajukan permohonan sifat terhadap benda yang merupakan hasil dari pelanggaran hak cipta. 204 b. Selama berlangsungnya pemeriksaan gugatan, hakim dapat menjatuhkan putusan sela atas permohonan penggugat untuk memerintahkan tergugat menghentikan kegiatan pengumuman atau perbanyakan ciptaan. 205 Pelanggaran hak cipta dan hak terkait selain dapat dituntut secara pidana juga secara perdata ke pengadilan niaga di wilayah domisili hokum pelaku pelanggaran. Di samping itu, Undang-undang hak cipta memberi peluang kepada para pihak untuk menyelesaikan perselisihan hak cipta yang ada di antara mereka jalur nonlitigasi, seperti melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Keleluasaan yang diberikan oleh UUHC untuk dapat menyelesaikan sengketa hak cipta secara keperdataan ataupun melalui jalur nonlitigasi tidak mengakibatkan gugurnya hak penuntut umum untuk mengajukan tuntutan pidana atas pelaku pelanggaran hak cipta. Undang-undang hak cipta menegaskan bahwa penyelesaian sengketa keperdataan di bidang hak cipta tidak menghapuskan hak jaksa penuntut umum untuk melakukan penuntutan pidana. 206 203 Ibid, Pasal 103 ayat 5. 204 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 294. 205 Ibid 206 Ibid, hlm. 252.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN