bermakna antara pekerjaan dan penghasilan p= 0,000 dan OR= 17,558 .
Hal ini sejalan dengan penelitian Cahdiah dan Toyalis yang menyatakan bahwa sebagian besar penderita TB Paru adalah tidak
bekerja 59.
27
4.2.4. Variabel Independen Yang Tidak Dominan Berpengaruh Dengan Peningkatan Kejadian TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah
Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 4.2.4.1. Status Gizi
Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,001 artinya p alpha 0,05, dan OR= 2,513 CI= 1,441-4,382, artinya responden yang
status gizinya kurang ada hubungan bermakna dengan TB Paru BTA+, dan beresiko menderita TB Paru sebesar 2,5 kali dibandingkan dengan
responden yang status gizinya baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Misnardiarly dalam Toyalis,
bahwa faktor kurang gizi akan meningkatkan angka kesakitan kejadian TB Paru, terutama TB Paru saat pertama sakit. Masyarakat yang
mempunyai gizi kurang lebih beresiko terhadap peningkatan kejadian TB Paru dibandingkan dengan yang mempunyai gizi baik.
27
Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan, daya tahan, dan respon imun tubuh terhadap serangan
penyakit. Faktor ini sangat penting pada masyarakat, baik pada dewasa maupun pada anak.
Hasil penelitian ini kurang sejalan dengan dan penelitian sebelumnya karena bukan faktor risiko dominan terhadap angka
kejadian TB Paru BTA+ di Kota Serang, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda.
4.2.4.2. Pencahayaan Hunian
Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p = 0,001 dan OR = 3,684 CI = 1,588-8,549, artinya responden yang pencahayaan huniannya
gelap, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 3,6 kali
dibandingkan dengan responden yang pencahayaan huniannya terang. Ada hubungan bermakna antara pencahayaan hunian yang gelap dengan
TB Paru BTA+. Pencahayaan hunian merupakan intensitas masuknya sinar
matahari ke dalam rumah. Pengukuran sinar matahari menggunakan alat lux meter, yang diukur di tengah-tengah ruangan, pada tempat
setinggi 84 cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila 50 lux atau 300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan
bila pencahayaan rumah antara 50-300 lux. Cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, terutama
kuman Mikobakterium tuberkulosis.
8
Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita TB Paru sebesar 3-7 kali
dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari cukup. Hasil penelitian ini kurang sejalan dengan dan penelitian
sebelumnya karena bukan faktor resiko dominan terhadap angka kejadian TB Paru BTA+ di Kota Serang, untuk itu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda dan metode mengambilan data menggunakan lux meter supaya hasilnya lebih
presisi.
4.2.4.3. Pendidikan
Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,012 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan penderita TB paru
BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 1,898 CI= 1,119-3,219, artinya responden yang pendidikannya rendah, akan beresiko menderita TB
Paru BTA+ sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan responden yang pendidikannya tinggi.
Pendidikan menggambarkan perilaku seseorang dalam hal kesehatan. Semakin rendah pendidikannya maka ilmu pengetahuan
dibidang kesehatan semakin berkurang,
15
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi lingkungan fisik, biologis dan
sosial yang merugikan kesehatan dan akhirnya mempengaruhi tingginya kasus TB yang ada
1
dan keteraturan minum obat.
16
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa pendidikan rendah bukan merupakan faktor resiko dominan terhadap angka kejadian TB Paru
BTA+ di Kota Serang dan tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang
berbeda.
5.2.4.4. Pengetahuan