KEDUDUKAN LEMBAGA LEGISLATIF DALAM

BAB III KEDUDUKAN LEMBAGA LEGISLATIF DALAM

PEMBUATAN PERATURAN DAERAH A. Kedudukan Lembaga Legislatif Perkembangan demokrasi di Indonesia memperlihatkan adanya dorongan pada pemerintahan rakyat. Rakyat mempunyai kedaulatan yang tertinggi, dengan sistem politik yang demokratis sehingga seluruh kebijakan dan aturan yang mengikat rakyat dilaksanakan dengan persetujuan rakyat. Persetujuan melalui perwakilan memperlihatkan adanya pendegelasian kedaulatan rakyat lepada wakil-wakilnya di Parlemen yang dipilih melalui pemilu, adanya legitimasi keabsahan pemerintah bersumber dari persetujuan rakyat. Pengaturan kedaulatan rakyat tidak dapat dibatasi oleh pemerintah tanpa persetujuan rakyat dan pemerintahan yang konstitusional berdasarkan, melaksanakan dan tunduk kepada hukum dan peraturean perundang- undangan dimana kekuasaan dipegang oleh sejumlah pemimpin termasuk yang dipegang oleh anggota badan legislatif dikontrol oleh rakyat. 69 Kedaulatan rakyat ini harus diartikan dan diterapkan sepanjang waktu, bukan hanya ketika rakyat diperlukan, misalnya pada saat Pemilu. Artinya, ketika para wakil rakyat dan pejabat eksekutif dipilih untuk menduduki jabatan Publik, dan ketika mereka memilih hak untuk memutuskan sesuatu atas nama publik, mereka tidak boleh melupakan bahwa mereka merupakan alat kedaulatan rakyat dan bahwa rakyatlah tetap yang berdaulat. Dengan demikian mereka harus memperlakukan jabatan yang 69 Bahan Bacaan Lokakarya Hubungan DPRD Dengan Konstituennya, Fungsi Utama DPRD : Representasi Rakyat , Medan : Local Governance Support Program North Sumatra, hal. 1. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 diterimanya itu sebagai amanah yang kapan saja harus dikembalikan kepada pemberi mandat yaitu rakyat kalau mereka gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya. Persoalan yang lazim terjadi adalah pemahaman dan kecenderungan sulitnya membina hubungan antara legislator anggota dewan terpilih dengan rakyat sebagai konstituen. Persoalan ini menjadi kendala komunikasi antara dewan rakyat dengan rakyat yang diwakilinya, sehingga kecenderungan adanya pola hubungan yang semu menjadi semakin kuat Dalam masyarakat politik, yaitu sebuah arena dimana masyarakat mengorganisir dirinya untuk memperebutkan hak absah mengontrol kekuasaan publik dan aparatur negara, terdapat tiga faktor utama yang berpengawasan aktif yaitu konstituen, partai politik dan parlemen. Yang harus dipahami secara benar oleh seorang anggota dewan adalah bahwa ketiganya mempunyai posisi dan kedudukan yang berbeda-beda. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah mengenai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dan hubungannya dengan Kepala Daerah dan masyarakat daerah. Masyarakat daerah mempunyai perwakilan mereka sendiri overhead yang mempunyai keleluasaan berhubungan dengan daerahnya. DPRD sebagai lembaga legislatif daerah turut mengambil keputusan politik dan kebijakan-kebijakan untuk mengeksploitasi sumber daya ekonomi lokal. Salah satu implikasi politik yang terjadi dengan Amandemen Pasal 18 UUD 1945 dan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah kesetaraan antara H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 lembaga legislatif dan lembaga eksekutif di daerah. Hal ini tentu juga terkait dengan efektifitas pembangunan di daerah yang tentu tidak selamanya menciptakan hubungan kausalitas yang memuaskan. Kedudukan lembaga legislatif dalam hal ini adalah DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan merupakan salah satu unsur penyelenggara pemerintah daerah di samping pemerintah daerah. DPRD juga merupakan mitra sejajar dengan Kepala Daerah untuk tetap memelihara check and balances antara DPRD dan Kepala Daerah serta terpeliharanya efektifitas dan stabilitas pemerintahan daerah. 70 DPRD memiliki 3 tiga fungsi utama, yaitu : 1. Fungsi legislasi, yaitu membentuk peraturan daerah; 2. fungsi anggaran, yaitu menetapkan anggaran; 3. fungsi pengawasan, yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan. 71 Legislasi merupakan kewenangan pembuatan peraturan daerah yaitu menginisiasi lahirnya rancangan peraturan daerah raperda dan juga membahas dan menyetujuimenolak raperda yang diusulkan oleh eksekutif. Pada fungsi ini, agregasi kepentingan konstituen, terutama solusi dari persoalan berkaitan dengan pelayanan publik dapat dilakukan melalui proses perumusan kebijakan secara partisipatif. Dalam konteks substansi, pastikan bahwa rancangan kebijakan yang akan dan senang disusun, merupakan solusi dari masalah, artikulasi politik dan aspirasi konstituen dan agregasi kepentingan konstituen. Ruang partisipasi 70 Rozali Andullah, I, Op.Cit., hal.76. 71 Ibid, hal. 105. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 masyarakatkonstituen harus dibuka, mulai dari identifikasi masalah, inisiasi kebijakan, legal drafting sampai pada implementasi kebijakannya. Pengawasan konstituen dalam proses ini adalah sebagai mitra dewan, mereka akan memastikan artikulasi dan agregasi kepentingan konstituen telah diakomodasikan dan menjadi landasan sebuah kebijakan anggota dewan. Posisikan konstituen sebagai mitra dalam pentahapan proses legal drafting. Dengan berbedanya segmen dari konstituen, maka dewan dapat memposisikan konstituen sesuai dengan pentahapan dan tingkat partisipasinya. Sebagai contoh, segmen akademisi, dapat diserahkan Pengawasan untuk menyusun naska akademik dalam proses legal drafting. Posisikan mereka sebagai tenaga ahli yang membantu merumuskan pijakan akademik pada rancangan kebijakan. Segmen aktivis LSM dapat diposisikan sebagai mitra kritis kerja-kerja DPRD, terutama untuk melihat level partisipasi, transparasi dan akuntabilitasnya. Segmen organisasi masyarakat, dapat diposisikan sebagai mitra stimulan masukan-masukan dari warga, untuk memastikan artikulasi dan agregasi kepentingan konstituen. Segmen kelompok masyarakat miskin sebaiknya diposisikan sebagai penerima manfaat paling besar dari produk kebijakan dewan, sehingga Pengawasankan mereka sebagai mitra aktif dalam pembahasan substansi dan buka akses mereka pada proses perumusan kebijakan. Anggaran merupakan kewenangan menyetujui atau menolak dan menetapkan RAPBD menjadi APBD, melalui proses pembahasan arah kebijakan umum, pembahasan rancangan APBD yang diajukan oleh kepala daerah dan menetapkan perda tentang APBD. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 Pada fungsi ini, proses anggaran merupakan keterpaduan antara proses teknokratik dan politik. Keberpihakan pada kepentingan konstituen akan tercermin dalam kerja-kerja dewan pada proses anggaran. Kewenangan anggaran dewan sangat strategis dalam mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingannya dalam arah kebijakan umum keanggaran daerah. Dalam proses pembahasan anggaran yang diusulkan oleh kepala daerah, seorang anggota dewan dapat memasukan kepentingan konstituen yang sudah dirumuskan dalam program pada anggaran satuan kerja pemerintah. Pada proses anggaran ini penting membuka akses konstituen pada proses perencanaan, penyusunan dan negosisasi kebijakan anggaran. Anggota DPRD yang menjadi bagian panitia anggaran penyusunan APBD, memliki posisi strategis untuk dapat memasukan agregasi kepentingan konstituen pada perencaan anggaran. Hal yang paling krusial dalam proses ini adalah memasukkan anggaran program-program pelayanan publik pada proses perencanaan anggaran. Gunakan semua ciri dan prinsip dasar yang telah dipaparkan sebelumnya pada proses pemberian Pengawasan dan fungsi dari konstituen. Representasi dari masing- masing segmen, seperti segmen akademisi, aktivis LSM dan organisasi masyarakat, biasanya adalah kelompok yang sangat kritis pada kebijakan anggaran yang tidak berpihak pada rakyat. Segmen ini sebaiknya dapat dijadikan mitra DPRD dalam mengkritisi proses perencanaan dan dokumen anggaran yang diusulkan oleh pemerintah daerah. Segmen ini jangan dibiarkan menjadi lawan kerja-kerja dewan karena akan H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 kontraproduktif. Mereka akan menjadi mitra yang bagus untuk menelusuri proses dan alokasi anggaran yang dapat mengakomodasikan kepentingan wargakonstituen. Segmen atau kelompok miskin kota dan rakyat biasa adalah segmen yang sangat rentan pada dampak dari perencanaan anggaran yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat atau kelompok miskin. Mereka adalah kelompok yang tidak memiliki akses pada kerja-kerja dewan dan pemerintah daerah di anggaran. Seorang dewan harus dapat membuka akses dan mendahulukan kepentigan segmen ini dalam pengalokasian anggaran. Pengawasan merupakan kewenangan dewan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan lainnya, pengawasan pelaksanaan APBD, mengawasi kebijakan dan kinerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah. Pada fungsi ini, seorang anggota DPRD dapat memainkan Pengawasan sebagai public services watch bagi pelaksanaan anggaran dan kebijakan pemerintah daerah. Pelaksanaan pembangunan daerah sangat rawan pada diindahkannya kepentingan publik. Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi ini, DPRD harus turut serta mengajak konstituennya sebagai mitra dalam menjalankan fungsinya. Berbagai Pengawasanlah dengan konstituen, sesuai dengan fungsi dari segmen- segmen di masyarakat. Seorang dewan harus dapat memberikan Pengawasan yang tepat pada semua segmen, sehingga akan terlihat bahwa seorang anggota dewan memiliki kerja tim yang berasal dari kostituennya. Kewenangan lebih DPRD adalah dalam bentuk: H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 a. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupatiwakil bupati atau walikotawakil walikota kepada menteri dalam negeri melalui gubernur; b. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupatenkota terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah; c. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; d. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupatiwalikota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Berdasarkan ketiga fungsi tersebut di atas, DPRD mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Membentuk Perda, yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama. 2. Membahas dan menyetujui Rancangan Perda tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah. 3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah. 4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerahwakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD KabupatenKota. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 5. Memilih Wakil Kepala Daerah apabila hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah. 6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah. 7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan pemerintah daerah. 8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 9. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah. 10. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. 11. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. 72 Untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPRD diberikan hak, yaitu: 1. Hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada kepala daerah, mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis, yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. 2. Hak angket, yaitu pelaksanaan fungsi pengawasan dari DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah, yang penting dan 72 Lihat, Pasal 42 UU No.32 Tahun 2004. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3. Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah, disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. 73 Pelaksanaan hak angket dapat dilakukan setelah diajukan hak interpelasi dan harus mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPRD, yang dihadiri sekurang- kurangnya 34 dari jumlah anggota DPRD, dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 23 dari jumlah anggota DPRD yang hadir. 74 Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat diatur dalam peraturan tata tertib DPRD yang disusun dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. 75 Dalam menggunakan hak angket, DPRD harus membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi, yang dalam waktu paling lama 60 hari harus telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD. Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket dapat memanggil, mendengar dan memeriksa seseorang, yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki, serta untuk meminta, menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki. Setiap orang yang dipanggil, didengar dan diperiksa, wajib memenuhi panggilan panitia angket, kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Apabila 73 Lihat, Pasal 43 UU No.32 Tahun 2004 beserta penjelasannya. 74 Pasal 43 ayat 2 UU No.32 Tahun 2004. 75 Pasal 43 ayat 8 UU No.32 Tahun 2004. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 telah dipanggil secara patut tiga kali berturut-turut dan yang bersangkutan tetap tidak memenuhinya, panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia. 76 Di samping hak-hak yang dimiliki oleh DPRD sebagai institusi, anggota DPRD secara individu juga memiliki hak-hak antara lain: 1. mengajukan rancangan perda; 2. mengajukan pertanyaan; 3. menyampaikan usul dan pendapat; 4. memilih dan dipilih; 5. membela diri; 6. imunitas; 7. protokoler; dan 8. keuangan dan administrasi. 77 Di samping memiliki beberapa hak, anggota DPRD juga memiliki beberapa kewajiban, yaitu: 1. mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan mentaati semua peraturan perundang-undangan; 2. melaksanakan kehidupan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 76 Lihat, Pasal 43 ayat 3 sampai dengan ayat 7 UU No.32 Tahun 2004 beserta penjelasannya. 77 Pasal 44 UU No.32 Tahun 2004. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 4. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; 5. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; 6. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan; 7. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politik terhadap daerah pemilihannya; 8. menaati peraturan tata tertib, kode etik, dan sumpahjanji anggota DPRD; 9. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. 78 Untuk dapat menjalankan tugas dan kewenangannya, DPRD dilengkapi dengan beberapa alat kelengkapan yang terdiri dari: 1. pimpinan; 2. komisi; 3. panitia musyawarah; 4. panitia anggaran; 5. badan kehormatan; 6. alat kelengkapan lain yang diperlukan. 79 Pembentukan, susunan, tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRD tersebut diatur dalam peraturan tata tertib DPRD. Tata tertib DPRD disusun berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 80 78 Pasal 45 UU No.32 Tahun 2004. 79 Pasal 46 ayat 1 UU No.32 Tahun 2004. 80 Pasal 46 ayat 2 UU No.32 Tahun 2004. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 Komisi-komisi dibentuk oleh DPRD guna mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD. Jumlah komisi yang dapat dibentuk ditentukan berdasarkan jumlah anggota DPRD pada setiap daerah, sebagai berikut: 1. DPRD Provinsi yang beranggotakan 35 sampai dengan 75 orang, dapat membentuk 4 empat komisi, sedangkan DPRD yang beranggotakan lebih dari 75 orang, dapat membentuk 5 lima komisi. 2. DPRD KabupatenKota yang beranggotakan 20 sampai 35 orang, dapat membentuk 3 komisi, sedangkan DPRD yang beranggotakan lebih dari 35 orang, dapat membentuk 4 empat komisi. 81 Di setiap DPRD dikenal adanya fraksi, yang merupakan wadah tempat berhimpun setiap anggota DPRD. Fraksi bukanlah merupakan alat kelengkapan DPRD, dan setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam setiap fraksi. Jumlah anggota setiap fraksi sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi yang ada di DPRD. Partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk 1 satu fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada, atau membentuk fraksi gabungan. Sementara itu, fraksi yang ada wajib menerima anggota DPRD dari partai politik lain yang tidak memenuhi syarat untuk dapat membentuk satu fraksi. Partai politik hanya dapat membentuk satu fraksi apabila memenuhi syarat jumlah anggotanya sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi yang ada di DPRD yang bersangkutan. 82 DPRD melaksanakan fungsi kontrol resmi dari masyarakat daerah terhadap pelaksanaan tugas Kepala Daerah sebagai pemimpin masyarakat daerah. Hal ini berguna 81 Pasal 51 UU No.32 Tahun 2004. 82 Lihat, Pasal 50 UU No.32 Tahun 2004. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 agar pemimpin pemerintahan di daerah lebih memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat daerahnya dibandingkan dengan kepentingan pejabat politis atau birokratis, baik pada tingkat atas maupun di daerahnya. Penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan sub sistem pemerintahan negara yang bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggungjawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. 83 Otonomi daerah jelas mempunyai kaitan erat dengan demokrasi. Mencermati secara seksama ketentuan yang baru dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, jiwa dari sistem pemerintahan daerah adalah membangun pemerintahan daerah yang demokratis, dimana proses politik dan proses pemerintahan bekerja secara efektif. 84 Pengambilan kebijakan publik dalam otonomi daerah harus melibatkan rakyat, yang dari sudut ketatanegaraan diwakili oleh DPRD, sehingga kebijakan yang diambil adalah berdasarkan aspirasi masyarakat. Pelibatan ini menjadi penentu pentingnya Pengawasan kontrol masyarakat dalam otonomi daerah, sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang bersih. Efektifnya pelibatan ini dapat mencegah berubahnya pejabat daerah menjadi “raja-raja kecil” di daerah. Otonomi daerah hanya bisa berjalan dengan baik, apabila DPRD dan masyarakat diberi ruang atau tempat untuk terlibat dalam 83 Syaukani HR., et.al., Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, hal.viii. 84 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2005, hal.131. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 melakukan kontrol terhadap pemerintahnya, sehingga diatur dan dijamin secara tegas UU No.32 Tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah antara lain adalah “Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja”. Pada dasarnya, pemberian kewenangan DPRD dalam otonomi daerah adalah agar bisa menangkap secara lebih tepat dan cepat aspirasi masyarakat, sebagai prasyarat untuk dapat melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. 85 Reformasi pemerintahan daerah dalam otonomi daerah akan berdampak pada perubahan Pengawasan DPRD yang sebelumnya dianggap hanya merupakan stempelnya pemerintah, saat ini berubah menjadi mitra sejajar pemerintah dan sekaligus pihak yang mengawasi pemerintah social control. 86 Berbagai hak DPRD yang dulunya tidak difungsikan mengalami refungsionalisasi, dan hal ini tentunya akan memudahkan masyarakat untuk menyalurkan berbagai aspirasi dan tuntutannya terhadap pemerintah. Kuatnya Pengawasan DPRD akan menyebabkan eksekutif lebih berhati-hati dalam menjalankan roda pemerintahan. Konsekuensi dari kuatnya kedudukan lembaga legislatif ini adalah munculnya keberanian masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya melalui para wakil yang telah duduk dalam lembaga legislatif. Oleh karena itu para wakil rakyat di DPRD sebenarnya tidak dapat lagi memberikan “hanya sebatas janji”, sebagainana pada masa sebelumnya. 85 Anas Saidi, et.al., Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dan Permasalahannya, Jakarta: Pusat Penelitian PMB-LIPI, 2000, hal.52. 86 Sarundajang, Op.Cit, hal.145. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 Sikap seperti ini akan merugikan karir politik mereka, walaupun realisasi janji politik jika diukur dengan lahirnya produk perundang-undangan sebagai kebijakan publik untuk kepentingan rakyat tidak begitu signifikan. 87 DPRD dituntut harus lebih bersikap aktif dan memiliki keberanian untuk melaksanakan fungsi legislasi dan sosial kontrol terhadap pelaksanaan tugas eksekutif daerah. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat dan tidak menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Selain enam urusan pemerintahan yang telah diuraikan di atas, sisanya menjadi wewenang pemerintah daerah. Dengan demikian, urusan yang dimilki oleh pemerintah daerah menjadi tidak terbatas. Daerah dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan apa saja selain enam bidang yang telah dikemukakan di atas, asal saja daerah mampu menyelenggarakannya dan mempunyai potensi untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. 88 Kemudian dalam menempatkan posisi strategis konstituen dalam kerja-kerja DPRD sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan beberapa cara pandang kinerja dewan dalam mengakomodasikan dan responsif terhadap hal-hal: 87 Tentang hubungan antara janji politik dengan produk kebijakan publik untuk kepentingan rakyat secara mendalam dapat dibaca dalam Fadillah Putra, Parpol dan Kebijakan Publik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004. 88 Op Cit , hal.17. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 1. Peningkatan partisipasi wargakonstituen dalam pengambilan keputusan dan proses kebijakan; 2. Kebijakan pelayanan publik yang menjadi prioritas bagi kesejahteraan masyarakat; 3. Transparasi dan akuntabilitas di lingkungan DPRD kepada wargakonstituen; 4. Peningkatan kapasitas dewan dalam merencanakan dan membangun kebijakan pelayanan publik dan keuangan daerah. B. Kedudukan dan Fungsi Peraturan Daerah Dalam Perundang-undangan Peraturan daerah perda merupakan salah satu kebijakan pemerintahan daerah sebagai wujud hak daerah otonom untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam kerangka otonomi daerah. 89 Peraturan daerah merupakan bagian dari hak daerah untuk berprakarsa sepenuhnya mengambil kebijakan policy pembangunan, baik yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaannya. Jadi, peraturan daerah merupakan suatu produk hukum yang dapat dibuat suatu daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Perda merupakan bagian dari peraturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia. Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama oleh DPRD 90 guna menyelenggarakan hak otonomi yang dimiliki oleh ProvinsiKabupatenKota, serta tugas pembantuan. 91 Tujuan utama dari pembentukan suatu perda adalah untuk mewujudkan kemandirian daerah dan memberdayakan 89 P. Rosodjatmiko, Pemerintahan di Daerah dan Pelaksanaannya, Kumpulan Karangan Dr. Ateng Syafrudin SH. , Bandung: Tarsito, 2002, hal.22-23. 90 Pasal 136 ayat 1 UU No.32 Tahun 2004. 91 Pasal 136 ayat 2 UU No.32 Tahun 2004. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 masyarakat. Perda pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. 92 Perda yang dibuat oleh suatu daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, 93 dan baru mempunyai kekuatan mengikat setelah diundangkan dengan memuatnya dalam Lembaran Daerah. 94 Pengertian “bertentangan dengan kepentingan umum” dalam hal ini adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya ketenteramanketertiban umum, serta kebijakan yang bersifat administratif. 95 Perda yang ternyata bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat. Pembatalan oleh pemerintah pusat dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. 96 Peraturan perundang-undangan yang didalamnya terdiri dari beberapa jenis peraturan ini tidak hanya menunjuk pada makna adanya aneka jenis peraturan, tetapi juga menunjuk pada suatu makna adanya hierarki atau jenjang. Artinya, dan beberapa jenis peraturan yang tercakup didalam perundangundangan itu memiliki tata urutan dari peraturan yang lebih rendah ke urutan yang paling tinggi. Hal ini dikemukakan oleh Hans Kelsen yang terkenal dengan teorinya 92 Pasal 136 ayat 3 UU No.32 Tahun 2004. 93 Pasal 136 ayat 4 UU No.32 Tahun 2004. 94 Pasal 136 ayat 5 UU No.32 Tahun 2004. 95 Penjelasan Pasal 136 ayat 4 UU No.32 Tahun 2004. 96 Lihat, Pasal 145 UU No.32 Tahun 2004. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 mengenai hierarki norma hukum stufentheorie, yang mengatakan bahwa norma- norma hukum ini berjenjang-jenjang atau berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi ini berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, dan demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, yaitu yang disebut dengan norma dasar Grundnorm. 97 Norma Dasar Grundnorm sebagai norma yang tertinggi dalam sistem norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, karena norma dasar ini adalah suatu norma yang ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar sebagai gantungan atau landasan bagi norma-norma yang berada di bawahnya. Masyarakat dimaksudkan disini adalah suatu kesatuan masyarakat dan suatu negara dimana tempat dari sistem norma itu berada eksis, misalnya masyarakat Indonesia sistem norma hukum Indonesia, masyarakat Jerman sistem norma hukurn Jerman, dan lain-lain. Adapun jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang juga menunjukkan adanya hierarki sebagaimana dikemukakan oleh Hans Kelsen, dapat ditelusuri dalam berbagai sumber seperti diatur dalarn Undang-Undang Dasar dan peraturan lainnya. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, secara eksplisit menentukan beberapa jenis perundang-undangan, yaitu : 97 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Jakarta : Kanisius, 2002, hal. 25. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 2. Undang-Undang Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pasal 22 4. Peraturan Pemerintah, Pasal 5 ayat 2 Kemudian oleh Amiroeddin Syarif membuat suatu kerangka jenis-jenis perundang-undangan RI yang sesuai dengan aturan UUD 1945, yang meliputi sebagai berikut : 1. Jenis jenis yang ditentukan oleh UUD 1945, terdiri dari : a. Undang-Undang, berdasarkan pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1; b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perpu berdasarkan pasal 22; c. Peraturan Pemerintah berdasarkan pasal 5 ayat 2. 2. Peraturan Pelaksana yang terdapat dalam praktek, yang meliputi : a. Keputuran Presiden; b. Instruksi Menteri; c. Keputusan Menteri; d. Instruksi Menteri; e. Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; f. Peraturan Badan Negara lainnya 3. Peraturan di tingkat daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, yang terdiri dari : a. Peraturan Daerah Tingkat I; H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 b. Keputusan Kepala Daerah Tingkat I; c. Peraturan Daerah Tingkat II; d. Peraturan Kepala Daerah tingkat II. Mengenai Perda ditentukan bahwa keberadaannya adalah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi Pasal 12. Selain itu, berdasarkan Amandemen Kedua pasal 18 ayat 6 UUD 1945 Perda telah ditempatkan secara eksplisit dalam UUD, Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan Peraturan Daerah berada dalam atau merupakan bagian dari sistem perundang-- undangan Republik Indonesia, yang secara hierarki berada di bawah Peraturan Presiden. Sedangkan fungsi Peraturan Daerah adalah untuk menyelengggarakan otonomi pemerintahan daerah dan melaksanakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008

BAB IV PENGAWASAN LEMBAGA LEGISLATIF DALAM PENERAPAN