Latar Belakang Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah melahirkan adanya 2 dua macam organ pemerintahan di daerah, yaitu pemerintah daerah dan pemerintah wilayah. 2 Pemerintah daerah adalah organ daerah otonom yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi. Sedangkan pemerintah wilayah adalah organ pemerintah pusat di wilayah-wilayah administratif dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi yang terwujud dalam bentuk provinsi dan ibukota negara, kabupatenkota, yang tentu saja tidak terkait dengan kewenangan yang muncul dari otonomi daerah. 2 P. Rosodjatmiko, Pemerintahan di Daerah dan Pelaksanaannya, Kumpulan Karangan Dr. Ateng Syafrudin SH. , Bandung : Tarsito, 2002, hal.22-23. Pada umumnya, hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam suatu negara kesatuan berdasarkan tiga asas, yaitu asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas pembantuan. Dalam asas desentralisasi terjadi penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya, baik yang menyangkut policy, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaannya. Pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan agar menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Pada asas dekonsentrasi, yang terjadi adalah pelimpahan wewenang kepada aparatur pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat dalam arti bahwa policy, perencanaan dan biaya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan. Urusan dilaksanakan oleh kepala wilayah dan instansi vertical yang merupakan aparat pemerintah pusat di daerah dan urusan tersebut bukanlah urusan rumah tangga daerah yang melaksanakan, karena tetap merupakan merupakan urusan pemerintah pusat. Pada asas pembantuan berarti keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah yang bersangkutan, dalam arti organisasi pemerintah setempat daerah memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantu melaksanakan urusan-urusan pemerintah pusat. Asas ini berarti penugasan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi. Pemerintah pusat berwenang dan berkewajiban memberikan perencanaan umum, petunjuk serta pembiayaan. Perencanaan terperinci dan pelaksanaannya ditugaskan kepada pemerintahan di daerah yang diawasi pejabat pemerintah di daerah. Asas desentralisasi melahirkan pemerintah daerah, sedangkan asas dekonsentrasi dan asas pembantuan melahirkan pemerintah wilayah. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 Asas desentralisasi dalam pelaksanaan otonomi adalah memberikan keleluasaan organ daerah otonom yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi. 3 Dalam asas desentralisasi terjadi penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintahan daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya, baik yang menyangkut policy, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaannya. Pemerintahan daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan agar menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Era globalisasi menghadapkan Indonesia pada suatu tuntutan untuk melaksanakan pembangunan disegala bidang secara merata, 4 termasuk juga menuntut kesiapan setiap daerah untuk mampu berPengawasan serta didalamnya. Antisipasi 3 P. Rosodjatmiko, Pemerintahan di Daerah dan Pelaksanaannya, Kumpulan Karangan Dr. Ateng Syafrudin SH. , Bandung: Tarsito, 2002, hal.22-23. Asas desentralisasi merupakan salah satu dari 3 tiga asas dalam kerangka hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam suatu negara kesatuan. Asas yang lainnya adalah asas dekonsentrasi dan asas pembantuan. Dalam asas desentralisasi terjadi penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya, baik yang menyangkut policy, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaannya. Pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan agar menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Pada asas dekonsentrasi, yang terjadi adalah pelimpahan wewenang kepada aparatur pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat dalam arti bahwa policy, perencanaan dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan. Urusan dilaksanakan oleh kepala wilayah dan instansi vertical yang merupakan aparat pemerintah pusat di daerah dan urusan tersebut bukanlah urusan rumah tangga daerah yang melaksanakan, karena tetap merupakan merupakan urusan pemerintah pusat. Pada asas pembantuan berarti keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah yang bersangkutan, dalam arti organisasi pemerintah setempat daerah memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantu melaksanakan urusan-urusan pemerintah pusat. Asas ini berarti penugasan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi. Pemerintah pusat berwenang dan berkewajiban memberikan perencanaan umum, petunjuk serta pembiayaan. Perencanaan terperinci dan pelaksanaannya ditugaskan kepada pemerintahan di daerah yang diawasi pejabat pemerintah di daerah. Asas desentralisasi melahirkan pemerintah daerah, sedangkan asas dekonsentrasi dan asas pembantuan melahirkan pemerintah wilayah. 4 Alvin Tofler, dalam Nurcholis Madjid, Tradisi Islam, Pengawasanan dan Fungsinya dalam Pembangunan Indonesia , Jakarta: Paramadina, 1997, hal.66. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 terhadap arus globalisasi ini diperlukan setiap daerah, terutama berkaitan dengan peluang dan tantangan penanaman modal asing di daerah dan persaingan global di daerah. Dalam otonomi daerah, daerah menjadi lebih leluasa dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya, dan memberi kesempatan tumbuhnya iklim yang lebih demokratis di daerah. 5 Pemerintahan daerah yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 6 adalah semacam keleluasaan daerah dalam mewujudkan otonomi yang luas dan bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, prakarsa dan aspirasi masyarakat, atas dasar pemerataan dan keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman daerah. Untuk itu, pemerintah daerah perlu mempunyai kemauan sungguh-sungguh dan kesiapan untuk mampu melaksanakan kebijakan otonomi daerah untuk kepentingan rakyat daerahnya. Otonomi daerah seharusnya dipandang sebagai suatu tuntutan yang berupaya untuk mengatur kewenangan pemerintahan sehingga serasi dan fokus pada tuntutan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, menurut James W. Fesler sebagaimana dikutip J. Kaloh, otonomi daerah bukanlah tujuan tetapi suatu instrumen untuk mencapai tujuan. 7 5 Muchan, Otonomi yang Seluas-luasnya dan Ketidakadilan Daerah, dalam M.Arif Nasution dkk., Demokratisasi dan Problema Otonomi Daerah , Bandung : Mandar Maju, 2005, hal.78. 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Lembaran Negara Tahun 2004 No.125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437. 7 J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan tantangan Global , Jakarta : Rineka Cipta, 2002, hal.6-7. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 Lembaga Legislatif dalam hal ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD sebagai salah satu institusi lokal dianggap sebagai wahana untuk bisa memberdayakan masyarakat daerah dalam era otonomi daerah. 8 Sebelum era Reformasi, DPRD yang mewakili rakyat daerah tidak berdaya menghadapi kekuatan pemerintah pusat dan kepala daerah. Hal ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa DPRD bersama rakyat di daerah terpinggirkan dari berbagai proses pembangunan yang sebenarnya menjadi haknya untuk terlibat dan melakukan kontrol. Kehadiran Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah 9 sebagai pelaksanaan amanat Ketetapan MPR Nomor XVMPR1998 10 pada Sidang Istimewa MPR 1998 dan kemudian digantikan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinilai dapat memberikan pembaharuan sistem pemerintahan daerah di Indonesia, sehingga diharapkan mampu memberikan keleluasaan bagi daerah dalam rangka menjalankan rumah tangganya sendiri sesuai dengan kepentingan rakyat daerah. Berdasarkan Pasal 19 ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 11 , DPRD adalah mitra sejajar dari Kepala Daerah sebagai pemimpin pemerintah daerah, 8 I. Widarta, Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2001, hal. 24. 9 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 10 Periksa Ketetapan MPR Nomor XVMPR1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11 Pasal 19 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2004 secara lengkap berbunyi : “Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD”. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 karena kedua lembaga ini merupakan unsur-unsur penyelenggara pemerintahan daerah, sehingga secara bersama-sama melaksanakan pemerintahan daerah. 12 Fungsi utama DPRD berdasarkan Pasal 41 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah melaksanakan fungsi legislasi dan fungsi pengawasan, di samping melaksanakan fungsi anggaran. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, DPRD mempunyai tugas dan wewenang di berbagai bidang. 13 Fungsi legislasi berkaitan dengan pembentukan Peraturan Daerah selanjutnya disebut dengan Perda, fungsi pengawasan berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan, dan fungsi anggaran terkait dengan menetapkan anggaran daerah. 14 Pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD dilaksanakan berdasarkan kebijakan DPRD terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan dan aspirasi rakyat daerah. Sesuai dengan fungsinya, kebijakan DPRD tidak hanya dituangkan dalam bentuk Perda bersama-sama dengan pemerintah daerah yang menjadi mitranya, tetapi juga diimplementasikan dalam bentuk kontrol terhadap pelaksanaan Perda tersebut, beserta peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh pihak Pemerintah Daerah beserta segenap aparaturnya. Hal ini disebabkan, apapun yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, senantiasa adalah untuk kepentingan rakyat daerah, sementara kepentingan rakyat daerah diwakili oleh lembaga legislatif daerah. 12 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung , Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005, hal.105. 13 Rincian mengenai tugas dan kewenangan tersebut, lihat Pasal 42 UU Nomor 32 Tahun 2004. 14 Rozali Abdullah, Log.Cit. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 Salah satu pengaturan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mengenai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dan hubungannya dengan Kepala Daerah dan masyarakat daerah. Masyarakat daerah mempunyai perwakilan mereka sendiri overhead yang mempunyai keleluasaan berhubungan dengan daerahnya. DPRD sebagai lembaga legislatif daerah turut mengambil keputusan politik dan kebijakan-kebijakan untuk mengeksploitasi sumber daya ekonomi lokal. Salah satu implikasi politik yang terjadi dengan Amandemen Pasal 18 UUD 945 dan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah kesetaraan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif di daerah. Hal ini tentu juga terkait dengan efektifitas pembangunan di daerah yang tentu tidak selamanya menciptakan hubungan kausalitas yang memuaskan. Kedudukan DPRD tetap merupakan mitra sejajar dengan Kepala Daerah untuk tetap memelihara check and balances antara DPRD dan Kepala Daerah serta terpeliharanya efektifitas dan stabilitas pemerintahan daerah. 15 DPRD melaksanakan fungsi kontrol resmi dari masyarakat daerah terhadap pelaksanaan tugas Kepala Daerah sebagai pemimpin masyarakat daerah. Hal ini berguna agar pemimpin pemerintahan di daerah lebih memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat daerahnya dibandingkan dengan kepentingan pejabat politis atau birokratis, baik pada tingkat atas maupun di daerahnya. Salah satu permasalahan yang terjadi dalam proses pembangunan di daerah adalah berkaitan dengan sistem perizinan. Kegiatan pembangunan dan investasi di 15 Rozali Andullah, I, Op.Cit., hal.76. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008 daerah terkait erat dengan pemberian perizinan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Pemerintahan Daerah, dimana DPRD merupakan salah satu unsurnya, mempunyai kewenangan untuk menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon perizinan untuk memperoleh suatu izin yang diperlukannya. Penetapan syarat- syarat ini tentu saja dimaksudkan untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintahan Daerah yang bersangkutan yang diwujudkan dalam bentuk Perda. Demikian juga halnya dengan Pemerintahan Daerah Kota Binjai, dimana DPRD Kota Binjai merupakan salah satu unsurnya, mempunyai tugas dan kewenangan dalam pengaturan dan penerapan perizinan guna mencapai sasaran pembangunan daerah yang ingin dicapai. Dalam kegiatan pembangunan yang sekarang sedang giat-giatnya dilaksanakan di Kota Binjai dalam berbagai sektor kehidupan perlu ditelaah kebijakan perizinan yang telah ditetapkan dan kontribusinya bagi pembangunan daerah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang pelaksanaan tugas dan kewenangan DPRD Kota Binjai dalam menetapkan pengaturan sistem perizinan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan untuk mencapai sasaran pembangunan di Kota Binjai. Kajian seperti ini penting dilakukan untuk melakukan penelusuran dan sekaligus evaluasi terhadap pelaksanaan posisi dan kedudukan DPRD di bidang perizinan yang selama ini telah dilaksanakan, guna memperoleh suatu hasil analisis yang dapat dipergunakan sebagai bahan hukum oleh pihak legislatif dalam menyongsong era globalisasi. Alasan-alasan tersebut merupakan motivasi bagi Penulis dalam melakukan penelitian tesis dengan judul “Pengawasan Lembaga Legislatif dalam Penerapan Sistem Perizinan di Kota Binjai ”. H.M. Yusuf : Pengawasan Lembaga Legislatif Dalam Penerapan Sistem Perizinan Di Kota Binjai, 2007 USU e-Repository © 2008

B. Permasalahan