4.2. Pembahasan
Sebagian besar responden pada penelitian ini 82,4 berusia antara 20-35 tahun, hal ini berarti sebagian besar responden berada pada usia reproduktif dan
berada pada usia saat melahirkan yang dianjurkan. Bila dilihat jumlah anak yang dimiliki umumnya responden mempunyai anak
satu sampai dua orang sebesar 60,1 . Sedangkan yang mempunyai anak lebih dari 3 orang sebanyak 38,9 . Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden
yang belum mengikuti anjuran pemerintah untuk mempunyai anak dua orang saja cukup, sehingga perlu digalakkan program keluarga berencana oleh instansi terkait.
Pada hasil penelitian ini didapatkan 42,9 responden mempunyai pendidikan rendah sedangkan 49,3 responden berpendidikan sedang dan sisanya 6,8
berpendidikan tinggi. Berdasarkan hasil Statistik Kesejahteraan Rakyat SKR tahun 2000, proporsi penduduk wanita yang berpendidikan rendah adalah sebesar 52,7,
pendidikan sedang sebesar 12,8 dan tinggi sebesar 2,6.
23
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini tampaknya responden yang berpendidikan rendah lebih
sedikit sedangkan yang berpendidikan sedang lebih tinggi daripada hasil SKR tahun 2000.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang akan
dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi.
Kemajuan yang dicapai oleh suatu bangsa antara lain sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduknya. Dalam kaitannya dengan pendidikan, perempuan
mempunyai peranan penting, terutama dalam proses pembentukan pribadi seseorang. Sebagai ibu rumah tangga, perempuan merupakan pendidik pertama
bagi anak-anaknya
11
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada pengetahuan, sikap dan perilaku tentang stimulasi antara ibu bekerja dan tidak
bekerja. Temuan kami memperlihatkan bahwa pada penggabungan semua responden, ibu-ibu setuju bahwa stimulasi penting bagi perkembangan anak dan
merupakan tugas orangtua untuk memberikannya.
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini ternyata 80,9 ibu memiliki pengetahuan baik tentang stimulasi bagi perkembangan anak. Ternyata
pengetahuan baik pada ibu tidak bekerja lebih tinggi daripada ibu bekerja yaitu 48,9 dibanding 32,1 . Hanya 17,6 ibu bekerja dan 1,5 ibu tidak bekerja yang
memiliki pengetahuan kurang tentang stimulasi bagi perkembangan anak. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marpaung
10
di daerah kumuh kelurahan Pulogadung, Jakarta, dimana responden sebagian besar merupakan ibu rumah
tangga 94,6 mendapatkan pengetahuan tinggi tentang stimulasi bagi perkembangan anak sebanyak 1,3, sedang 34,4 dan rendah 64,3. Perbedaan
ini karena karakteristik sampel yang berbeda dan kuesioner yang dipakai juga berbeda.
Tidak diketahui alasan yang jelas mengapa meskipun tingkat pengetahuan baik tentang stimulasi pada ibu bekerja lebih sedikit dibandingkan ibu tidak bekerja
namun sikap dan perilaku baik tentang stimulasi lebih banyak pada ibu bekerja. Namun dari pengalaman dan penelitian ternyata bahwa tindakan seseorang tidak
harus didasari oleh pengetahuan atau sikap. Meskipun dikatakan juga bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
14
Dari hasil uji statistik terhadap data yang diperoleh didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu pada kelompok ibu bekerja dengan
tingkat pengetahuan dan perilaku ibu tentang stimulasi, namun tidak berhubungan dengan sikap ibu terhadap stimulasi lihat tabel 5. Hal ini sesuai dengan hasil dari
©2003 Digitized by USU digital library 15
penelitian Marpaung
10
yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan dan perilaku ibu tentang
stimulasi. Sedangkan pada kelompok ibu tidak bekerja didapati tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan, sikap maupun perilaku tentang
stimulasi.
Sedangkan faktor usia ibu pada kelompok ibu bekerja ternyata mempunyai hubungan yang bermakna dengan tingkat pengetahuan tentang stimulasi namun
tidak berhubungan dengan sikap dan perilaku ibu terhadap stimulasi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Lubis
24
yang mendapatkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku ibu tentang imunisasi dengan usia ibu. Namun
pada kelompok ibu tidak bekerja didapati hubungan bermakna antara usia dengan perilaku tentang stimulasi. Hal ini sesuai seperti pada berbagai penelitian yang
menyatakan bahwa usia ibu terutama berpengaruh terhadap pengetahuan tentang perkembangan anak dan praktek-praktek pengasuhan anak.
25
Faktor jumlah anak tidak mempunyai hubungan yang bermakna pada pengetahuan, sikap dan perilaku ibu tentang stimulasi, baik pada kelompok ibu
bekerja maupun ibu tidak bekerja. Sementara Soetjiningsih mengemukakan bahwa jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup akan
mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak, terutama jika jarak terlalu dekat. Sedangkan pada keluarga dengan sosial ekonomi
yang kurang, jumlah anak yang banyak mengakibatkan kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan
perumahan tidak terpenuhi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada perkembangan anak.
2
Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan tumbuh kembang anak untuk menilai pengaruh pengetahuan, sikap dan perilaku ibu tentang stimulasi terhadap
perkembangan balitanya. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini didapati pada ibu bekerja tingkat pengetahuan baik 32,1 ; kurang 17,6, sikap baik 47,3; kurang 2,3, perilaku baik 29; kurang
20,6; sedangkan pada ibu bekerja didapati tingkat pengetahuan baik 48,9; kurang 1,5, sikap baik13,7; kurang 36,6, perilaku baik 11,5; kurang
36,6; buruk 2,3. Pada kedua kelompok didapati tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang stimulasi yang berbeda bermakna. Pada ibu bekerja, faktor tingkat
pendidikan dan usia ibu berhubungan bermakna dengan tingkat pengetahuan tentang stimulasi.
5.2. Saran