Jumlah Jumlah Jumlah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Pertanian Semi Organik Pada Komoditi Cabai Merah (Kasus : Kecamatan Berastagi kabupaten Karo).

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per KabupatenKota di Propinsi Sumatera Utara No. Kabupaten Luas Panen Ha Produksi Ton Produktifitas KwHa 1 Nias 614 1525 24.84 2 Mandailing Natal 286 1652 57.76 3 Tapanuli Selatan 507 2514 49.59 4 Tapanuli Tengah 509 2739 53.81 5 Tapanuli Utara 878 4263.4 48.56 6 Toba Samosir 195 1529 78.41 7 Labuhan Batu 215 130 6.05 8 Asahan 193 1526 79.07 9 Simalungun 2104 13659 64.91 10 Dairi 680 1625 23.90 11 Karo 4173 37672 90.28 12 Deliserdang 3692 19213 52.04 13 Langkat 383 1318 34.41 14 Nias Selatan 160 415 25.94 15 Humbang Hasundutan 643 3348.6 52.08 16 Pak-pak Barat 23.5 424.4 180.60 17 Samosir 265 1325 50.00 18 Serdang Bedagai 223 651 29.19 19 Batu Bara 178 1190 66.85 20 Sibolga 0.00 21 Tanjung Balai 35.5 230.75 65.00 22 Pematang Siantar 27 113 41.85 23 Tebing Tinggi 3 10 33.33 24 Medan 85 575 67.65 25 Binjai 108 1285 118.98 26 Padang Sidempuan 98 798.21 81.45 16278 99731.36

59.06 Jumlah

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2009 Dari Tabel.1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Karo dengan luas panen 4173 Ha, produksi 37672 Ton, dan produktifitas 90,28 KwHa merupakan daerah penghasil cabai terbesar di Sumatera Utara. Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan. Pada Tabel.2. ditunjukkan luas panen, produksi, dan produktifitas cabai merah per kecamatan yang terdapat di Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kecamatan di Kabupaten Karo. No. Kecamatan Luas Panen Ha Produksi Ton Produktifitas KwHa 1 Mardingding 42 138 32.86 2 Laubaleng 127 479 37.72 3 Tigabinanga 175 850 48.57 4 Juhar 5 26 52.00 5 Munte 246 2981 121.18 6 Kutabuluh 250 750 30.00 7 Payung 944 8944 94.75 8 Tiganderket 79 734 92.91 9 Simpang Empat 1124 11240 100.00 10 Naman Teran 265 1952 73.66 11 Merdeka 165 1365 82.73 12 Kabanjahe 197 2758 140.00 13 Berastagi 84 728 86.67 14 Dolat Rayat 146 2242 153.56 15 Tigapanah 28 300 107.14 16 Merek 223 1333 59.78 17 Barusjahe 73 852 116.71 4173 37672

90.28 Jumlah

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2009 Dari Tabel.2. dapat dilihat Kecamatan Berastagi luas panen 84 Ha, produksi 728 Ton, produktifitas 86,67 KwHa. Kecamatan Berastagi dipilih karena sebagian petani cabai di Kecamatan Berastagi sudah menerapkan inovasi pertanian organik. Kecamatan Berastagi terdiri dari 9 desa, tetapi hanya 8 desa yang mengusahakan cabai merah. Pada Tabel.3. dapat dilihat luas panen, produksi, dan produktifitas cabai merah di Kecamatan Berastagi. Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Luas Panen, Produksi, Produktifitas cabai merah di Kecamatan Berastagi Tahun 2009. No. Desa Kelurahan Luas Panen Ha Produksi Ton Produktifitas KwHa 1 Gurusinga 20 173.3 86.65 2 Raya 30 260 86.67 3 Rumah Berastagi 10 86.6 86.60 4 Tambak Lau Mulgap II 5 43.4 86.80 5 Gundaling II 4 34.7 86.75 6 Gundaling I 3 26 86.67 7 Tambak Lau Mulgap I 0.00 8 Sempajaya 5 43.4 86.80 9 Doulu 7 60.6 86.57 84 728

86.67 Jumlah

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Dari Tabel.3. dapat dilihat bahwa Desa Raya merupakan daerah terbesar penghasil cabai merah untuk Kecamatan Berastagi. Desa Raya memiliki luas panen 20 Ha, produksi 260 Ton, dan produktifitas 86,67. Berdasarkan uraian tersebut untuk mengetahui lebih jauh mengenai tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian organik pada cabai merah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Berastagi, maka perlu dilakukan penelitian secara ilmiah di tiga desa penghasil cabai terbesar di Kabupaten Karo Kecamatan Berastagi yaitu Desa Raya, Desa Gurusinga, Desa Rumah Berastagi. Identifikasi Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah penelitian? 2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah penelitian? Universitas Sumatera Utara Tujuan Penelitian Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah penelitian. 2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik pada cabai merah di daerah penelitian. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Sebagai masukan bagi petani cabai merah untuk mengetahui masalah yang dihadapi dalam mengelola dan mengembangkan usaha tani cabai merah. 2. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perbaikan dan pengembangan usaha tani cabai merah. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Sesuai dengan pernyataan Tim Bina Karya Tani 2008, yang menyatakan bahwa tanaman cabai merah dapat tumbuh subur diberbagai ketinggian tempat, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, bergantung pada varietasnya. Terdapat beberapa kondisi lingkungan yang harus dipenuhi agar produktifitas cabai menjadi optimal, yaitu: 1. Sebagian besar sentra produsen cabai berada di dataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000 – 1.250 meter dari permukaan laut dpl. 2. Tanaman tidak tahan hujan juga tidak tahan terhadap sinar matahari yang terik. Inilah sebabnya cabai lebih memungkinkan ditanam didaerah kering dan sejuk dari pegunungan, dari pada dataran rendah. 3. Rata – rata suhu yang baik adalah antara 21 – 28 4. suhu panas terutama diperlukan pada waktu berbunga. C. Suhu udara yang terlalu tinggi menyebabkan buahnya sedikit. Benih cabai dapat diperoleh dari buah yang tua yang bentuknya sempurna, tidak cacat dan bebas hama penyakit. Belah buah cabai secara memanjang. Keluarkan bijinya dan jemur. Biarkan hingga kering. Biji seperti ini bisa langsung disemai. Biji yang terpilih untuk ditanam sebaiknya mengalami perlakuan benih dahulu. Benih direndam dalam larutan kalium hipoklorit 10 sekitar 10 menit. Tindakan ini sebagai penangkal penyakit virus yang sering terdapat pada benih. Benih juga dapat direndam dalam air hangat suhu 50 o C selama semalam. Tujuan perendaman agar benih cepat tumbuh. Tanaman cabai sebaiknya ditanam dalam bentuk bibit. Untuk itu diperlukan Universitas Sumatera Utara persemaian dengan atap daun kelapa, daun pisang, atau alang – alang. Pada daerah dataran tinggi sebaiknya dibuat atap yang kekuatannya memadai. Arah persemaian dibuat menghadap ke timur. Tanah bedengan dibuat agak gembur. Tambahkan pupuk kandang dengan dicampur merata. Tebarkan biji cabai dan siram dengan sprayer halus agar tumbuh baik. Setelah berumur 30-40 hari setelah semai bibit siap ditanam di lahan Nazaruddin, 2000. Pemeliharaan tanaman cabai tidak terlalu sulit. Dengan cara membersihkan rumput pengganggu, menjaga ketersediaan air, dan memberantas hama serta penyakit. Penyakit utama yang sering menanggalkan tanaman cabai ialah penyakit yang disebabkan virus daun keriting. Virus ini ditularkan kutu daun. Virus tersebut merusak daun muda sehingga menjadi keriting atau menggulung dan mengecil. Sampai sekarang penykit ini belum dapat diberantas sehingga bila ada tanaman yang terserang lebih baik dicabut dan dibuang agar tidak menular Sunarjono, 2004. Sesuai dengan pernyataan Redaksi Agro Media 2008, yang menyatakan bahwa penentuan waktu tanaman harus tepat untuk memperoleh produksi buah cabai yang berkualitas dan berkuantitas tinggi. Penetuan waktu tanam juga berpengaruh pada harga jual cabai akibat permintaan pasar. a. Penentuan waktu tanam berdasarkan musim Cabai merupakan tanaman semusim. Umumnya petani menanam cabai pada musim kemarau setelah tanam palawija. Hal ini sesuai karakteristik cabai yang pertumbuhannya baik generatif maupun vegetatif membutuhkan sinar matahari penuh dan cuaca cerah. Umumnya petani menanam cabai saat musim kemarau karena serangan penyakit terbilang minim. Universitas Sumatera Utara b. Penentuan waktu tanam berdasarkan harga jual Untuk memperoleh harga jual yang tinggi biasanya dilakukan petani cabai dadakan atau petani musiman. c. Penentuan waktu tanam berdasarkan permintaan pasar Harga cabai merangkak naik saat musim hujan. Pada musim tersebut budidaya cabai terbentur pada masalah perawatan serta pengendalian hama dan penyakit. Bagi petani yang kurang berpengalaman, pasti tanaman cabainya mengalami kerusakan. Hal demikian menjadikan pasokan cabai berkurang. d. Rotasi tanaman Secara tradisional, terutama dilahan sawah penanaman cabai biasanya dirotasi dengan tanaman lain. Hal ini dilakukan oleh petani karena faktor kultur budidaya serta untuk memutus siklus hama atau penyakit tanaman. Para petani di pedesaan yang belum mengetahui teori dan teknik rotasi biasanya mentukan rotasi tanaman berdasarkan pengalaman turun temurun. Bila tidak ada hambatan dan perawatan cukup intensif, tanaman akan dapat dipanen pertama kalinya pada usia 70 – 75 hari. Untuk selanjutnya tanaman dapat dipanen secara terus menerus dengan selang waktu satu atau dua minggu sekali. Sebenarnya panen dilakukan petani berdasarkan pada keadaan pasar. Bila pasar cabai kurang menguntungkan buah dipanen dalam keadaan yang benar – benar tua ataupun waktu panennya agak lama. Sebaliknya bila keadaan pasar menguntungkan, petani memanen cabai ini dengan selang waktu pendek Setiadi, 2008 Memelihara kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan pertanian. Ciri keberlanjutan dalam pembangunan pertanian harus memperhatikan aspek lingkungan, aspek daya produksi, dan aspek kebersamaan atau keadilan sebagai satu Universitas Sumatera Utara kesatuan yang utuh. Keberlanjutan dalam aspek lingkungan mengarah pada satu kegiatan pertanian tanah lingkungan. Hal tersebut menjadi tuntutan konsumen dunia sekaligus menjamin kesinambungan kegiatan pertanian. Keberlanjutan dalam aspek produksi mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara rasional dan bertumpu pada kekuatan iptek dan sumber daya manusia pertanian yang tangguh. Keberlanjutan dalam aspek kebersamaan atau keadilan harus menjamin eksistensi pelaku bisnis pertanian skala kecil dan menengah yang ada saat ini ke arah yang semakin berkembang Mangunwijdaja dan Sailah, 2005. Pengembangan pertanian daerah mengarah pada basis pengembangan sistem agribisnis dan berwawasan keserasian lingkungan. Perlu dikembangkan keterkaitan yang erat dan dinamis antar lembaga dan pendukung sistem agribisnis terutama di tingkat Balai Penyuluhan Pertanian. Lembaga yang dimaksud adalah lembaga penyuluhan pendidikan dan pengembangan, lembaga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lembaga penelitian dan perguruan tinggi, lembaga pelayanan, lembaga pengaturanpengawasan dinas subsektoral dan instansi terkait, lembaga bisnis swasta dan koperasi, lembaga keuangan perbankan, dan lembaga usaha tani. Keterkaitan antar lembaga tersebut bertumpu pada kepentingan petani dan pengembangan usaha tani Slamet, 2003. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktifitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penggunaan praktik manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan masukan setempat dengan kesadaran bahwa keadaan regional setempat memang memerlukan sistem adaptasi lokal Eliyas, 2008. Universitas Sumatera Utara Landasan Teori Sesuai dengan pernyataan Soekartawi 1988, menyatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi terhadap suatu inovasi pertanian dapat dipengaruhi oleh: a. Tingkat pendidikan petani Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Pentani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi. b. Umur petani Semakin muda umur petani biasanya memiliki semangat ingin tahu terhadap apa yang belum diketahui. Dengan demikian petani akan lebih cepat melakukan adopsi inovasi. c. Luas lahan Petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan penggunaan sarana produksi. d. Jumlah tanggungan Petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan semakin lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar mengharuskan petani untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan. Universitas Sumatera Utara e. Pengalaman bertani Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan. f. Total pendapatan Pendapatan usaha tani yang tinggi seringkali ada hubungannya dengan tingkat difusi pertanian. Kemauan untuk melakukan percobaan atau perubahan dalam difusi inovasi yang cepat sesuai kondisi pertanian yang dimiliki oleh petani, hal ini yang menyebabkan pendapatan petani yang lebih tinggi. Sebaliknya banyak kenyataan petani yang berpenghasilan rendah adalah lambat dalam melakukan difusi inovasi. g. Tingkat Kosmopolitan Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui dengan mengetahui frekuensi petani keluar dari desanya ke desa lain atau ke kota, frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi petani bertemu dengan tokoh inovator, koran yang dibaca, siaran TV yang ditonton, dan siaran radio yang didengar. h. Tingkat Partisipasi Memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika petani menuruti saran-saran dari penyuluj pertanian. Sesuai dengan pernyataan Slamet, M. 2003, bahwa dalam proses penerimaan inovasi, terdapat 5 tahapan yang dilalui sebelum seseorang bersedia menerapkan Universitas Sumatera Utara sesuatu inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: • Tahap mengetahui inovasi Pada tahap ini seseorang baru sadar terdapat sesuatu inovasi yang baru saja mereka ketahui. Tahapan inovasi dapat diketahui dengan mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian orang tersebut belum mendalam. • Tahap memperhatikan Setelah seseorang mengetahui adanya sesuatu inovasi maka proses selanjutnya ia akan memperhatikan, dengan cara mencari kejelasan tentang inovasi yang didengar, dibaca atau dilihat. Tahapan ini sering disebut dengan tahapan menarik perhatian atau seseorang mulai sadar bahwa telah terdapat teknologi baru yang mungkin dapat dicontoh dalam meningkatkan produksi dan produktifitas usaha taninya. • Tahap melakukan penilaian Dari memperhatikan inovasi yang menarik dirinya, seseorang selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap inovasi tersebut. Jika penilaian terhadap inovasi telah dilakukan, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan maka seseorang akan melangkah ke tahap berikutnya. • Tahap mencoba Dari penilian terhadap inovasi yang diperkenalkan seseorang dapat menarik kesimpulan bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan dirinya maka ia akan tertarik untuk mencoba menerapkan inovasi tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat mengambil keputusan terhadap inovasi yang dicobanya, apakah inovasi dapat menguntungkan dirinya atau tidak. Universitas Sumatera Utara • Tahap menerapkan atau menolak inovasi Tahapan ini yaitu tahapan dimana seseorang akan menerima atau menolak inovasi yang diperkenalkan kepadanya. Jika hasil dari inovasi yang dicoba dapat memberikan keuntungan maka akan diterapkan, sebaliknya jika hasil yang diperoleh dipandang kurang memuaskan maka inovasi akan ditolak. Dinegara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia tingkat kesejahteraan masih rendah. Karena itu pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat. Tanpa pembangunan akan terjadi kerusakan lingkungan yang akan menjadi semakin parah seiring dengan waktu. Akan tetapi pembangunan juga dapat dan telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk menghindari ini, pembangunan harus berwawasan lingkungan sehingga menjadi keberlanjutan untuk jangka panjang. Pembangunan yang berwawasan lingkungan pada dasarnya merupakan permasalahan ekologi, khususnya ekologi pembangunan. Ekologi pembangunan merupakan cabang khusus ekologi manusia Soemarwoto, 1994. Para petani tradisional pada awalnya hanya menggunakan pupuk organik. Namun dengan semakin meluasnya areal pertanian, pupuk organik tidak lagi mencukupi sehingga kemudian muncul pupuk anorganik yang lebih dikenal sebagai pupuk kimia. Pupuk anorganik memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan pupuk organik, diantaranya mampu memberikan efek yang lebih cepat dan memiliki bentuk fisik yang lebih praktis dan menarik. Karena lebih mudah mendapatkannya, petani pun kemudian lebih menyukainya. Namun seiring berjalannya waktu kemudian disadari bahwa penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dapat merusak tanah. Meski Universitas Sumatera Utara efek penggunaannya lebih lambat namun pupuk organik lebih ramah lingkungan dibanding pupuk anorganik Yuliarti, 2009. Apa yang disebut dengan pertanian organik diatur oleh standar tertentu. Untuk manguji apakah sebuah proses produksi sudah layak disebut organik maka biasanya ada lembaga tertentu yang memiliki otoritas untuk menilai dan memberikan kesimpulan. Biasanya, regulasi ini hanya menyangkut produk pertanian organik yang diperdangangkan kepada publik. Oleh sebab itu, dalam regulasi, tidak sembarangan orang atau organisasi boleh menyebutkan bahwa produk yang mereka perdangangkan ke publik adalah produk pertanian organik. Jika ada pelanggaran terhadap peraturan atau regulasi tersebut maka ada konsekwensi hukum yang menyertainya Eliyas, 2008. Pada prinsipnya pertanian organik sejalan dengan perkembangan pertanian dengan masukan teknologi rendah dan upaya menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Pertanian organik akan memberikan banyak keuntungan ditinjau dari peningkatan kesuburan tanah dan peningkatan produksi tanaman maupun ternak, serta lingkungan dalam mempertahankan ekosistem Sutanto, 2002. Kerangka Pemikiran Petani cabai merah dalam melakukan budidaya cabai merah melakukan tahapan-tahapan seperti: pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Penyuluh mempunyai peranan dalam memperkenalkan inovasi pertanian organik kepada para petani. Dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh para petani khususnya petani cabai merah. Disamping itu media massa juga berperan dalam mempercepat proses Universitas Sumatera Utara penyampaian program pertanian kepada petani. Mereka dapat memperoleh informasi dari media massa melalui radio, televisi, majalah, koran dan sebagainya. Dalam mengadopsi suatu program penyuluhan pertanian, petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, total pendapatan petani, tingkat kosmopolitan dan tingkat partisipasi petani. Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi bila dibandingkan petani yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan sarana produksi. Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan hidup petani bila dibandingkan dengan mengadopsi suatu inovasi. Petani tidak mau mengambil resiko yang besar jika nantinya inovasi itu tidak berhasil. Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Karena dengan pengalaman yang lebih banyak petani dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi. Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok sosial yang lain. Umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal karena pengalaman petani yang terbatas petani sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini disebabkan petani belum mengenal informasi yang cukup tentang inovasi tersebut. Program pertanian organik tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan petani cabai merah. Hal ini dikarenakan para petani mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan pertanian organik. Karena pada awalnya petani menggunakan pupuk kimia dalam Universitas Sumatera Utara usaha taninya. Penggunaan pupuk kimia sangat membantu petani dalam kegiatan usaha taninya, karena dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, namun tidak ramah lingkungan. Namun untuk menerapkan pertanian organikpun para petani belum sanggup karena pertumbuhan tanaman sangat lambat. Hal ini akan merugikan petani. Dengan demikian petani masih sampai pada pertanian semi organik yaitu dengan menggunakan pupuk organik untuk membantu memperbaiki srtuktur tanah disertai dengan penggunaan pupuk kimia untuk membantu pertumbuhan tanaman. Petani dalam mengadopsi inovasi pertanian organik tidak sama. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan tinggi, sedang, rendah. Universitas Sumatera Utara Skema Kerangka Pemikiran ` Keterangan: = Berhubungan = Mempengaruhi Petani cabai merah Kelompok tani Kegiatan penyuluhan pertanian Program pertanian organik Tingkat adopsi petani Tinggi Sedang Tahapan-tahapan budidaya cabai merah: 1. pembibitan 2. persiapan lahan 3. penanaman 4. pemeliharaan 5. Pemupukan 6. pengendalian hama dan penyakit Sumber informasi: 1. penyuluh pertanian 2. radio 3. koran 4. TV 5. majalah Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi: 1. umur 2. tingkat pendidikan 3. pengalaman bertani 4. luas lahan 5. jumlah tanggungan keluarga 6. total pendapatan 7. tingkat kosmopolitan 8. tingkat partisipasi petani Pertanian anorganik Pertanian Semi Organik Pertanian Organik Rendah Universitas Sumatera Utara Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: 1. Tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian organik positif. 2. Umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, pendapatan petani, luas lahan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah tenaga kerja mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap inovasi pertanian organik cabai merah di daerah penelitian. Universitas Sumatera Utara METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Metode penentuan lokasi ini dilkukan secara sengaja atau purposive, suatu cara penentuan daerah penelitian berdasarkan kriteria yang sesuai dengan penerapan pertanian semi organik pada petani cabai. Daerah penelitian adalah di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Metode Pengambilan Sampel Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode stratified sampling berdasarkan luas lahan dengan jumlah populasi petani cabai merah yang ada 180 KK dan jumlah sampel yang diambil adalah 30 KK. Jumlah populasi dan sampel petani cabai merah dapat dilihat pada Tabel.4. Tabel.4. Jumlah Populasi Petani Cabai Merah Berdasarkan Luas Lahan di Kecamatan Berastagi. Luas Lahan Ha Populasi KK Sampel KK 0.15 60 10 0.16 - 0.5 120 20 Jumlah 180 30 Sumber: Pra Survei, 2010 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dari metode ini terdiri dari data primer dan data skunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan pertanyaan atau kuisioner yang dibuat terlebih dahulu sedangkan data skunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Badan Penyuluhan Pertanian serta literatur yang mendukung penelitian. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.Spesifikasi Pengumpulan Data No. Jenis Data Sumber Metode Wawancara Observasi 1. Identifikasi Petani Tingkat Pendidikan Umur Luas lahan Tingkat Pendapatan Pengalaman Tingkat Kosmopolitan Jumlah Tenaga Kerja Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani √ √ √ √ √ √ √ √ √ 2. Monografi Kecamatan BPS SUMUT - - 3. Teknologi Budidaya: pembibitan persiapan lahan penanaman pemeliharaan pengendalian hama dan penyakit pemanenan Petani Petani Petani Petani Petani Petani √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Metode Analisis Data Untuk menguji hipotesisi 1 digunakan metode analisis deskriptif yang dibantu dengan skoring terhadap data yang berskala ordinal. Adapun data yang berskala ordinal yang digunakan yaitu; tingkat adopsi petani, tingkat kosmopolitan, dan tingkat partisipasi petani. Setelah data dan informasi terkumpul, selanjutnya data yang berskala ordinal ditransformasi menjadi data berskala interval melalui Methods of Successive Interval MSI. Tujuan dari hipotesis 1 dicari menggunakan metode analaisa penilaian dengan skor, untuk mencari tingkat adopsi petani terhadap pertanian semi organik , yaitu: • Tinggi, apabila pilihan jawaban ”a” = skor 3 • Sedang, apabila pilihan jawaban ”b” = skor 2 • Rendah, apabila pilihan jawaban ”c” = skor 1 Universitas Sumatera Utara Setelah diperoleh skor keseluruhan, lalu digunakan Methods of Successive Interval MSI dengan langkah sebagai berikut: 1. Perhatikan f frekuensi responden banyaknya responden memberikan respon yang ada. 2. Bagi setiap bilanagan pada f frekuensi oleh banyaknya responden, sehingga diperoleh proporsi. Proporsi= Frekuensi Jumlah responden 3. Jumlah p proporsi secara berurutan untuk setiap respon sehingga keluar proposi kumulatif. 4. Proporsi kumululatif pk dianggap mengikuti distribusi normal baku. 5. Hitung SV Scale Value = nilai skala dengan rumus: SV = Area under upper lim it-Area under lower lim it Density at lower lim it-Density at upper up lim it 6. SV Scale Value = nilai skala yang nilainya terkecil harga negatif yang terbesar diubah menjadi sama dengan satu =1. Tingkat adopsi dikatakan: a. Tinggi, apabila sampel melakukan segala upaya untuk menerapka pertanian semi organik. b. Sedang, apabila sampel tidak sepenuhnya mengeluarkan upaya untuk menerapkan pertanian organik. c. Rendah, apabila sampel sama sekali tidak ada mengeluarkan upaya untuk menerapkan pertanian organik. Universitas Sumatera Utara Tingkat kosmopolitan, dikatakan: a. Tinggi, apabila terjadi intensitaas yang tinggi setiap hari dalam berinteraksi terhadap dunia luar. b. Sedang, apabila terjadi intensitas yang sedang beberapa kali dalam sebulan dalam berinteraksi terhadap dunia luar. c. Rendah, apabila terjadi iintensitas yang rendah beberapa kali dalam setahun atau tidak pernah sama sekali dalam berinteraksi terhadap dunia luar. Tingkat partisipasi, dikatakan: a. Tinggi, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang tinggi beberapa kali dalam seminggu terhadap kegiatan pertanian. b. Sedang, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang sedang beberapa kali dalam sebulan terhadap kegiatan pertanian. c. Rendah, apabila terjadi pengikutsertaan petani yang rendah beberapa kali dalam setahun atau tidak pernah sama sekali terhadap kegiatan pertanian. Untuk menguji hipotesis 2 digunakan dengan metode analisis regresi linear berganda, yaitu: Y= a o + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X 3 + a 4 X 4 + a 5 X 5 + a 6 X 6 + a 7 X 7 + a 8 X Dimana: 8 Y : Tingkat adopsi X 1 X : Umur tahun 2 X : Tingkat pendidikan tahun 3 X : Pengalaman bertani tahun 4 : Luas lahan Ha Universitas Sumatera Utara X 5 X : Jumlah tanggungan keluarga orang 6 X : Tingkat cosmopolitan skor 7 X : Total pendapatan Rp musim tanam 8 a : Konstanta : Tingkat partisipasi petani skor Kemudian diuji dengan uji F hitung dengan rumus sebagai berikut: k n res JK l k reg JK F − − = Keterangan: JKreg : Jumlah kuadrat regresi JKres : Jumlah kuadrat residu n : Sampel k : Derajat kebebasan Kriteria uji: Jika F hitung F tabel berarti H diterima atau H 1 Jika F hitung F tabel berarti H ditolak ditolak atau H 1 Sarwoko, 2005. diterima Definisi dan Batasan Operasional Definisi Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran hasil penelitian maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut: 1. Petani cabai merah adalah orang yang melaksanakan dan mengolah usaha tani cabai merah pada sebidang tanah dan lahan. Universitas Sumatera Utara 2. Kelompok tani adalah suatu wadah yang terdiri dari beberapa petani yang memiliki tujuan dan kebutuhan yang sama dalam menjalankan usaha taninya. 3. Kegiatan penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan nonformal yang diberikan kepada petani dan keluarganya yang bertujuan untuk membantu para petani dalam penerangan terhadap inovasi baru dalam melakukan usaha taninya. 4. Pertanian semi organik adalah suatu program penyuluhan pertanian yang bertujuan untuk menjadikan petani kembali pada pertanian tradisional yang ramah lingkungan. Karena sulitnya melakukan pertanian organik secara langsung maka dilakukan secara bertahap yaitu dengan menggunakan pupuk organik pada awal penanaman selanjutnya pada pemupukan berikutnya dibantu dengan pupuk kimia. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan para petani terhadap pupuk kimia. 5. Pertanian organik adalah suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. 6. Adopsi adalah sesuatu hal atau teknologi baru yang sudah diterapkan petani secara sadar dan tanpa paksaan dalam mengelola usaha tani. 7. Umur sampel adalah umur penduduk sampel sejak dilahirkan hingga saat penelitian dilaksanakan yang dinyatakan dalam tahun. 8. Tingkat pendidikan sampel adalah pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh sampel dinyatakan dalam tahun. 9. Pengalaman bertani adalah lamanya petani di dalam mengelola usaha taninya yang diukur dengan satuan tahun. Universitas Sumatera Utara 10. Luas lahan adalah luas sebidang tanah yang diusahakan petani dalam pertanaman cabai di daerah penelitian diukur dengan satuan Ha. 11. Jumlah tanggungan keluarga adalah semua anggota keluarga yang masih menjadi beban tanggungan petani pada saat penelitian dalam satuan orang. 12. Total pendapatan adalah jumlah pendapatan petani yang diperoleh dari selisih penerimaan usaha tani dengan biaya produksi dalam satuan rupiah pada saat penelitian diukur dalam satuan Rupiah Rp. 13. Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika petani menuruti saran-saran dari penyuluj pertanian. 14. Sumber Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan melalui proses komunikasi. 15. Tingakat Kosmopolitan adalah tingkat keterbukaan petani terhadap dunia luar yang diukur berdasarkan sumber – sumber informasi yang diperoleh. Batasan Operasional 1. Sampel adalah para petani cabai merah yang terletak di daerah penelitian. 2. Tempat penelitian adalah Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Povinsi Sumatera Utara. 3. Waktu penelitian dilaksanakan tahun 2010. Universitas Sumatera Utara DESKRIPSI WILAYAH PENELITAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian a. Geografis Kecamatan Berastagi Kecamatan Berastagi merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Karo yang memiliki luas wilayah 30,50 km 2 Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Berastagi adalah sebagai berikut: serta terdiri dari 4 kelurahan, yaitu Tambak Lau Mulgap II, Gundaling II, Gundaling I, dan Tambak Lau Mulgap I, dan 5 desa, yaitu Guru Singa, Raya, Rumah Berastagi, Sempajaya dan Doulu.  Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe  Seblelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat  Sebelaha Timur berbatasan dengan Kecamatan Tiga Panah dan Barusjahe

b. Keadaan Penduduk

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Anjuran Budidaya Kentang (Studi kasus: Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara)

7 106 74

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

9 95 91

Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Merah Berdasarkan Penilaian Petani di Kabupaten Deli Serdang

50 256 93

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran Dan Hubungannya Dengan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

10 71 79

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jeruk Di Berastagi (Studi kasus: Kabupaten Karo)

26 183 111

Dampak Peningkatan Harga Beras Terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani Pada Beberapa Strata Luas Lahan (Studi Kasus: Desa Kota Rantang, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

0 50 85

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Petani Padi Sawah terhadap Penerapan Pertanian Organik

1 14 109

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN ADOPSI INOVASI PERTANIAN DI KALANGAN PETANI DIKECAMATAN GATAK KABUPATENSUKOHARJO

2 33 111

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Bawang Merah di Kabupaten Karo

0 0 9

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABAI MERAH Oleh: SRI AYU ANDAYANI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MAJALENGKA email: sri.ayuandayaniyahoo.com Abstrak - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABAI MERAH

0 0 8