Tabel 9, menunjukkan bahwa penggunaan tanah yang paling luas adalah untuk pertanian yaitu 1.517 Ha 50. Luas tanah untuk bangunan sebesar 1.010 Ha 33,
luas tanah untuk sawah 177 Ha 6, dan lain-lain sebesar 347 Ha 11.
d. Karakteristik Petani Sampel
Karakteristik petani yang menjadi petani sampel dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan,
pendapatan, tingkat kosmopolitan, jumlah tenaga kerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10
Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Berastagi
No. Karakteristik
Rataan Range
1 Umur
40.93 28 - 55
2 Tingkat Pendidikan
11.58 6 - 18.5
3 Pengalaman Bertani
15.97 7 - 25
4 Luas Lahan
0.27 0.1 - 0.5
5 Jumlah Tanggungan
3.77 2 – 6
6 Jumlah Tenaga Kerja
1.27 0 – 3
7 Tingkat Kosmopolitan
29.04 19.69 - 35.60
8 Pendapatan
24,061,500 15,250,000 - 46,673,500
Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 16
Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani cabai merah adalah 40,93 dengan range 28 – 55 tahun, hal ini menunjukkan bahwaa petani cabai merah di
Kecamatan Berastagi tergolong dalam usia produktif. Rata-rata tingkat pendidikan petani cabai merah di daerah penelitian adalah 11,58 atau setingkat dengan SMA yang
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani cukup tinggi. Rata-rata pengalaman bertani adalah 15,97 tahun. Rata-rata luas lahan petani cabai merah adalah 0,27 Ha.
Rata-rata jumlah tanggungan petani cabai merah adalah 3,77. Jumlah tenaga kerja rata- ratanya adalah 1,27. Rata-rata tingkat kosmopolitan adalah 29,04. dalam kriteria
tingkat kosmoplitan tinggi. Rata-rata pendapatan petani cabai merah adalah 24.061.500.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah Terhadap Pertanian Semi Organik di Kecamatan Berastagi
Dari data yang diperoleh pada Tabel 2, diketahui bahwa produktifitas cabai merah per kecamatan di Kabupaten Karo, Kecamatan Berastagi memiliki produktifitas
tertinggi untuk komoditi cabai merah yaitu sebesar 153,56 KwHa. Berdasarkan data yang diperoleh, maka dilakukan penilaian untuk tingkat adopsi petani cabai merah
dengan menggunakan skor pada pernyataan yang menyangkut tentang variabel tingkat adopsi petani Lampiran 11 di daerah penelitian.
Setelah pilihan jawaban Lampiran 12 dan frekuensi jawaban Lampiran 13 diperoleh, maka nilai skoring tingkat adopsi akan diubah melalui Metode Succesive
Interval MSI. Hal ini dilakukan agar dapat diperoleh nilai skala kategori jawaban untuk setiap pernyataan Lampiran 15 yang digunakan untuk mengukur tingkat
adopsi petani. Dari hasil tersebut diperoleh kriteria penilaian tingkat adopsi petani dengan menggunakan rumus penentuan interval kelas, yaitu:
k bkr
bkt i
− =
Keteranagan: i = Interval
bkt = batas kelas tertinggi bkr = batas kelas terendah
k = jumlah kelas
Universitas Sumatera Utara
melaui rumus penentuan interval kelas, maka diperoleh penilaian tingkat adopsi adalah sebagai berikut:
• Tingkat adopsi rendah = 11,00 – 19,19
• Tingkat adopsi sedang = 19,20 – 27,39
• Tingkat adopsi tinggi = 27,40 – 35,59
Dari hasil rataan yang diperoleh dari data Lampiran 16, maka diperoleh rataan tingkat adopsi petani adalah sebesar 27,65, yang artinya bahwa tingkat adopsi petani
adalah Tinggi.
Dari hasil penelitian tingkat adopsi petani cabai merah dapat diketahui item dari pernyataan tingkat adopsi yaitu persiapan lahan, pembibitan, perawatan, pengendalian
hama dan penyakit dengan perlakuan sesuai dengan anjuran seperti yang tertera pada Tabel 11.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 11. Pernyataan Tingkat Adopsi
No. Inovasi yang diterapkan
Pengukuran Skor
Jumlah Petani yang menerapkan
Jumlah Petani
1 Budidaya cabai merah
a. Persiapan lahan
b. Penggemburan dan
pembuatan bedengan a.
Dengan pembersihan gulma dan pengolahan tanah b.
Tanpa pembersihan gulma c.
Tanpa pengolahan tanah
a. Dilakukan Penggemburan dan pembuatan bedengan
• Lahan dicangkul kemudian dibiarkan terkena
sinar matahari selama 1 minggu •
Dibuat bedengan •
Dilakukan pengapuran dengan ditebarkan lalu diamkan 1 minggu sebelum ditanami
bibit b.
Dilakukan penggemburan saja c.
Dilakukan pembuatan bedengan saja 3.36
2.13 1
3.20
2.06 1
12 12
6
12
10 8
40 40
20
40
33.33 26.67
Universitas Sumatera Utara
No. Inovasi yang diterapkan
Pengukuran Skor
Jumlah Petani yang menerapkan
Jumlah Petani
c. Pemupukan
a. Menggunakan pupuk organik
b. Menggunakan pupuk organik dan kimia
c. Menggunakan pupuk kimia
3.12 2.03
1 12
9 9
40 30
30
2 Pembibitan
a. Persiapan pembibitan
a. Bibit lokal dibuat sendiri
• Buah cabai diambil dari tanaman yang sehat
serta tidak terkena hama penyakit •
Berasal dari buah yang sudah tua •
Buah cabai tidak cacat b.
Bibit lokal dibeli c.
Bibit hibrid 3.25
1.89 1
21
6 3
70
20 10
Universitas Sumatera Utara
No. Inovasi yang diterapkan
Pengukuran Skor
Jumlah Petani yang menerapkan
Jumlah Petani
b. Lahan pembenihan
c. Penyemaian dan
perawatan a.
Sesuai anjuran •
Bibit disemaikan di lahan pembenihan •
Ukuran bedengan lahan pembenihan = ukuran bedengan untuk penanaman cabai
• Bedengan diberi campuran kapur, pupuk
kandang, dan pupuk buatan b.
Dilakukan namun tidak sesuai anjuran c.
Tidak dilakukan
a. Dilakukan penyemaian dan perawatan
• Pembuatan lubang tanam
• Penyiraman setiap pagi setelah biji
berkecambah dan pembersihan gulma Pemberian pupuk daun untuk bibit semaian
• Bibit siap ditanam setelah berumur 20 – 25
3.24
2.00 1
3.69 16
9 5
16 53.33
30 16.67
53.33
Universitas Sumatera Utara
No. Inovasi yang diterapkan
Pengukuran Skor
Jumlah Petani yang menerapkan
Jumlah Petani
3
Perawatan tanaman a.
Penyulaman hari sudah tumbuh daun sebanyak 5 helai
b. Hanya dilakukan penyemaian
c. Hanya dilakukan perawatan
a. Sesuai anjuran
• Dilakukan penyulaman saat tanaman
berumur 7 dan 14 hari •
Bibit untuk menyulam yakni sisa bibit hasil penanaman terdahulubibit yang ditanam
lebih awal dengan selang waktu 7 dan 14 hari dari awal penyemaian
b. Dilakukan namun tidak sesuai anjuran
c. Tidak dilakukan
2.27 1
2.82
1.47 1
12 2
18
9 3
40 6.67
60
30 10
Universitas Sumatera Utara
No. Inovasi yang diterapkan
Pengukuran Skor
Jumlah Petani yang menerapkan
Jumlah Petani
b. Pemupukan susulan
c. Sanitasi lingkungan
a. Diberikan pemupukan susulan susulan secara
teratur b.
Pemupukan susulan diberikan namun tidak teratur c.
Tidak diberikan pemupukan susulan
a. Penyiraman teratur, pembersihan gulma secara
teratur, pembuatan selokan antar bedengan ke satu arah pembuangan
b. Tidak dilakukan sanitasi lingkungan secara
teratur c.
Sanitasi lingkungan tidak dilakukan 3.08
1.96 1
3.45
2.10
1 15
8 7
17
10
3 50
26.67 23.33
56.67
33.33
10 5
Pengendalian hama dan penyakit
a. Pengendalian hama
a. Menggunakan pestisida biologi
b. Menggunakan pestisida kimia dan bilogi
c. Menggunakan pestisida kimia
3.24 2.00
1 16
9 5
53.33 30
16.67
Universitas Sumatera Utara
No. Inovasi yang diterapkan
Pengukuran Skor
Jumlah Petani yang menerapkan
Jumlah Petani
b. Pengendalian penyakit
a. Pengendalian secara mekanik dan menggunakan
gliokompos b.
Pengendalian secara mekanik c.
Pengendalian dengan menggunakan gliokompos 3.24
2.00 1
16
9 5
53.33
30 16.67
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 11 dapat dijelaskan bahwa: 1.
Persiapan lahan Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan diketahui sebanyak 40
petani cabai merah melakukan persiapan lahan dengan pembersihan gulma dan pengolahan tanah. Sebanyak 40 petani melakukan persiapan lahan dengan
pembersihan gulma. Dan sisanya sebanyak 20 petani melakukan persiapan lahan tanpa pengolahan tanah. Dengan demikian persiapan lahan yang diterapkan belum
sesuai dengan anjuran. Untuk kegiatan penggemburan dan pembuatan bedengan, sebanyak 40 petani
melakukan penggemburan dan pembuatan bedengan sesuai dengan anjuran. Sebanyak 33,33 petani hanya melakukan penggemburan saja dan sisanya
sebanyak 26,67 hanya melakukan pembuatan bedengan saja. Dengan demikian diketahui bahwa petani cabai merah didaerah penelitian melakukan kegiatan
penggemburan dan pembuatan bedengan sesuai dengan anjuran. 26,67 Pemupukan yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu sebanyak 40
petani menggunakan pupuk organik, petani yang menggunakan pupuk organik dan kimia ada sebanyak 30, dan sisanya sebanyak 30 petani menggunakan pupuk
kimia. Dengan demikian untuk pemupukan petani di daerah penelitian dilakukan petani sesuai dengan anjuran.
2. Pembibitan
Untuk persiapan pembibitan sebanyak 70 petani menggunakan bibit yang dibuat sendiri. Sebanyak 20 petani menggunakan bibit lokal yang dibeli, dan
sisanya sebanyak 10 petani menggunakan bibit hibrid. Dengan demikian diketahui bahwa untuk kegiatan persiapan pembibitan dilakukan para petani di
daerah penelitian sesuai dengan anjuran.
Universitas Sumatera Utara
Untuk kegiatan lahan pembenihan sebanyak 53,33 petani melakukan kegiatan tersebut sesuai dengan anjuran. Sebanyak 30 petani melakukan kegiatan
lahan pembenihan tidak sesuai dengan anjuran, dan sisanya sebanyak 16,67 petani tidak melakukan kegiatan lahan pembenihan.
Sebanyak 53,33 petani melakukan kegiatan penyemaian dan perawatan sesuai dengan anjuran. Sebanyak 40 petani hanya melakukan penyemaian dan
sisanya sebanyak 6,67 petani hanya melakukan perawatan saja. Dengan demikan diketahui untuk kegiatan penyemaian dan perawatan dilakukan petani di daerah
penelitan sesuai dengan anjuran. 3.
Perawatan tanaman Untuk kegiatan penyulaman sebanyak 60 petani melakukan kegiatan tersebut
sesuai dengan anjuran. Sebanyak 30 petani melakukan penyulaman tapi tidah sesuai dengan anjuran. Dan sisanya sebanyak 10 petani tidak melakukan
penyulaman. Dengan demikian diketahui untuk kegiatan penulaman dilakukan petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.
Kegiatan pemupukan susulan secara teratur dilakukan sebanyak 50 petani. Sebanyak 26,67 petani melakukan kegiatan pemupukan susulan namun secara
tidak teratur. Dan sisanya sebanyak 23,33 petani tidak memberikan pemupukan susulan. Denga demikian diketahui bahwa untuk kegiatan pemupukan susulan
dilakukan petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran. Sanitasi lingkungan dilakukan sesuai anjuran sebanyak 56,67 petani.
Sebanyak 33,33 petani melakukan sanitasi lingkungan secara tidak teratur, dan sisanya sebanyak 10 petani tidak melakukan sanitasi lingkungan. Dengan
demikian diketahui bahwa untuk kegiatan sanitasi lingkungan dilakukan petani sesuai dengan anjuran.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengendalian hama dan penyakit
Sebanyak 53,33 petani didaerah penelitian melakukan pengendalian hama dengan menggunakan pestisida biologi. Sebanyak 30 petani menggunakan
pestisida kimia dan biologi, dan sisanya sebanyak 16,67 petani melakukan pengendalian hama dengan menggunakan pestisida kimia. Dengan demikian
diketahui bahwa untuk kegiatan pengendalian hama dilakukan petani di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.
Sebanyak 53,33 petani melakukan pengendalian penyakit dengan cara mekanik dan menggunakan gliokompos. Sebanyak 26,67 petani melukan
pengendalian penyakit secara mekanik, dan sisanya sebanyak 20 petani melakukan pengendalian penyakit secara kimia. Dengan demikian diketahui bahwa
petani didaerah penelitian melakukan kegiatan pengendalian penyakit sesuai dengan anjuran.
Dengan memperhatikan uraian diatas, kegiatan budidaya cabai merah yang dilakukan petani di daerah penelitian dapat diasumsikan bahwa sebagian besar petani
menerapkan kegiatan tersebut sesuai dengan anjuran, dan sebagian lagi belum menerapkan sesuai dengan anjuran.
Faktor – faktor Sosial Ekonomi yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah
Beberapa variabel sosial ekonomi yang dikaji pengaruhnya terhadap tingkat adopsi petani Y yang berdasarkan atas kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:
X
1
X = Umur
2
X = Tingkat Pendidikan
3
= Pengalaman Bertani
Universitas Sumatera Utara
X
4
X = Luas Lahan
5
X = Jumlah Tanggungan
6
X = Tingkat Kosmopolitan
7
X = Pendapatan
8
Data setiap variabel sebagai hasil survey dapat dilihat pada Lampiran 29. Untuk hasil pengujian analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS
dapat dilihat pada Lampiran 30-31. = Tingkat Partisipasi Petani
Untuk melihat korelasi antar variabel, maka digunakan analisis Korelasi Pearson. Hasil analisis korelasi Pearson Lampiran 31 menunjukkan adanya korelasi
diantara variabel bebas, dan beberapa diantaranya memiliki korelasi cukup kuat nilai koefisien korelasi diatas 0,5 atau semakin mendekati 1 atau -1 maka hubungan akan
semakin erat, jika mendekati 0 maka hubungan akan semakin lemah dan sisignifikansi probabilitas mendekati 0 atau jauh di bawah 0,05
α = 5. Korelasi cukup kuat dan signifikansi terjadi antara variabel X
1
dan X
3
α=0,000 dan r=0,811, X
4
dan X
7
Untuk mengurangi atau mengiliminir gangguan multikolinieritas pada penggunaan model regresi linier berganda, maka selanjutnya digunakan metode
Backward Elimination. Hasil analisa metode Backward Elimination selengkapnya disajikan pada Lampiran 31.
α=0,000 dan r=0,943. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat multikolinieritas atau korelasi di antara variabel-variabel bebas yang diidentifikasi.
Oleh karena itu, adanya multikolinieritas harus dipertimbangkan bahkan dieliminir dalam penggunaan model regresi berganda.
Universitas Sumatera Utara
Metode Backward Elimination diawali dengan memasukkan semua variabel lengkap persamaan regresi berganda, maka diperoleh persamaan regresi sebagai
berikut:
Y = 13,429 + 0,068X
1
– 0.198X
2
– 0,098X
3
+ 5,346X
4
+ 0,086X
5
– 0,065X
6
– 6,095E-08X
7
+ 0,958X
Dimana:
8
Y = Tingkat Adopsi X
1
X = Umur
2
X = Tingkat Pendidikan
3
X = Pengalaman Bertani
4
X = Luas Lahan
5
X = Jumlah Tanggungan
6
X = Tingkat Kosmopolitan
7
X = Pendapatan
8
Nilai R Square R = Tingkat Partisipasi Petani
2
Dari hasil uji F uji ANOVA pada model lengkap menghasilkan: untuk model lengkap adalah sebesar 0,676. Hal ini berarti
persentase pengaruh variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat partisipasi
petani terhadap tingkat adopsi petani adalah sebesar 67,6, sedangkan sisanya 32,4 dipengaruhi dan dijelaskan oleh faktor atau variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model ini.
F
hitung
sebesar 5,48 2,49 dengan probabilitas 0,001 0,050 tingkat signifikansi, α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman
bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat
Universitas Sumatera Utara
partisipasi petani secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani H ditolak H
1
Dari output Coefficient Lampiran 31, diperoleh nilai t hitung dan signifikansi adalah sebagai berikut:
diterima.
Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Adopsi Petani Cabai Merah
Variabel Bebas Koefisien Regresi
t-hitung t-tabel
Probabilitas
Umur 0,068
0,782 1,721
0,433 Tingkat Pendidikan
-0,198 -1,068
1,721 0,298
Pengalaman Bertani -0,098
-0,979 1,721
0,339 Luas Lahan
5,346 0,687
1,721 0,499
Jumlah Tanggungan 0,086
0,235 1,721
0,817 Tingkat Kosmopolitan
-0,065 -0,577
1,721 0,57
Pendapatan -6,095E-08
-0,349 1,721
0,73 Tingkat Partisipasi Petani
0,958 5,507
1,721 0,000
t-tabel α=5; df= n-k-1= 30-8-1= 21 = 1,721
= berpengaruh nyata n = jumlah data
k-1 = jumlah variabel independent -1 r
2
Sumber: Analisis Data Primer dari Lampiran 31
= 0,676 Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa koefisien regresi variabel umur
X
1
adalah -0.00000006095, dengan nilai t
hitung
0,782 t
tabel
Koefisien regresi variabel tingkat pendidikan X 1,721 dan probabilitas
0,443 0.05 yang berarti bahwa variabel umur tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani. Hal ini tidak sesuai dengan teori Soekartawi, 1988 yang menyatakan
bahwa semakin muda umur petani biasanya memiliki semangat ingin tahu terhadap apa yang belum diketahui, dengan demikian petani akan lebih cepat melakukan adopsi
inovasi.
2
adalah -0.198, dengan nilai t
hitung
-1.068 t
tabel
1,721 dan probabilitas 0.298 0.05 yang berarti bahwa variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani. Hal ini tidak
sesuai dengan teori Soekartawi, 1988 yang menyatakan bahwa petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi, begitu pula
Universitas Sumatera Utara
sebaliknya petani yang berpendidikan rendah akan lebih sulit melaksanakan adopsi inovasi.
Koefisien regresi variabel pengalaman bertani X
3
adalah -0.098, dengan nilai t
hitung
-0.979 t
tabel
Koefisien regresi variabel luas lahan X 1.721 dan probabilitas 0.339 0.05 yang berarti bahwa
pengalaman bertani tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori Soekartawi, 1988 yang menyatakan
bahwa petani yang suda lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak dapat
membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.
4
adalah 5.346, dengan nilai t
hitung
0.687 t
tabel
Koefisien variabel jumlah tanggungan X 1.721 dan probabilitas 0.499 0.05 yang berarti bahwa luas lahan tidak
berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori Soekartawi, 1988 yang menyatakan bahwa petani yang memiliki lahan
yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya lahan yang dimiliki akan menghambat
petani mengubah sikapnya untuk adopsi.
5
adalah 0.086 dengan nilai t
hitung
0.235 t
tabel
1.721 dan probabilitas 0.817 0.05 yang berarti bahwa jumlah tanggungan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal
ini tidak sesuai dengan teori Soekartawi, 1988 yang menyatakan bahwa petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan semakin lamban dalam
mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar mengharuskan petani untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.
Universitas Sumatera Utara
Koefisien regresi tingkat kosmopolitan X
6
adalah -0.065 dengan nilai t -0.577 t
hitung tabel
Koefisien regeresi pendapatan X 1.721 dan probabilitas 0.570 0.05 yang berarti bahwa tingkat
kosmopolitan tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori Soekartawi, 1988 yang menyatakan bahwa
masyarakat dengan individu-individu yang kosmopolitas akan relatif lebih cepat melakukan adopsi daripada masyarakat yang bersifat lokalitas.
7
adalah 0.00000006095 dengan nilai t
hitung
-0.349 t
tabel
Koefisien regresi tingkat partisipasi petani X 1.721 dan probabilitas 0.730 0.05 yang berarti bahwa pendapatan tidak
berpengaruh terhadap tingkat adopsi di daerah penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan teori Soekartawi, 1988 yang menyatakan bahwa pendapatan usaha tani yang tinggi
seringkali ada hubungannya dengan tingkat adopsi inovasi, sebaliknya petani yang berpenghasilan rendah adalah lambat dalam melakukan adopsi inovasi.
8
adalah 0.958 dengan nilai t
hitung
5.507 t
tabel
Dari penjelasan berdasarkan Tabel 13 dan uraian diatas dapat dilihat bahwa hanya tingkat partisipasi petani yang berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi petani
terhadap pertanian semi organik. Hal ini disebabkan karena dalam mengadopsi suatu inovasi para petani membutuhkan dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah
setempat. 1.721 dan probabilitas 0.000 0.50 yang berarti bahwa variabel tingkat
partisipasi petani berpengaruh terhadap tingkat adopsi di daerah penelitian. Hal ini logis karena dengan meningkatnya partisipasi petani terhadap tingkat adopsi dan
adanya dukungan serta perhatian dari pemerintah terhadap kegiatan pertanian. Sehingga akan meningkatkan partisipasi petani untuk ikut dalam kegiatan pertanian
yang direncanakan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya variabel independen yang diperkirakan mempengaruhi tingkat adopsi petani namun tidak layak masuk karena menyebabkan terjadinya
multikolinieritas, maka harus dikeluarkan satu per satu secara bertahap dari model 2 variabel yang dikeluarkan adalah jumlah tanggungan keluarga X
5
, pada model 3 variabel yang dikeluarkan adalah pendapatan X
7
, pada model 4 variabel yang dikeluarkan adalah tingkat kosmopolitan X
6
, pada model 5 variabel yang dikeluarkan adalah umur X
1
, pada model 6 variabel yang dikeluarkan adalah pengalaman bertani X
3
, pada model 7 variabel yang dikeluarkan adalah luas lahan X
4
, pada model 8 variabel yang dikeluarkan adalah tingkat pendidikan X
2
Y = 10,385 + 0,998X . Setelah
melalui 8 tahap maka diperoleh persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Dimana:
8
Y = Tingkat Adopsi X
8
Nilai R Square R = Tingkat Partisipasi Petani
2
Berdasarkan Lampiran 31 pada Tabel Coefficients, dapat dilihat bahwa koefisien regresi variabel tingkat partisipasi petani X
pada Lampiran 31 setelah melalui 8 tahap adalah sebesar 0.614. Persentase sumbangan pengaruh variabel tingkat partisipasi petani terhadap
tingkat adopsi adalah sebesar 61,4 sedangkan sisanya 38,6 dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor atau variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.
8
adalah 0,998 bernilai positif maka akan meningkatkan pula transformasi skor variabel tingkat partisipasi petani
sebesar 1, dengan nilai t
hitung
6,667 t
tabel
1,721 dan probabilitas 0,000 0,05 yang artinya bahwa variabel tingkat partisipasi petani berpengaruh nyata terhadap tingkat
adopsi.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
3. Tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik di Kecamatan Berastagi adalah
tinggi dengan skor rata-rata 27.65. Sebagian besar petani di daerah penelitian sudah menerapkan budidaya cabai merah sesuai dengan anjuran.
4. Secara serempak, kedelapan variabel independent yang dikaji umur, tingkat
pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, tingkat kosmopolitan, pendapatan, dan tingkat partisipasi petani adalah merupakan faktor
– faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani cabai merah. Dari hasil pengujian kedelapan variabel independent tersebut hanya variabel tingkat
partisipasi petani yang berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi petani cabai merah.
Saran
Saran kepada pemerintah 1.
Agar pemerintah dapat membantu pelaksanaan kegiatan penyuluhan dengan menyediakan fasilitas yang mendukung berjalannya kegiatan penyuluhan dengan
baik. 2.
Agar pemerintah mengadakan pembinaan dan penyuluhan intensif bagi para petani sehingga petani mau menerapkan pertanian organik pada usaha tani cabai merah.
3. Agar penyuluhan memberikan pertanian kepada petani dan kelompok tani tentang
pentingnya pertanian organik bagi kesehatan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Saran kepada penyuluh pertanian 1.
Agar penyuluh dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan petani sehingga penyuluh dapat mempengaruhi petani untuk mengadopsi pertanian
organik. 2.
Agar penyuluh pertanian dapat memecahkan masalah bersama-sama petani cabai merah dalam mengelola usaha taninya.
Saran kepada petani cabai merah 1.
Agar petani cabai merah dapat lebih aktif dalam mengikuti kegiatan penyuluhan pertanian sehingga tercipta peningkatan pengetahuan, keterampilan dalam
pengelolaan usaha tani guna pencapaian peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan usaha tani.
2. Agar para petani merubah pola fikir tentang pentingnya pertanian organik bagi
kesehatan konsumen dan petani.
Saran kepada peneliti selanjutnya 1.
Agar dilakukan penelitian lanjutan tentang usaha tani cabai merah serata tataniaga pemasaran cabai merah.
2. Agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai masalah yang dihadapi dan upaya
untuk mengatasi masalah tersebut yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Eliyas. S, 2008. Pertanian Organik Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Husodo, S.Y, 2004. Pertanian Mandiri Pandangan Strategis Para Pakar untuk Kemajuan Pertanian Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kartasapoetra. 1987. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bina Aksara. Jakarta Lakitan. B, 1995. Holtikultura: Teori, Budidaya, dan Pasca Panen. Grafindo
Persada. Jakarta. Mangunwidjaja. D. dan Sailah. I, 2005. Pengantar Teknologi Pertanian.
Penebar Swadaya. Jakarta. Mubyarto, 1989. Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta.
Nazaruddin, 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.
Penebar Swadaya. Jakarta. Pracaya, 2002. Bertanam Sayuran Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Priyatno. D. 2008. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta:
Penerbit Andi. Redaksi Agromedia, 2008. Panduan Lengkap Budidaya dan Bisnis Cabai.
Agromedia Pustaka. Jakarta. Reksohadiprodjo. S. dan Brodjonegoro. B.P, 2000. Ekonomi Lingkungan
Suatu Pengantar. BPFE. Yogyakarta. Sarwoko, 2005. Dasar - Dasar Ekonometrika. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Setiadi, 2008. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. Setiana. L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Ghalia Indonesia. Bogor. Slamet. M, 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan.
IPB - Press. Soekartawi, 1988. Prinsip – Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI – Press.
Soemarwoto. S, 1994. Analisis Dampak Lingkungan. UGM – Press. Sunarjono, H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Sunyoto. D, 2009. Anallisis Regresi dan Uji Hipotesis. Media Pressindo. Yogyakarta.
Supriana. T, 2008. Ekonometrika: Aplikasi dalam Bidang Ekonomi Pertanian. Diktat Kuliah. USU. Medan.
Suryabrata. S, 2008. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. Tim Bina Karya Tani, 2008. Pedoman Bertanam Cabai. Yrama Widya.
Bandung. Van Den Ban. A.W dan Hawkins. H.S, 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta. Yuliarti, N., 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Lily Publisher.
Yogyakarta.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1.Karakteristik Petani Sampel
Sampel Strata
Umur Pendidikan Pengalaman
Luas Lahan
Jumlah Tanggungan
Tingkat Kosmopolitan
Pendapatan Tingkat Partisipasi
Tahun Tahun
Tahun Ha
Orang Trans, Skor
RpTahun Trans, Skor
1
I 47
12 21
0.12 5
35.6 16,307,410