Praktek perkawinan yang tidak tercatat di Desa Kertanegara

55

4. Praktek perkawinan yang tidak tercatat di Desa Kertanegara

Islam adalah agama samawi yang menjungjung tinggi nilai-nilai humanisme dan sangat menghargai wanita. Oleh karena itu, Islam mengatur demi terwujudnya sebuah rumah tangga melalui disyariatkannya perkawinan. Perkainan dalam Islam memiliki syraratdan rukun tertentu disertai beberapa tujuan yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Dalam pemerintahan Indonesia memandang penting untuk mengatur proses perkawinan umat Islam, hal inilah yang kemudian menginspirasi munculnya UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan yang berbunyi “ Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” Berdasarkan uraian UU tersebut bahwa proses perkawinan umat Islam tidak dibernarkan ketika perkawinan tidak dicatatkan, namun dalam kenyataannya tidak sedikit ditemukan praktek perkawinan “ala agama Islam” dengan tanpa mencatatkan proses perkawinannya. Seperti terjadi di desa Kertanegara, praktek perkawinan semacam ini masih banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat. Dalam masyarakat desa Kertanegara, pasangan yang ingin menikah tidak melalui prosedur yang telah diatur oleh pemerintah maka pasangan tersebut akan menikah dihadapan seorang kyai. Pekawinan tersebut dikenal dengan sebutan kawin Ciasem. Ciasem merupakan nama desa yang tidak jauh dari desa 56 Kertanegara. Dinamakan kawin Ciasem karena pasangan tersebut umumnya menikah di desa Ciasem. 57 Perkawinan tidak dicatatkan tetap memenuhi persyaratan dan rukun perkawinan menurut agama Islam. Perkawinan yang pelaksanaannya dilakukan oleh pasangan di depan seorang kyai. Masih adanya perkawinan yang tidak dicatatkan karena masyarakat menganggap perkawinan tersebut tidak melanggar hukum Islam. Masyarakat desa Kertanegara yang perkawinannya dilaksanakan tanpa sepengetahuan Pegawai Pencatat Nikah atau masyarakat desa menyebut petugas tersebut dengan sebutan lebe. Adakalanya orang tua yang menganggap dirinya adalah seorang kyai atau pemuka agama, merasa bahwa tanpa kehadiran aparat yang berwenang juga sudah sah, menurut hukum agama Islam serta mereka menganggap hal tersebut hanyalah hal yang sifatnya administratif saja. Pada umumnya, masyarakat desa Ketanegara sudah mengetahui akibat hukum dari perkawinan yang tidak dicatatkan. Namun sebagian masyarakat Desa Kertanegara, melakukan perkawinan tersebut disebabkan adanya beberapa faktor yang pada akhirnya masyarakat memilih melakukan perkawinan yang tidak dicatatkan. Masyarakat desa Kertanegara yang melakukan perkawinan tersebut pada umumnya yang sudah pernah menikah atau bercerai dengan suamiisterinya 57 Wawancara dengan sutisna bukan nama sebenarnya pelaku nikah tidak dicatatkan di desa Kertanegara, Indramayu, tanggal 15 juni 2010. 57 maupun yang dilakukan oleh orang-orang yang berkeinginan untuk berpoligami, yaitu suatu perkawinan antara seorang laki-laki yang lebih dari satu istri dalam waktu yang sama atau dapat berpoligami ini dilakukan tanpa sepengetahuan istri pertama. Para orang tua yang memiliki anak khususnya perempuan yang masih gadis tidak mau melakukan perkawinan tersebut. Karena orang tua mengetahui apa akibat dari perkawinan tersebut dan menurut pandangan masyarakat desa Kertanegara melakukan perkawinan tersebut dianggap aib.

BAB IV ANALISIS PERKAWINAN YANG TIDAK TERCATAT