BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Rasio keuangan merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui kondisi keuangan sebuah perusahaan, sehingga menjadi sangat relevan apabila
rasio keuangan di analisis pengaruhnya terhadap pendapatan saham perusahaan. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisisa pengaruh rasio
aktivitas, profitabilitas, leverage dan rasio penilaian pasar terhadap return saham perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Perusahaan–perusahaan telekomunikasi menjadi pilihan karena selain
mempunyai kapitalisasi pasar besar juga merupakan perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang luas. Perusahan-perusahaan telekomunikasi di
Indonesia mempunyai sejarah perjalan yang panjang. Sejarah telekomunikasi Indonesia berawal dari tahun 1884, pemerintah
kolonial Belanda mendirikan perusahaan swasta yang menyediakan jasa pos domestik dan jasa telegram internasional. Jasa telepon tersedia pertama
kalinya di Indonesia pada tahun 1882 dan sampai dengan tahun 1906, disediakan oleh perusahaan swasta dengan lisensi pemerintah selama 25
tahun. Tahun 1906, pemerintah kolonial Belanda membentuk departemen yang mengendalikan semua jasa pos dan telekomunikasi di Indonesia. Tahun
1961, beberapa dari jasa ini dipindahkan ke perusahaan milik negara. Tahun 1965, pemerintah memisahkan jasa pos dan telekomunikasi ke dua perusahaan
negara, yaitu: PN Pos dan Giro, dan PN Telekomunikasi. Tahun 1974, PN Telekomunikasi dipecah lagi menjadi dua
yaitu: Perusahaan Umum Telekomunikasi dan PT Inti. Tahun 1980, bisnis telekomunikasi internasional
dipindahkan dari Perumtel ke Indosat. Pada tahun 1991 pemerintah merubah Perumtel dari Perusahaan
Umum menjadi Persero yaitu PT TELKOM. Tahun 1993, berdiri PT Satelindo
yang merupakan
joint venture
dari beberapa
perusahaan telekomunikasi yaitu: TELKOM, Indosat, PT Bimagraha Telekomindo, dan
DeTeMobil. Pada tahun ini juga berdiri PT Ratelindo yang merupakan joint venture antara TELKOM dan PT Bakrie Electronics. Tahun 1995 dan tahun
berikutnya berdiri beberapa perusahaan telekomunikasi lainnya, yang di dalamnya PT TELKOM mempunyai bagian saham, yaitu: Telkomsel,
Komselindo, Mobisel, Metrosel, Pasifik Satelit. Selain itu masih ada perusahaan telekomunikasi yang masih dalam tahap proposal, yang bergerak
dalam bidang multimedia. Jumlah pelanggan telekomunikasi dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Sebagai contoh, proyeksi P.T. Telkom untuk tahun 1997 permintaan telepon diperkirakan mencapai 1,3 juta, namun ternyata baru bisa
dipasok sekitar 1,2 juta dengan pembangunan sebanyak 184.000 SST. Artinya dengan penduduk sebanyak 33,5 juta jiwa, maka diproyeksikan pada akhir
tahun nanti densitas telepon akan mencapai 2,45 SST per 100 penduduk. Target pemerintah sampai akhir pelita VII 2005 akan memasang 14 juta
saluran telepon, berarti rasio telepon akan mencapai 6,3 untuk 100 orang.
Sedangkan untuk akhir pelita VIII 2009 akan memiliki 21 juta saluran telepon dengan ratio sembilan per seratus orang. Jika dibandingkan misalnya
pada tahun 1996 Swedia tertinggi dunia sudah mencapai 68 per seratus orang dan hongkong 54 per seratus orang, maka peluang pasar di Indonesia sangat
terbuka luas. Bulan Desember 2006 jumlah pelanggan TELKOM sebanyak 48,5 juta
pelanggan yang terdiri dari pelanggan telepon tidak bergerak kabel sejumlah 8,7 juta, pelanggan telepon tidak bergerak nirkabel sejumlah 4,2 juta
pelanggan dan 35,6 juta pelanggan jasa telepon bergerak. Pertumbuhan jumlah pelanggan TELKOM di tahun 2006 sebanyak 30,73 telah mendorong
kenaikan Pendapatan Usaha TELKOM dalam tahun 2006 sebesar 23 dibanding tahun 2005. Sejalan dengan visi TELKOM untuk menjadi
perusahaan InfoComm terkemuka di kawasan regional serta mewujudkan TELKOM Goal 3010 maka berbagai upaya telah dilakukan TELKOM untuk
tetap unggul dan leading pada seluruh produk dan layanan. Selama tahun 2006 TELKOM telah menerima beberapa penghargaan
baik dari dalam maupun luar negeri, di antaranya The Best Value Creator, The Best of Performance Excellence Achievement, Asia’s Best Companies 2006
Award dari Majalah Finance Asia. Saham TELKOM per 31 Desember 2006 dimiliki oleh pemerintah Indonesia 51,19 dan pemegang saham publik
48,81, yang terdiri dari investor asing 45,54 dan investor lokal 3,27. Sementara itu harga saham TELKOM di Bursa Efek Jakarta selama
tahun 2006 telah meningkat sebesar 71,2 dari Rp 5.900,- menjadi Rp
10.100,-. Kapitalisasi pasar saham TELKOM pada akhir 2006 sebesar USD 22,6 miliar.
Dengan pencapaian dan pengakuan yang diperoleh oleh TELKOM, penguasaan pasar untuk setiap portofolio bisnisnya, kuatnya kinerja keuangan,
serta potensi pertumbuhannya di masa mendatang, menjadikan TELKOM sebagai model korporasi terbaik Indonesia. Seiring dengan semakin derasnya
arus globalisasi, yang didalamnya dituntut adanya pertukaran informasi yang semakin cepat antar daerah dan negara, membuat peranan telekomunikasi
menjadi sangat penting. Telekomunikasi sebagai wahana bagi pertukaran informasi akan semakin memperhatikan aspek kualitas jasa. Selain itu
perkembangan di bidang dunia informasi saat ini begitu cepat, baik dilihat dari isi maupun teknologi yang digunakan untuk menyampaikan informasi.
Masyarakat dunia informasi menyadari hal tersebut sehingga mereka berupaya keras menciptakan infrastruktur yang mampu menyalurkan informasi secara
cepat, artinya mereka sangat membutuhkan jaringan telekomunikasi yang memiliki kualifikasi sebagai information superhighway.
PT Telekomunikasi Indonesia merupakan pemegang hak monopoli telekomunikasi domestik di Indonesia, untuk sambungan lokal sampai dengan
tahun 2001 dan sambungan jarak jauh sampai dengan tahun 2006. Sedangkan untuk jasa sambungan internasional saat ini dilayani oleh dua perusahaan yaitu
PT Indosat dengan kode akses 001 dan PT Satelindo dengan kode akses 008. Sesuai dengan UU N0.31989, Kepres No.81993, serta Kepmen N0.391993
yang mengatur bentuk kerjasama antara perusahaan swasta dan BUMN dalam
hal ini PT TELKOM dan PT Indosat, bahwa perusahaan swasta dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar melalui kerjasama patungan
joint venture, kerjasama operasi KSO, dan kontrak manajemen. Sehingga atas
perusahaan-perusahaan swasta
telekomunikasi di
Indonesia, PT
TELKOM mempunyai bagian saham di dalamnya. Pelanggan di Indonesia pada umumnya tidak mempunyai daya tawar
yang cukup kuat terhadap jasa telekomunikasi dasar ataupun jasa sambungan langsung internasional, karena tidak punya pilihan sarana telekomunikasi dan
untuk jasa
sambungan bergerak,
pelanggan memang
cukup banyak
mempunyai pilihan, tetapi hanya terbatas pada pilihan-pilihan tertentu serta kurang bisa memuaskan pelayanan atas jasanya. Jika melihat dari data-data di
atas maka akan terlihat jelas potensi pasar jasa telekomunikasi yang cukup besar dan meningkat dari tahun ke tahun , apalagi di Indonesia banyak potensi
pelanggan yang belum digarap. PT Telkom dan PT Indosat sebagai penyelenggara jasa saluran
langsung internasional SLI memakai kabel serat optik, tidak saja untuk jaringan darat, tapi juga di laut. Dengan kemajuan teknologi yang sudah
sedemikian pesat, jaringan kabel lama tembaga sudah tidak memadai lagi baik untuk mengakomodasi data maupun informasi.Kebutuhan dalam negeri
pada tahun 1997 mencapai kurang lebih 500.000 single core kilometer, sebenarnya produsen kabel serat optik dalam negeri telah mampu memasok
kebutuhan nasional. Namun demikian kenyataannya lain, karena hampir sekitar 90 kebutuhan kabel serat optik dalam negeri masih diimpor dari luar
negeri sehingga pasokan untuk memenuhi kebutuhan kabel serat optik masih tergantung pada produsen luar negeri. Kondisi daya tawar PT TELKOM tidak
terlalu lemah, karena pemasoknya terdiri dari banyak perusahaan, akan tetapi jika fluktuasi nilai tukar mata uang dalam negeri tidak stabil hal ini yang
menjadi bumerang
terhadap perusahaan
telekomunikasi di
Indonesia seandainya nilai tukar rupiah melemah.
Bisnis pertelekomunikasian merupakan bisnis yang dinamik, menarik, multi aspek dan pelopor dalam ekspansi global. Di sisi lain berbagai bukti
empirik secara tak langsung telah membuktikan bahwa sektor telekomunikasi merupakan sektor bisnis yang paling diminati oleh perusahaan multi nasional
dalam kerangka ekspansi dan globalisasinya Ini terjadi baik dalam rangka swastanisasi maupun dalam konteks aliansi strategis antar pelaku di negara
maju maupun dalam ekspansi ke negara berkembang. Berdasarkan kebijakan pemerintah struktur pasar jasa telekomunikasi sudah diatur sedemikian rupa
sehingga perusahaan-perusahaan yang akan masuk dalam industri ini akan mengalami kesulitan. Di samping itu perusahaan-perusahaan yang ada sudah
memiliki identitas merek yang biasanya merupakan nama dari perusahaan itu sendiri ataupun jasa yang ditawarkan sebagai unggulan. Misalnya: 001
Indosat, 008 Satelindo, Satelindo GSM, Telkomsel GSM, Pasopati, dan lain- lainnya.
Modal yang dibutuhkan untuk memasuki industri ini sangat besar, mengingat mahalnya teknologi yang digunakan dan biaya pembangunan
jaringan yang luas. Sehingga yang dapat masuk ke industri ini adalah
pengusaha-pengusaha bermodal besar ataupun perusahaan-perusahaan raksasa yang telah mapan. Jadi dengan kondisi tersebut di atas, maka kecil
kemungkinannya pendatang baru untuk dapat memasuki industri ini, karena banyaknya barrier to entry, yang sengaja dibuat agar tidak meruntuhkan
pemain yang sudah ada. Pada tahun 1999, dengan desakan yang sangat kuat dari IMF,
disahkanlah Undang-undang nomor 361999, tentang penghapusan monopoli penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan
munculnya perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi yang coba meraih pasar Indonesia yang besar. Pada 2002 jumlah pelanggan
sebanyak 5 juta pelanggan, Telkomsel merupakan market leader di bisnis telekomunikasi mobile di Indonesia. Bahkan sampai saat ini Telkomsel masih
merupakan market leader untuk bisnis telekomunikasi padahal jumlah penduduk Indonesia hampir sekitar 200 juta jiwa lebih sehingga peluang di
bisnis ini masih terbuka lebar. Ini menjadi sebuah landasan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh rasio keuangan terhadap pendapatan saham
perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hingga mengakibatkan ketertarikan bangsa asing untuk berinvestasi di bidang
ini. Kita bisa lihat pada kepemilikan perusahaan besar seperti Indosat yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pihak asing STT, yaitu sebanyak 39,96
dan saham SingTel singapura di Telkomsel bertambah menjadi 35. Perusahaan didirikan dengan tujuan mendapatkan laba, meningkatkan
penjualan serta maksimisasi nilai perusahaan. Dengan nilai perusahaan yang
tinggi, maka perusahaan akan dapat meningkatkan jumlah kekayaan para pemilik modal. Oleh karena itu dalam teori manajemen keuangan modern
disebutkan bahwa tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan kekayaan para pemegang saham to maxsimize the wealth of it stockholder dalam arti
bertujuan untuk memaksimalkan harga saham. Sementara itu tujuan investasi adalah untuk mendapatkan pengembalian tingkat pendapatan yang akan
diterima dimasa yang akan datang. Pemilihan investasi yang tepat akan mencerminkan perusahaan sebagai tempat penanaman modal yang baik bagi
investor, sehingga hal ini akan membantu mempertinggi nilai perusahaan. Disamping itu, bila
perusahaan berkembang baik, maka nilai perusahaan meningkat sehingga nilai investasi pada perusahaan itu juga meningkat dan
akibatnya harga saham akan meningkat serta pendapatan saham juga meningkat. “Kalau para pemodal membeli saham, berarti mereka membeli
prospek perusahaan. Kalau prospek perusahaan membaik harga saham tersebut meningkat” Husnan, 1994:29.
Sebagai upaya dalam mewujudkan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sebagaimana
diamanatkan dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, yaitu dengan memberikan perlindungan yang maksimal kepada masyarakat
pemodal. Salah satu bentuk perlindungan tersebut diantaranya adalah dengan berusaha memastikan bahwa seluruh investor publik selaku pihak eksternal
dapat memperoleh informasi dan fakta-fakta material yang sama dengan yang diperoleh oleh pihak internal perusahaan, seperti informasi kinerja perusahaan
sebagai salah satu dasar pertimbangan pengambilan keputusan. Informasi seputar kinerja suatu perusahaan bisa dilihat dari berbagai media, diantaranya
adalah melalui laporan keuangan secara periodik dari perusahaan yang bersangkutan. Laporan keuangan pada dasarnya adalah merupakan sebuah
hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan dan aktivitas suatu perusahaan dengan
pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.
Untuk menentukan tingkat kinerja keuangan perusahaan, diperlukan suatu metode analisis rasio yang bertujuan menganalisa posisi keuangan suatu
perusahaan. Oleh sebab itulah rasio keuangan perusahaan menjadi faktor penting untuk diketahui pengaruhnya terhadap pendapatan saham perusahaan
telekomunikasi yang saat ini menjadi bisnis yang menjanjikan dengan jumlah pangsa pasar Indonesia yang begitu besar dan masih terbukanya peluang untuk
mengembangkan perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Apabila memang pengaruh dari analisis rasio keuangan ini signifikan terhadap pendapatan
saham perusahaan, maka sudah bisa dipastikan bahwa dengan menganalisa rasio keuangan perusahaan kita sudah bisa menentukan di perusahaan mana
kita harus berinvestasi. Rasio yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah rasio aktivitas, profitabilitas, leverage dan rasio penilaian pasar.
Rasio aktivitas terdiri dari perputaran persediaan yang merupakan rasio antara harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan dan perputaran yang
merupakan rasio antara penjualan dengan total aktiva, rasio profitabilitas
terdiri atas return on asset yang merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva, selanjutnya adalah rasio leverage yang terdiri dari
debt to equity ratio yang merupakan rasio antara total kewajiban dengan modal sendiri dan debt to total asset yang merupakan rasio antara total
kewajiban dengan total aktiva dan terakhir adalah rasio penilaian pasar yang terdiri dari price earning ratio yang merupakan rasio antara harga saham
dengan laba per lembar saham serta price to book value yang merupakan rasio total ekuitas saham biasa dengan jumlah saham biasa yang beredar.
Berdasarkan pada latar belakang tersebut penulis berpikir bahwa ternyata begitu pentingnya meneliti pengaruh rasio keuangan terhadap return
saham perusahaan yang berdasarkan pada laporan keuangan perusahaan sebagai dasar penentuan penghitungan rasio keuangan, apalagi sampel
perusahaan yang diambil adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang pertelekomunikasian di Indonesia yang sekarang telah menjadi bisnis
yang cukup menggiurkan serta mempunyai pasar yang cukup luas sehingga
pada akhirnya penulis menjadikan judul penelitian “ANALISIS PENGARUH RASIO AKTIVITAS, PROFITABILITAS, LEVERAGE, DAN RASIO
PENILAIAN PASAR TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI”
Study Empiris Di Bursa Efek Indonesia sebagai
judul penelitian yang akan diteliti.
B. Perumusan Masalah