Metode Minimum Convex Polygon MCP Metode Kernel Home Range

Dalam melakukan pengamatan perilaku harian orangutan dicatat posisi orangutan fokal setiap 30 menit. Data posisi orangutan fokal direkam menggunakan global positioning system GPS. Perekaman data posisi orangutan fokal dilakukan selama mengikuti orangutan fokal mulai dari keluar sarang pagi hingga membuat sarang malam. Analisa Data Data posisi orangutan yang dikumpulkan dari hasil pengamatan perilaku harian orangutan dianalisa dengan menggunakan tools Animal Movement ArcView Analisys Extensions 2.0 AMAE 2.0 yang terintegrasi dengan aplikasi sistem informasi geografis ArcView 3.2. Metode yang digunakan yaitu Minimum Convex Polygon MCP dan Kernel Home Range, yang terdapat dalam AMAE 2.0.

1. Metode Minimum Convex Polygon MCP

Metode Minimum Convex Polygon MCP adalah metode yang menghasilkan poligon terkecil convex yang mencakup semua titik-titik yang dikunjungi oleh kelompok satwa. Umumnya metode ini juga mencakup sebagaian besar ruang kosong yang tidak pernah dikunjungi oleh satwa.

2. Metode Kernel Home Range

Metode Kernel Home Range merupakan metode yang populer dalam menduga daerah jelajah, tetapi ukuran sample dan tingkat akurasinya masih belum diketahui. Tingkat pendugaan daerah jelajah dihasilkan oleh kernel yang telah ditetapkan dan yang dapat disesuaikan, menggunakan ‘referensi’ Desli Triman Zendrato : Identifikasi Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, 2009. USU Repository © 2009 dan metode least square cross validation LSCV untuk menentukan tingkat kehalusan poligon. Simulasi daerah jelajah bervarisasi mulai dari bentuk yang sederhana hingga yang kompleks, dibentuk distribusi normal campuran. Tumpang Susun Overlay Peta Peta daerah jelajah orangutan sumatera yang dihasilkan dengan menggunakan metode Minimum Convex Polygon MCP dan Kernel, selanjutnya masing-masing ditumpangsusunkan terhadap peta kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Bohorok Bukit Lawang. Dalam menumpangsusun masing-masing peta akan digunakan ekstensi Geoprocessing. Dimana dengan menggunakan ekstensi tersebut dapat dihasilkan data baru melalui manipulasi theme pada view. Metode tumpangsusun yang digunakan yaitu intersect two themes interseksi dua theme. Dengan menggunakan fasilitas tersebut, tumpangsusun dua peta atau lebih dengan batas daerah yang sama dapat dilakukan. Dimana atribut peta hasil interseksi tersebut akan saling berinteraksi. Desli Triman Zendrato : Identifikasi Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, 2009. USU Repository © 2009 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak, Luas dan Iklim Kecamatan Bohorok secara geografis terletak pada posisi koordinat 03 o -11 o Lintang Utara dan 59 o -78 o Bujur Timur, serta berada 75 km dari Stabat ibu kota Kabupaten Langkat. Suhu minimal dan maksimal di daerah ini adalah 24-34 o C, dengan suhu rata-rata harian 27 o C. Luas wilayah kecamatan ini adalah 955,10 km 2 . Adapun batas wilayah kecamatan ini: - Sebelah Utara dengan Kecamatan Padang Tualang - Sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo - Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara - Sebelah Timur dengan Kecamatan Salapian Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Bohorok Keberadaan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Bohorok merupakan salah satu upaya pemerintah dan pemerhati orangutan dalam upaya penyelamatan Orangutan Sumatera dari perburuan, perdagangan, dan hidup di luar habitat alaminya. Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera PPOS sebelumnya merupakan Pusat Rehabilitasi Orangutan yang didirikan sejak tahun 1973 dan diprakarsai oleh World Wild Fund for Nature WWF dan perkumpulan Ilmu Hewan Frankfurt Jerman FZS. Orangutan yang diterima oleh Balai Besar TNGL hingga saat ini sebanyak 229 ekor. Orangutan tersebut diterima dari berbagai daerah, antara lain Singkil, Banda Aceh, Aceh Selatan, Langkat, Medan, Tanah Karo, Desli Triman Zendrato : Identifikasi Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, 2009. USU Repository © 2009 Riau, Lubuk Pakam, Kalimantan, Kuala Simpang, Sibolga, Aceh Tenggara, Aceh Timur, dan dari berbagai instansi pemerintah. Pengambilan atau penyerahan orangutan dari masyarakat ke Pusat Rehabilitasi diperoleh secara sukarela oleh pihak yang memelihara dan juga melalui hasil sitaan secara paksa. Dari 229 ekor orangutan yang telah diterima oleh Balai Besar TNGL, sejumlah 200 ekor orangutan yang memiliki data lengkap umur, jenis kelamin, dan tanggal lahir. Sementara 29 ekor lainnya tidak didukung oleh data yang lengkap. Namun demikian, seluruh orangutan ini telah diberi nama untuk identifikasi individu seperti Jekie, Pesek, Cepi, Fitri, Sasa, dan seterusnya. Sejak tahun 1973 sampai sekarang, jumlah orangutan yang mati dalam proses rehabilitasi sebanyak 52 ekor. Kematian ini antara lain disebabkan oleh penyakit, dimakan harimau, hanyut di sungai, abortus, terkena sengatan listrik, dan lainnya. Beberapa penyakit yang mengakibatkan kematian antara lain jantung, paru-paru, diare, hepatitis, dan bakteri ecoli. Sesuai dengan tujuan rehabilitasi orangutan, sejumlah 25 ekor orangutan telah berhasil diliarkan kembali ke habitatnya, dan 134 ekor liar sendiri. Beberapa lokasi tempat pelepasliaran orangutan adalah Sungai Bohorok, Sungai Musam, Sungai Landak, Sungai Jambur Batang, dan Sungai Kerapuh. Sejak tahun 1998, tercatat beberapa ekor orangutan telah mempunyai keturunan baru selama di Pusat Rehabilitasi. Jumlah anak orangutan yang lahir sampai saat ini adalah 26 ekor. Dari 26 ekor ini sebanyak 9 ekor tetap bersama induknya, 8 ekor mati, 4 ekor anak orangutan liar, dan 7 ekor anak orangutan misterius. Pencatat seluruh populasi dan perkembangannya secara rutin masih Desli Triman Zendrato : Identifikasi Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, 2009. USU Repository © 2009 dilakukan. Menurut data pada bulan Maret 2005 di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera tercatat 24 ekor Orangutan yang masih rutin datang ke feeding site pada saat jam pemberian makan. Sementara 2 ekor lainnya Sasa dan Muni harus dikandangkan karantina karena perilakunya yang dianggap membahayakan manusia. Namun, saat ini hanya Sasa yang masih di kandangkan dan sesekali dilepaskan ke hutan. Selain orangutan hasil sitaan dan pemberian secara sukarela dari masyarakat, di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera juga terdapat populasi orangutan asli yang sejak dulunya telah ada di lokasi tersebut. Namun sejak ramainya kunjungan wisata ke kawasan ini, orangutan tersebut mulai bermigrasi lebih jauh ke dalam kawasan hutan dan tidak diketahui berapa jumlah populasinya. Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 280Kpts- II1995 tentang Pedoman Rehabiltasi Orangutan dan adanya kerjasama dengan Sumatran Orangutan Conservation Programme SOCP, maka Pusat Rehabilitasi Orangutan Bohorok tidak lagi menerima orangutan hasil sitaanpemberian sukarela untuk direhabilitasi. Pusat Rehabilitasi Orangutan Bohorok saat ini sudah beralih status menjadi Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Bohorok, dimana aktifitas utama yang ditawarkan adalah pengamatan orangutan dan satwa liar lainnya. Desli Triman Zendrato : Identifikasi Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, 2009. USU Repository © 2009 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Orangutan Pengamatan orangutan dilakukan selama dua bulan yaitu Juli hingga Agustus 2008 yang dilaksanakan di kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Bohorok. Pengamatan dimulai dari pukul 5.30 sampai 18.30 setiap hari selama 42 hari pengamatan. Selama pengamatan hanya mengikuti satu orangutan betina dewasa dan satu orangutan jantan dewasa. Pada bulan pertama pengamatan fokal yang diamati adalah orangutan betina dewasa bernama Minah yang diperkirakan berumur sekitar 31 tahun dan saat pengamatan fokal selalu menggendong bayinya Chaterine yang berumur 3 bulan. Fokal Minah merupakan orangutan semi liar hasil rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan Sumatera Bohorok yang sekarang statusnya menjadi Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Bohorok. Lama pengamatan terhadap fokal Minah yaitu 9.290 menit atau 15 hari pengamatan penuh. Selama pengamatan sering dijumpai kehadiran orangutan Juni anak kedua fokal Minah yang diperkirakan berumur sekitar 6 tahun dan mulai hidup mandiri. Sedangkan pada bulan kedua pengamatan, fokal yang diamati adalah orangutan jantan dewasa yang diidentifikasi sebagai Jenggot. Orangutan tersebut merupakan orangutan liar dan belum pernah ada data penelitian yang mencatat kehadiran orangutan tersebut di sekitar kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Bohorok. Untuk memudahkan pengamatan maka orangutan jantan dewasa tersebut diidentifikasi sebagai Jenggot dikarenakan fokal memiliki jenggot yang panjang. Fokal Jenggot diperkirakan berumur sekitar 28 tahun dengan Desli Triman Zendrato : Identifikasi Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, 2009. USU Repository © 2009 bantalan pipi check pad dan kantong suara fokal terlihat jelas, namun bantalan pipi fokal belum tumbuh sempurna. Lama pengamatan yang dijalani terhadap fokal Jenggot yaitu 8.022 menit atau 15 hari pengamatan. Hampir seluruh waktu pengamatan yang dijalani untuk pengamatan fokal Jenggot termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, namun dalam suatu hari pengamatan fokal pernah memasuki perbatasan kebun karet masyarakat dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Karakteristik Orangutan Fokal 1. Betina Dewasa adult female Orangutan betina dewasa yang diamati yaitu Minah yang berusia sekitar 31 tahun dan memiliki bayi berumur sekitar 3 bulan bernama Chaterine yang merupakan anak ketiga Minah. Secara umum karakteristik fisik fokal Minah tidak jauh berbeda dengan kebanyakan orangutan betina dewasa lainnya. Minah memiliki tinggi badan sekitar 1,2-1,4 meter dengan berat badan diperkirakan mencapai 45-55 kg. Ciri fisik khusus yang menjadi pengenal fokal Minah yaitu terdapat bekas luka di bagian wajah pelipis kiri. Berdasarkan penjelasan petugas TNGL, luka tersebut dikarenakan fokal Minah pernah dilukai dengan senjata tajam oleh pemandu wisata yang sedang memandu wisatawan asing yang melakukan tracking. Fokal Minah merupakan orangutan semi liar hasil rehabilitasi. Fokal Minah cenderung terbiasa dengan kehadiran manusia. Bahkan, fokal Minah termasuk orangutan yang sering kontak atau berjumpa dengan manusia. Hal ini dikarenakan daerah jelajah yang sering dilalui fokal Minah merupakan kawasan Desli Triman Zendrato : Identifikasi Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, 2009. USU Repository © 2009 wisata jelajah hutan tracking yang sering dilalui oleh wisatawan mancanegara terutama pada bulan Juli-Agustus. Selama pengamatan fokal Minah sering mengikuti kelompok wisatawan tracking. Perilaku tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya jelajah harian fokal Minah dibandingkan fokal Jenggot. Fokal Minah juga sering melakukan aktifitas bergerak pindah menyusuri permukaan tanah. Gambar 7. Fokal Minah dan bayi orangutan Chaterine.

2. Jantan Dewasa adult male