1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Good Corporate Governance
merupakan sebuah konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi
dengan benar, akurat, dan tepat waktu. Selain itu juga menunjukkan kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan
disclosure
semua informasi kinerja keuangan perusahaan secara akurat, tepat waktu dan transparan. Oleh karena
itu, baik perusahaan publik maupun tertutup harus memandang
Good Corporate Governance
GCG bukan sebagai aksesoris belaka, tetapi sebagai upaya peningkatan kinerja dan nilai perusahaan Tjager, 2003 dalam Darm
awati, Khomsiyah dan Rika; 2004.
Corporate Governanace
merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan
stakeholders
lainnya.
Corporate Governance
juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan
sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja Darmawati, et al, 2004.
Good Corporate Governance
atau tata kelola perusahaan yang baik membantu
terciptanya hubungan
yang kondusif
dan dapat
dipertanggungjawabkan diantara elemen dalam perusahaan Dewan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Komisaris, Dewan Direksi, dan para pemegang saham dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam paradigma ini, Dewan Komisaris
berada pada posisi untuk memastikan bahwa manajemen telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai strategi yang telah ditetapkan
serta menjaga kepentingan para pemegang saham - yaitu untuk meningkatkan nilai ekonomis perusahaan. Demikian juga Komite Audit mempunyai peran
yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem
pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya. Mengingat bahwa akhir-akhir ini
Corporate Governance
merupakan salah satu topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi
tentang kecurangan
fraud
maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang dilakukan oleh para eksekutif manajemen, maka hal ini
menimbulkan suatu tanda tanya tentang kecukupan
adequacy Corporate
Governance
. Demikian pula halnya tentang kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan perusahaan dipertanyakan. Oleh karena itu adalah suatu hal
yang wajar dan penting bagi semua pihak yang terkait dengan proses penyusunan laporan keuangan untuk mengupayakan mengurangi bahkan
menghilangkan krisis kepercayaan
credibility gap
dengan mengkaji kembali peranan masing-masing dalam proses penyusunan tersebut.
Ada beberapa peraturan terkait dengan penerapan
Good Corporate Governance
baik yang dikeluarkan Bank Indonesia BI, Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM, maupun Keputusan Menteri BUMN. Peraturan
commit to user
Bank Indonesia Nomor 814PBI2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 84PBI2006 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance
bagi Bank Umum serta Surat Edaran Nomor 912DPNP tanggal 30 Mei 2007 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance
bagi Bank Umum. Bank berkewajiban untuk melaksanakan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance
dalam setiap aktivitas usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Badan Pengawasan Pasar Modal Bapepam dan
Bursa Efek Jakarta BEJ juga sudah mensyaratkan keberadaan komisaris independen dan komite audit bagi semua perusahaan publik.
Ditambah lagi, Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara BUMN Nomor 1172002 sudah mensyaratkan hal yang sama untuk BUMN.
Rujukan-rujukan tentang praktik-praktik terbaik sudah tersedia luas. Misalnya, melalui FCGI untuk rujukan praktik terbaik penerapan manajemen risiko dan
komite audit serta melalui
Indonesian Society of Independent Commissioners
ISICOM untuk praktik terbaik fungsi dan peran komisaris independen.
Pilot Project Self Assessment
merupakan salah satu mekanisme yang diterapkan oleh Bank Indonesia untuk mengukur tingkat GCG perbankan di
Indonesia. Proyek ini September 2007 dilakukan terhadap 130 bank termasuk kantor cabang bank asing. Penilaian dilakukan pada 13 aspek. Dari 130 bank
yang ditelaah, 12 bank memperoleh kategori sangat baik, 76 bank baik, 39 bank cukup baik, dan 3 bank kurang baik. Lebih lanjut, hasil evaluasi BI
menyebutkan, 53,5 persen bank di Indonesia belum memiliki Komisaris Independen, 30,7 persen bank belum membentuk komite secara lengkap, dan
commit to user
18,8 persen bank belum memiliki jumlah komisaris yang lebih besar dari jumlah direksi. Dari penelitian Bank Indonesia tersebut menunjukkan bahwa
GCG masih sebatas peraturan belum menjadi budaya organisasi, 69,3 persen bank yang beroperasi di Indonesia belum mematuhi ketentuan
good corporate governance
GCG Ghufron, 2008. Institusi keuangan perbankan memiliki sifat usaha spesifik
nature of the firm
yang membedakannya dari institusi non-keuangan Macey dan O’Hara, 2003 dalam Supriyatno 2006. Sifat usaha spesifik tersebut
mendorong topik penelitian dalam industri perbankan dewasa ini mengarah pada masalah
Corporate Governance,
terlebih lagi setelah beberapa negara Asia terkena krisis finansial. Arun dan Turner, 2003 dalam Supriyatno 2006.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa kelemahan didalam penerapan
Corporate Governance
merupakan salah satu sumber kerawanan ekonomi yang menyebabkan memburuknya perekonomian negara-negara tersebut pada
tahun 1997 dan 1998. Husnan, 2001.
Corporate Governance
pada industri perbankan di negara berkembang seperti halnya Indonesia pada pasca krisis keuangan menjadi semakin penting
mengingat beberapa hal.
Pertama
, bank menduduki posisi dominan dalam sistem ekonomi, khususnya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi King dan
Levine, 1993.
Kedua
, di negara yang ditandai oleh pasar modal yang belum berkembang, bank berperan utama bagi sumber pembiayaan perusahaan.
Ketiga
, bank merupakan lembaga pokok dalam mobilisasi simpanan nasional.
Keempat
, liberalisasi sistem perbankan baik melalui privatisasi maupun perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
deregulasi ekonomi menyebabkan manajer bank memiliki keleluasaan yang lebih besar dalam menjalankan operasi bank Arun, Turner, 2003 dalam
Supriyatno 2006. Caprio dan Levine 2002 mengemukakan bahwa terdapat dua hal
yang saling terkait menyangkut lembaga intermediasi keuangan perbankan yang berpengaruh terhadap
Corporate Governance
. Pertama
,
bank merupakan sektor usaha yang tidak transparan, sehingga memungkinkan terjadinya
masalah keagenan. Kedua, bank merupakan sektor usaha yang memiliki tingkat regulasi tinggi yang dalam hal tertentu justru menghambat mekanisme
Corporate Governance.
Masalah keagenan dalam sektor keuangan-perbankan pada hakekatnya dapat dibedakan dalam dua kategori. Pertama masalah
keagenan akibat utang
debt agency problem
dan kedua masalah keagenan akibat pemisahan kepemilikan dan pengendalian
separation of ownership and control
. Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah Bank
Pembangunan Daerah BPD seluruh Indonesia. Hal ini didasarkan pada pertumbuhan Bank Pembangunan Daerah seluruh Indonesia yang terus
berkomitmen untuk tampil sebagai pemimpin di daerahnya masing-masing. Komitmen
ini semakin
kuat sejak
dicanangkan
BPD Regional
Champion
BRC oleh Bank Indonesia melalui 23 paket kebijakan di bidang moneter dan perbankan pada tanggal 21 Desember 2010 yang lalu, bank-bank
pembangunan daerah BPD terus-menerus membenahi diri agar dapat lepas perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
dari bayang-bayang perbankan nasional dan menjadi motor bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
Ada tiga pilar yang menjadi fokus perhatian BRC, yakni pertama ketahanan kelembagaan yang kuat, BPD berkomitmen untuk meningkatkan
permodalan, meningkatkan efisiensi guna mencapai tingkat profitabilitas yang memadai didukung sehingga dapat memberikan kredit denga suku bunga yang
kompetitif kepada masyarakat. Kedua, dalam perannya sebagai
agent of regional development
, BPD menargetkan porsi yang lebih besar untuk kredit pada sektor-sektor produktif dan meningkatkan fungsi intermediasi,
khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM melalui kerja sama dengan BPR, baik melalui linkage program maupun menjadi APEX bank.
Pilar ketiga, sebagai bentuk peningkatan kemampuan melayani kebutuhan masyarakat, BPD akan memiliki program standardisasi dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia SDM yang ditunjang perluasan jaringan kantor untuk mendukung terwujudnya sistem keuangan yang inklusif
financial inclusion
dengan meningkatkan akses seluas-luasnya ke masyarakat setempat melalui penciptaan produk dan jasa yang semakin
variatif dan unggul. Sebagian besar BPD telah berupaya memperluas jaringan kantor maupun membuka kedai layanan kredit mikro. Sampai dengan
Desember 2013 jumlah kantor layanan BPDSI sebanyak 4.759, dengan jumlah ATM sebanyak 3.804 mesin ATM.
Hasil nyata dari keseriusan BPD menuju
Regional Champion
dapat dilihat dari berbagai aspek kinerja BPD yang terus meningkat. Dalam kurun waktu 5
commit to user
tahun terakhir ini, kinerja BPD baik dilihat dari kinerja keuangan maupun operasional mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
indikator yang berhasil dibukukan oleh BPD seluruh Indonesia. Per Desember
2013, aset BPD telah mencapai Rp. 390,17 triliun atau meningkat 4,94 dibandingkan posisi Desember tahun 2012 yang mencapai Rp371,81 triliun.
Kekuatan aset BPD seluruh Indonesia ini menunjukkan bahwa apabila BPD seluruh Indonesia bersinergi akan menjadi potensi kekuatan yang solid
dalam kancah persaingan industri perbankan nasional serta dapat memberikan kontribusi yang lebih optimal bagi perekonomian nasional, khususnya di
daerah. Kinerja kredit dalam 5 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Pada Desember 2013, posisi kredit BPD seluruh Indonesia
mencapai Rp 255,88 triliun atau meningkat sebesar 21,41 dibandingkan posisi Desember 2012 yang mencapai Rp 219,71triliun. Posisi Dana Pihak
Ketiga DPK BPD seluruh Indonesia pada Desember 2013 mencapai
Rp. 282,98 triliun, atau
mengalami penurunan
sedikit, yaitu
sebesar 0,36 dibanding posisi Desember 2012 yang mencapai sebesar Rp284 triliun. Modal Inti telah mencapai sebesar Rp38,48 triliun per posisi
Desember 2013, meningkat sebesar 19,99 dibanding posisi Desember 2012 yang mencapai sebesar Rp32,06 triliun. Dengan prestasi dan pertumbuhan
kinerja BPD secara nasional maupun lokal saat ini, BPD BPD-SI optimis mampu menjadi garda terdepan pembangunan ekonomi daerah untuk
mendukung program Pemerintah menciptakan lapangan kerja sehingga dapat menigkatkan taraf hidup masyarakat daerah yang secara kolektif akan
commit to user
menurunkan tingkat kemiskinan secara nasional dan meningkatkan kesejahteraaan bangsa. Kontak Media, 2014.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Kusumati dan Riyanto 2005 yang meneliti pengaruh
Corporate Governance
terhadap kinerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota dewan komisaris dan
cross- directorship
berpengaruh signifikan terhadap masalah kinerja perusahaan. Sedangkan transparansi GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Selain itu penelitian ini juga mengacu pada penelitian Darmawati, Khomsiyah dan Rahayu 2004, Wulandari 2006 yang meneliti pengaruh
mekanisme
Corporate Governance
terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa mekanisme
Corporate Governance
yaitu jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris, dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada variabel independen yang digunakan yaitu ada variabel baru yang dianalisis yaitu
komite pemantau resiko dan komite remunerasi dan nominasi yang merupakan komite di bawah dewan komisaris yang memiliki tugas khusus dan
keberadaannya berdasarkan peraturan Bank Indonesia. Selain itu perbedaan lain obyek penelitian ini adalah Bank Pembangunan Daerah BPD di seluruh
Indonesia. Untuk variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
ROA mengacu pada penelitian Trinanda dan Muqodim 2010 yang meneliti pengaruh
corporate governance
terhadap kinerja keuangan perbankan. Hasil perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
penelitian menunjukkan bahwa bahwa
Corporate Governance
berpengaruh signifikan terhadap
Return On Equity
,
Return On Investment, Return On Asset,
dan
Net Profit Margin.
Artinya, penerapan
Corporate Governance
yang baik maka akan mengakibatkan kinerja keuangan juga menjadi baik.
Berdasarkan uraian di atas menarik diteliti pengaruh dari mekanisme
Corporate Governance
terhadap kinerja perusahaan. Oleh karena itu penelitian ini dibuat dengan judul ”PENGARUH MEKANISME
GOOD CORPORATE
GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA
BANK PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA”
B. Perumusan Masalah