ANALISIS KELAYAKAN AGROINDUSTRI BAHAN PANGAN BARU BMC DARI SUKUN DAN KACANG BENGUK DI KOTA METRO

(1)

BMC DARI SUKUN DAN KACANG BENGUK DI KOTA METRO Oleh

WISNU SATYAJAYA

Bahan pangan baru Bahan Makanan Campuran (BMC) dari sukun dan kacang benguk memenuhi persyaratan SNI sebagai Makanan Pendamping –Air Susu Ibu (MP-ASI). Penelitian sebelumnya tentang pengunaan BMC-MP-ASI sukun dan kacang benguk di Kota Metro menunjukkan hasil yang positif dalam hal peningkatan status gizi baduta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan dan sensitivitas pendirian agroindustri bahan pangan baru BMC MP-ASI sukun dan kacang benguk di Kota Metro.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder melalui metode survey, dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif meliputi penilaian kelayakan pada aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologi, manajemen dan finansial serta analisis sensitivitas.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa permintaan pasar akan produk MP-ASI di Kota Metro meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk. Produk yang beredar saat ini di Kota Metro memiliki segmentasi, targeting dan positioning yang sama. BMC sukun dan kacang benguk layak didirikan secara


(2)

manajemen menunjukkan BMC sukun dan kacang benguk layak didirikan dikarenakan ketersediaan sumber daya manusia yang mendukung di Kota Metro. Aspek finansial menunjukkan BMC sukun dan kacang benguk layak didirikan dengan indikator NPV : Rp. 891.516.114,8; IRR : 36,65%; PI : 2,5; PBP: 2,97; ROI : 91%. Analisis sensitivitas, yang dilakukan,menunjukkan perubahan yang dapat diterima pada kelayakan investasi agroindustri BMC MP-ASI sukun dan kacang benguk adalah : penurunan volume penjualan < 8%; penurunan harga jual < 10%; kenaikan harga bahan < 19%.

Investasi yang lebih tinggi dengan instalasi silo penyimpanan tepung dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk. Namun analisis finansial tidak layak didirikan berdasarkan indikator yang tidak memenuhi standar dengan nilai NPV : -96.183.288,94; IRR: 9,83%; PI: 0,91; PBP: 5,13 ; ROI: 33,27%. Agroindustri dengan instalasi silo penyimpanan tepung ini akan layak jika dilakukan penyesuaian harga Rp. 5.000 atau lebih dengan indikator finansial NPV: 3.727.796.084; IRR: 73,28%; PI : 4,64; PBP: 2,18 ; ROI: 159,3%.


(3)

FEASIBILITY STUDY ON THE NEW PRODUCT OF BLENDED FOOD AS WEANING FOOD (BMC-MP-ASI) FROM BREADFRUIT AND

VELVET BEAN AT METRO CITY By

Wisnu Satyajaya

The new food ingredients of blended food (BMC) of breadfruit and velvet bean has fulfilled the requirements of SNI as Weaning Food (MP-ASI). Previous research on the using of breadfruit and velvet bean as BMC-MP-ASI at Metro City showed the positive results in terms of nutritional improving on under two year children (Baduta). The research objectives was to determine the feasibility and sensitivity of the establishment of BMC MP-ASI breadfruit and velvet bean at Metro City.

The study was conducted using primary and secondary data trough survey method and analyzed quantitatively and qualitatively. Feasibility aspect was explored on the market and marketing, technical and technological, management and financial. Then proceed with sensitivity analysis.

Based on the study results, revealed that market demand for MP-ASI in Metro City increased with population growth. Several products currently available at Metro City had the same of segmentation, targeting and positioning. BMC breadfruit and velvet bean was feasible to established on technical and the technology’s aspect, because it was easily applied and good availability on raw


(4)

resources in Metro City. Financial aspects showed that the establishment of this agro-industry was feasible with indicators : NPV: Rp. 891,516,114.8; IRR: 36.65%; PI: 2.5; PBP: 2.97; ROI: 91%. Sensitivity analysis showed that changes could be accepted on the feasibility of agro-industry investment BMC MP-ASI surly breadfruit and nuts were: decrease in sales volume < 8%; price reductions < 10%; and rising prices <19%.

Higher investment with flour storage silos and pneumatic conveyor systems could be done to improve the product safety. But the financial analysis showed that it could not established based on indicators that has not meet the standards with NPV: -96,183,288.94; IRR: 9.83%; PI: 0.91; PBP: 5.13; ROI: 33.27% . Agro-industry with the installation of flour storage silos would be feasible if the price was adjusted at Rp. 5,000 or more with a NPV of financial indicators: 3.727.796.084; IRR: 73.28%; PI: 4.64; PBP: 2.18; and ROI: 159.3%.


(5)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Tingginya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang, masih merupakan permasalahan besar yang dapat mempengaruhi pembangunan bidang kesehatan dan sumber daya manusia di Provinsi Lampung. Data yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 2007, dari 384 kasus gizi buruk di Provinsi Lampung terbanyak yaitu 195 kasus atau 51,3% ditemui di Kabupaten Lampung Tengah yang berbatasan langsung dengan Kota Metro (Dinkes Lampung, 2008). Di Kota Metro dari 2932 anak usia dibawah lima tahun (balita) yang dilakukan pengukuran pada tahun 2010, ditemukan 28 (1%) kasus gizi buruk dan 321 (10,9%) gizi kurang (Dinkes Metro, 2011).

Masalah gizi merupakan tanggung jawab bersama yang melibatkan banyak sektor terkait mulai pelayanan kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, maupun pertanian yang menyangkut ketersediaan bahan pangan. Salah satu program pemerintah dalam menurunkan jumlah penyakit akibat masalah gizi adalah perbaikan gizi yang diprioritaskan pada bayi dan balita dengan cara memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan. WHO/Unicef memberikan rekomendasi bahwa secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (WHO, 2003 dalam Setyaniet al.,2010a).


(6)

Sukun merupakan tanaman yang dapat ditemui di seluruh daerah di Indonesia. Produksi sukun di Indonesia terus meningkat dari 35.435 ton (tahun 2000) menjadi 92.014 ton (tahun 2007) dengan luas panen 13.359 ha. Lampung merupakan salah satu daerah utama penghasil sukun dengan produksi sebesar 3.458 ton/tahun (Dirjen Hortikultura, 2011).

Selain sukun, di kota Metro bahan pangan yang potensial sebagai MP-ASI adalah kacang benguk yang mudah ditemui di pasar-pasar tradisional. Penggunaan kedua jenis komoditi ini masih sangat terbatas. Sukun biasanya dikonsumsi langsung dalam bentuk digoreng atau diolah menjadi keripik sedangkan kacang benguk diolah menjadi makanan camilan seperti jenis kacang-kacangan lainnya.

Sukun potensial sebagai sumber karbohidrat, selain itu kaya akan protein, serat kasar dan abu sumber thiamin, niasin, riboflavin dan vitamin C, mineral terutama besi, natrium, fosfor, kalsium dan potasium (Prabawati dan Suismono, 2009). Kacang benguk merupakan sumber protein (24 - 30,1 g/kg berat kering) dengan pola asam amino yang nilainya tidak terpaut jauh dengan kedelai (Siddhuraju dan Becker, 2005 dalam Setyaniet al., 2010a ; Egounlety, 2003).

Kombinasi tepung sukun dan tepung benguk untuk bahan makanan campuran (BMC) sebagai MP ASI, akan menghasilkan formulasi dengan nilai gizi yang tinggi. Usaha ini akan membuat sukun dan kacang benguk dapat dimanfaatkan lebih optimal sehingga nilai ekonomisnya meningkat, serta menambah keragaman jenis makanan karena BMC juga dapat digunakan dalam berbagai olahan pangan selain MP-ASI. Penelitian yang telah dilakukan oleh Setyani et al (2010a), menunjukkan bahwa penggunaan tepung sukun 35-40%,


(7)

tepung kacang benguk germinasi 19,4-26,4 %, bahan tambahan tepung susu skim 10-25 %, tepung gula 10%, minyak sawit 10%, soda kue 0,1%, dan garam 0,5% akan menghasilkan BMC-MP-ASI dengan komposisi zat gizi makro dan mikro serta energi yang memenuhi SNI 01-7111.1.2005. BMC-MP-ASI hasil penelitian tersebut termasuk produk baru yang belum tersedia di pasar oleh karenanya berpotensi untuk dikembangkan. Berkembangnya kegiatan tersebut akan meningkatkan nilai tambah di daerah, perluasan diversifikasi produksi, pendapatan petani dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Pengembangan industri pengolahan skala kecil di Kota Metro kemungkinan memiliki prospek yang baik. Hal ini juga sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang telah disusun, menunjukkan dukungan penuh dari pemerintah daerah Kota Metro untuk mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang didukung oleh pembangunan industri, peningkatan pemanfaatan dan penguasaan teknologi (Bappeda Metro, 2010).

Kendala pengembangan agroindustri berkaitan dengan kemampuan teknologi, kualitas sumberdaya manusia, koordinasi dan sinkronisasi program kelembagaan, belum terciptanya iklim yang kondusif dan infrastruktur pendukung pengembangan agroindustri yang masih terbatas, serta masih langkanya sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang tertarik menekuni agroindustri terutama di perdesaan. Di bidang teknologi, masih dihadapkan pada keterbatasan untuk menyediakan teknologi yang tepat guna dan memberikan nilai tambah yang signifikan dan siap digunakan (Sandra, 2002).


(8)

Perencanaan pengembangan agroindustri termasuk BMC di Kota Metro memerlukan pengkajian yang khusus dan mendalam agar berhasil guna. Hal ini untuk mengoptimalkan keterkaitan antara faktor dan sumber daya dalam pengembangan agroindustri yang bersifat kompleks dengan beragam tuntutan yang saling berbenturan sehingga membutuhkan suatu proses untuk menetapkan suatu keputusan yang tepat.

BMC dari sukun dan kacang benguk telah diujicobakan di beberapa posyandu di Kota Metro. Pemberian produk BMC ini pada anak usia dibawah dua tahun (baduta) di beberapa posyandu di Kota Metro menunjukkan bahwa dengan formula yang telah ditetapkan dapat memberikan dampak yang baik pada perkembangan status gizi anak baduta (Setyaniet al, 2010b).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kelayakan dan sensitivitas pendirian agroindustri BMC MP-ASI sukun dan kacang benguk di Kota Metro.

1.3. Kerangka Pemikiran

Penelitian yang dilakukan olah Setyani et al (2010a) menunjukkan dari aspek kandungan gizinya, sukun dan kacang benguk dapat digunakan sebagai BMC-MP-ASI. Formula ini telah memenuhi persyaratan SNI 01-7111.3-2005 dan pengunaannya pada baduta di Kota Metro menunjukkan hasil yang positif dalam hal peningkatan status gizi.

Sebagai produk baru, perlu dilakukan kajian mendalam tentang kelayakan pendirian agroindustri BMC-MP-ASI di Kota Metro. Identifikasi dalam kajian agroindustri ini akan membantu dalam menjawab permasalahan


(9)

berdasarkan situasi dan kondisi yang ada saat ini. Menurut Umar (2003), kajian terhadap keadaan dan prospek suatu industri dilakukan atas aspek-aspek tertentu diantaranya keberadaan bahan baku, pasar dan pemasaran; teknis dan teknologi; manajemen operasional serta aspek finansial.

Bahan baku sukun dan kacang benguk mudah ditemui di pasar tradisional di Kota Metro. Walau demikian perlu dilakukan analisis terhadap potensi bahan baku. Sesuai dengan pernyataan Antarlina dan Umar (2008) dan Said Didu (2000) bahwa penyediaan bahan baku yang kontinyu dengan kualitas yang memenuhi standar merupakan salah satu syarat bagi usaha industri.

Kota Metro yang memiliki posisi strategis (di tengah Provinsi Lampung) memberikan keuntungan dari aspek pasar dan pemasaran. Pendirian di Kota Metro membuat BMC-MP-ASI mudah menjangkau daerah di Provinsi Lampung termasuk Kabupaten Lampung Tengah sebagai daerah yang memiliki balita status gizi buruk terbanyak di Lampung. Apalagi saat ini industri pengolahan BMC belum ada di Metro dan Provinsi Lampung. Bahkan secara nasional, industri sejenis sangat terbatas dan didominasi oleh perusahaan besar dengan segmen konsumen berpendapatan menengah ke atas.

MP-ASI diberikan kepada bayi di atas usia 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang meningkat dan tidak bisa lagi dipenuhi ASI. Kebutuhan MP-ASI ini tentunya akan meningkat dengan bertambahnya jumlah bayi diatas usia 6 tahun. Menurut data statistik, jumlah batita di Kota Metro pada tahun 2009 adalah 12.860 jiwa dan akan meningkat sesuai proyeksi BPS yaitu 2,08% / tahun (BPS Lampung, 2010). Pemenuhan kebutuhan MP-ASI di Kota Metro dilakukan melalui produk yang ada di pasaran namun segmennya terbatas pada masyarakat


(10)

menengah ke atas dan produk tersebut berasal dari luar Kota Metro. Bagi masyarakat yang tak mampu menjangkau, kebutuhan MP-ASI biasanya dipenuhi seadanya dengan bahan makanan yang sebenarnya belum layak dikonsumsi oleh golongan usia tersebut. Fakta ini menunjukkan adanya peluang dari aspek pasar dan pemasaran bagi berdirinya industri BMC-MP-ASI.

Aspek teknis dan teknologis merupakan salah satu aspek yang penting bagi pendirian agroindustri, karena merupakan jawaban dari pertanyaan dapat tidaknya produk tersebut dibuat. Teknologi yang digunakan harus dapat dikuasai oleh sumber daya manusia dan harus ditunjang oleh ketersediaan alat dan mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi yang akan dilaksanakan. Pengolahan BMC sukun dan kacang benguk yang dilakukan Setyani et al (2010a) menunjukkan bahwa teknologi yang digunakan adalah teknologi yang mudah dan murah sehingga dapat dilakukan tanpa keahlian khusus, dengan menggunakan alat yang sederhana.

Aspek manajemen terkait bagaimana operasional agroindustri dijalankan, sehingga terkait dengan sumber daya manusia yang dilibatkan. Menurut data statistik menunjukkan jumlah usia produktif di kota Metro berjumlah 88.310 jiwa atau 67.65% sehingga merupakan potensi besar yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan daerah termasuk dalam kegiatan agroindustri BMC-MP-ASI.

Aspek finansial dimaksudkan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan baik untuk untuk modal tetap maupun modal kerja awal. Aspek ini juga digunakan untuk memprediksi tentang laba yang dapat diperoleh. Kemampuan finansial di daerah Metro dapat ditunjukkan dari meningkatnya


(11)

PDRB Kota Metro sebesar 73,39% dalam kurun 5 tahun terakhir dari 586,6 milyar pada tahun 2005 menjadi 1,071 milyar di tahun 2009. Selain itu laju pertumbuhan ekonomi mencapai pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata nasional yaitu 5,135% pada tahun 2009 (Bappeda Metro, 2011).

1.4. Hipotesis

Industri BMC MP-ASI dari sukun dan kacang benguk layak didirikan di Kota Metro.


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agroindustri

Menurut Austin (1992), pengertian agroindustri adalah perusahaan yang mengolah bahan-bahan yang berasal dari tanaman dan hewan. Istilah agroindustri merujuk kepada suatu jenis industri yang bersifat pertanian, seperti halnya istilah industri logam atau industri obat yang merujuk kepada suatu jenis industri tertentu (Notohadiprawiro, 2005). Agroindustri merupakan pusat rantai pertanian yang berperan penting dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian di pasar (Hadiguna dan Marimin, 2007).

Saragih (2006) menyatakan perekonomian Indonesia tidak bisa berbasis teknologi tinggi, tetapi industrialisasi dengan landasan sektor pertanian. Agroindustri merupakan jawaban yang paling tepat, karena mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang panjang. Keterkaitan ke belakang akan memacu pertumbuhan perekonomian, sehingga lambat laun bisa menyelesaikan persoalan-persoalan di daerah. Secara tidak langsung hal itu akan menggairahkan laju kegiatan masyarakat, sehingga mengurangi arus urbanisasi.

Agroindustri menjadi pusat rantai pertanian yang berperan penting dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian di pasar (Austin, 1992). Selanjutnya


(13)

Saragih (2006), menyatakan bahwa agroindustri meningkatkan devisa negara dengan menjaring nilai tambah, memperkuat struktur ekspor, mengurangi resiko fluktuasi harga komoditas, dan mencegah penurunan nilai tukar, serta antisipasi terhadap kejenuhan pasar komoditas.

Sistem agroindustri terdiri dari empat subsistem yang terkait, yaitu: (a) subsistem rantai produksi, (b) subsistem kebijakan, (c) subsistem institusional atau kelembagaan dan (d) subsistem distribusi dan pemasaran (Said Didu, 2000). Pengembangan agroindustri memiliki beberapa keunggulan karena efek penggandaan dan distribusinya yang besar, komponen impor yang kecil, bertumpu pada sumber daya yang dapat diperbarui, pemicu pertumbuhan daerah baru, dan memperkuat struktur ekspor (Gumbira, 1999).

Pengembangan agroindustri dapat dimulai dari skala kecil. Industri kecil ini adalah badan usaha yang menjalankan proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala kecil. Apabila dilihat dari sifat dan bentuknya, maka industri kecil bercirikan: (1) berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian (2) dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumberdaya manusia (3) menerapkan teknologi lokal (indigenous technology) sehingga dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh tenaga lokal dan (4) tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif (Bantacut dalam Haerumanet al., 2001).

2.2. Sukun

Tanaman sukun (Artocarpus communis) berasal dari daerah New Guinea Pasifik yang kemudian dikembangkan di daerah Malaysia sampai ke


(14)

Indonesia. Produksi buah sukun dapat mencapai 50-150 buah/tanaman. Produktivitas tanaman tergantung daerah dan iklimnya. Paling sedikit setiap tanaman dapat menghasilkan 25 buah dengan rata-rata 200-300 buah per musim. Untuk setiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sukun sebanyak 16-32 ton. Budidaya tanaman sukun secara monokultur jarang dilakukan. Umumnya pohon sukun ditanam sebagai tanaman pinggiran, untuk penghalang angin, atau sebagai pelindung tanaman kopi (Prabawati dan Suismono, 2009). Gambar tanaman dan buah sukun ditunjukkan Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman dan Buah Sukun Sumber : Bagus (2011) dan Setyaniet al (2010b)

Ukuran berat buah dapat mencapai 4 kg. Panjang tangkai buah (pedicel) berkisar antara 2,5-12,5 cm tergantung varietas. Buah sukun berbentuk bulat telur sampai bulat. Garis tengah buah sekitar 10 - 30 cm, kulit buah yang masih mentah berwarna hijau, setelah masak berubah menjadi hijau kekuningan. Warna kulit buah hijau muda sampai kuning kecoklatan. Ketebalan kulit berkisar antara 1-2 mm. Buah yang muda pada permukaan kulit buahnya kasar dan menjadi halus setelah buah tua. Tekstur buah saat mentah keras dan menjadi lunak-masir setelah matang. Daging buah sukun berwarna putih kekuningan. Bagian sebelah dalam


(15)

daging buah berongga-rongga karena terdapat hubungan ruang antar sel, terutama yang dekat dengan bagian hati. Semakin mendekati bagian kulit, maka sifat berongga-rongganya makin berkurang (Angkasa dan Nazaruddin, 1994).

Daging sukun merupakan bagian yang dapat dimakan, kira-kira 70% sampai 80% dari buah utuh (Koswara, 2006). Persentase daging meningkat dengan semakin matangnya sukun, sebaliknya persentase hati dan kulit buah akan semakin berkurang. Rasa buahnya saat mentah agak manis dan manis setelah matang, dengan aroma spesifik. Sukun dapat dimasukkan sebagai sumber karbohidrat. Selain sumber karbohidrat, sukun ternyata juga kaya akan protein, serat kasar dan abu thiamin, niasin, riboflavin, vitamin C dan juga merupakan sumber dari beberapa jenis mineral yaitu besi, natrium, fosfor, kalsium dan potasium. Buah sukun juga mengandung asam amino esensial yang tidak diproduksi oleh tubuh manusia, seperti histidine, isoleusin, lysine, methionin, triptophan, dan valin (Muslimin dan Mustafa, 2010). Kandungan kimia sukun ditunjukkan Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Kimia Sukun per 100 g bahan Jenis Nutrisi

Makro

Jenis Mineral Jenis Vitamin Jenis Asam Lemak

Jenis Asam Amino

•Air 70,65 g •Energi 103 cal •Lemak 1,07 g •CHO 27,12 g •Serat 4,9 g •Ampas 0,93 g

•Kalsium 17 mg •Besi 0,54 mg •Magnesium 25 mg •Potasium 490 mg •Seng 0,12 mg •Tembaga 0,084 mg •Mangan (Mn)

0,06 mg

•Selenium 0,6 mg

• Vit C 29 mg • Thiamin 0,11 mg • Riboflamin 0,03 mg • Niacin 0,9 mg • As. Pantothenic

0,457 mg • Vit. B6 0,1 mg • Folate 14 mcg • Vit E ATE 0,1 mg • Vit K 0,5 mcg

A L J

•Saturated 0,048 g ALTJ •Monounsaturated 0,034 g ALTJ •polyunsaturated 0,066 g

•Theonine 0,052 g •Isoleucine 0,064 g •Lysine 0,037 g •Methionine 0,01 g •Cystine 0,009 g •Phenylalanine

0,026 g

•Tyrosine 0,019 g •Valine 0,047 g


(16)

Jika dibandingkan dengan pangan sumber karbohidrat lainnya, dalam beberapa hal sukun memiliki keunggulan, yaitu: kandungan protein lebih tinggi daripada ubi kayu, begitu pula kandungan karbohidratnya, lebih tinggi dari ubi jalar atau kentang dan dalam bentuk tepung, nilai gizinya kurang lebih setara dengan beras tetapi sukun mengandung mineral dan vitamin lebih lengkap dengan kalori rendah, sehingga dapat digunakan untuk makanan diet. Perbandingan nilai gizi sukun dengan beberapa bahan pangan lain ditunjukkan Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Kandungan Vitamin dan Mineral pada Sukun, Beras, Jagung, Singkong, Talas, Terigu dan Kentang

Komposisi Sukun Tua Tepung Beras Jagung Kuning

Singkong Talas Terigu Kentang

Energi (Kal) Air (g) Protein (g) Lemak (g) CHO (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (g) Fosfor (g) Besi (g) Vit B1 (mg) Vit B2 (mg) Vit C (mg)

108 69,3 1,3 0,23 27,12 4,9 0,93 17 59 0,54 0,11 0,03 29 366 11.89 5.95 1.42 80.13 2,4 0,61 10 98 0,35 0,138 0,021 0 365 10.37 9,42 4,74 74,26 7,3 1,20 7 210 264 0,33 0 0 160 60 1,36 0,28 38,06 1,8 0,62 16 27 0,27 0,087 0,048 20,6 112 70,64 1,50 0,2 26,46 4,1 1,2 43 84 0,55 0,095 0,025 4.5 364 12 10,33 0,98 76,31 2,7 0,47 15 108 1,17 0,12 0,04 0 58 84,29 2,57 0,1 12,44 2,5 1,61 30 38 3,24 0,021 0,038 11,4

Sumber : US Department of Agriculture and Health Tech Inc, 2010.

Pengolahan sukun menjadi produk setengah jadi dalam bentuk tepung akan membuat pemanfaatan sukun menjadi lebih praktis dan mudah diolah menjadi menjadi berbagai produk olahan. Selain itu tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur (komposit), dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Damardjati et al., 2000). Diagram alir pembuatan tepung sukun ditunjukkan Gambar 2.


(17)

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Sukun Sumber : Setyaniet al, 2010b

2.3. Kacang Benguk

Kacang benguk (Mucuna pruriens L) merupakan tanaman berbentuk perdu dan tergolong tanaman yang melilit pada batang atau pohon tanaman lain dan termasuk tanaman berumur panjang, lebih dari dua tahun. Batang pohonnya berbentuk bulat kecil berwarna hijau kekuning-kuningan dan panjangnya dapat mencapai 10 m. Daunnya berbentuk segitiga yang panjangnya mencapai 10 cm. Buahnya menggerombol pada batang dan termasuk polong-polongan. Panjang buah antara 5 - 8 cm dan berisi sekitar 7 biji. Tanaman benguk diperbanyak dengan bijinya dan dapat langsung ditanam tanpa disemai terlebih dahulu

Buah sukun

Pengupasan

Pencucian

Pemotongan dengan ukuran kira–kira 1 cm2 Pengovenan (600C) sampai kadar air 5-8 %

Penepungan (80 mesh)

Kulit dan hati buah

Air Pengukusan selama 20’

menit


(18)

(Haryoto, 2000 dalam Setyaniet al, 2010b). Gambar tanaman dan kacang benguk dapat dilihat di Gambar 3.

Sumber : Sarkim (2010)

Kacang benguk yang tua ditandai dengan bulu halus yang menyelimuti kulitnya menjadi kehitam-hitaman. Biji benguk umumnya sebesar kelingking, bentuknya persegi dengan ketebalan sekitar 5 mm. Biji yang tua mempunyai kulit luar yang sangat keras, sehingga dapat disimpan lama. Warna kulit luar biji benguk ada beberapa macam, yaitu putih bercak-bercak hitam, hitam, merah ungu berbintik-bintik coklat, dan putih bersih. Tanaman benguk yang paling bermanfaat adalah bijinya, pemanfaatan biji benguk hampir serupa dengan kedelai, yaitu sebagai sumber bahan makanan (Egounlety, 2003).

Sebagian masyarakat sudah terbiasa memenfaatkan buah benguk yang masih muda sebagai sayur dan bijinya yang sudah tua (kering) sebagai bahan baku tempe benguk. Biji benguk lebih keras daripada biji kedelai dan mengandung asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Asam sianida (HCN) tersebut mudah dihilangkan dengan cara yang sederhana, yakni direndam dalam air bersih selama


(19)

24--48 jam. Selama perendaman setiap 6--8 jam sekali airnya harus diganti (Yulinery dan Napitupulu, 1993; Mugendiet al., 2010).

Kacang benguk berpotensi mendampingi atau mensubsitusi kedelai sebagai sumber protein. Selain protein yang tinggi, kacang benguk juga merupakan sumber kalsium yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan kesehatan tulang (Egounlety, 2003). Nilai gizi kacang benguk ditunjukkan Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Gizi Kacang Benguk dalam 100 gram Bahan

No Zat Gizi Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Air (g)

Bagian dapat dimakan (%)

332,0 24,0 3,0 55,0 130,0 200,0 2,0 70,0 0,3 0 15,0 95

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)

Sama halnya dengan jenis kacang-kacangan lainnya kacang benguk mengandung beberapa zat anti nutrisi yaitu tripsin inhibitor, lektin, tannin, asam fitat, oksalat, asam sianida (HCN) dan L-Dopa (3,4-dihidroksi-L-fenilalanin). Diantara komponen-komponen ini zat antinutrisi yang paling utama dan paling banyak terdapat dalam kacang benguk adalah L-Dopa yaitu sekitar 6, 5% pada kacang benguk mentah (Ezeagu et al., 2003; Mugendi et al., 2003). Menurut Mubarak (2005) perlakuan germinasi selain berfungsi mengurangi kandungan anti nutrisi, juga dapat meningkatkan kandungan dan daya cerna protein. Hal ini dimungkinkan karena pada germinasi terjadi perubahan biologis yakni pecahnya berbagai komponen menjadi bentuk senyawa lebih sederhana yang siap cerna.


(20)

Perkecambahan merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif. Tingkat awal dari perkecambahan biji melibatkan pemecahan cadangan makanan pada biji dan digunakan untuk pertumbuhan akar dan batang (Astawan, 2003). Diagram alir pembuatan tepung kacang benguk ditunjukkan Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kacang Benguk Germinasi Sumber : Setyaniet al, 2010b

Sortasi dengan perendaman 1 malam Kacang benguk

Penebaran pada tempat berlubang dan tertutup dengan kain basah

Perebusan , 20 menit

Germinasi selama ± 48 jam (tumbuh tunas sekitar 3 mm)

Kulit Pendinginan dan Pengupasan

Perebusan

Penjemuran dilanjutkan pengovenan (600C) sampai kadar air 5%

Penepungan (80 mesh)

Tepung kacang benguk germinasi Pengecilan ukuran


(21)

2.4. Bahan Makanan Campuran

Bahan makanan campuran (BMC) adalah campuran dari beberapa bahan makanan dalam perbandingan tertentu dengan nilai gizi yang tinggi, sehingga apabila diberikan dalam jumlah diperhitungkan akan melengkapi kekurangan zat gizi dalam hidangan sehari-hari. BMC biasanya digunakan sebagai bahan makanan untuk umum dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) untuk menanggulangi masalah gizi (Sumarsono dan Nurhikmat, 2005).

BMC selain untuk balita biasa juga dapat diberikan sebagai MP-ASI. Makanan bayi dapat berupa susu atau bubur dengan kandungan zat gizi yang memenuhi syarat sehingga dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan tubuh secara normal. Makanan tambahan dan MP-ASI dapat dibuat dari bahan makanan campuran yang terdiri dari beberapa bahan makanan dengan

perbandingan tertentu sehingga kadar zat gizi dan mutu gizinya menjadi lebih

tinggi (Sarbini dan Rahmawati, 2008).

Komposisi dan konsistensi MP-ASI disesuaikan dengan umur anak berupa

cair dan lunak ( semi padat ) untuk anak 4-8 bulan serta padat untuk umur 1-5

tahun. Komposisi dan konsistensi PMT dan MP-ASI harus disesuaikan dengan

perkembangan fisiologis dan psikomotorik atau umur anak (Herlina, 2008).

MP-ASI dapat dibuat dari bahan makanan campuran yang padat gizi,

dengan harga relatif terjangkau dan bahan yang mudah didapatkan. Pembuatannya

pun mudah, salah satunya dengan menggunakan bahan makanan campuran lokal

seperti kacang-kacangan, sayur-sayuran dan serelia. Pemberian MP-ASI lokal

memiliki beberapa dampak positif, antara lain ibu lebih memahami dan lebih


(22)

kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat melanjutkan pemberian

MP-ASI lokal secara mandiri (WHO, 2003).

2.5. Kajian Kelayakan Agroindustri

Pengambilan keputusan dalam pengembangan agroindustri memerlukan data dan informasi yang direpresentasikan ke dalam model-model yang sesuai dengan kebutuhan dan dipilah-pilah dalam parameter kritis sebagai faktor masukan dan ukuran kinerja sebagai keluarannya (Zuhdi, 2007). Selanjutnya Wulandari (2005), menyatakan adanya sistem pendukung keputusan akan memberi dampak menaikkan efektifitas dalam pembuatan keputusan, baik dari segi ketepatan, waktu maupun kualitas.

Ukuran dasar dalam pengambilan keputusan mengenai kelayakan usaha dapat mencakup beberapa aspek yang perlu dikaji secara mendalam. Kajian terhadap prospek suatu industri ini diantaranya dilakukan atas aspek-aspek : pasar dan pemasaran, teknis dan teknologi, manajemen dan finansial (Umar, 2003). 2.5.1. Aspek Pasar dan Pemasaran

Analisa aspek pasar dan pemasaran terhadap suatu proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pasar potensial yang tersedia untuk masa yang akan datang, pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial, perkembangan pangsa pasar tersebut di masa mendatang untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan (Husnan dan Suwarsono, 2000).

Peramalan permintaan diperlukan untuk mengetahui gambaran tentang potensi pasar. Teknik untuk meramalkan permintaan, salah satunya, adalah


(23)

dengan teknik Time series. Hasil yang didapatkan pada teknik ini akan lebih akurat jika keadaan dimasa mendatang cukup stabil. Metoda pada teknik Time series disesuaikan dengan jenis data yang ada. Sedangkan Metoda Trend linier adalah metoda yang sesuai untuk data yang mempunyai pola kecenderungan (Suratman, 2001).

Menurut Kotler (2003), Hal yang terpenting dalam pemasaran adalah meramalkan ke mana pelanggan bergerak, dan berada di depan mereka. Selanjutnya Husnan dan Suwarsono, (2000) menyatakan instrumen untuk menjaga kehidupan produk dimasa mendatang sangat diperlukan untuk mencapai pangsa pasar yang ditargetkan dan berdasarkan analisa bauran pemasaran (Marketing mix) diharapkan perusahaan mencapai target pasar yang telah ditetapkan dan memberikan kepuasan pada konsumen.

2.5.2. Aspek Teknis dan Teknologi

Kajian aspek teknis dan teknologi menitikberatkan pada penilaian atas kelayakan proyek dari sisi teknis dan teknologi. Sisi tersebut mencakup penentuan lokasi proyek, pemilihan mesin dan peralatan serta teknologi dan penentuan skala operasi atau kapasitas produksi (Suratman, 2001).

Menurut Umar, kapasitas produksi dapat ditentukan dari sisi masukan (input) dan keluaran (output) yang dikenal dengan neraca.massa Input terkait kemampuan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku serta kapasitas mesin dalam mengolah input yang didasarkan pada jam masa kerja operasi perhari. Output terkait bagaimana jumlah yang dihasilkan dari pengolahan yang dilakukan oleh perusahaan.


(24)

2.5.3. Aspek Manajemen

Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan proyek, manajemen dalam operasi seperti bentuk organisasi/ badan usaha yang dipilih. Aspek ini umumnya kurang mendapat perhatian dalam membuat kajian kelayakan. Aspek ini sebenarnya merupakan kunci keberhasilan usaha nantinya yang dipegang oleh tenaga-tenaga manajerial dan operasional (Husnan dan Suwarsono, 2000). Deskripsi tugas, tenaga kerja dan persyaratannya juga dibahas pada aspek ini (Sutojo, 1983).

Tujuan kajian aspek manajemen adalah untuk mengetahui apakah pembangunan dan implementasi bisnis dapat direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan, sehingga rencana bisnis dapat dinyatakan layak atau sebaliknya. Penetapan kapasitas produksi dan teknologi yang akan dikerjakan oleh pekerja, diperlukan untuk menentukan kebutuhan personil pada berbagai level manajemen, produksi dan aktivitas lain yang berhubungan. Aspek manajemen melibatkan sumber daya manusia berikut jumlah, tugas dan wewenang yang diperlukan guna operasionalisasi pabrik secara keseluruhan (Umar, 2003).

2.5.4. Aspek Finansial

Aspek finansial mengkaji tentang keuntungan proyek (Sutojo, 1983). Evaluasi finansial dimaksudkan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan, baik untuk dana tetap maupun modal kerja awal. Evaluasi aspek finansial juga mempelajari struktur pembiayaan serta sumber dana modal yang digunakan, berapa bagian dari jumlah kebutuhan dana tersebut yang wajar dibiayai dengan pinjaman dari pihak ketiga, serta dari mana sumbernya dan berapa besarnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisa finansial


(25)

yaitu diantaranya modal investasi, modal kerja dan penyusutan. Analisis finansial suatu proyek memandang perbandingan pengeluaran uang dan perolehan keuntungan dari proyek tersebut (Kadariah et al., 1999). Rencana proyek dapat dilanjutkan bila hasil analisis menunjukkan net benefit yang bernilai positif; bila sebaliknya yaitu bernilai negatif, maka rencana investasi tersebut sebaiknya dibatalkan.

Umar (2003) menyatakan, analisis terhadap aspek finansial mencakup beberapa hal yaitu.

2.5.4.1. Kebutuhan modal tetap

Kebutuhan modal tetap meliputi: (1) kebutuhan modal untuk aset tetap atau barang investasi berupa lahan, bangunan, kendaraan, mesin dan sebagainya, (2) kebutuhan modal untuk membiayai kegiatan pra operasional seperti percobaan, survey, perijinan, dan sejenisnya. (3) kebutuhan modal kerja, yaitu modal yang harus selalu ada diperusahaan untuk menjaga agar perusahaan dapat beroperasi berkelanjutan.

2.5.4.2. Biaya operasi

Biaya operasi berbeda untuk setiap jenis kegiatan usaha. Biaya operasi meliputi biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja, biaya overhead (pabrik), biaya administrasi (gaji dan alat tulis kantor), biaya pemasaran, penyusutan, dan angsuran bunga. Biaya usaha dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Pengelompokan biaya usaha ini dimaksudkan untuk mempermudah penghitungan biaya.


(26)

2.5.4.3. Rugi–Laba Usaha

Pernyataan rugi laba suatu perusahaan menyatakan keadaan penerimaan, biaya dan rugi laba perusahaan dalam suatu periode tertentu.

2.5.4.4. Kriteria kelayakan investasi

Kriteria investasi yang digunakan: Net Present Value (NPV), Internal rate of return (IRR), Pay back Period (PBP), Internal rate of return (IRR), Net Benefit Cost Ratio Net B/C atau Profitability index (PI)danReturn on investment (ROI). a. NPV

Nilai sekarang bersih atau NPV adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal di masa yang akan datang. Penentuan NPV ini membutuhkan tingkat bunga yang relevan (Umar, 2003)

b. IRR

Menurut Umar (2003), metode IRR digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang atau penerimaan kas dengan pengeluaran investasi awal. Sama halnya dengan NPV penentuan IRR menggunakan tingkat bungan yang relevan

c. Net B/C atau PI

PI dilakukan merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari rencana penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan nilai sekarang dari investasi yang dilaksanakan. PI dengan demikian dapat dihitung dengan membandingkan antara PV kas masuk dengan PV kas keluar (Martonoet al 2002 dan Umar, 2003)


(27)

d. PBP

PBP merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash invesment) dengan menggunakan aliran kas. PBP didapatkan dengan membandingkan antara initial cash investment dengan cash inflow (Umar, 2003).

e. ROI

ROI menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan (Martono et al., 2002).


(28)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Maret sampai dengan Mei 2010. Tempat penelitian dilakukan di Kota Metro dan di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung.

3.2. Jenis dan Sumber Data 3.2.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian yang dilakukan merupakan data yang didapatkan secara langsung. Data-data yang dikumpulkan tersebut diolah dan dihitung untuk mendapatkan perincian biaya investasi industri. Perhitungan dilakukan berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Asumsi-asumsi finansial yang digunakan, antara lain umur ekonomis proyek, biaya-biaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk yang terjual.

3.2.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dan berkaitan dengan kajian pengembangan agroindustri. Sumber data sekunder ini berasal dan diperoleh melalui laporan, artikel, jurnal, data statistik dari instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian, dan sebagainya.


(29)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan melakukan observasi terhadap objek untuk mendapatkan data penelitian.

3.3.1. Alat Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden secara tertulis berkaitan dengan topik yang diteliti. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan software computer berupa program excel. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive /judgement sampling untuk mendapatkan sampel yang memenuhi kriteria. Kriteria yang dimaksud adalah beraktivitas minimal 3 tahun kegiatan perencanaan dan pengambilan kebijakan pengembangan agroindustri serta memiliki pengetahuan tentang potensi pertanian di Kota Metro. Responden dalam hal ini berjumlah 3 orang yang merupakan personal di dinas pertanian Kota Metro.

3.3.2. Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian menggunakan beberapa metode. Survei dan observasi dilakukan sebagai kegiatan yang dilakukan dengan kunjungan langsung ke lapangan yaitu instansi yang terkait dengan penelitian. Wawancara dilakukan dengan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan para responden baik secara spontan maupun berdasarkan daftar pertanyaan dalam kuesioner.


(30)

3.4. Analisis Data Penelitian

3.4.1. Analisis pasar dan pemasaran

Aspek yang dikaji pada analisis aspek pasar dan pemasaran adalah mengetahui struktur pasar, proyeksi permintaan efektif (jumlah penjualan industri) dan penawaran, potensi pasar, pangsa pasar yang mungkin diraih, dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa tersebut. Semua aspek tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dan sumber data yang diperoleh.

Peluang pasar didapatkan dari kebutuhan MP-ASI berdasarkan jumlah anak usia dibawah tiga tahun (batita) di Kota Metro dan potensi pasokan bahan baku yaitu sukun dan kacang benguk di kota Metro dengan tetap memperhatikan skala industri yang akan didirikan.

Penentuan harga produk akhir BMC-MP-ASI sukun dan kacang benguk dapat ditentukan dengan menggunakan metodemark up, sebagai berikut.

Biaya variabel + Biaya tetap Harga Pokok =

Kapasitas Produksi

(Kottler, 2003) Besarnya margin tergantung kebijaksanaan untuk mencapai posisi harga yang menguntungkan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah harga pesaing dan strategi harga.

3.4.2. Analisis Teknis dan Teknologi

Kelayakan teknis dan teknologi memerlukan data-data tentang potensi sukun dan kacang benguk serta teknologi proses yang sudah ada. Analisis potensi bahan baku dilakukan terhadap komoditas sukun dan kacang benguk di Kota Metro. Analisis dilakukan dengan statistik deskriptif menggunakan tabulasi data.


(31)

Tabulasi kebutuhan mesin dan peralatan beserta energi yang dikonsumsi diperlukan pada analisis aspek teknis dan teknologi. Data-data tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan kapasitas pabrik, mesin-mesing apa yang digunakan, neraca massa dan neraca energi, tata letak pabrik, kebutuhan luas pabrik, dan site plant dari pabrik tersebut. Penentuan lokasi agroindustri BMC menggunakan metode MPE dengan kriteria yang telah ditetapkan sesuai dengan pertimbangan yang ada dalam pendirian agroindustri. Brainstorming (curah pendapat) dan studi pustaka dilakukan meliputi hal apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pendirian pabrik yang terdiri dari dari 15 kriteria yang mencakup: kemudahan suplai bahan baku, kemudahan akses dengan pasar, sarana transportasi, ketersediaan dan upah tenaga kerja, dan utilitas (air dan listrik). Alternatif lokasi ditentukan sedemikian hingga mewakili kriteria tersebut (Lampiran 1,2 dan 3).

Analisis terhadap teknis pengolahan formulasi BMC-MP-ASI dari sukun dan kacang benguk dilakukan melalui identifikasi neraca massa dan neraca energi pembuatan formulasi BMC-MP-ASI disamping menganalisis peran tahapan proses pengolahan yang akan dilakukan.

3.4.3. Analisis Manajemen

Analisis manajemen dilakukan dengan menentukan kebutuhan personil pada berbagai level manajemen, produksi dan aktivitas lain yang berhubungan. Aspek manajemen menentukan sumber daya manusia berikut jumlah, tugas dan wewenang yang diperlukan guna operasionalisasi pabrik secara keseluruhan (Umar, 2003).


(32)

3.4.4. Analisis Finansial

Kriteria kelayakan finansial yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPV, IRR, Net B/C atau PI, PBP dan ROI.

3.4.4.1. NPV

Menurut Kadariah et al(1999), NPV merupakan selisih antara present valuedari keuntungan danpresent valuedari biaya.

Rumusnya adalah sebagai berikut :

n Bt - Ct

NPV =∑

t=1

(1 + i)t dimana :

Bt= keuntungan pada tahun ke-t Ct= biaya pada tahun ke-t N = umur ekonomis dari proyek i = suku bunga yang berlaku

Jika NPV≥ 0 maka proyek dapat dijalankan, nika NPV < 0 maka proyek ditolak. 3.4.4.2. IRR

Menurut Kadariah et al (1999), IRR adalah nilai faktor diskonto (i) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu :

NPV(+)

IRR = i + [ i(-)–i(+)] (+)

NPV(+)–NPV(-) dimana :

NPV(+) = NPV bernilai positif NPV(-) = NPV bernilai negatif

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif


(33)

Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku, maka NPV dari proyek itu sebesar 0. Jika IRR≥ i, maka proyek layak untuk dijalankan, begitupula sebaliknya.

3.4.4.3. Net B/C atau PI

Untuk menghitung indeks ini terlebih dahulu dihitung selisih antara keuntungan dan biaya untuk setiap tahun t. Rumusnya adalah :

n Bt

t=1

(1 + i)t Net B/C =

n Ct

t=1

(1 + i)t dimana :

B = Penerimaan total C = biaya total

i = tingkat suku bunga

n = umur ekonomis dalam tahun t = 1,2, ..., n.

Suatu usaha dinyatakan layak secara finansial jika nilai B/C lebih tinggi dari 1. 3.4.4.4. PBP

Newman (1990) menyatakan, PBP adalah periode dari waktu yang dibutuhkan untuk mencapai profit atau keuntungan lainnya dari suatu investasi dimana nilainya sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan pada investasi tersebut. Secara sederhana, PBP dapat diartikan sebagai jangka waktu saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV berbanding terbalik dengan PBP. Jika nilai NPV semakin besar, maka nilai PBP semakin mengecil dan sebaliknya.


(34)

3.4.4.5. ROI

Menurut Martono et al (2002), ROI atau Rasio pengembalian atas investasi merupakan rasio perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dihitung dengan menggunakan rumus.

Laba setelah pajak

ROI = x 100% Total Aktiva


(35)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Metro

Kota Metro terletak di posisi tengah Provinsi Lampung yang secara geografis terletak pada 5˚6” - 5˚8” Lintang Selatan dan 105˚17” - 105˚17” Bujur Timur. Luas wilayah administrasi kota Metro 68,78 km2 atau 0,19% dari luas provinsi lampung yang besarnya 3.528.835 km2.

Kedudukan Kota Metro yang berada di tengah Provinsi Lampung menjadikannya sebagai penghubung dari dan ke berbagai kabupaten di sekitarnya, baik melalui jalur jalan Negara, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota. Di samping itu, Kota Metro memiliki daya tarik bagi penduduk dari luar daerah, untuk melakukan berbagai aktifitas khususnya untuk memperoleh pelayanan pendidikan, kesehatan, serta jasa perkotaan lainnya termasuk aktifitas ekonomi.

Dalam peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 01 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung tahun 2009-2029, Kota Metro ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

Batas-batas wilayah administrasi Kota Metro adalah sebagai berikut :

• Sebelah Utara, berbatasan dengan kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah dan Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur


(36)

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung Timur dan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan • Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Pekalongan dan Kecamatan

Batanghari Kabupaten Lampung Timur

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah

Kecamatan Metro Utara adalah kecamatan yang paling luas (19,64 km2 atau 28,57%) sementara yang paling kecil adalah kecamatan Metro Barat seluas 11,28 km2atau 16,41% terhadap luas wilayah Kota Metro.

Wilayah Kota Metro berkembang di atas lahan pertanian, yang sebagian besar berupa sawah irigasi teknis dan produktif/ Berdasarkan data tahun 2009 wilayah Kota Metro terdiri dari lahan sawah seluas 2.539,25 hektar (37,73%) dan bukan sawah 4.118.29 (59,91%). Lahan bukan sawah terdiri dari rumah dan pekarangan seluas 2.937,16 hektar (75,46%) hutan rakyat 150 hektar (3,85%), tegalan/kebun 221,90 hektar (12,46%).

Kota Metro beriklim tropis, sebagaimana kondisi iklim wilayah Provinsi Lampung pada umumnya. Temperatur maksimum yang sangat jarang dialami adalah 33˚C dan temperature minimum 22˚C. Kelembaban udara rata-rata berkisar antara 80-88% dan akan semakin tinggi pada tempat yang lebih tinggi. Rata-rata curah hujan Kota Metro antara 1.921,07 mm per tahun. Bulan hujan berkisar antara September sampai Mei dengan curah hujan tertinggi pada Januari sampai Maret sedangkan bulan kering terjadi pada Juni sampai Agustus.

Ketinggian Kota Metro berkisar antara 25 –75 meter dari permukaan laut yang sebagian besar wilayahnya datar dengan kemiringan antara 0-5%. Hanya


(37)

sedikit wilayah yang berombak sampai bergelombang, yaitu di bagian utara dan selatan kota dengan kemiringan antara 6-15%.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Metro tahun 2005-2009 rata-rata sebesar 1,71%. .Penyebaran penduduk sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan Metro Pusat rata-rata 35,76% dan Metro Timur rata-rata 22,80%. Rata-rata kepadatan penduduk sebesar 1.959 jiwa/km2 pada tahun 2009 dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Metro Pusat (4.113 jiwa/km2) dan terendah di Kecamatan Metro Selatan (888 jiwa/km2).

Tabel. 4. Jumlah Penduduk Kota Metro Tahun 2005-2009

No Kecamatan Jumlah (jiwa)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Metro Pusat 44.735 46.617 47.223 48.169 48.734 2 Metro Utara 20.561 21.426 21.705 22.134 22.395 3 Metro Selatan 11.826 12.324 12.484 12.734 12.885 4 Metro Timur 28.524 29.724 30.110 30.714 31.077 5 Metro Barat 19.440 20.257 20.522 20.931 21.178 Jumlah total 125.086 130.348 132.044 134.682 136.273 Sumber : BPS Kota Metro, 2010

Sejak tahun 2005-2009 jumlah penduduk usia produktif (≥ 15-64 tahun) rata-rata berjumlah 88.310 jiwa atau 67,65% dari jumlah penduduk, sedangkan usia tidak produktif (0-14 tahun dan > 64 tahun) selama 2005-2009 rata-rata berjumlah 42.229 jiwa atau 32,35%.

Pola penggunaan lahan di Kota Metro secara garis besar dikelompokkan dalam dua jenis penggunaan yaitu lahan terbangun dan tidak terbangun. Lahan terbangun terdiri dari kawasan pemukiman, fasilitas umum,fasilitas sosial, fasilitas perdagangan, jasa dan industri kurang lebih seluas 3.028 Ha, sedangkan lahan tidak terbangun terdiri dari lahan pertanian yaitu lahan kering dan persawahan dan juga ruang terbuka hijau serta rawa atau kolam dengan luas kurang lebih 3.846 ha.


(38)

Mata pencaharian penduduk Kota Metro tahun 2009 sebagian besar ada pada sektor jasa (28,56%), perdagangan (28,18%) dan pertanian (23,97%). Kemajuan ekonomi di Kota Metro pada tahun dapat dilihat dari produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005-2009 yang mengalami kenaikan rata-rata yang cukup signifikan yaitu 586,6 milyar pada tahun 2005 menjadi 1.071,1 milyar pada 2009 atau naik sebesar 430,5 milyar (73,39%). Laju pertumbuhan ekonomi Kota Metro tahun 2009 sebesar 5,13% angka ini sedikit melemah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya (2008) yaitu sebesar 5,21%, bahkan pada tahun 2007 laju pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6,24%.

4.2. Analisis Kelayakan 4.2.1. Pasar dan Pemasaran

4.2.1.1. Analisis Kebutuhan MP ASI di Kota Metro

Pengguna BMC-MP ASI adalah kelompok bayi berusia 6 (enam) bulan ke atas atau berdasarkan indikasi medik, sampai anak berusia 24 (dua puluh empat) bulan untuk mencapai kecukupan gizi (BSN 2005a). MP-ASI diberikan 2-3 kali sehari sebelum anak berusia 12 bulan dan ditingkatkan pemberiannya 3-5 kali sehari sebelum anak berusia 24 bulan (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2007).

Kebutuhan energi bagi usia 6 –2 tahun berkisar antara 650 – 1000 Kalori dan protein 16 – 25 (Depkes, 2005). Sedangkan sesuai spesifikasi yang harus dipenuhi oleh produk MP-ASI adalah memiliki energi minimal 400 Kal/100 gr. Potensi pasar MP-ASI di Kota Metro dapat dihitung dengan asumsi kebutuhan Kalori yang diperoleh dari MP-ASI adalah 400 Kal atau 100 gr/hari dengan proyeksi perkembangan jumlah batita di Kota Metro.


(39)

Tabel 5. Proyeksi Perkembangan Jumlah Batita di Kota Metro

Tahun Jumlah (jiwa

2005 11,803

2006 12,300

2007 12,465

2008 12,658

2009 12,860

2010* 13,159

2011* 13,406

2012* 13,653

Sumber : BPS Kota Metro, 2010

*Diolah dengan regresi

Tabel 5 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah batita di Kota Metro setiap tahun. Peningkatan jumlah batita tentunya akan diikuti akan kebutuhan MP-ASI, karena merupakan kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi seiring dengan meningkatnya usia bayi. Proyeksi kebutuhan MP-ASI pada tahun 2012 dimana agroindustri BMC akan berdiri ditunjukkan Tabel 6.

Tabel 6. Proyeksi Kebutuhan MP-ASI di Kota Metro Jumlah Batita

tahun 2012

Kebutuhan MP-ASI (gram) Kebutuhan MP-ASI (pack@120 gr) 13,653* 1365320 gr / hari 11378 pack / hari

40959600 gr / bulan 341330 pack / bulan 498341800 gr / tahun 4152849 pack / tahun

*Proyeksi jumlah batita pada tahun agroindustri mulai beroperasi

Kebutuhan energi dan zat gizi lain tidak dapat lagi dipenuhi oleh ASI sehingga harus dipenuhi dari MP-ASI sekaligus untuk memperkenalkan bahan makanan sejak dini. Kebutuhan MP-ASI tentunya akan meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan Kota Metro 2,08%/tahun dan Provinsi Lampung 1,35% / tahun (BPS Lampung, 2010).


(40)

4.2.1.2. Analisis Pangsa Pasar Produk MP-ASI di Kota Metro

Menurut data Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan Pengawas Obat, produk MP-ASI yang beredar saat ini di Indonesia mencakup 4 jenis dengan rincian jenis dan jumlah terdiri dari MP-ASI bubuk instan produk dalam negeri (100 produk), MP-ASI bubuk instan impor (23 produk), MP-ASI biskuit (33 produk) dan MP-ASI siap masak (8 produk) (Herlina, 2008). Hasil survey pasar yang dilakukan di Kota Metro menunjukkan jumlah produk MP-ASI yang beredar masih terbatas, dengan harga berkisar antara Rp.3.650–22.200. Produk MP-ASI yang beredar di Kota Metro ditunjukkan Tabel 7.

Tabel 7. Produk MP-ASI yang Beredar di Kota Metro

No Produk Lini produk / Kemasan (gr) Harga (Rp

1 Promina Promina 6+ Ayam Sayur 6 x 25 gr 12.500 Promina 6+ Beras Merah 120 gr 11.500 Promina 6+ Kacang Hijau 120 gr 12.000

Promina 6+ 120 gr 12.000

Promina Bubur Bayi Tim usia 8-25 bulan 13.500 Promina Bubur Tim ayam Tomat Wortel 25 gr 13.500

2 Milna Milna biscuit bayi 6+ 120 gr 14.500

Milna Goodmill 6+ 120 gr 22.2000

Milna Toddler Biskuit 120 gr 18.400

3. Nestle Cerelac Gold 150 g 19.600

Cerelac Apel, Jeruk, Pisang 120 gr 6.000 3 Sun (Non

BMC)

Sun MP ASI Kacang Hijau 75 gr 3.950 Sun MP-ASI Beras Merah 75 gr 3.650

Tabel 7 menunjukkan bahwa BMC-MP-ASI yang beredar di kota Metro memiliki segmen seragam dengan harga menengah ke atas. Berdasarkan hal tersebut,terdapat peluang bagi produk BMC jika dikembangkan dengan segmentasi, targeting, dan positioning (STP) yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat pakar bahwa keberhasilan program pemasaran ditentukan oleh penetapan STP yang tepat dan sesuai dengan pasar (Kottler, 2003; Kasali, 2003).


(41)

STP yang berbeda untuk BMC sukun dan kacang benguk adalah segmen konsumen dari geografisnya yang berdomisili di Kota Metro dan Provinsi Lampung, targetnya adalah Batita dari keluarga dengan pendapatan bawah maupun atas yang perduli atas perkembangan gizi anaknya. Sedangkan positioningnya adalah produk BMC-MP-ASI yang berbahan baku lokal, bergizi tinggi serta memiliki harga yang terjangkau pada semua lapisan.

MP-ASI BMC dari sukun dan kacang benguk sebagai produk baru tentunya menghadapi persaingan pasar dengan produk-produk yang telah ada dan beredar di Kota Metro. Sebagai produk berbahan baku lokal, BMC MP-ASI sukun dan kacang benguk memiliki kekuatan, karena familiar dengan masyarakat Metro yang digunakan sebagai bahan pembuatan tempe benguk.

4.2.1.3. Strategi Bauran Pemasaran a. Strategi Produk

Strategi produk didefinisikan sebagai strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya.

Pemasaran mengklasifikasikan produknya berdasarkan karakteristik produk tersebut (Kottler, 2003). Jika dilihat dari pengklasifikasiannya BMC MP-ASI sukun dan kacang benguk termasuk dalam jenis barang konsumsi, karena BMC MP-ASI merupakan komponen habis pakai untuk kegiatan konsumennya.

Berkaitan dengan konsep produk menurut Kottler (2003), bahwa sebuah produk adalah apa yang dapat ditawarkan pada pasar untuk memuaskan keinginan


(42)

atau kebutuhan mereka. BMC sukun dan kacang benguk dapat menonjolkan atribut yang menjadi keunggulannya. Beberapa keunggulan ini adalah :

• Kandungan gizi yang diformulasi sesuai dengan kebutuhan baduta • Telah melalui riset terhadap baduta di Kota Metro dengan hasil yang

baik terhadap status gizi

• Memiliki daya terima yang baik

• Diproses dengan sanitasi dan higenitas yang baik

• Kemasan yang aman dengan kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan baduta. Pemilihan kemasan 120 gram dilakukan dengan takaran per saji 40 gram hingga habis digunakan dalam 1-2 hari untuk menghindari kemungkinan kontaminasi setelah kemasan dibuka. • Tahap persiapan hingga penyajian produk yang sederhana b. Strategi Harga

Penentuan harga produk merupakan keputusan penting dari kebijakan perusahaan. Harga jual BMC sukun dan kacang benguk merupakan satu-satunya variabel pemasaran yang secara langsung menghasilkan pendapatan. Penentuan harga harus berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan, pengaruh persaingan, dan pembentukan persepsi pelanggan terhadap nilai produk yang dihasilkan. Biaya adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan (baik biaya tetap maupun biaya variabel) untuk membuat suatu produk BMC, sedangkan harga adalah harga jual per unit BMC yang ditawarkan ke pelanggan. Biaya produk menentukan harga terendah, sedangkan persepsi konsumen terhadap nilai produk menentukan harga tertinggi. Perusahaan harus dapat menentukan diantara kedua titik tersebut untuk menentukan harga yang paling baik.


(43)

Penentuan harga BMC-MP-ASI sukun dan kacang benguk menggunakan harga margin atau mark up. Menurut Kottler (2003), harga margin merupakan salah satu metode dalam penetapan harga. Pertimbangan penggunaan harga margin untuk harga BMC-MP-ASI sukun dan kacang benguk adalah pada sisi penjual memiliki kepastian yang lebih besar mengenai biaya daripada mengenai permintaan. Penjual tidak harus terlalu sering melakukan penyesuaian terhadap perubahan permintaan.

Harga jual BMC MP-ASI diproyeksikan mengalami kenaikan sebesar 10% setiap dua tahun sekali. Kenaikan harga jual dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan harga bahan baku yang disebabkan oleh adanya inflasi. Besarnya kenaikan ini berdasarkan naiknya harga-harga pada biaya operasional dan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

c. Strategi Distribusi

Saluran pemasaran BMC sukun dan kacang benguk dipilih dengan cara manajemen rantai suplai (supply chain management, SCM), yaitu merupakan suatu alat pendekatan terintegrasi antara para distributor, produsen, gudang, dan pangkalan (pengecer), sehingga barang dapat diproduksi dan didistribusikan pada jumlah yang tepat, lokasi yang benar, dan pada waktu yang tepat, dengan tujuan agar meminimasi biaya namun kepuasan pelayanan tetap terpenuhi. Sistem ini (Gambar 5) mengikutsertakan kegiatan pemasaran yang diarahkan kepada pemakai akhir, dimana pengadaan produk lebih ditentukan oleh konsumen.


(44)

Permintaan Permintaan

Gambar 5. Sistem Tarik (pull system) pada Distribusi Produk BMC Sukun dan Kacang Benguk.

Sistem distribusi memerlukan informasi dari pihak yang terlibat, melalui sistem informasi inventory dan perhitungan kebutuhan yang akan datang. Informasi tersebut meliputi pihak yang terlibat, yaitu produsen BMC sukun dan kacang benguk sebagai pemasok utama, gudang dari produsen, dan konsumen, sehingga rantai distribusi yang panjang dapat diefisienkan dan bersinergi menjadi jaringan organisasi yang saling membutuhkan.

Direct channel dilakukan melalui event atau kegiatan masyarakat yang memungkinkan perusahaan berhubungan secara langsung dengan konsumen. Kegiatan yang potensial adalah posyandu sebagai bentuk pelayanan kesehatan yang dilakukan dari masyarakat dan untuk masyarakat yang juga biasanya diikuti dengan kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT). Sebagai gambaran saat ini posyandu di Kota Metro berjumlah 78 pos dengan kegiatan sebanyak 2 kali/bulan. d. Strategi Promosi

Peran promosi adalah menjelaskan atau menginformasikan kepada pelanggan mengenai karakteristik dan keunggulan dari produk yang dimiliki. (Kotler, 1993). Sebagai produk baru, BMC sukun dan kacang benguk tentunya

Perantara Produsen

BMC Konsumen

Aktivitas Pemasaran


(45)

masih belum diketahui oleh konsumen. Sosialisasi melalui saluran komunikasi yang bersifat pendekatan langsung dan tidak langsung dilakukan untuk memasyarakatkan penggunaan BMC sukun dan kacang benguk dan merubah paradigma penggunaan bahan pangan lokal sejak dini kepada baduta.

Pendekatan dapat langsung dilakukan dengan mengadakan demo secara langsung. Teknik ini bertujuan untuk menyampaikan pesan secara langsung untuk memberikan informasi tentang keunggulan BMC MP ASI Pendekatan tidak langsung dilakukan melalui iklan baik di media massa, elektronik, brosur pamflet dan lainnya dengan fokus pada keunggulan yang dapat diberikan oleh produk.

Promosi juga melalui kombinasi dengan komponen harga atau dikenal dengan trade promo. Promo ini dapat berupa pemberian insentif kepada saluran distribusi. Promosi secara langsung dapat dilakukan dengan memberikan present dan hadiah kepada konsumen.

4.2.2. Teknis dan Teknologi

Analisis aspek teknis teknologis meliputi potensi bahan baku, kajian neraca bahan pengolahan sehingga dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan bahan baku, alat, kebutuhan luasan dan perencanaan tata letak pabrik.

4.2.2.1. Bahan Baku a. Sukun

Penelusuran yang dilakukan menunjukkan bahwa sukun di Kota Metro merupakan tanaman yang dibudidayakan sebagai tanaman pekarangan. Produksi sukun di Kota Metro ditunjukkan pada Tabel 8.


(46)

Tabel 8. Perkembangan Produksi Sukun Di Kota Metro Tahun Produksi (Ton)

2005 89.90

2006 100.20

2007 233.70

2008 174.90

2009 160.00

2010* 216.27 2011* 237.77 2012* 259.27

Sumber : Dinas Pertanian Kota Metro, 2010

*Data proyeksi diolah dengan regresi

Tabel 8 menunjukkan produksi sukun diproyeksikan meningkat setiap tahunnya. Potensi bahan baku tersebut dapat dilihat dari sukun yang mudah ditemui di pasar tradisional Kota Metro. Pemanfaatan sukun masih terbatas dikonsumsi secara langsung dengan direbus, digoreng sebagai gorengan atau keripik, sedangkan buah sukun tua siap panen untuk produksi BMC adalah 3 bulan setelah terbentuk bunga dengan spesifikasi sebagai berikut.

1) Kulit buah yang semula kasar menjadi halus

2) Warna kulit buah yang semula hijau cerah kini berubah menjadi hijau kekuningan. Warna daging buahnya putih agak kekuningan dan bila daging buahnya diiris

3) Buah sukun tua tampak padat tetapi cenderung agak lunak ibila ditekan, bila buah masih muda cenderung masih keras sekali.

Jaminan kontiyuitas bahan baku sukun dilakukan melalui kerja sama dengan supplier dalam hal penyediaan buah sukun. Selain itu, dalam masa ketersediaan yang tinggi, buah sukun ini dapat diolah dan kemudian disimpan dalam bentuk tepung sukun.


(47)

b. Kacang Benguk

Data produksi kacang benguk belum tersedia secara khusus di instansi yang ditelusuri. Kacang benguk ditanam sebagai selingan tanaman pokok seperti karet ataupun kelapa sawit hal ini didukung oleh pengetahuan masyarakat bahwa tanaman kacang benguk dipercaya dapat meningkatkan unsur hara bagi tanaman induk. Selain itu beberapa keluarga memanfaatkan kacang benguk sebagai tanaman pekarangan.

Potensi kacang benguk ditunjukkan dari ketersediaannya di pasar tradisional Kota Metro. Survei beberapa di beberapa toko menunjukkan bahwa kacang benguk mudah ditemui dan memiliki permintaan rata-rata 12 ton / bulan. Beberapa toko juga mampu menyediakan stok yang cukup rata-rata 30 karung (@50 Kg) / minggu. Selama ini tidak ditemui kesulitan dalam hal pengadaan kacang benguk, pemilik toko akan menyesuaikan stok sesuai dengan permintaan apalagi kacang benguk ini dapat disimpan hingga 2 tahun. Pemanfaatan kacang benguk sampai saat ini hanya dibuat sebagai tempe benguk. Selain di Metro, kacang benguk juga banyak ditanam di Kecamatan Suka Dami, Lampung Timur. c. Tepung Skim

Tepung skim sama dengan kandungan yang terdapat dalam susu segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya yaitu ±1%. Tepung skim digunakan untuk mencapai kandungan solid non fat pada produk dan pelengkap sumber protein serta memperbaiki tekstur pada produk akhir. Peran yang sangat penting dalam BMC-MP-ASI sukun dan kacang benguk adalah skim berperan mengurangi aroma langu yang ditimbulkan dari penggunaan kacang benguk (Setyaniet al, 2010b).


(48)

d. Minyak Sawit

Penggunaan minyak selain untuk menambah energi formula BMC yang dihasilkan juga digunakan untuk memperbaiki tekstur dan mempekuat ikatan dalam formula BMC.

e. Tepung gula

Tepung gula digunakan untuk memberikan rasa manis sehingga akan meningkatkan daya terima konsumen. Selain itu juga berperan untuk meningkatkan energi pada formula BMC. Sesuai dengan SNI penggunaannya dibatasi hanya maksimal 30% dari total kalori formula.

f. Garam

Sesuai dengan perannya dalam makanan, garam dapat memberikan rasa sekaligus juga memperkuat rasa pada produk. Garam juga menjadi sumber mineral Natrium yang disyaratkan harus ada dalam formula MP-ASI, dengan ketentuan kurang dari 100 mg jika diperuntukkan bayi dibawah 1 tahun dan kurang dari 200 gr untuk bayi di atas 1 tahun.

g. Soda Kue

Soda kue atau natrium bikarbonat dengan rumus NaHCO3adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan bahan lain membentuk gas yang menyebabkan adonan mengembang. Sesuai dengan SNI MP-ASI, soda kue digunakan untuk tujuan proses produksi yang baik. Pada pembuatan BMC-MP-ASI sukun dan kacang benguk, soda kue berguna untuk membentuk tekstur adonan yang berpori sehingga akan mudah menyerap air dan mempercepat proses pemasakan pada tahap persiapan penyajian.


(49)

4.2.2.2. Neraca Massa

Teknologi proses yang digunakan merupakan penerapan dari teknologi proses pengolahan BMC Sukun dan kacang benguk yang telah dikembangkan oleh Setyaniet al(2010) yang menunjukkan hasil dan penerimaan yang baik oleh konsumen di Kota Metro.

a. Pembuatan Tepung sukun

Buah sukun dikupas, selanjutnya dipisahkan daging buah dari kulit dan hati buah. Kemudian daging buah dicuci, dipotong kecil-kecil kira-kira 1 cm2, selanjutnya potongan-potongan buah sukun dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC sampai kadar air 12%. Kemudian potongan buah sukun kering dihancurkan dan selanjutnya diayak dengan ayakan 80 mesh.


(50)

Buah Sukun (100 Kg) Pengupasan Kulit dan hati buah ( 12 Kg) (45 menit)

88 Kg Pencucian dengan air

( 20 menit) 88 Kg

Pengukusan Air (20 Kg)

(20 menit) Losses (0,5)

67,5 Kg

Pemotongan Losses (1 kg)

ukuran kira-kira 1 cm (30 menit) 66,5 Kg

Pengovenan Air (42,5 Kg)

(120 menit) Losses (0,5Kg)

23,5 Kg

Penepungan Losses (1 Kg)

(20 menit) 22,5 Kg

Pengayakan Kotoran (0,5 Kg)

(20 menit)

Tepung Sukun (22 Kg)

Total Masuk Bahan = 100 Kg Total keluar + Produk = 100 Kg

Gambar 6. Neraca Massa Pembuatan Tepung Sukun • Pengupasan

Pengupasan bertujuan untuk menghilangkan bagian buah yang tidak digunakan dalam proses selanjutnya yaitu kulit dan hati buah yang berjumlah 12% dari buah sukun.


(51)

• Pencucian dengan air

Pencucian dilakukan untuk membersihkan sukun yang telah dikupas dari kotoran. Sukun direndam ke dalam air dan kemudian ditiriskan.

• Pengukusan

Pengukusan dilakukan untuk mempertahankan warna sukun agar tidak berubah menjadi coklat. Pengukusan juga membuat daging sukun menjadi lunak hingga mudah untuk dipotong. Pada tahap pengukusan, kadar air sukun akan berkurang karena ikut menguap bersama proses pemanasan yang terjadi. • Pemotongan

Pemotongan dilakukan untuk memperkecil ukuran daging sukun sehingga akan mempermudah proses pengeringan.

• Pengeringan

Pengovenan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam sukun yang dipotong. Dalam proses ini kadar air akan berkurang hingga menjadi 5-8%. • Penepungan

Penepungan merupakan proses utama dalam pembuatan tepung sukun karena akan mengubah bentuk sukun menjadi tepung.

• Pengayakan

Pengayakan digunakan untuk menghilangkan kotoran yang ada dan menyamakan ukuran tepung.

b. Pembuatan Tepung Kacang Benguk

Kacang benguk dibersihkan dan kemudian dilakukan germinasi dengan ditebarkan pada tampir yang dialasi dengan kain blacu. dibiarkan selama 48 jam dan disiram air, hingga tumbuh tunas sekitar 3 mm. Selanjutnya kacang benguk


(52)

didinginkan dan dikupasan kulitnya. Benguk dicuci kemudian direbus lagi, didinginkan lalu dikeringkan dan kemudian dibuat tepung. Neraca massa pembuatan tepung kacang benguk ditunjukkan Gambar 7.

Gambar 7. Neraca massa Pembuatan Tepung Kacang Benguk Germinasi • Sortasi

Sortasi dilakukan untuk menghilangkan kacang benguk yang tidak memenuhi kualitas serta kotoran atau kontaminan lainnya. Kacang benguk yang Kacang Benguk (100 Kg) Sortasi Kotoran (1 Kg)

(60 Menit) 99 Kg

Penebaran pada tempat berlubang dan tertutup dengan kain basah

Losses (0,5 Kg) (48 jam)

98,5 Kg

Air (100 kg) Perebusan dengan air (1:1) Air (73 Kg) (25 Menit)

125,5 Kg

Pendinginan dan Pengupasan Kulit dan Kotoran (5 Kg) (30 Menit)

120,5 Kg

Penjemuran dan Pengovenan Air (34 Kg) (120 menit)

86,5 Kg

Penepungan Losses (1,0 Kg) (40 menit)

85,5 Kg

Pengayakan Kotoran (0,5 Kg) (45 menit)

Tepung Kacang Benguk Germinasi (85 Kg)


(53)

digunakan adalah kacang benguk yang tua (3-4 bulan) ditandai dengan bulu halus yang menyelimuti kulitnya menjadi kehitaman.

• Perendaman

Perendaman bertujuan untuk menghilangkan asam sianida yang ada pada kacang benguk. Perendaman dilakukan selama 24 jam.

• Penebaran pada tempat berlubang dan tertutup

Proses ini merupakan tahapan germinasi yang dilakukan untuk mengurangi kandungan senyawa-senyawa anti nutrisi yang ada pada kacang benguk. Selain itu germinasi juga dapat meningkatkan kandungan dan daya cerna protein kacang benguk. Proses ini berlangsung selama 48 jam.

• Perebusan

Perebusan dilakukan untuk memperlunak kacang benguk selain mempermudah pelepasan kulit dari kacang benguk. Perebusan dilakukan selama 25 menit.

• Pendinginan dan pengupasan kulit

Pendinginan dibutuhkan untuk mengembalikan kacang benguk germinasi pada suhu normal. Selanjutnya dilakukan pengupasan untuk menghilangkan kulit yang melindungi kacang benguk.

• Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam kacang benguk yang dipotong. Dalam proses ini kadar air akan berkurang hingga menjadi 5-8%. Dalam jumlah yang lebih besar dan kondisi panas dimungkinkan melalui penjemuran yang memakan waktu 2 hari.


(54)

• Penepungan

Penepungan merupakan proses utama dalam pembuatan tepung sukun karena akan mengubah bentuk sukun menjadi tepung.

• Pengayakan

Pengayakan digunakan untuk menghilangkan kotoran yang ada dan menyamakan ukuran tepung.

c. Pembuatan Produk BMC Sukun dan Kacang Benguk

Masing-masing bahan tersebut dibuat adonan dengan penambahan air (1:1). Kemudian adonan yang berbentuk bubur dikukus selama 15 menit mulai saat air mendidih, kemudian didinginkan, dan dikeringkan dengan suhu 80oC selama ± 2 jam. Tahap selanjutnya, bubur adonan yang telah dikeringkan digiling/ditepungkan menggunakan disk mill. Tahap terakhir, tepung formula diayak dengan saringan 60 mesh.


(55)

Gambar 8. Neraca Massa Pembuatan BMC Sukun dan kacang Benguk • Penimbangan

Penimbangan dilakukan untuk memastikan bahwa berat bahan yang digunakan dalam pembuatan produk benar-benar sesuai dengan formula yang telah ditetapkan. Hal ini harus diperhatikan agar kandungan nutrisi dalam produk memenuhi standar BMC-MP-ASI yang ditetapkan.

Tepung sukun 79,04 g

Tepung kacang benguk 54,91 Kg Minyak 20,8 Kg

Garam 0,52 Kg Pencampuran dengan air 1 : 1

Soda Kue 0,21Kg ( 15 menit)

Susu Skim 31,2 Kg 428.28 Kg Tepung Gula 41,6 Kg

Air 200 Kg Pengukusan

(15 menit) Air (153 Kg)

274,1 Kg Losses (1,18 Kg)

Pengeringan Air (62 Kg)

(120 menit) Losses (2.25 Kg) 209.85 Kg

Penepungan Losses (4,2 Kg)

(50 menit) 205.65 Kg

Pengayakan Losses (4,11 Kg) (60 menit)

201.54 Kg

Tepung BMC Losses (1,54 Kg)

200 Kg Pengemasan

(120 Menit)


(56)

• Pencampuran

Pencampuran dilakukan pada semua bahan untuk mendapatkan kesatuan bahan yang homogen. Untuk itu digunakan air sebagai pelarut agar bahan dapat terikat satu sama lain.

• Pengukusan

Selain berfungsi untuk memasakkan adonan dan terjadinya gelatinisasi, pengukusan ditujukan untuk memperkuat homogenitas adonan. Hal ini dimungkinkan karena dengan adanya peningkatan suhu akan mempercepat perpindahan dan penguatan ikatan antara molekul bahan. Pengukusan dilakukan selama 15 menit.

• Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam produk. Dalam proses ini kadar air akan berkurang hingga menjadi 5-8%.

• Penepungan

Adalah proses mengubah adonan kering menjadi bentuk tepung. Waktu yang dibutuhkan adalah 60 menit.

• Pengayakan

Pengayakan digunakan untuk menghilangkan kotoran yang ada dan menyamakan ukuran partikel produk. Waktu yang dibutuhkan 60 menit Produk yang berbentuk tepung ini kemudian segera dimasukkan ke dalam hopper pengemas untuk langsung dikemas.

• Pengemasan

Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk dari pencemaran. Pengemasan dilakukan secara aseptik oleh mesin pengemas automatik.


(57)

Sehingga produk masuk ke dalam kemasan alumunium foil sesuai berat yang ditentukan (120 gr). Selanjutnya masuk dalam karton dan dimasukkan dalam karton (20 pack/karton).

Perhitungan kapasitas produksi dihitung berdasarkan neraca massa yang berbasis kapasitas 100 Kg. Namun jika kapasitas ditetapkan 100 Kg/hari, penggunaan alat menjadi tidak optimal karena kapasitas kerja alat di atas nilai tersebut. Sebagai contoh kebutuhan disk Mill dalam proses penepungan.

Disk mill dibutuhkan pada proses penepungan tepung sukun, tepung kacang benguk dan produk akhir BMC. Untuk menjaga kualitas produk penggunaan disk mill tidak bisa di campur pada ketiga produk. Kapasitas disk mill adalah 100-150 Kg/jam berarti kebutuhan alat.

Tepung sukun

Berdasarkan neraca massa, untuk produksi produk akhir BMC 100 Kg/hari dibutuhkan 39 Kg tepung sukun atau 42,5 Kg buah sukun hingga jumlah alat yang dibutuhkan.

42,5 = 0,34 alat atau dibutuhkan 1 unit disk mill dalam waktu 20,4 menit 125

Waktu yang diperoleh ini menunjukkan kapasitas disk mill belum secara efisien dimaksimalkan karena secara keseluruhan proses tepung sukun butuh waktu 5 jam 20 menit. Berarti jam kerja belum optimal. Sehingga jumlah produksi bisa ditingkatkan

Tepung kacang benguk

Untuk produksi produk akhir BMC 100 Kg/hari dibutuhkan 26,4 Kg tepung benguk atau 26,7 Kg kacang benguk. Hingga kebutuhan disk mill :


(58)

26,7 = 0,21 atau dibutuhkan 1 unit disk mill dengan waktu 12.82 menit 125

Jumlah waktu secara keseluruhan yang dibutuhkan dalam produksi tepung kacang benguk adalah 260 menit (diluar germinasi) atau 4,33 jam. Berarti jumlah produksi masih bisa ditingkatkan.

• Kapasitas 200 Kg ini dapat ditampung di disk Mill pada tahap pembuatan produk akhir karena waktu yang dibutuhkan dalam produksi produk akhir adalah 260 menit sehingga jumlah produksi bisa ditingkatkan.

Kebutuhan bahan pada setiap tahapan proses dalam neraca massa dihitung untuk kapasitas 200 Kg/hari ditunjukkan Tabel 9.

Tabel 9. Kebutuhan Bahan dalam Setiap Tahapan Proses Agroindustri BMC Sukun dan Kacang Benguk dengan Kapasitas 200 Kg/Jam

No Produk/

Proses Input Output Rendemen

Kebutuhan Input (Kg/hari)

1 Tepung Sukun 79,4

a Penimbangan Buah Sukun Buah Sukun 22% 79,4/22% = 361

b Pengupasan Buah Sukun Daging Sukun 88% 361*88% = 317,6 c Pencucian Daging Sukun Daging Sukun 100% 317.6*100% = 317,6 D Pengukusan Daging Sukun Sukun kukus 88% 317,6*88% = 243,6 e Pemotongan Sukun kukus Gaplek Basah 99% 243,6*99% = 239,9 f Pengeringan Gaplek Basah Gaplek kering 34,3% 239,9*34,3% = 82,3 g Penepungan Gaplek Sukun

kering

Tepung Sukun Kasar

98% 82,3*98% = 80,7

h Pengayakan Tepung Kasar Tepung 80 Mesh

98% 80,7*98% = 79

Tepung Sukun 79

2 Tepung Kacang Benguk 55

a Penimbangan Kacang Benguk Kacang Benguk 85% 55/85% = 64,7 b Sortasi Kacang Benguk Kacang Benguk 99% 64,7*99% = 64,1 c Germinasi Kacang Benguk Benguk

germinasi

99% 64,1*99% = 63,4

d Perebusan Kacang Benguk Benguk

germinasi rebus

127% 63,4*127%

= 80,5 e Pengeringan Benguk rebus

germinasi tanpa kulit

Benguk germinasi kering


(59)

No Produk/

Proses Input Output Rendemen

Kebutuha Input (Kg/hari) f Penepungan Benguk

germinasi kering

Tepung Kacang Benguk Kasar

99.00% 56*99% = 55,82

g Pengayakan Tepung Kacang Benguk Kasar Tepung Kacang Benguk 80 Mesh 98,8% 55,82*98,8% = 55

Tepung Benguk 55

3

Produk

BMC 200.0

Tepung sukun 79.04

Tepung benguk 54.912

Minyak 20.8

Garam 0.52

Soda Kue 0.208

Susu Skim 31.2

Tepung Gula 41.6

Air 200

a Penimbangan Jumlah 428.28

b Pengukusan Adonan BMC kukus 64% 428,28*64% = 274.1

c Pengeringan BMC Kukus BMC Kering 76,56% 274.1*76,56% =

209.85 d Penepungan BMC Kering Tepung BMC 98% 209.85*98% = 205.65 e Pengayakan Tepung BMC Produk Jadi 98% 205.65*98% = 201.54 f Pengemasan Produk Jadi BMC dalam

kemasan Al Foil

99% 201.54*99% = 200

g Pengemasan BMC dalam kemasan Al foil

BMC kemasan dalam karton

1666 gr/120 gr 83

h Pengemasan BMC dalam

Kemasan Karton

83

4.2.2.3. Kebutuhan Alat / Mesin

Kebutuhan alat/mesin didasarkan atas kebutuhan untuk menghasilkan 200 Kg produk akhir yang dihitung berdasarkan kebutuhan bahan pada setiap proses yang ditunjukkan pada Tabel 9. Mengingat tahapan proses yang bersifat 1 rangkaian sehingga dari hasil perhitungan dapat dilakukan penyesuaian jumlah unit alat/mesin agar alokasi waktu tidak melebihi jam kerja.


(60)

a. Kukusan

Kukusan digunakan pada pengukusan tepung sukun. Kapasitas 50 Kg/jam, sumber panas : gas LPG.

Tepung sukun (t = 20 menit)

317,6 = 0,265 unit dibulatkan 1 unit dengan frekuensi 7 kali dan waktu 2,3 jam 50 x 3 x 8

Dilakukan penyesuaian sehingga dibutuhkan 3 unit kukusan (1 unit menggunakan kukusan kacang benguk) dan waktu 1 jam. Kebutuhan tenaga kerja 2 orang.

Tepung kacang benguk (t = 25 menit)

63,4 = 0,483 dibulatkan 1 unit dengan frekuensi 2 kali dan waktu 0.66 jam 50 x 2.4 x 8

Kebutuhan tenaga kerja 1 orang • Produk BMC (t = 15 menit)

428.8 = 0.268 dibulatkan 1 unit dengan frekuensi 9 kali dan waktu 3 jam 50 x 4 x 8

Kebutuhan tenaga kerja 1 orang b. Oven Pengering

Oven yang digunakan adalah jenis oven rak pengering yang memiliki 10 rak. Kapasitas dimiliki adalah 125 Kg/batch dan untuk penurunan kadar air 5-8% dibutuhkan waktu 2 jam. Alat digunakan untuk tepung sukun dan tepung benguk. • Tepung sukun

239.9 = 0,48 unit dibulatkan 1 unit dengan frekuensi 2 kali dan waktu 4 jam 125/2 x 8

Penyesuaian dilakukan sehingga dibutuhkan 2 unit rak pengering dan waktu 2 jam Kebutuhan operator 1 orang


(61)

Tepung benguk

80.5 = 0,20 unit dibulatkan 1 unit dengan frekuensi 1 kali dan waktu 2 jam 100/2 x 8

Kebutuhan operator 1 orang c. Disk Mill

Disk mill merupakan alat yang digunakan dalam proses penepungan. Kapasitas yang dimiliki adalah 100-150 Kg/jam. Alat ini digunakan pada pembuatan tepung sukun, tepung benguk dan produk akhir BMC.

Tepung Sukun

80.7 = 0.067 dibulatkan 1 unit dengan frekuensi 1 kali dan waktu 0.82 jam 150 x 8

Kebutuhan operator 1 orang • Tepung benguk

56 = 0.07 dibulatkan 1 unit dengan frekuensi 1 kali dan waktu 0.37 jam 150 x 8

Kebutuhan operator 1 orang • Produk akhir BMC

209.85 = 0.175 dibulatkan 1 unit dengan frekuensi 1 kali dan waktu 1.39 jam 150 x 8

Kebutuhan operator 1 orang d. Shifter

Shifter digunakan dalam proses pengayakan yang bekerja secara otomatik dengan kapasitas 100 Kg/jam. Shifter digunakan pada pengayakan tepung sukun, tepung kacang benguk dan produk akhir BC

Tepung sukun

80.7 = 0.101 dibulatkan 1 unit dengan waktu 0.81 100 x 8


(1)

Judul Tesis : ANALISIS KELAYAKAN AGROINDUSTRI BAHAN PANGAN BARU BMC DARI SUKUN DAN KACANG BENGUK DI KOTA METRO

Nama Mahasiswa : Wisnu Satyajaya Nomor Pokok Mahasiswa : 0924051010

Jurusan : Magister Teknologi Agroindustri

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.S Ir. Sri Setyani, M.P. NIP 197109301995122001 NIP 196505031990102001

2. Ketua Program Studi

Dr. Ir. Murhadi, M.Si. NIP 196403261989021001


(2)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Hanung Ismono, M.S.

Sekretaris : Ir. Sri Setyani, M.P.

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Neti Yuliana, M.Si. , Ph.D

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001

3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Abdul Kadir Salam, M.Sc. NIP 196011091985031001


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis dengan judul ANALISIS KELAYAKAN AGROINDUSTRI BAHAN PANGAN BARU BMC-MP-ASI DARI SUKUN DAN KACANG BENGUK DI KOTA METROadalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebutplagiarisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 15 Agustus 2011 Pembuat Pernyataan,

Wisnu Satyajaya NPM 0924051010


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkal Pinang pada tanggal 30 Maret 1975, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Hi. Sugiraya, B.A dan Ibu Hj. Yang Surtinah. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 3 Sungailiat-Bangka pada tahun 1987, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTPN 3 Sungailiat-Bangka pada tahun 1990, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di SMAN Negeri Sungailiat-Bangka tahun 1993 dan kemudian menyelesaikan Sarjana (S1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya pada tahun 1999.

Berbekal pendidikan yang dimilik, penulis telah memiliki pengalaman kerja di beberapa perusahaan yaitu PT. Siantar Top, Tbk, PT. Kangsen Kenko International dan PT. Indofood Sukses Makmur tbk. Pada tahun 2003 berkesempatan menempuh pendidikan S2 Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung dan diselesaikan tahun 2005. Tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Pascasarjana (S2) Magister Teknologi Agroindustri Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(5)

SANWACANA

S

e

gala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M,S selaku pembimbing utama yang telah berdedikasi mengarahkan dan membimbing penulis dalam penulisan tesis ini. 2. Ir. Sri Setyani, M.P. selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan

pengarahan dan masukan secara intensif dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Ir. Neti Yuliana, M.Si., Ph.D selaku pembahas, pembimbing akademik, dan atas saran, kritik, dan arahannya bagi perbaikan dan penyempurnaan penulisan tesis ini.

4. Bapak-Ibu dosen pengajar Program Studi Magister Teknologi Agroindustri yang dengan tulus ikhlas telah memberikan ilmu pengetahuan yang berharga bagi penulis

5. Pa & Ma, seluruh keluarga besarku, dan mereka yang mengasihi serta memberikan motivasi moral, spritual, material dan do’a dalam suka duka

maupun kesulitan yang penulis hadapi.

6. Karyawan dan Staf Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Magister Teknologi Agroindustri yang telah banyak membantu penulis.


(6)

7. Rekan – rekan mahasiswa MTA angkatan 2009 yang telah bersama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Program Magister Teknologi Agroindustri Universitas Lampung. Semoga amal baik mereka akan mendapatkan balasan yang berlipat dari ALLAH SWT

8. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas segala bentuk bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan studi dan tugas akhir ini.

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla membalas semua kebaikan yang telah

mereka berikan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, teriring dengan harapan semoga tesis ini dapat berguna bagi proses pembelajaran yang akan terus kita lakukan sepanjang hayat ini. Amiin.

Bandar Lampung, 15 Agustus 2011