ANALISIS KINERJA DAN LINGKUNGAN AGROINDUSTRI BIHUN TAPIOKA DI KOTA METRO

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KINERJA DAN LINGKUNGAN AGROINDUSTRI BIHUN TAPIOKA DI KOTA METRO

Oleh Arif Rahmatulloh

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinerja usaha dan kondisi lingkungan internal dan eksternal agroindustri bihun tapioka di Kota Metro. Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan Maret 2015 sampai dengan Juni 2015 dengan metode sensus. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Responden dalam penelitian ini adalah pemilik atau pegawai yang mengetahui tentang agroindustri bihun tapioka di Kota Metro. Data dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Metode kuantitatif untuk mengetahui kinerja agroindustri berdasarkan produktivitas, kapasitas produksi dan pendapatan, dan metode deskriptif kualitatif untuk mendapatkan gambaran lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kinerja agroindustri secara umum sudah baik dengan produktivitas rata-rata per bulan sebesar 69,02 kg/HOK, kapasitas produksi rata-rata sebesar 62 persen, dan pendapatan rata-rata diperoleh sebesar Rp74.903.601 per bulan dengan R/C rasio 1,56 (R.C > 1). (2) identifikasi lingkungan internal dan eksternal diperoleh; kekuatan : kebutuhan input produksi mudah diperoleh, bihun tapioka bermutu baik, telah ada pembagian tugas yang jelas dalam organisasi perusahaan, lokasi usaha strategis, dan sistem pemasaran yang tertata. Kelemahan : sulit menambah teknologi karena terkendala modal, dan rata-rata tenaga kerja memiliki pendidikan yang rendah. Peluang : bihun tapioka dapat diterima oleh masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Lampung, tersedianya teknologi untuk meningkatkan produktivitas, permintaan bihun tapioka tidak terpengaruh musim dan cuaca. Ancaman : perekonomian yang belum stabil terutama gejolak harga bahan bakar minyak, mahalnya pengembangan teknologi produksi, adanya produk substitusi berupa bihun jagung dan mi terigu, proses produksi kadang terganggu cuaca hujan, masih minimnya kerjasama dan dukungan pemerintah Kota Metro.


(2)

ABSTRACT

PERFORMANCE AND ENVIRONMENTAL ANALYSIS OF TAPIOCA VERMICELLI AGROINDUSTRI IN METRO CITY

By

Arif Rahmatulloh

This research aims to study the performance of business and the conditions of internal and external environmental of tapioca vermicelli agroindustry in Metro City. Data collection was conducted in March to June 2015 by using census methodology. The data was collected in this study are primary data and secondary data. The respondent of this research is the owner or an employee who have understand about tapioca vermicelli agroindustry in Metro City. Data were analyzed using descriptive quantitative and qualitative methods. The quantitative method use to determine the performance of the agroindustry based on productivity, production capacity and revenue, and a qualitative descriptive method used to get an overview of internal and external environment of the company. The results showed that (1) the performance of agroindustry in general was in good category with average productivity per month amounted to 69.02 kg / HOK, the production capacity of an average of 62 percent, and the average income earned by Rp74,903,601 per month with R / C ratio of 1.56 (R.C> 1). (2) the identification of internal and external environment was obtained; strength: the input of production was easily obtained, tapioca vermicelli has good quality, there where clear division of tasks within the company's organization, strategic business locations, and the orderly marketing system. Weaknesses: there were difficult to add technology cause capital obstacles, and the average of employe have low education. Opportunities: tapioca vermicelli could be accepted by Indonesian, especially of the Province of Lampung, the availability of technology to improve productivity, demand tapioca vermicelli unaffected season and the weather. Threat: the economy was not yet stable, especially volatility of fuel prices, the high cost to develop the technology of production, the existence of substitution products such as corn vermicelli and wheat noodle, the production process was sometimes disturbed by rainy weather, there was still the lack of cooperation and government support of Metro City.


(3)

ANALISIS KINERJA DAN LINGKUNGAN

AGROINDUSTRI BIHUN TAPIOKA DI KOTA METRO (Skripsi)

Oleh Arif Rahmatulloh

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

ABSTRAK

ANALISIS KINERJA DAN LINGKUNGAN AGROINDUSTRI BIHUN TAPIOKA DI KOTA METRO

Oleh Arif Rahmatulloh

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinerja usaha dan kondisi lingkungan internal dan eksternal agroindustri bihun tapioka di Kota Metro. Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan Maret 2015 sampai dengan Juni 2015 dengan metode sensus. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Responden dalam penelitian ini adalah pemilik atau pegawai yang mengetahui tentang agroindustri bihun tapioka di Kota Metro. Data dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Metode kuantitatif untuk mengetahui kinerja agroindustri berdasarkan produktivitas, kapasitas produksi dan pendapatan, dan metode deskriptif kualitatif untuk mendapatkan gambaran lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kinerja agroindustri secara umum sudah baik dengan produktivitas rata-rata per bulan sebesar 69,02 kg/HOK, kapasitas produksi rata-rata sebesar 62 persen, dan pendapatan rata-rata diperoleh sebesar Rp74.903.601 per bulan dengan R/C rasio 1,56 (R.C > 1). (2) identifikasi lingkungan internal dan eksternal diperoleh; kekuatan : kebutuhan input produksi mudah diperoleh, bihun tapioka bermutu baik, telah ada pembagian tugas yang jelas dalam organisasi perusahaan, lokasi usaha strategis, dan sistem pemasaran yang tertata. Kelemahan : sulit menambah teknologi karena terkendala modal, dan rata-rata tenaga kerja memiliki pendidikan yang rendah. Peluang : bihun tapioka dapat diterima oleh masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Lampung, tersedianya teknologi untuk meningkatkan produktivitas, permintaan bihun tapioka tidak terpengaruh musim dan cuaca. Ancaman : perekonomian yang belum stabil terutama gejolak harga bahan bakar minyak, mahalnya pengembangan teknologi produksi, adanya produk substitusi berupa bihun jagung dan mi terigu, proses produksi kadang terganggu cuaca hujan, masih minimnya kerjasama dan dukungan pemerintah Kota Metro.


(5)

ABSTRACT

PERFORMANCE AND ENVIRONMENTAL ANALYSIS OF TAPIOCA VERMICELLI AGROINDUSTRI IN METRO CITY

By

Arif Rahmatulloh

This research aims to study the performance of business and the conditions of internal and external environmental of tapioca vermicelli agroindustry in Metro City. Data collection was conducted in March to June 2015 by using census methodology. The data was collected in this study are primary data and secondary data. The respondent of this research is the owner or an employee who have understand about tapioca vermicelli agroindustry in Metro City. Data were analyzed using descriptive quantitative and qualitative methods. The quantitative method use to determine the performance of the agroindustry based on productivity, production capacity and revenue, and a qualitative descriptive method used to get an overview of internal and external environment of the company. The results showed that (1) the performance of agroindustry in general was in good category with average productivity per month amounted to 69.02 kg / HOK, the production capacity of an average of 62 percent, and the average income earned by Rp74,903,601 per month with R / C ratio of 1.56 (R.C> 1). (2) the identification of internal and external environment was obtained; strength: the input of production was easily obtained, tapioca vermicelli has good quality, there where clear division of tasks within the company's organization, strategic business locations, and the orderly marketing system. Weaknesses: there were difficult to add technology cause capital obstacles, and the average of employe have low education. Opportunities: tapioca vermicelli could be accepted by Indonesian, especially of the Province of Lampung, the availability of technology to improve productivity, demand tapioca vermicelli unaffected season and the weather. Threat: the economy was not yet stable, especially volatility of fuel prices, the high cost to develop the technology of production, the existence of substitution products such as corn vermicelli and wheat noodle, the production process was sometimes disturbed by rainy weather, there was still the lack of cooperation and government support of Metro City.


(6)

ANALISIS KINERJA DAN LINGKUNGAN AGROINDUSTRI BIHUN TAPIOKA DI KOTA METRO

Oleh

ARIF RAHMATULLOH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 26 Oktober 1989 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Yusuf Ibrahim (Alm) dan Ibu Ngatmiatun. Penulis menamatkan

pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Pertiwi Srirejosari pada tahun 1996, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 5 Labuhan Ratu Satu, Way Jepara pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Way Jepara, Lampung Timur pada tahun 2005 serta Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Way Jepara, Lampung Timur pada tahun 2008. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian Jurusan Agribisnis pada tahun 2008 melalui jalur SNMPTN.

Penulis mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan selama menempuh proses pendidikan diantaranya menjadi bagian keluarga muda Forum Studi Islam (FOSI) Fakultas Pertanian pada tahun 2008. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota Bidang IV dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Agribisnis Universitas Lampung periode 2009-2010, dan tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa (IKAM) Lampung Timur tahun 2009-2010.

Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Toto Mulyo, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang Barat pada tahun 2011 dan Praktik Umum (PU) di PT. Perkebunan Nusantara Unit Usaha Bergen Lampung Selatan pada tahun 2012.


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil‘alamin, puji dan syukur selalu terpanjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitianskripsi yang berjudul “Analisis Kinerja dan Lingkungan Agroindustri Bihun Tapioka di Kota Metro”. Shalawat serta salam semoga selalu teriring untuk NabiMuhammad SAW yang akan selalu dinantikan syafa’atnya di Yaumil Akhir nanti. Aamiin.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bersama selesainya penulisan skripsi ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S. selaku dosen pembimbing utama atas segala bimbingan, bantuan, nasihat, motivasi, saran dan kesabaran yang sangat berarti hingga selesainya penulisan skripsi ini.

2. Ibu Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua, atas segala bimbingan, saran dan perbaikan dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. selaku dosen penguji dan selaku Ketua Jurusan Agribisnis yang senantiasa memberikan pengarahan selama perkuliahan dan pembahasan skripsi ini.


(11)

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku pembimbing akademik, atas segala bimbingan, bantuan, nasihat dan motivasi yang berharga bagi penulis.

5. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan kemudahan-kemudahan selama perkuliahan.

6. Seluruh dosen Jurusan Agribisnis atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

7. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Yusuf Ibrahim (alm) dan Ibunda Ngatmiatun, atas kasih sayang, doa, nasihat, motivasi, dukungan, dan segala yang terbaik yang tiada henti diberikan kepada penulis untuk terus berjuang menapaki kehidupan,i love you so much.

8. Kakwan Heri Kurniawan dan Kak Rosmala, Adik ku Juli Setia Nur Alimin, terima kasih kasih sayang, bantuan, nasihat, doa yang tiada henti hingga saat ini.

9. Sahabat seperjuangan di bangku kuliah Guntur Nugrahana, Taufiq Aji, Bondan Galuh, Ribut Widayanto, Iwan Kurniawan, Andi Saputra Agung Mubyarto, Risha Oktaviana, dan Umiyati Kulsum yang selalu memberikan semangat, dorongan, dan kebersamaan kepada penulis. Semoga kita selalu diberikan kebahagiaan dan semoga kesuksesan selalu bersama kita.

10. Laskar Pecinta Ruang Baca : Ari Budi Setiawan, Agnes Purna Yesica, Andan Novalita, Arief Nurdiansyah, Guntur Nugrahana, Indah Listianti, Linanda Anggraini, Muhammad Fariando, Rani Oni Heryani, Rian Arya, Risa Yanita, Taufiq Aji Nugraha, Umi Muslimawati, dan Vitho Yerianda atas segala


(12)

kebersamaan, persahabatan, bantuan, kebahagiaan, canda dan tawa yang telah dilewati bersama. Tak ada yang tak mungkin kawan, karena usaha itu selalu berbanding lurus dengan hasilnya.

11. Keluarga besar Agribisnis 2008 kelas Ganjil dan Genap, rekan-rekan 2007, 2009, 2010, 2011 dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 12. Para pegawai gedung N; Mba Iin, Mba Ayi’, Mas Bo,Mas Kardi, dan Mas

Boim yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Aamiin

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Bihun ... 9

2. Ruang Lingkup Agribisnis dan Agroindustri ... 13

3. Industri kecil/Usaha kecil ... 18

4. Kinerja ... 19

5. Faktor Lingkungan Perusahaan ... 22

6. Kajian Penelitian Terdahulu ... 24

B. Kerangka Pemikiran ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 31

B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 34

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 35

D. Metode Analisis Data ... 35

1. Metode analisis kuantitatif ... 35

a. Produktivitas ... 36

b. Kapasitas ... 36

c. PendapatanAgroindustri ... 36

2. Metode analisis deskriptif kualitatif ... 37

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Historis Kota Metro... 39

B. Keadaan Geografis Kota Metro ... 40


(14)

D. Gambaran Umum Industri di Kota Metro... 43

E. Latar Belakang Pendirian Usaha... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisktik Agroindustri Bihun Tapioka ... 46

B. Keragaan Agroindustri Bihun Tapioka di Kota Metro ... 48

1. Proses Pembuatan Bihun Tapioka... 48

2. Produksi... 52

a. Bahan baku ... 52

b. Bahan Penolong... 55

c. Tenaga Kerja ... 56

d. Hasil ... 58

3. Pemasaran... 59

C. Kinerja Produksi ... 60

1. Produktivitas ... 60

2. Kapasitas ... 61

3. Pendapatan (rugi/laba) ... 63

D. Analisis Lingkungan Internal... 64

1. Produksi ... 65

2. Manajemen dan Pendanaan... 66

3. Sumber Daya Manusia ... 68

4. Lokasi Agroindustri ... 69

5. Pemasaran ... 71

E. Analisis Lingkungan Eksternal ... 72

1. Ekonomi, Sosial, dan Budaya ... 72

2. Teknologi ... 73

3. Pesaing ... 75

4. Iklim dan Cuaca ... 75

5. Kerjasama dan Pembinaan (Kebijakan Pemerintah)... 77

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas

ubi kayu beberapa daerah sentra di Indonesia 2007-2011 ... 2

2. Komposisi zat gizi dari tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung beras per 100gr ... 4

3. Kandungan gizi mi dan bihun per 100 gr bahan ... 10

4. Mutu bihun menurut SNI No. 10-3742-1995, tahun 1995 ... 11

5. Luas lahan berdasarkan penggunaanya di Kota Metro, 2013... 40

6. Panjang jalan menurut jenis permukaan di Kota Metro, 2013... 41

7. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin tahun 2013... 42

8. Penyebaran jumlah penduduk Kota Metro menurut umur tahun 2012 ... 42

9. Jumlah perusahaan, tenaga kerja, dan investasi menurut kelompok industri di Kota Metro tahun, 2013 ... 43

10. Karakteristik agroindustri biun tapioka di Kota Metro ... 47

11. Frekuensi produksi agroindustri bihun tapioka di Kota Metro ... 51

12. Penggunaan bahan baku tepung tapioka agroindustri bihun tapioka di Kota Metro ... 53

13. Biaya bahan penolong pada agroindustri bihun tapioka di Kota Metro ... 55

14. Penggunaan perbulan tenaga kerja pengolahan dan tenaga kerja setelah pengolahan pada agroindustri bihun tapioka di Kota Metro... 57


(16)

15. Produksi bihun tapioka per bulan di Kota Metro ... 58 16. Produktivitas per bulan agroindustri bihun tapioka di Kota Metro ... 61 17. Kapasitas produksi per bulan agroindustri bihun tapioka

di Kota Metro ... 62 18. Laporan rugi/laba dalam satu bulan produksi agroindustri bihun

tapioka di Kota Metro ... 64 19. Faktor lingkungan internal dan eksternal agroindustri bihun

tapioka di Kota Metro ... 78 20. Frekuensi produksi agroindustri bihun tapioka di Kota Metro

tahun 2015... 83 21. Biaya bahan baku dan bahan penolong agroindustri bihun tapioka

di Kota Metro ... 84 22. Penggunaan tenaga kerja pengolahan agroindustri bihun tapioka

di Kota Metro ... 86 23. Penggunaan tenaga kerja setelah pengolahan agroindustri bihun

tapioka di Kota Metro ... 87 24. Total penggunaan tenaga kerja (HOK) per bulan agroindustri bihun

Tapioka di Kota Metro ... 88 25. Kinerja agroindustri bihun tapioka di Kota Metro... 89 26. Penerimaan agroindustri bihun tapioka di Kota Metro per bulan ... 90 27. Investasi dan biaya penyusutan agroindustri bihun tapioka

di Kota Metro ... 91 28. Laporan rugi laba agroindustri bihun tapioka di Kota Metro ... 93


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses Pembuatan Bihun Tapioka ... 12

2. Kerangka Pemikiran Analisis Kinerja dan Lingkungan Agroindustri Bihun di Kota Metro... 30

3. Diagram Alir Pembuatan Bihun Tapioka ... 50

4. Saluran Pemasaran Bihun Tapioka... 60


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi suatu negara, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama. Ketahanan pangan perlu mendapat perhatian dan prioritas guna mencapai kesejahteraan bangsa saat ini dan di masa depan. Peraturan Pemerintah No. 68 Th. 2002 tentang pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau daya beli masyarakat.

Indonesia merupakan negara berkembang dengan ketergantungan yang tinggi terhadap beras. Konsumsi beras masih mendominasi dalam pola konsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada tahun 2011 konsumsi beras Indonesia mencapai 139 kg per kapita per tahun, jauh lebih besar dari konsumsi beras negara-negara Asia lainnya yang tak lebih dari 100 kg per kapita per tahun. Dengan demikian total jumlah permintaan beras akan jauh lebih besar mengingat jumlah penduduk Indonesia yang telah melebihi 240 juta jiwa (Sekretariat Negara, 2011).


(19)

2

Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap beras dapat menjadi masalah karena kebutuhan beras Indonesia tidak selalu dapat dipenuhi secara mandiri sepanjang tahun, sehingga membuka peluang impor beras yang dapat

merugikan petani. Oleh sebab itu, diperlukan diversifikasi pangan untuk mengatasi tingginya konsumsi beras. Program diversifikasi pangan masyarakat merupakan salah satu aspek yang ditangani dalam mewujudkan ketahanan pangan masyarakat. Upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumberdaya lokal yang mengandung keragaman antar daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pemasukan atau impor pangan. Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pangan pengganti beras di Indonesia. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah sentra produksi ubi kayu di Indonesia, hal ini dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas komoditas ubi kayu beberapa daerah sentra di Indonesia tahun 2007-2011

No Keterangan Tahun Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

1 Lampung 2007

2008 2009 2010 2011 316.806 318.969 309.047 346.217 368.096 6.394.906 7.721.882 7.569.178 8.637.594 9.193.676 20,18 24,21 24,49 24,94 24,97

2 Jawa Timur 2007

2008 2009 2010 2011 223.348 220.394 207.507 188.158 199.407 3.423.630 3.533.772 3.222.637 3.667.058 4.032.081 15,39 16,03 14,93 19,48 20,22

3 Jawa Tengah 2007

2008 2009 2010 2011 198.714 191.053 190.851 188.080 173.195 3.410.469 3.325.099 3.676.809 3.876.242 3.501.458 17,16 17,40 19,26 20,61 20,21 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012


(20)

3

Dalam Tabel 1 dapat dilihat bahwa Provinsi Lampung merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di Indonesia. Hasil produksi ubi kayu tersebut sebagian besar dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung tapioka, hal itu terlihat dari banyaknya jumlah pabrik pengolahan ubikayu menjadi tepung tapioka di Provinsi Lampung. Menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (2014) terdapat 42 pabrik tepung tapioka di Provinsi Lampung.

Nilai ekonomis ubi kayu atau tepung tapioka dapat ditingkatkan dengan

pengolahan lanjutan, oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya pembangunan dan pengelolaan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri.

Agribisnis merupakan sektor pertanian yang melingkupi kegiatan mulai dari menghasilkan dan mendistribusikan, memasarkan, memroses serta

mendistribusikan produk usaha tani kepada pemakai akhir. Pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu menarik dan mendorong timbulnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja dan

memperbaiki pendapatan. Kegiatan agroindustri sebagai subsistem dari agribisnis diarahkan guna meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha pertanian. Agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama produk pertanian. Adanya sistem manajemen dan usaha pengelolaan terhadap hasil pertanian diharapkan mampu menciptakan nilai tambah hasil produk pertanian tersebut (Soekartawi, 2000).


(21)

4

Salah satu bidang agroindustri pengolahan bahan makanan yang perlu

dikembangkan dan memiliki sinergi yang kuat dengan pembangunan ketahanan pangan adalah agroindustri bihun. Bihun memiliki potensi yang cukup baik sebagai pangan alternatif selain nasi. Bihun merupakan mi yang terbuat dari bahan tepung beras. Bahan baku bihun yang terbuat dari beras adalah beras pera (beras dengan penyerapan air rendah) yang telah dibuat menjadi tepung. Namun selain beras, terdapat bahan alternatif lain yang dapat menggantikan beras yaitu tepung tapioka. Harga tepung tapioka relatif lebih murah

dibandingkan dengan tepung beras, sehingga memungkinkan pemilihan tapioka sebagai bahan baku bihun lebih diminati oleh pengusaha bihun.

Ditinjau dari segi kandungan gizinya, tepung tapioka memiliki kandungan karbohidrat dan energi yang dapat dikatakan setara dengan tepung terigu dan tepung beras. Meskipun bihun tapioka dari segi gizi yang lain masih kurang namun hal itu dapat diatasi dengan memberikan bahan tambahan lain dalam pengolahan atau penyajiannya. Komposisi zat gizi pada tepung terigu, tepung tapioka dan tepung beras per 100 g dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi zat gizi tepung terigu, tepung tapioka dan tepung beras per 100 g

Zat Gizi Tepung Terigu Tepung Tapioka Tepung Beras Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1(mg) Air (g) 365,00 8,90 1,30 77,30 16,00 106,00 1,20 0,12 12,00 362,00 0,50 0,30 86,90 0,00 0,00 0,00 0,12 12,00 364,00 7,00 0,50 80,00 5,00 140,00 8,00 0,12 12,00 Sumber : Astawan, 2006


(22)

5

B. Perumusan Masalah

Mengingat Provinsi Lampung sebagai salah satu sentra komoditas ubi kayu (bahan baku tepung tapioka) di Indonesia, maka usaha bihun tapioka memiliki potensi yang baik dikembangkan sebagai pangan alternatif dalam mewujudkan ketahanan pangan masyarakat Provinsi Lampung. Kota Metro merupakan sentra produksi bihun tapioka di Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa pabrik bihun tapioka yang ada di Kota Metro berjumlah empat unit usaha. Menurut kriteria Badan Pusat Statistik (2009), jika dilihat dari jumlah tenaga kerja yang digunakan maka agroindustri bihun tapioka di Kota Metro termasuk dalam industri kecil dimana tenaga kerja yang digunakan hanya berkisar 5-20 orang saja.

Agroindustri pangan skala Industri Kecil Menengah (IKM) berperan dalam peningkatan pendapatan rumah tangga petani dan pengusaha agroindustri. Peningkatan pendapatan petani terkait dengan keberlanjutan usahanya sebagai pemasok bahan baku agroindustri. Peningkatan pendapatan pengusaha

agroindustri terkait dengan keberlanjutan produksi dan jaringan pemasaran. Peningkatan pendapatan baik individu maupun terkait kelompok tersebut akan mengurangi kemiskinan. Dengan demikian pengembangan agroindustri pada skala kecil menengah mendukung konsep pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam proses pelaksanaan aktivitas agroindustri perlu dilakukan pengukuran terhadap kinerja. Pengukuran kinerja merupakan hal yang sangat penting bagi manajemen untuk melakukan evaluasi terhadap performa agroindustri dan


(23)

6

perencanaan tujuan di masa mendatang. Berbagai informasi dihimpun agar pekerjaan yang dilakukan dapat dikendalikan dan dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pada seluruh proses bisnis agroindustri.

Agroindustri bihun di Kota Metro dapat bersaing dengan produk sejenis maupun produk pangan lain, hal ini ditunjukkan dengan tetap eksisnya

agroindustri bihun yang telah berdiri sejak tahun 70-an hingga saat ini. Proses produksi agroindustri bihun di Kota Metro dilakukan hampir setiap hari. Rata-rata setiap pabrik dapat memproduksi lebih dari satu ton bihun tapioka dalam sehari, namun jumlah bihun yang diproduksi tidak selalu sama sepanjang tahun karena harus menyesuaikan permintaan pasar yang fluktuatif.

Agroindustri bihun tapioka di Kota Metro telah menggunakan bantuan mesin guna menambah daya produksi perusahaan, namun selain menggunakan bantuan mesin proses produksi bihun tapioka juga menggunakan tenaga kerja manusia. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari luar keluarga dengan menggunakan sistem balas jasa berupa upah atau gaji. Tenaga kerja ini bertugas melakukan proses produksi yang dimulai dari pengolahan tepung tapioka sampai bihun siap dipasarkan. Anggota keluarga hanya membantu atau mengawasi jalannya kegiatan produksi. Jumlah tenaga kerja yang digunakan menyesuaikan target jumlah bihun yang akan diproduksi. Alur distribusi pemasaran banyak dilakukan melalui sales, atau langsung ke pedagang grosir dan pedagang pengecer.


(24)

7

Agroindustri bihun di Kota Metro tidak terlepas dari masalah dalam menjalankan usahanya. Kepemilikan usaha yang berupa perorangan

menyebabkan terbatasnya modal untuk produksi. Fluktuasi permintaan pasar terhadap bihun tapioka akan berpengaruh pada frekuensi produksi, hal ini akan berdampak pada penerimaan dan kelancaran agroindustri. Fluktuasi harga bahan baku juga akan mempengaruhi jumlah penerimaan pelaku usaha.

Kelancaran kegiatan agroindustri juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang dihadapi dimana selain terdapat pesaing ada juga produk substitusi yang dapat dipilih oleh masyarakat. Pesaing yang dimaksudkan adalah persaingan dengan produsen bihun dari luar Lampung, dan dari Lampung sendiri

khususnya Kota Metro, sedangkan produk substitusi dapat berupa pangan setengah jadi yang lain seperti mi instan yang sudah lama dikenal masyarakat. Meskipun begitu, produk bihun tetap memiliki pangsa pasar tersendiri melihat kegunaannya sebagai pangan pelengkap dalam berbagai jenis makanan

masyarakat Indonesia, hal ini dapat menjadi peluang bagi pelaku usaha agroindustri bihun.

Mencermati permasalahan berupa pendapatan dan produksi yang fluktuatif, belum ada kajian mengenai aspek kinerja dan finansial, kondisi cuaca yang tidak menentu untuk produksi dan pemasaran yang optimal maka penelitian ini difokuskan untuk mempelajari kinerja usaha dan menganalisis kondisi

lingkungan internal dan eksternal pada usaha agroindustri bihun tapioka di Kota Metro, Provinsi Lampung.


(25)

8

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : a. Bagaimana kinerja agriondustri bihun tapioka di Kota Metro? b. Bagaimana kondisi lingkungan eksternal dan lingkungan internal

agroindustri bihun tapioka di Kota Metro?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dari uraian latar belakang yang ada, tujuan penelitian ini adalah :

a. Mengetahui kinerja agroindustri bihun tapioka di Kota Metro b. Mengetahui kondisi lingkungan eksternal dan lingkungan internal

agroindustri bihun tapioka di Kota Metro

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :

a. Bahan pertimbangan bagi para pelaku agroindustri bihun tapioka dalam menjalankan kegiatan usahanya.

b. Bahan informasi dan referensi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini.


(26)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Bihun

Menurut Astawan (2006) secara terminologi bihun berasal dari bahasa Cina, yaitu :bie(beras) danhun(Tepung), yang berarti tepung beras. Di berbagai negara, bihun telah banyak dikenal dengan berbagai sebutan seperti,bihon, bijon,befun,mehondanvemicelli. Bahan baku pembuatan bihun adalah tepung, biasanya tepung beras, tepung tapioka, dan tepung jagung atau tepung maizena. Bihun merupakan salah satu jenis makanan yang termasuk dalam kelompok mi. Sebagai makanan alternatif pengganti beras bihun masih termasuk diminati, meskipun tidak selaku mi. Tahap pembuatannya adalah tepung dimasak dan dicetak menjadi benang-benang, dilipat, dijemur, kemudian dikemas.

Jenis bihun yang beredar di pasar ada dua, yaitu bihun kering dan bihun instant. Menurut SII No. 0288-79 (1979), bihun merupakan suatu bahan makanan yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa bahan tambahan dengan bentuk benang-benang. Menurut SII No. 01-3742-1995 (1995), bihun instant adalah produk makanan kering dari tepung beras (dengan/tanpa penambahan bahan makanan lain yang diizinkan), berbentuk benang-benang, dan matang setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama tiga menit.


(27)

10

Pemanfaatan bihun saat ini sudah cukup bervariasi, antara lain sebagai bihun goreng, bahan tambahan pada makanan, seperti bakso, ketoprak, gado-gado, dan sebagai bahan pengisi pada lumpia, buras, tahu isi, bahkan di negara asalnya yaitu Cina, bihun termasuk diantara sepuluh macam hidangan penutup dalam suatu jamuan atau perayaan tertentu (seperti ulang tahun) untuk

melambangkan atau mendoakan agar berumur panjang. Komposisi kandungan gizi bihun per 100 g bahan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi mi dan bihun per 100 g bahan

No Zat Gizi Mi Basah Mi Kering Bihun

1 Energi (kkal) 86,0 337,0 360,0

2 Protein (g) 0,6 7,9 4,7

3 Lemak (g) 3,3 11,8 0,1

4 Karbohidrat (g) 14,0 50,0 82,0

5 Kalsium (mg) 14,0 49,0 6,0

6 Fosfor (mg) 13,0 47,0 35,0

7 Besi (mg) 0,8 2,8 1,8

8 Vitamin A (SI) 0,0 1,0 0,0

9 VitaminB (mg) 0,0 0,0 0,0

10 Vitamin C (mg) 0,0 0,0 0,0

11 Air (g) 80,0 28,6 12,9

Sumber : Astawan (2006)

Ditinjau dari segi kandungan gizinya, bihun lebih unggul daripada mi dalam hal kandungan karbohidrat dan energi, tetapi lebih rendah dalam hal

kandungan protein. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bahan bakunya. Mi dibuat dari terigu yang kandungan proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beras (bahan baku bihun).

Penilaian mutu bihun yang utama adalah penampakan dan teksturnya. Bihun yang baik mempunyai penampakan dengan warna putih, berbentuk silinder yang licin, seragam, dan terpisah satu sama lain (tidak menggumpal menjadi


(28)

11

satu). Tekstur bihun yang baik adalah tidak mudah patah dan tidak hancur bila direndam dalam air minimum 10 menit serta bau dan rasanya khas bihun. Syarat mutu bihun menurut Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1979 adalah air maksimum 13 persen dan abu maksimum 0,5 persen, protein maksimum 5 persen, dan serat kasar maksimum 0,5 persen. Syarat mutu bihun menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Mutu bihun menurut SNI No. 10-3742-1995, tahun 1995

Uraian Satuan Persyaratan

1. Keadaan:

Bau Normal

Rasa Normal

Warna Normal

2 Benda-benda asing % b/b Tidak boleh ada

3 Keutuhan Menit Minimum 90

4 Uji kematangan Maksimum 3

(bihun:air = 1:5) b/b % b/b

5 Air % b/b Maksimum 11

6 Abu tanpa garam % b/b Maksimum 2

7 Protein (Nx6,25) Mg KOH/100g Minimum 6

8 Derajat asam Contoh Maksimum 3

9 Bahan tambahan makanan Sesuai

SNI 01-0222-1995 dan peratutan Men.kes no722/men. Kes/per/ix/88 10 Pencemaran logam

Timbal (Pb) Mg/kg Maksimum 1,0

Tembaga (Cu) Mg/kg Maksimum 10,0

Seng (Zn) Mg/kg Maksimum 40,0

Raksa (Hg) Mg/kg Maksimum 0,05

11 Arsen (As) Mg/kg Maksimum 0,5

12 Cemaran mikroba

Angka lempeng total Koloni/g Maksimum 1,0x10

E. Coli APM/g Di bawah 3

Kapang Koloni/g Maksimum 1,0x

10 Sumber: Astawan, (2006)


(29)

12

Astawan (2006) menyatakan bahwa proses pembuatan bihun dapat dilakukan secara sederhana dan tidak sulit. Proses yang dilaksanakan dari tepung hingga menjadi bihun melalui tahap pembersihan dengan cara pembersihan tepung, pengadukan tepung menjadi bubur, pengepresan, pemasakan tahap pertama, pencetakkan bihun, pemasakan tahap kedua, penjemuran, dan pengemasan. Bahan yang digunakan adalah beras atau dapat diganti tepung tapioka dan jagung, air, dan sodium bisulfit. Peralatan yang digunakan adalah penggiling pengayak atau penyaring tepung, wadah perendam,filter press,screw extruder, pengukus (dandang), pengering. Proses pembuatan bihun tapioka dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pembuatan Bihun Tapioka Pembersihan tapioka

Bubur tapioka

Pengukusan tahap I ± 1 jam

Pengukusan tahap II ± 45 menit

Penjemuran ± 7-8 jam Pengepresan (cake) ± 1 jam

Pencetakan bihun


(30)

13

(1) Tepung tapioka dibersihkan dengan cara diayak agar tepung terpisah dari kotoran yang terbawa, selain itu untuk menghaluskan tepung yang masih bergumpal.

(2) Tepung tapioka dicampur dengan air dan diaduk agar menjadi seperti bubur, lalu bubur tersebut dipressagar kandungan air kurang lebih 40 % yang disebut cake. Lama pencampuran air danpresskurang lebih 1 jam. (3) Cake hasil pengepresan kemudian diaduk menjadi lebih halus

menggunakan mesinscrew extrudersehingga menjadi pelet.

(4) Pelet dikukus dengan menggunakan suhu 100oC selama kurang lebih 1 jam sehingga menjadi pelet matang.

(5) Pelet yang telah matang tersebut kemudian digiling kembali dengan menggunakanscrew extruder. Lubang pengeluaran pada extruder berupa lubang-lubang kecil sehingga bahan keluar dari extruder berupa benang yang disebut bihun basah.

(6) Bihun basah dipotong dalam ukuran tertentu kemudian kukus kembali dalam suhu diatas 100oC selama 45 menit.

(7) Setelah pengukusan kedua, bihun dikeringkan dengan oven pengering atau dengan cara dijemur selama 7-8 jam.

(8) Bihun yang sudah kering siap dikemas.

2. Ruang lingkup agribisnis dan agroindustri

Downey dan Erickson (1992) mendefinisikan agribisnis dalam arti sempit dan arti luas. Agribisnis dalam arti sempit atau tradisional hanya merujuk pada sektor masukan yang menyediakan perbekalan kepada para pengusaha untuk


(31)

14

dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak yang diproses dan diserahkan kepada konsumen akhir oleh sektor keluaran. Definisi agribisnis secara luas, meliputi seluruh sektor bahan masukan, usahatani, produk yang memasok bahan masukan usahatani, terlibat dalam produksi, dan pada akhirnya

menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan secara borongan dan penjualan eceran kepada konsumen akhir.

Menurut Hernanto (1991) agribisnis merupakan kegiatan ekonomi yang berhulu pada dunia pertanian yang mencakup semua kegiatan mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kegiatan tataniaga produk pertanian.

Agribisnis mencakup beberapa subsistem yaitu: (1) Subsistem pengadaan dan penyaluran

Subsistem pengadaan dan penyaluran meliputi sarana produksi yang terdiri dari bibit, pupuk, obat-obatan, kredit, bahan bakar, alat dan mesin

pertanian. Kegiatan ini dilakukan oleh perorangan, pengusaha-pengusaha, koperasi, atau lembaga pertanian.

(2) Subsistem pertanian usahatani.

Subsistem pertanian usahatani dilakukan oleh produsen-produsen yang terdiri dari petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha perkebunan, tanaman hias, dan lain-lain.

(3) Subsistem pengelolaan dan pemasaran merupakan rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produk, usahatani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi.


(32)

15

Agroindustri adalah salah satu sub sistem yang bersama-sama sub sistem lain membentuk sistem agribisnis. Sistem agribisnis terdiri dari sub sisteminput, usahatani (pertanian),output, pemasaran dan penunjang. Agroindustri tidak dapat dilepaskan dari pembangunan agribisnis secara keseluruhan karena agroindustri merupakan kegiatan industri pengadaan (input) dan penyaluran produksi pertanian (output), atau industri pengadaan yang memanfaatkan produk hasil pertanian sebagai bahan baku. Agroindustri terbagi atas : (1) Agroindustri hulu pertanian

Termasuk didalamnya adalah penghasil dan penyalur sarana produksi (input).

(2) Agroindustri hilir

Termasuk didalamnya adalah pengolahan hasil- hasil pertanian (output).

Menurut Soekartawi (2000) Agroindustri dapat diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri. Pentingnya agroindustri sebagai suatu pendekatan pembangunan pertanian dapat dilihat dari kontribusinya terhadap :

(1) mampunya kegiatan agroindustri untuk meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis;

(2) mampunya menyerap banyak tenaga kerja; (3) mampunya meningkatkan perolehan devisa; dan (4) mampunya mendorong tumbuhnya industri yang lain.


(33)

16

Meskipun demikian, pembangunan agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan atau permasalahan yang ada di dalam negeri atau luar negeri. Beberapa diantara permasalahan di dalam negeri yaitu:

(1) beragamnya permasalahan berbagai agroindustri menurut macam usahanya, khususnya kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinyu;

(2) kurang nyatanya agroindustri di perdesaan karena masih berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan;

(3) kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri; (4) kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan) dan kalaupun ada

prosedurnya amat ketat; (5) keterbatasan pasar; dan

(6) kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing.

Agroindustri sebagai sektor bisnis tidak terlepas dari tujuan utama yaitu meningkatkan keuntungan dan nilai tambah. Agroindustri itu sendiri meliputi tiga kegiatan utama yaitu; pengadaan bahan baku, pengolahan atau proses produksi dan pemasaran.

(1) Pengadaan bahan baku

Pengadaan bahan baku merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara terus menerus diperoleh, diolah, dan dijual kembali. Persediaan sangat penting artinnya bagi suatu perusahaan karena berfungsi untuk menghubungkan proses-proses yang berurutan dalam pembuatan suatu barang dan menyampaikannya kepada konsumen.


(34)

17

Ketersediaan bahan baku produksi bagi perusahaan agroindustri yang secara tepat waktu, berkualitas dan secara kuantitas mencukupi serta tersedia secara berkelanjutan akan menjamin penampilan suatu perusahaan dalam waktu yang relatif lama.

Faktor pengadaan bahan baku berfungsi menyediakan bahan baku bagi subsistem pengolahan dalam jumlah yang tepat, mutu yang baik, dan tersedia secara berkesinambungan. Kekurangan bahan baku dan

ketersediaan yang tidak kontinyu menyebabkan sistem kerja agroindustri tidak efektif dan efisien, sedangkan menurunnya mutu bahan baku akan menyebabkan menurunnya mutu produk olahan menjadi rendah. Oleh karena itu pengadaan bahan baku bagi industri yang mengolah produk pertanian harus terorganisasi dengan baik, sehingga mampu menyediakan bahan baku secara efisien dalam jumlah yang tepat serta mutu yang baik.

(2) Pengolahan bahan baku

Agroindustri sebagai sektor bisnis tidak terlepas dari tujuan utama yaitu meningkatkan keuntungan dan nilai tambah. Selain itu pengolahan hasil pertanian juga menjadi penting karena pertimbangan :

- meningkatkan kualitas hasil;

- meningkatkan penyerapan tenaga kerja; - meningkatkan keterampilan produsen; dan - meningkatkan pendapatan konsumen.

Berdasarkan lokasi kegiatannya, agroindustri dapat berlangsung di tiga tempat, yaitu: (1) dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anggota


(35)

18

rumah tangga petani penghasil bahan baku, (2) dalam bangunan yang menempel atau terpisah dari rumah tempat tempat tinggal tetapi masih dalam satu pekarangan dengan menggunakan bahan baku yang dibeli di pasar dan menggunakan tenaga kerja keluarga, (3) dalam perusahaan kecil, sedang, atau besar yang mengunakan buruh upahan dan modal yang lebih intensif dibandingkan dengan industri rumah tangga.

(3) Pemasaran produk

Aspek pemasaran akan menguntungkan semua pihak apabila mekanisme pemasaran berjalan baik. Peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, importir atau lainnya menjadi amat penting. Lembaga pemasaran ini khususnya di negara berkembang dicirikan oleh lemahnya pemasaran hasil pertanian.

3. Industri Kecil/Usaha Kecil

Menurut BPS yang dimaksud industri kecil adalah industri dengan tenaga kerja berjumlah antara 5 sampai 19 orang, sedangkan berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, kriteria usaha kecil adalah:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)


(36)

19

Menurut Anoraga (2000), karakteristik sektor usaha kecil antara lain: a. sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti

kaidah administrasi pembukuan standar;

b. margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan usaha yang tinggi; c. modal terbatas;

d. pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas, e. skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan untuk mampu

menekan biaya mencapai efisiensi jangka panjang;

f. kemampuan pemasaran dan negosiasi, serta diversifikasi pasar sangat terbatas.

4. Kinerja

Menurut Amstrong dan Baron (Dalam Wibowo, 2008), kinerja mempunyai makna yang luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan, bagaimana cara mengerjakannya dan hasil yang dicapai dari hasil pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi ekonomi.

Manajemen kinerja merupakan kebutuhan mutlak bagi organisasi untuk mencapai tujuannya dengan mengatur kerja sama secara harmonis dan terintegrasi antara pemimpin dan bawahannya. Manajemen kinerja diawali dengan perumusan dan penetapan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang diharapkan tersebut merupakan titik awal dalam perencanaan kinerja


(37)

20

organisasi. Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun tersebut. Kinerja organisasi juga ditunjukkan oleh bagaimana berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dalam proses pelaksanaan aktivitas harus selalu dilakukan monitoring, penilaian danreviewatau peninjauan ulang terhadap kinerja sumber daya manusia. Melalui monitoring dilakukan pengukuran dan penilaian kinerja secara periodik untuk mengetahui pencapaian kemajuan kinerja serta prediksi apakah terjadi deviasi pelaksanaan terhadap rencana yang dapat mengganggu pencapaian tujuan. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat deviasi antara progres yang direncanakan dengan kenyataan. Apabila terdapat deviasi berupa progres yang lebih rendah daripada rencana, perlu dilakukan langkah-langkah untuk memacu kegiatan agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai.

Menurut Prasetya dan Fitri (2009) tipe pengukuran kinerja diantaranya yaitu produktivitas, kapasitas, dan pendapatan. Tipe pengukuran kinerja tersebut di uraikan sebagai berikut:

a. Produktivitas

Produktivitas merupakan suatu ukuran seberapa baik kita mengonversiinput dari proses transformasi menjadioutput.


(38)

21

b. Kapasitas

Kapasitas adalah sutau ukuran yang menyangkut kemampuanoutputdari suatu proses.

Capacity Utilization=

c. Pendapatan Agroindustri

Keuntungan atau laba merupakan salah satu tujuan didirikannya suatu usaha. Keuntungan atau laba menunjukkan sejauh mana suatu usaha telah berhasil mengelola modal yang dijalankan. Untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari usaha maka para pengelola harus dapat melakukan usaha untuk memadukan berbagai faktor produksi yang ada seperti produksi, tenaga kerja, modal, dan kemampuan manajemen, sehingga usaha dapat berjalan dengan baik.

Menurut Soekartawi (2000) pendapatan agroindustri dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara total penerimaan yang diterima dari hasil usaha dengan total biaya produksi yang dikeluarkan. Penerimaan total

agroindustri merupakan jumlah uang yang diterima dari hasil penjualan produk yang dihasilkan, sedangkan biaya merupakan jumlah uang yang dikeluarkan selama proses pengolahan. Tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha dan keadaan yang akan datang melalui perencanaan yang dibuat. Secara matematis pendapatan usaha dirumuskan sebagai berikut:


(39)

22

π

= Y.Py -∑ . –BTT Keterangan :

π

= Pendapatan (Rp) Y = Produksi (kg)

Py = Harga hasil produksi (Rp/kg)

∑ = Jumlah faktor produksi ke i (i = 1,2,3,....n) P = Harga produk ke i (Rp)

BTT = Biaya tetap total (Rp)

Jumlah pendapatan belum menunjukkan apakah agroindustri menguntungkan atau tidak. Untuk mengetahui apakah agroindustri

menguntungkan atau tidak maka digunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya, yang dirumuskan:

R/C= Keterangan :

R/C = Nisbah antara penerimaan dan biaya PT = penerimaan total

BT = biaya total yang dikeluarkan oleh petani

Jika R/C > 1, maka agroindustri yang diusahakan mengalami keuntungan. Jika R/C < 1, maka agroindustri yang diusahakan mengalami kerugian.

5. Faktor Lingkungan Perusahaan

Lingkungan merupakan variabel yang sangat penting dalam menentukan strategi bisnis suatu perusahaan. Lingkungan usaha merupakan lingkungan yang dihadapi organisasi dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan bisnis (perusahaan). Aktivitas keseharian organisasi mencakup interaksi dengan lingkungan kerja. Hal ini termasuk hubungannya dengan


(40)

23

pelanggan,supliers, serikat dagang dan pemegang saham. Lingkungan usaha berperan dalam mempengaruhi penetapan strategi organisasi. Lingkungan organisasi dapat dibedakan atas lingkungan internal (internal environment) dan lingkungan eksternal (external environment) (Wheleen dan Hunger, dalam Kuncoro, 2006).

Lingkungan internal terdiri dari struktur (structure), budaya (culture), sumber daya (resources). Lingkungan internal perlu dianalisis untuk mengetahui kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) yang ada dalam perusahaan. Struktur adalah bagaimana perusahaan diorganisasikan yang berkenaan dengan komunikasi, wewenang dan arus kerja. Struktur sering juga disebut rantai perintah dan digambarkan secara grafis dengan menggunakan bagan

organisasi. Budaya merupakan pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Norma-norma organisasi secara khusus memunculkan dan mendefinisikan perilaku yang dapat diterima anggota dari manajemen puncak sampai karyawan operatif. Sumber daya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi. Aset ini dapat meliputi sumber modal, kemampuan manajerial, SDM, pengetahuan keuangan, produksi, teknologi, kemampuan, dan bakat manajerial seperti aset keuangan dan fasilitas perusahaan dalam wilayah fungsional.

Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar organisasi dan perlu dianalisis untuk menentukan kesempatan (opportunities) dan ancaman (threath) yang akan dihadapi perusahaan. Terdapat dua perspektif untuk


(41)

24

meng-konseptualisasikan lingkungan eksternal. Heizer dan Render dalam Kuncoro, (2006) menyatakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan eksternal adalah kondisi perekonomian, budaya, demografi, dan peraturan pemerintah. Bourgeois (dalam Kuncoro, 2006) mengatakan bahwa lingkungan eksternal juga dipengaruhi oleh konsumen, pesaing, pemasok,dan peraturan pemerintah.

6. Kajian Penelitian Terdahulu

Iryanti (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kinerja, Nilai Tambah, dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kecil Kelanting (studi kasus di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung

Timur)”. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa kinerja produksi secara keseluruhan sudah baik karena nilai rasio R/C diatas biaya total yang didapat ≥1 (yaitu 1,42), produktivitas≥ 7,2 kg/HOK (yaitu 11,49 kg/HOK), dan kapasitas≥ 0,5 atau 50persen (yaitu 0,91 atau 91 persen). Agroindustri kelanting di Desa Gantiwarno memiliki nilai tambah yang tinggi yaitu sebesar Rp1061,44 per kilogram ubi kayu atau sebesar 41,74 persen. Agroindustri kelanting berada pada kuadran 1, strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah a) mempertahankan kualitas produk untuk memenuhi keinginan masyarakat yang terus meningkat, b) mempertahankan kualitas produk untuk melakukan kerja sama dengan pihak luar, c) menghasilkan produk yang berkualitas untuk meningkatkan preferensi penduduk terhadap makanan tradisional, d) memanfaatkan kerja sama dengan pihak luar untuk menigkatkan


(42)

25

jaringan pasar dan, e) menggunakan teknologi yang tepat guna untuk mengatasi keterbatasan pekerja.

Andika (2012), dalam penelitiannya mengenai“Kinerja Usaha dan Strategi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Kopi Bubuk di Kota Bandar Lampung”bahwa kinerja agroindustri kopi bubuk di Kota Bandar Lampung secara keseluruhan sudah baik. Rata-rata R/C rasio, BEP, produktivitas, kapasitas, dan kualitas termasuk dalam katagori baik. Rata-rata nilai tambah yang diperoleh dari agroindusri adalah Rp9.967,89 per kilogram bahan baku biji kopi. Strategi pengembangan agroindustri yaitu menghasilkan produk yang berkualitas sehingga mampu bersaing dengan produk kopi bubuk lain, memanfaatkan tenaga kerja yang berpengalaman dalam menghadapi

persaingan bisnis dan mengoptimalkan kinerja karyawan.

Sagala (2013), dalam penelitiannya dengan judul“Kinerja Usaha dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kecil Kelanting di Desa Karang Anyar

Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran”. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa kinerja agroindustri secara keseluruhan menguntungkan. R/C rasio masing-masing kelanting getuk dan parut sebesar 1,24 dan 1,25 (R/C >1), produktivitas sebesar 16,26 kg/HOK dan 13,82 kg/HOK (> 7,2 kg/HOK) dan kapasitas sebesar 0,93 dan 0,85 (> 0,5). Strategi pengembangan

agroindustri kecil kelanting di Desa Karang Anyar berdasarkan tiga strategi prioritas yaitu (a) mengoptimalkan tenaga kerja yang ada sehingga

meningkatkan jumlah produksi yang akan menambah pendapatan agar dapat mengadopsi teknologi yang tepat guna (b) memanfaatkan tenaga kerja yang


(43)

26

sudah berpengalaman untuk menghadapi pesaing bisnis industri kelanting lainnya (c) memanfaatkan tenaga kerja yang berpengalaman dan banyak untuk mengikuti perkembangan teknologi.

Savitri (2010), dalam penelitiannya mengenai potensi agroindustri berdasarkan kinerja usaha dan strategi pengembangannya dengan lokasi penelitian di Dusun Sanan, Kecamatan Belimbing, Kota Malang. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa agroindustri tempe dan keripik tempe memiliki tingkat keuntungan yang tidak berbeda nyata. Keuntungan agroindustri tempe sebesar Rp145.125,03 untuk satu kali produksi, sedangkan keuntungan agroindustri keripik tempe sebesar Rp207.915,89. Nilai R/C rasio dan nilai tambah agroindustri keripik tempe lebih besar daripada agroindustri tempe. Nilai R/C rasio sebesar 1,57 pada agroindustri keripik tempe dan 1,26 pada agroindustri tempe. Rasio nilai tambah pada agroindustri keripik tempe sebesar 46,10%, dan 24,63% pada agroindustri tempe. Berdasarkan hasil identifikasi lingkungan internal dan eksternal dan pemetaan matrikGrand Strategydapat diketahui bahwa

agroindustri tempe dan keripik tempe terletak pada kuadran I, sehingga strategi yang dapat diterapkan adalah mendukung kebijakan pertumbuhanAggresive. Strategi yang dapat digunakan seperti mempertahankan kualitas, efisiensi proses produksi, dan diversifikasi produk.

Rochmah (2005), tentang analisis nilai tambah dan keuntungan pada agroindustri bihun dan soun di Kota Metro. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pendapatan per satu kali produksi menguntungkan yakni pendapatan agroindustri bihun tapioka atas biaya tunai adalah Rp259.495,45 dengan R/C


(44)

27

rasio adalah 1,18 dan pendapatan atas biaya total Rp173.626,88 dengan R/C rasio 1,12. Pendapatan agroindustri bihun beras atas biaya tunai adalah Rp469,069,05 dengan R/C rasio 1,29 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp383.392,00 dengan R/C rasio 1,22. Agroindustri bihun di Kota Metro memberikan nilai tambah yang positif yaitu sebesar Rp419,91 untuk industri bihun tapioka, dan Rp513,65 untuk industri bihun beras setiap kali proses produksi.

Wibowo (2009), dalam penelitiannya dengan judul “Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor”, menunjukkan hasil tingkat keuntungan usaha kerajinan sepatu adalah

Rp.117.091.555, nilai ROI dari usaha kerajinan sepatu sebesar 19,71 persen, dan nilai rasio R/C sebesar 1,15. Berdasarkan analisis SWOT, strategi yang dapat dijalankan dalam rangka mengembangkan usaha kerajinan sepatu adalah pemerintah membantu kerajinan sepatu dengan regulasi yang mendukung perkembangan usaha tersebut, misalnya: pemberian kredit lunak tanpa agunan, mendirikan koperasi atau paguyuban yang memfasilitasi kebutuhan modal dan ketersediaan bahan baku yang relatif lebih murah.

Menurut Aji (2012), dalam penelitian dengan judul “Strategi Pengembangan Agroindustri Keripik Pisang di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten

Karanganyar”. Hasil penelitian diketahui bahwa biaya total rata-rata dalam satu kali produksi adalah Rp3.254.932,00 dengan penerimaan rata-rata Rp4.160.480,00 dan pendapatan rata-rata Rp905.549,00. Hasil penelitian faktor-faktor internal menunjukkan bahwa bobot kekuatan lebih kuat


(45)

28

dibandingkan kelemahan. Kemudian faktor-faktor eksternal menunjukkan bahwa bobot peluang lebih kuat dibandingkan dengan ancaman. Alternatif strategi yang dihasilkan antara lain mempertahankan kualitas produksi dan pemgembangan pasar, memanfaatkan teknologi untuk efisiensi produksi, diversifikasi produk untuk memenuhi pangsa pasar.

B. Kerangka Pemikiran

Kegiatan agroindustri bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah,

menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan, atau dimakan, meningkatkan daya simpan, dan meningkatkan pendapatan dan keuntungan produsen. Pengembangan agroindustri lebih diarahkan ke wilayah pedesaan guna meningkatkan perekonomian daerah pada umumnya dan pengembangan pedesaan pada khususnya. Salah satu contoh agroindustri tersebut adalah agroindustri bihun.

Agroindustri bihun merupakan salah satu agroindustri unggulan di Kota Metro yang telah mulai berdiri sejak tahun 70-an. Agroindustri bihun di Kota Metro sebagian besar menggunakan tepung tapioka sebagai bahan baku utama. Letak Kota Metro yang strategis di tengah Provinsi Lampung memudahkan akses perusahaan terhadap tepung tapioka. Harga yang relatif lebih murah

dibandingkan dengan tepung beras juga mendukung dipilihnya tepung tapioka sebagai bahan baku.

Dalam penelitian ini kinerja agroindustri bihun tapioka di Kota Metro akan dilihat dari produktivitas, kapasitas, dan pendapatannya. Kinerja agroindustri


(46)

29

tersebut akan berpengaruh terhadap hasil produksinya, yang akan langsung mempengaruhi pendapatan yang akan diterima agroindustri. Selain itu penelitian ini melihat bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi oleh usaha agroindustri bihun tapioka. Kondisi lingkungan internal dan eksternal tersebut dapat memberikan gambaran guna merumuskan strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan usaha lebih lanjut. Kerangka pemikiran analisis kinerja dan strategi pengembangan agroindustri bihun tapioka di Kota Metro dapat dilihat pada Gambar 2.


(47)

30

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Kinerja dan Lingkungan Agroindustri Bihun Tapioka di Kota Metro Pendapatan

AGROINDUSTRI BIHUN TAPIOKA

Proses Produksi Bihun Tapioka

Produktivitas Kapasitas

Lingkungan Agroindustri

Lingkungan Internal : 1. Produksi

2. Manajemen dan pendanaan 3. Sumber daya Manusia 4. Lokasi agroindustri 5. Pemasaran

Lingkungan Eksternal : 1. Ekonomi, sosial, budaya 2. Teknologi

3. Sosial 4. Iklim, cuaca

5. Kebijakan pemerintah

Kinerja Pendapatan


(48)

31

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagiannya (subsistem) yang berorientasi untuk memberikan hasil akhir berupa produk dari sistem yang bersangkutan.

Pengembangan usaha adalah upaya-upaya untuk mengembangkan dengan melihat kondisi lokasi suatu wilayah, prospeknya dimasa yang akan datang dan komponen-komponen lain yang mendukung.

Agroindustri adalah subsistem dari sistem agribisnis yang memanfaatkan dan mempunyai kaitan langsung dengan produk-produk pertanian yang akan ditransformasikan menjadi produk bernilai ekonomis tinggi.

Proses produksi adalah suatu proses mentransformasikan bahan baku tepung tapioka hingga menghasilkan output berupa produk bihun tapioka dalam kemasan.


(49)

32

Produksi bihun adalah kegiatan produksi yang dilakukankan oleh agroindustri bihun selama satu bulan dan dihitung dari setiap proses produksi dikalikan dengan frekuensi produksi masing-masing agroindustri pada bulan tersebut.

Kinerja adalah hasil kerja dari suatu agroindustri yang dilihat dari aspek teknis juga ekonomis produksi yang meliputi produktivitas (kg/HOK), kapasitas (%), dan pendapatan (Rp).

Masukan (Input) adalah sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi bihun. Masukan berupa bahan baku (kg), peralatan, tenaga kerja (HOK), dan bahan penolong.

Bahan baku adalah jumlah tepung tapioka yang digunakan dalam kegiatan pembuatan bihun tapioka selama proses produksi dan diukur dengan satuan kilogram (kg).

Bahan penolong adalah bahan produksi selain dari bahan baku yang digunakan dalam proses produksi untuk membantu agar bahan baku (tepung tapioka) dapat diproses lebih lanjut misalnya plastik yang diukur dalam satuan kilogram (kg), bahan bakar minyak diukur dalam liter (l), tali rafia dalam kilogram (kg), dan kayu bakar diukur dalam meter kubik ( ).

Keluaran (Output) adalah hasil dari proses produksi yaitu berupa bihun tapioka, diukur dalam jumlah satuan kilogram (kg).

Harga produk (output) adalah harga bihun yang diterima oleh pengusaha agroindustri dan diukur dengan satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).


(50)

33

Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja, baik didalam maupun luar anggota keluarga, yang digunakan dalam proses produksi bihun yang diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).

Biaya produksi adalah korbanan sejumlah sumber daya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya produksi terdiri atas biaya tetep dan biaya variabel.

Biaya tetap yaitu korbanan yang dikeluarkan dalam usaha agroindustri yang besarnya tidak terpengaruh oleh jumlah sarana produksi tiap tahun atau biaya yang tiap tahunnya selalu tetap yang dihitung dari besarnya penyusutan peralatan yang digunakan per bulan (Rp).

Biaya variabel yaitu biaya yang dikeluarkan dalam usaha agroindustri yang jumlahnya selalu berubah sesuai dengan perubahan volume produksi bihun tapioka. Biaya variabel dalam industri bihun tapioka berupa biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku per bulan (Rp).

Penerimaan adalah jumlah uang yang diterima produsen dari penjualan bihun hasil produksi. Penerimaan total diperoleh dengan mengalikan jumlah produksi bihun dengan harga jual, diukur dengan satuan rupiah (Rp).

Pendapatan adalah balas jasa yang diterima perusahaan dari pengolahan tepung tapioka menjadi bihun. Besarnya pendapatan dihitung dengan mengurangi penerimaan agroindustri bihun dengan biaya-biaya yang dikeluarkan, diukur dengan satuan rupiah (Rp).


(51)

34

Produktivitas adalah perbandingan antaraoutputdaninputdalam proses produksi tepung tapioka menjadi bihun. Produktifitas dihitung berdasarkan jumlahoutput/bihun (kg) terhadap tenaga kerja (HOK) dan dinyatakan dengan satuan kg/HOK.

Kapasitas adalah perbandingan antaraoutput(bihun) yang dihasilkan dalam satu kali proses produksi dengan kapasitas maksimal produksi bihun yang dapat dihasilkan, dinyatakan dalam persen (%).

Analisis lingkungan internal agroindustri adalah suatu cara untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis dari dalam agroindustri yang

mempengaruhi keberhasilan misi, tujuan, dan kebijakan agroindustri, seperti kondisi keuangan, sumberdaya manusia, produksi, pemasaran, manajemen.

Analisis lingkungan eksternal agroindustri adalah suatu cara untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis dari luar agroindustri yang

mempengaruhi pencapaian misi, tujuan, dan kebijakan agroindustri, seperti pesaing, pelanggan, pemasok, keadaan alam, kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi, sosial budaya dan teknologi

B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Metro, Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive). Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan bahwa Kota Metro merupakan sentra produksi bihun tapioka di Provinsi Lampung.


(52)

35

Responden dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha agroindustri bihun di Kota Metro yang berjumlah empat unit agroindustri. Waktu pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan juni 2015.

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sensus dengan

pertimbangan bahwa agroindustri bihun tapioka yang ada di Kota Metro hanya berjumlah sedikit. Metode sensus merupakan kegiatan pengambilan data dari semua elemen/anggota dari suatu populasi (Singarimbun, 1989). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pemilik usaha dan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik, serta lembaga lain yang dapat mendukung ketersediaan data penelitian.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

1. Metode analisis kuantitatif

Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan pertama penelititan ini, yaitu mengetahui kinerja agroindustri bihun, yang dianalisis menggunakan produktifitas, kapasitas, dan pendapatan agroindustri.


(53)

36

a. Produktivitas

Produktivitas adalah suatu ukuran seberapa baik kita mengonversi masukan (input) dari proses transformasi ke dalam produksi (output). Produkivitas yang dihitung adalah produktivitas antaraoutputterhadap tenaga kerja, dirumuskan :

Produktivitas = ( )

( )

Ukuran produktivitas ini dinyatakan dalam satuan kg/HOK, dimana semakin besar angka produktivitas yang diperoleh maka semakin baik kinerja agroindustri yang dilaksanakan.

b. Kapasitas

Kapasitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kemampuan output dari suatu proses, dirumuskan :

Capacity Utilization=

Keterangan :

Actual Output = Output (bihun) yang diproduksi (kg)

Design Capacity = Kapasitas maksimal memproduksi bihun (kg)

c. Pendapatan agroindustri

Pendapatan agroindustri diperoleh dengan menghitung selisih antara penerimaan dari hasil usaha dengan biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu bulan, dirumuskan sebagai berikut :


(54)

37

π

= Y .Py -∑ Xi .Pxi –BTT

Keterangan :

π

= Pendapatan (Rp)

Y = Produksi (kg)

Py = Harga hasil produksi (Rp/kg)

∑ Xi = Jumlah faktor produksi ke i (i = 1,2,3,....n) Px = Harga produksi ke i (Rp)

BTT = Biaya tetap total (Rp)

Untuk mengetahui apakah usaha agroindustri bihun menguntungkan atau tidak, maka digunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya yang dirumuskan :

R/C =

Keterangan :

R/C = Nisbah antara penerimaan dengan biaya TR =Total Revenue(Penerimaan total) TC =Total Cost(Biaya total)

Jika R/C > 1, maka agroindustri bihun yang diusahakan mengalami keuntungan. Jika R/C < 1, maka agroindustri bihun yang diusahakan mengalami kerugian, dan jika R/C = 1 maka usaha yang dijalankan berada pada titik impas.

2. Metode analisis deskriptif kualitatif

Metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan kedua yaitu identifikasi lingkungan internal dan eksternal


(55)

38

mendapatkan gambaran kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap usaha agroindustri bihun tapioka di Kota Metro. Lingkungan internal agroindustri bihun tapioka akan memberi pengaruh berupa kekuatan dan ancaman bagi agroindustri. Lingkungan eksternal agroindustri bihun tapioka akan memberikan pengaruh berupa peluang dan ancaman terhadap keberadaan agroindustri.

Lingkungan internal dalam ini meliputi kondisi produksi, manajemen dan pendanaan, sumberdaya manusia, pemasaran, dan lokasi agroindustri. Lingkungan ekternal ini meliputi pesaing, aplikasi teknologi, keadaan iklim dan cuaca, kondisi ekonomi, sosial dan budaya, serta kebijakan pemerintah. Penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan lingkungan internal serta

peluang dan ancaman pada linkungan eksternal ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dalam penelitian dan didasarkan pada penilaian subyektif peneliti.


(56)

39

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Kondisi Historis Kota Metro

Kota Metro merupakan salah satu kota di Provinsi Lampung yang berjarak sekitar 45 km dari ibu kota provinsi Lampung yaitu Bandar Lampung. Pembentukan Kota Metro memiliki sejarah panjang dan beberapa kali

mengalami perubahan bentuk pemerintahan sejak jaman pendudukan Belanda hingga saat ini. Harapan untuk memperoleh otonomi daerah terjadi pada tahun 1999 dengan dibentuknya Kota Metro sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tanggal 20 April 1999. Pada saat diresmikan Kota Metro terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Metro Raya dan Kecamatan Bantul.

Secara administratif sampai dengan akhir tahun 2009 Kota Metro dibagi menjadi lima kecamatan yaitu Kecamatan Metro Timur, Metro Barat, Metro Utara, Metro Selatan, dan Kecamatan Metro Pusat sebagai pusat pemerintahan.

Kota Metro merupakan salah satu daerah di Provinsi Lampung yang terdapat agroindustri bihun tapioka. Lokasi usaha bihun tapioka di Kota Metro terdapat di Kecamatan Metro Timur dan Kecamatan Metro Utara. Usaha ini pertama kali didirikan oleh Warga Negara Indonesia yang masih keturunan China pada pertengahan tahun 1970-an.


(57)

40

B. Keadaan Geografis Kota Metro

Secara geografis Kota Metro terletak di tengah Provinsi Lampung pada kedudukan5 5’ Lintang Selatan sampai5 10’ Lintang Selatan, dan105 15’

Bujur Timur sampai105 20’ Bujur Timur danberbatasan dengan :

a. Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur di sebelah utara b. Kabupaten Lampung Timur di sebelah selatan

c. Kabupaten Lampung Timur di sebelah timur d. Kabupaten Lampung Tengah di sebelah barat

Topografi Kota Metro berupa daerah dataran aluvial dan berada pada ketinggian 25-75 meter dari permukaan laut dengan kemiringan 0 sampai 3 persen. Kota Metro memiliki wilayah keseluruhan seluas 6.874 ha.

Berdasarkan Metro Dalam Angka (2014), penggunaan lahan Kota Metro dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Luas lahan berdasarkan penggunaannya di Kota Metro, 2013

No Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)

1 Sawah 2.978,20 43,32

2 Rumah, bangunan dan halaman 2.432,55 35,38

3 Hutan Rakyat 138,00 2,00

4 Rawa 22,70 0,33

5 Kolam 75,48 1,09

6 Tegal/Kebun 86,20 1,25

7 Padang rumput 13,60 0,19

8 Ladang/Huma 76,00 1,10

9 Lainnya 1.052,13 15,30

Jumlah 6.874,86 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa luas areal lahan di Kota Metro sebagian besar digunakan sebagai areal persawahan. Keadaan ini juga didukung dengan


(58)

41

adanya beberapa sungai yang melewati Kota Metro seperti sungai Way Sekampung, Way Batanghari, Way Bunut dan Way Raman.

Kota Metro memiliki prasarana transportasi yang terbilang baik. Hampir seluruh jalanan di Kota Metro telah menggunakan aspal. Hal tersebut akan memperlancar proses transportasi dan distribusi barang keluar dan masuk Kota Metro, yang berarti juga mendukung bagi adanya industri. Panjang jalan di Kota Metro dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Panjang jalan menurut jenis permukaan di Kota Metro, 2013 (km)

No Jenis Permukaan

Status Jalan

Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kota Jalan Desa

1 Aspal 5,74 21,90 365,41 441,40

2 Kerikil/Onderlagh 0,00 0,00 0,00 7,40

3 Tanah 0,00 0,00 0,00 3,00

4 Tidak Dirinci 0,00 0,00 0,00 0,00

Jumlah 5,47 21,90 365,41 451,80

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

C. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk Kota Metro tahun 2013 adalah 153.517 jiwa (berdasarkan proyeksi hasil sensus penduduk tahun 2010). Luas wilayah Kota Metro adalah 68,74Km sehingga kepadatan penduduk Kota Metro adalah 2.233/Km .

Kota Metro menempati urutan kedua di Provinsi Lampung untuk kepadatan penduduk setelah Kota Bandar Lampung. Keadaan penduduk Kota Metro berdasarkan jenis kelamin tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 7.


(59)

42

Tabel 7. Jumlah penduduk Kota Metro menurut jenis kelamin tahun 2013 No Klasifikasi Jumlah (orang) Persentase

(%)

1 Laki-laki 76.828 50,04

2 Perempuan 76.689 49,96

Jumlah 153.517 100,00

Sex Ratio 100,18

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kota Metro lebih besar dari jumlah penduduk perempuan, hal ini dapat dilihat darisexrationya yaitu sebesar 100,18 yang berarti jumlah penduduk laki-laki 0,18 persen lebih besar dari jumlah penduduk perempuan. Sebaran penduduk menurut umur pada tahun 2013, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penyebaran penduduk Kota Metro menurut umur tahun 2013 Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

0-14 39.974 26,04

15-29 41.955 27,33

30-44 36.728 23,93

45-59 24.157 15,73

60+ 10.703 6,97

Jumlah 153.517 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Menurut Mantra (2004), kelompok penduduk usia 15-64 tahun adalah

kelompok penduduk usia produktif. Tabel 8 memperlihatkan bahwa penduduk berdasarkan umur dengan jumlah paling besar di Kota Metro berada pada kisaran usia 15-29 tahun yaitu sebesar 27,33 persen dari total 153.517 jiwa. Posisi kedua yaitu sebesar 26,04 persen adalah penduduk usia 0-14 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kota Metro telah memasuki


(60)

43

tahap usia produktif untuk bekerja, kondisi ini merupakan potensi positif bagi pembangunan Kota Metro.

D. Gambaran Umum Industri di Kota Metro

Pembangunan sektor industri merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar di Kota Metro. Kota metro memiliki industri yang terdiri dari berbagai skala, dimulai dari industri besar, industri menengah, dan industri kecil.

Unit usaha industri kecil pada tahun 2013 di Kota Metro sebanyak 1.681 unit dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 4.529 orang. Unit usaha industri menengah yang terdapat di Kota Metro sebanyak 4 unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebanyak 154 orang. Usaha industri besar hanya terdapat satu perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 47 orang. Jumlah perusahaan, tenaga kerja, dan investasi industri di Kota Metro dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah perusahaan, tenaga kerja, dan investasi menurut kelompok industri di Kota Metro tahun, 2013.

No Kelompok Industri Jumlah

Perusahaan

Tenaga Kerja (orang)

Investasi (000 Rupiah)

1 Industri pangan 422 1.384 9.652.400

2 Bahan kimia dan bangunan 489 1.372 12.238.200

3 Industri logam dan jasa 634 1.363 20.999.900

4 Industri sandang dan kulit 38 116 740.000

5 Industri kerajinan dan umum 98 294 1.989.000

Jumlah 1.681 4.529 45.619.500


(61)

44

Berdasarkan Tabel 9 terbilang bahwa industri pangan merupakan penyerap tenaga kerja tertinggi meskipun dalam segi jumlah perusahaannya menempati urutan ketiga setelah industri logam dan jasa serta industri bahan kimia dan bangunan. Letak Kota Metro yang berbatasan langsung dengan beberapa daerah penghasil pertanian yaitu Lampung Tengah dan Lampung Timur juga akan memudahkan dalam memperoleh input produksi. Industri pengolahan pangan banyak dipilih oleh masyarakat karena dalam pengerjaannya relatif lebih mudah dan menggunakan alat-alat sederhana.

Laju pertumbuhan industri pangan di Kota Metro dari tahun 2010 ke 2012 mengalami peningkatan sebesar 13,23 persen. Semakin banyak industri pengolahan maka akan semakin banyak tenaga kerja yang dapat diserap. Umumnya masyarakat perdesaan belum memiliki pendidikan yang tinggi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya banyak yang memilih untuk bekerja atau membantu dalam proses produksi olahan. Sektor industri secara umum dan industri pangan khususnya diharapkan dapat membantu peningkatan perekonomian, khususnya bagi lingkungan pedesaan.

E. Latar Belakang Pendirian Usaha

Agroindustri bihun tapioka di Kota Metro pertama kali dirintis pada

pertengahan tahun 1970-an. Pemilik industri rumah tangga bihun tapioka di Kota Metro pada awalnya adalah penduduk yang merupakan warga negara Indonesia keturunan China. Salah satu alasan usaha ini didirikan karena melihat kondisi daerah yang sangat cocok untuk didirikan industri rumah tangga bihun. Selain itu, melihat jumlah penduduk yang sudah banyak


(62)

45

memungkinkan jumlah kebutuhan akan konsumsi makanan seperti bihun tapioka dapat menjadi alternatif.

Pemilihan bahan baku tepung tapioka dilakukan karena biaya pengolahan lebih murah dibandingkan dengan bihun beras, serta kemampuan yang dimiliki para pengusaha adalah mengolah bihun berbahan tapioka. Kemampuan membuat bihun ini telah diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga para

pengusaha agroindustri bihun tapioka di Kota Metro.

Seluruh agroindustri bihun tapioka di Kota Metro merupakan usaha pertama yang didirikan oleh para pengusaha bihun tapioka. Para pengusaha melihat prospek usaha bihun tapioka yang cukup menjanjikan keuntungan besar pada waktu itu. Modal finansial yang digunakan pada awal pendirian usaha berasal dari milik pribadi dan melakukan peminjaman ke bank. Sebagian besar usaha agroindustri bihun tapioka ini dikelola sendiri oleh pemilik usaha dengan menggunakan tenaga kerja dari penduduk sekitar tempat usaha. Sejak dijalankan, usaha ini ternyata mampu berkembang dan memberikan


(63)

79

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di agroindustri bihun tapioka di Kota Metro, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kinerja agroindustri bihun tapioka di Kota Metro secara keseluruhan sudah baik. Produktivitas rata-rata sebesar 69,02 kg/HOK, kapasitas rata-rata sebesar 62 persen, dan R/C rasio rata- rata diperoleh sebesar 1,56.

2. Identifikasi lingkungan internal dan eksternal agroindustri bihun tapioka di Kota Metro didapatkan bahwa :

a. Kekuatan yang dimiliki agroindustri bihun tapioka adalah kebutuhan input produksi mudah diperoleh, bihun tapioka bermutu baik, telah ada pembagian tugas yang jelas dalam organisasi perusahaan, lokasi usaha strategis, dan sistem pemasaran yang tertata.

b. Kelemahan yang dimiliki agroindustri bihun tapioka adalah sulit

menambah teknologi karena terkendala modal, dan rata-rata pendidikan yang rendah pada tenaga kerja.

c. Peluang yang dimiliki agroindustri adalah bihun tapioka dapat diterima oleh masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Lampung, tersedianya teknologi untuk meningkatkan produktivitas agroindustri, permintaan bihun tapioka tidak terpengaruh musim dan cuaca


(64)

80

d. Ancaman yang dihadapi agroindustri berupa perekonomian yang belum stabil terutama gejolak harga Bahan Bakar Minyak (BBM), mahalnya pengembangan teknologi produksi, adanya produk substitusi berupa bihun jagung dan mi terigu, proses produksi kadang terganggu cuaca hujan, masih minimnya kerjasama dan dukungan pemerintah Kota Metro.

B. Saran

1. Pengusaha agroindustri bihun tapioka di Kota Metro sebaiknya melakukan pencatatan keuangan dan investasi yang terperinci dan membangun

kemitraan dengan lembaga keuangan yang dapat membantu menambah modal usaha dan menyelesaikan masalah permodalan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

2. Pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian berupa pemberian akses menambah pendanaan, membantu menambah kemitraan pengusaha bihun tapioka dengan pihak-pihak yang dapat membantu usaha, dan memudahkan alur birokrasi usaha bagi pengusaha agroindustri bihun tapioka.

3. Peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini mengenai analisis resiko usaha dan efisiensi pemasaran guna pengembangan agroindustri bihun tapioka agar menjadi lebih baik.


(65)

81

DAFTAR PUSTAKA

Aji, B. P. 2012. Strategi Pengembangan Agroindustri Keripik Pisang di

Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jurnal Agrista Volume 1 Nomor 2. http://agribisnis.fp.uns.ac.id/category/naskah-publikasi-mahasiswa-2012. Diakses 14 Mei 2013

Andika, M. S. 2012. Kinerja Usaha dan Strategi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Kopi Bubuk di Kota Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Anoraga, P. 2000.Manajemen Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta

Astawan, M. 2006.Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya

Badan Pusat Statistik. 2009.Profil Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga. Badan Pusat Statistik. Jakarta

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2012.Lampung Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung

Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2014.Metro Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kota Metro. Metro

Downey, W. D, dan P.S Ericson. 1992.Manajemen Agribisnis. Jakarta: Erlangga Hernanto, F. 1991.Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya

Hunger, J.D dan T.L Wheelen. 2003.Manajemen Strategi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Iryanti, D. 2010. Analisis Kinerja, Nilai Tambah, dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kecil Kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Kemenperin Republik Indonesia.Direktori Perusahaan Industri.

http://www.kemenperin.go.id/direktoriperusahaan?what=tepung&prov=18 . Diakses tanggal 28 Oktober 2014

Kuncoro, M. 2006.Strategi: Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlangga


(1)

Pemilihan bahan baku tepung tapioka dilakukan karena biaya pengolahan lebih murah dibandingkan dengan bihun beras, serta kemampuan yang dimiliki para pengusaha adalah mengolah bihun berbahan tapioka. Kemampuan membuat bihun ini telah diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga para

pengusaha agroindustri bihun tapioka di Kota Metro.

Seluruh agroindustri bihun tapioka di Kota Metro merupakan usaha pertama yang didirikan oleh para pengusaha bihun tapioka. Para pengusaha melihat prospek usaha bihun tapioka yang cukup menjanjikan keuntungan besar pada waktu itu. Modal finansial yang digunakan pada awal pendirian usaha berasal dari milik pribadi dan melakukan peminjaman ke bank. Sebagian besar usaha agroindustri bihun tapioka ini dikelola sendiri oleh pemilik usaha dengan menggunakan tenaga kerja dari penduduk sekitar tempat usaha. Sejak dijalankan, usaha ini ternyata mampu berkembang dan memberikan


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di agroindustri bihun tapioka di Kota Metro, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kinerja agroindustri bihun tapioka di Kota Metro secara keseluruhan sudah baik. Produktivitas rata-rata sebesar 69,02 kg/HOK, kapasitas rata-rata sebesar 62 persen, dan R/C rasio rata- rata diperoleh sebesar 1,56.

2. Identifikasi lingkungan internal dan eksternal agroindustri bihun tapioka di Kota Metro didapatkan bahwa :

a. Kekuatan yang dimiliki agroindustri bihun tapioka adalah kebutuhan input produksi mudah diperoleh, bihun tapioka bermutu baik, telah ada pembagian tugas yang jelas dalam organisasi perusahaan, lokasi usaha strategis, dan sistem pemasaran yang tertata.

b. Kelemahan yang dimiliki agroindustri bihun tapioka adalah sulit

menambah teknologi karena terkendala modal, dan rata-rata pendidikan yang rendah pada tenaga kerja.

c. Peluang yang dimiliki agroindustri adalah bihun tapioka dapat diterima oleh masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Lampung, tersedianya teknologi untuk meningkatkan produktivitas agroindustri, permintaan bihun tapioka tidak terpengaruh musim dan cuaca


(3)

pengembangan teknologi produksi, adanya produk substitusi berupa bihun jagung dan mi terigu, proses produksi kadang terganggu cuaca hujan, masih minimnya kerjasama dan dukungan pemerintah Kota Metro.

B. Saran

1. Pengusaha agroindustri bihun tapioka di Kota Metro sebaiknya melakukan pencatatan keuangan dan investasi yang terperinci dan membangun

kemitraan dengan lembaga keuangan yang dapat membantu menambah modal usaha dan menyelesaikan masalah permodalan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

2. Pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian berupa pemberian akses menambah pendanaan, membantu menambah kemitraan pengusaha bihun tapioka dengan pihak-pihak yang dapat membantu usaha, dan memudahkan alur birokrasi usaha bagi pengusaha agroindustri bihun tapioka.

3. Peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini mengenai analisis resiko usaha dan efisiensi pemasaran guna pengembangan agroindustri bihun tapioka agar menjadi lebih baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aji, B. P. 2012. Strategi Pengembangan Agroindustri Keripik Pisang di

Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jurnal Agrista Volume 1 Nomor 2. http://agribisnis.fp.uns.ac.id/category/naskah-publikasi-mahasiswa-2012. Diakses 14 Mei 2013

Andika, M. S. 2012. Kinerja Usaha dan Strategi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Kopi Bubuk di Kota Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Anoraga, P. 2000.Manajemen Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta

Astawan, M. 2006.Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya

Badan Pusat Statistik. 2009.Profil Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga. Badan Pusat Statistik. Jakarta

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2012.Lampung Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung

Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2014.Metro Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kota Metro. Metro

Downey, W. D, dan P.S Ericson. 1992.Manajemen Agribisnis. Jakarta: Erlangga Hernanto, F. 1991.Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya

Hunger, J.D dan T.L Wheelen. 2003.Manajemen Strategi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Iryanti, D. 2010. Analisis Kinerja, Nilai Tambah, dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kecil Kelanting di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Kemenperin Republik Indonesia.Direktori Perusahaan Industri.

http://www.kemenperin.go.id/direktoriperusahaan?what=tepung&prov=18 . Diakses tanggal 28 Oktober 2014

Kuncoro, M. 2006.Strategi: Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlangga


(5)

Presindo

Rochmah, S. 2005. Analisis Nilai Tambah dan Keuntungan pada Agroindustri Bihun dan Soun di Metro. Skripsi. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung

Sagala, I. C. 2013. Kinerja Usaha Agroindustri Kelanting di Desa Karang Anyar Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran.

Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.JIIA Volume 1 no. 1.

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/132. Diakses 4 Maret 2014

Savitri, S. L. 2011. Potensi Agroindustri Berdasarkan Kinerja Usaha dan Strategi Pengembangannya. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Brawijaya.Jurnal AGRISE Volume X No. 3.

http://agrise.ub.ac.id/index.php/agrise/article/view/47/75. Diakses 2 April 2014

Sekretariat Negara. 2011.Inflasi dan Kenaikan Harga Beras.

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id= 5171&itemid=29. Diakses tanggal 11 April 2013

Singarimbun, M. 1989.Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES

Soekartawi. 2000.Pengantar Agroindustri. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah Pasal 6, Ayat 2.

Wibowo. 2008.Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Wibowo, A. 2009. Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Usaha

Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor. Skripsi.

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/11581. Diakses pada Mei 2013


(6)

http://gapoktanharapanmukti.blogspot.com/2011/03/cara-membuat-bihun.html diakses 24 Juli 2013

http://kreasiumbiku.blogspot.com/2011/08/v-behaviorurldefaultvml-o.html

http://lordbroken.wordpress.com/2011/11/08/proses-pembuatan-bihun/

http://lindanoer.wordpress.com/2014/01/08/pembelanjaan-ekspansi/16 mei 2014, 11:23 wib