PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA (Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK)

(1)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA

(STUDI PUTUSAN NOMOR: 313/PID/B(A)/2012/PN.TK)

Oleh :

RIRI PRIMA BESTARI SINAGA

Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia, terutama anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi narkotika. Selain itu dapat menerapkan sanksi pidana tehadap anak digunakan beberapa pertimbangan, seperti kemampuan anak mempertanggungjawabkan perbuatannya, juga dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa batas umur anak yang diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum menikah. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah : (a)Bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana Anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)? (b)Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling, setelah data terkumpul, maka diolah dengan cara editing dan sistematisasi. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Artinya menguraikan data yang telah diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat (deskriptif). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakana narkotika sebagai pengguna didasarkan pada perbuatan tersebut dengan sengaja untuk mencapai suatu kesengajaan (dolus) yang dimaksud dan memenuhi unsur-unsur dari kesalahan, yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipembuat, adanya


(2)

hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan

(dolus) dan memenuhi unsur-unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a

Undang-Undang RI 35 Tahun 2009 tentang narkotika, hakim dalam memberikan putusan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak khususnya kepada terdakwa Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini adalah terbuktinya semua unsur-unsur delik yang didakwakan berdasarkan pembuktian fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang didapat dari alat bukti, sehingga terdakwa telah memiliki, menyimpan, dan mengkonsumsi Narkotika jenis Sabu-sabu Golongan I terhadap diri sendiri dan menjatuhkan penahanan kota pengurungan hukumannya seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan selama 7 (tujuh) bulan dan subsidair 4 (bulan) 20 (dua puluh) hari penjara, Menurut Pasal 183 KUHAP adalah hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dan menurut Pasal 184 Hakim meminta alat bukti yang sah, yaitu dari keterangan sanksi-sanksi, dan barang bukti berupa Sabu-sabu seberat 0,2329 gram dan 1 unit hanphone merk nokia tipe 1208 warna hitam.

Adapun saran dari penulis berkaitan dengan menyalahgunakan narkotika yang dilakukan oleh anak adalah Pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna hendaknya mempertimbangkan semua aspek yang terbaik bagi anak, dijatuhi hukuman berupa sanksi atau pidana penjara, karena untuk menentukan kelanjutan masa depan anak kelak dan pidana penjara bukan jalan untuk membuat anak menjadi lebih baik, psikologis anak akan rusak. Akan lebih baik anak diberi pembinaan untuk mengubah sifat buruknya. Pertimbangan hakim memutus terdakwa adalah anak dibawah umur (belum mencapai umur 18 tahun) diberikan hukuman tindakan (pembinaan atau rehabilitasi) bukan dengan menjatuhkan sanksi pidana sebagaimana diatur di dalam pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia, terutama anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi narkotika. Fakta yang disanksikan hampir disetiap hari baik melalui media cetak maupun elektronik, ternyata peredaran narkotika telah merebak kemana-mana tanpa pandang usia, terutama di antara generasi penerus bangsa dalam pembangunan Negara di masa mendatang.

Narkotika saat ini telah disalahgunakan untuk dikonsumsi, diedarkan, dan diperdagangkan tanpa izin dari pihak berwenang. Hal ini dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh keuntungan ekonomi. Penyalahgunaan narkotika pada saat ini telah masuk dalam keadaan yang membahayakan, karena pelaku penyalahgunaan narkotika atau mengkonsumsi narkotika berasal dari golongan anak-anak atau remaja. Jumlah pelaku penyalahgunaan narkotika yang masih tergolong anak


(4)

atau terus bertambah pada tiap tahunnya, yang membuktikan bahwa anak merupakan sasaran peredaran narkotika.

Penyalahgunaan narkotika belakangan ini banyak dilakukan oleh anak-anak. Usia anak-anak merupakan “sasaran empuk” dan wilayah yang paling rawan terhadap penyalagunaan narkotika, karena masa anak-anak merupakan masa pencarian identitas diri, saat dimana anak-anak mulai muncul rasa penasaran, ingin mengetahui serta ingin mencoba berbagai hal baru dan bahkan resiko tinggi, oleh karenanya, sangat mungkin jika semakin hari semakin bertambah jumlah tindak pidana kejahatan narkotika untuk pengedar dan pemakai dikalangan anak-anak.

Penerapan sanksi pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana narkotika berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan pidana yang dijatuhkan kepada anak-anak adalah 1/2 dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa, karena anak dipandang belum mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya secara sepenuhnya. Selain itu, dalam proses penegakan hukum terhadap anak, digunakan beberapa pertimbangan dalam menjatuhkan sanksi pidana tersebut. Teori pertanggungjawaban pidana1 menjalaskan bahwa pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasarkan pada kesalahan pembuat

(liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur

suatu tindakan pidana. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa batas umur anak-anak yang dijatuhkan ke sidang anak, adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan)

1


(5)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan secara sistematis, menggunakan modus operadi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir dan sudah bersifat transnasional.

Pemerintah telah menaruh perhatian yang sangat besar dan serius untuk menanggulangi penyalagunaan narkotika, dan bahan-bahan adiktif lainnya, khususnya dikalangan pelajar dan remaja. Dari kalangan tertentu seperti Badan Narkotika Nasional (BNN)2 tidak bosan mengadakan seminar, symposium, lokakarya, dan sebagainya, untuk mendapatkan masukan guna menunjang usaha dan upaya pemerintah ini. Peranan masyarakat, keluarga, sekolah, dan juga lingkungan sekitar sangat penting guna menunjang dan mencegah bahaya penyalahgunaan obat-obatan tersebut, terutama narkotika.

Bahaya penyalahgunaan narkotika bagi anak-anak dan remaja adalah dapat mengakibatkan pada kelambatan berfikir, sehingga harapan dalam pencapaian pembangunan nasional dapat terganggu. Selain itu, bahaya dari penyalahgunaan narkotika dapat merusak sel-sel saraf otak, menimbulkan ketergantungan, dan dapat mengakibatkan kematian bagi pemakainya. Ketergantungan terhadap narkotika pada mulanya hanya berupa keinginan

2

Badan Narkotika Nasional (BNN) merupakan suatu badan independen negara yang terbentuk karena undang-undang.


(6)

untuk mencoba, karena narkotika tersebut dapat membuat pemakainya beralusianasi seolah-olah dapat melupakan masalah dan berada pada dunia yang indah, jika faktor kesempatan untuk mendapatkan narkotika sangat mudah dari pengedar, maka dapat mengakibatkan korban akan semakin bertambah.

Salah satu contoh korban dari penyalagunaan atau pemakai narkotika yang masih dalam kategori anak adalah Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin yang masih berumur 15 Tahun. Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 313/PID.A/2012/pn.tk. dituntut oleh Hakim telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UUD Nomor 35 Tahun 2009 tentang Menyalahgunakan Narkotika bagi diri sendiri.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 313/PID.A/2012/pn.tk. Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin oleh hakim dinyatakan bersalah dan terbuktik secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri Hakim menjatuhkan penjara selama 4 (empat) bulan, 20 (dua puluh) hari.

Putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa terasa lebih berat karena tergolong anak dibawah umur, menurut saksi Rildho Mudjtahidin Bin Mudjtahidin dan Yudi Kurniawan Bin Suratmin, mengatakan bahwa benar terdakwa ditemukan berupa 1 (satu) linting daun


(7)

ganja yang telah dibungkus dengan kertas paper warna putuh dibuang oleh Harry wibowo dan baru pertama kali menggunakan atau mengonsumsi narkotika berupa daun ganja kering, padahal terdapat Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor: 166 A/KMA/SKB/XII/2009, Nomor: 148 A/A/JA/12/2009, Nomor: B/45/XII/2009, Nomor: M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009, Nomor: 10/PRS-2/KPTS/2009, Nomor: 02/Men.PP dan PA/XII/2009 Tahun 2009 tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum yang mengatur bahwa dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum harus menggunakan pendekatan keadilan restoratif sebagai landasan pelaksanan sistem peradilan pidana terpadu bagi anak yang berhadapan dengan hukum yang pada perkara dengan terdakwa Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini SKB ini belum sepenuhnya dilaksanakan.

Hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman memiliki kebebasan dalam menjatuhkan pidana, namun apabila pelaku tindak pidana tersebut masih tergolong dalam usia anak khususnya pada tindak pidana narkotika, seharusnya hakim dapat lebih mempertimbangkan kembali putusan yang dijatuhkannya Kasus tindak pidana narkotika yang pelakunya adalah sebagai pemakai, misalnya Andri


(8)

Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin, seharusnya hakim menjatuhkan putusan harus lebih mempertimbangkan masa depan dari terpidana tersebut.

Anak yang berumur kurang dari 18 tahun melakukan tindak pidana pidana narkotika mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Peradilan Anak mengenai batas umur anak yang dapat dijatuhi hukuman yang penjatuhan hukumannya disesuaikan dengan batasan umur menurut tingkatnya. Dalam hal ini aparat hukum benar-benar dituntut untuk mendalami ketentuan-ketentuan mengenai penjatuhan hukuman yang ada dalam Undang-Undang Peradilan Anak.

Berdasarkan pertimbangan diatas, oleh karena itu penulis tertarik mengambil judul skripsi mengenai: “Pertanggungjawaban Pidana Anak yang Menyalah gunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan Nomor; 313/PID/B(A)/2012/PN.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas adalah :

a) Bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana Anak yang

Menyalahgunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)?


(9)

b) Apakah Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Anak yang Menyalahgunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mencakup ilmu hukum pidana yang membahas pertanggungjawaban Pidana Anak yang Menyalahgunakan Narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK). Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, Bandar Lampung. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tahun 2012.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok bahasan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana anak yang

menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna;

b) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna;

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Secara Teoritis, yaitu berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya pemahaman wawasan di bidang ilmu hukum pidana, khususnya


(10)

mengenai pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakan Narkotika sebagai pengguna.

b. Kegunaan Praktis, yaitu memberikan masukan kepada aparat penegak hukum mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti3.

Syarat-syarat Pemidanaan adalah :

a. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang dan bersifat melawan hukum.

b. Orang, dalam hal ini mengacu kepada kesalahan, meliputi kemampuan bertanggungjawab dan segala (Dolus/.Opzet) atau Lalai (Culpa/Alpa) (Tidak ada alasan pemaaf)4

Berdasarkan teori di atas Teori Pertanggungjawaban Pidana mengacu kepada kesalahan baik kesalahan sengaja (Dolus/.Opzet) atau karena faktor lalai

(Culpa/Alpa). Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan

pematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk 1 (satu)

3

Soerjono Soekanto, 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press.Jakarta. hlm 124

4


(11)

Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan5.

Pertanggungjawaban pidana sebagai syarat pemidanaan subjektif yang memiliki unsur sebagai berikut :

a. Kemampuan bertanggungjawab.

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan melawan hukum.

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan6.

b. Kesalahan dalam arti luas.

1. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja atau lesalahan dalam arti sempit;

2. Tidak adanya dasar peniadaan pidana menghapus dapatnya dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat7.

Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindakan sendiri atau pihak lain8. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana positif yakni

5

P.A.F. Lamintang, 1997 .Hakim panitesier Indonesia. hlm 108

6

Moeljatno, 1963.Asas-Asas Hukum Pidana. hlm 165.

7

Andi Hamzah, 1994 . Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. hlm 30

8

WJS. Poerwadarminta, 1995, Kamus Umum Bahasa Indonesia,PN. Balai Pustaka. Jakarta hlm 619


(12)

dapat dipertanggungjawabannya dari si pembuat, adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada alasan pembenar, atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.

Pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja. akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan9.

Unsur-unsur yang mengakibatkan dipidananya seseorang terdakwa adalah mampu bertanggungjawab, syarat-syarat orang mampu bertanggungjawab adalah faktor akal dan faktor kehendak. Faktor akal yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan tang tidak diperbolehkan. Faktor kehendak yaitu menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyahfan atas mana yang diperbolehkan dan yang tidak10.

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada

pemidanaan bertindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersengka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.

Melihat kekhususan yang dimiliki anak, serta memperhatikan berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan bagi anak, maka pemberian sanksi (Pidana dan Tindakan) harus memperhatikan

9

Ibid hlm 73

10

Roeslan Saleh, 1999. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Angkasa, Jakarta hlm 84


(13)

prinsip penjatuhan pidana kepada anak. Untuk itu, maka diperlukan suatu sistem penghukuman khusus bagi anak dalam perkara pidana atau yang berkonflik dengan hukum.

Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebut apabila diterapkan secara maksimal dapat memberi suatu alternatif yang lebih baik dalam melakukan pembinaan dan rehabilitasi terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Dalam hal ini juga dikembangkan partisipasi aktif masyarakat dalam usaha tersebut, adanya kesadaran dan kesedian untuk menerima anak yang dalam kesulitan atau berkonflik dengan hukum dan memberi pembinaan yang mantab.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai revisi atas Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, telah diundangkan pada tanggal 12 oktober 2009 dan ditempatkan dalam lembaran Negara RI nomor 5062. Undang-Undang ini dikeluarkan sebagai tindakan pemerintah dalam menyikapi penyalahgunaan peredaran gelap narkotika yang semakin meningkat.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur tentang tata cara dan proses penjatuhan suatu hukuman, namun tidak hanya proses utuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil guna menjatuhkan putusan bagi seseorang terdakwa yang diatur, tetapi juga mengatur pokok-pokok cara pelaksanaan dari putusan tersebut. Apa yang diatur dalam hukum acara pidana adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam


(14)

menegakkan ketertiban umum, sekaligus juga bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi tiap-tiap individu baik yang menjadi korban maupun si pelanggar hukum.

Hakim sebagai alat negara dalam menegakkan hukm diberikan kewenangan yang besar oleh undang-undang untuk menentukan berat ringannya sanksi pidana bagi pelaku yang melanggarnya. Akan tetapi kebebasan hakim ini dibatasi oleh tujuan-tujuan pidana dan azaz-azas yang hidup dalam masyarakat serta hukum yang sesuai dengan Pancasila.

Menurut Pasal 183 dalam KUHAP tentang Pembuktian dan Putusan Dalam Acara Pemeriksaan Biasa adalah :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada kepada seseorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah yang melakukan”.

Putusan hakim merupakan mahkota dari suatu pekara yang sedang diperiksa dan diadili oleh hakim tersebut. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek. Hakim mempunyai sikap atau sifat kepuasan moral yang menjadi dasar untuk memutus suatu perkara serta kepuasan nurani sendiri jika putusannya dikuatkan dan tidak dibatalkan pengadilan yang lebih tinggi11.

11

Ahmad Rifai, 2011. Penemuan Hukum Oleh hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif. Sinar Grafika. Jakarta hlm 94


(15)

Proses atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana; 2. Tahap Menganalisi Tanggung jawab Pidana; 3. Tahap Penentuan Pemidanaan12

Menurut Pasal 33 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa ketua pengadilan mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa dengan tujuan memperoleh jaminan bahwa putusan tersebut telah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Adapun hakim yang diberi tugas untuk menbantu ketua pengadilan dalam pengawasan ini disebut hakim pengawasan dan pengamatan (hakim wasmat).

2. Konseptual

Menurut Abdulkadir Muhammad, kerangka konseptual adalah susunan dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh sehingga terbentuk dari beberapa konsep sebagai landasan, acuan dan pedoman dalam penelitian atau penulisan. Sumber konsep adalah undang-undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, enksiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa.

a. Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan pematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk 1 (satu) Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang

12


(16)

oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban

(teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan atau

kecakapan13.

b. Penjatuhan Pidana adalah hal yang berhubungan dengan pernyataan hakim dalam memutuskan perkara dan menjatuhkan hukuman14. c. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan hukuman pidana15.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka penulis menguraikan secara garis besar keseluruhan sitematika materi sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini memuat pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, sistematika penulisan dan metode penelitian, tentang pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah

gunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan

No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK). II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat telaah kepustakaan yang berupa pengertian-pengertian dan tinjauan umum tentang pertanggungjawaban pidana anak yang

13

P.A.F. Lamintang, 1996. Dasar-Dasat Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung hlm 108

14

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993 hlm 197

15


(17)

menyalah gunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yang meliputi : pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data,tentang pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah gunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pokok bahasan mengenai hasil penelitian, yang terdiri dari karakteristik responden, dasar pertimbangan hakim dalam memberikan putusan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh pada wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan putusan pengadilan berupa pidana penjara bagi anak.

V. PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang mengemukakan pada pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah gunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindakan sendiri atau pihak lain14. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada

pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.

Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan pematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk 1 (satu) Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan15.

14

WJS. Peorwadarminta,1985. Kamus Umum Bahasaa Indonesia. Eresco, Jakarta Ibid, hlm 620

15


(19)

Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana positif yakni dapat dipertanggungjawabkannya dari sisi perbutan, adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada alasan pembenaran, atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.

Asas legalitas dalam hukum pidana indonesia menentukan bahwa seseorang baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatan tersebut sudah sesuai dengan rumusan dalam undang-undang hukum pidana, dalam hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi : Tiada sesuatu perbuatan yang dapat dipidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebalum perbuatan dilakukan. Meskipun demikian orang tersebut belum dapat dijatuhi pidana karena masih harus di buktikan kesalahannya atau apakah dapat dipertanggungjawabkan pidana dalam hukum pidana.

Orang yang mampu bertanggung jawab itu harus memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu :

1. Dapat menginsyafi makna yang senyatanya dari perbuatannya; 2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu dapat di pandang patut

dalam pergaulan masyarakat;

3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendak dalam melakukan perbuatan16.

16


(20)

Pertanggungjawaban pidana haruslah terdapat unsur-unsur : 1. Melakukan perbuatan pidana;

2. Mampu bertanggungjawab;

3. Terdapat unsur kesalahan atau kealpaan; 4. Tidak adanya alasan pemaaf17

Unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana itu, meliputi : 1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum); 2. Diatas umur mampu bertanggung jawab;

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan18

B. Pengertian Anak

1. Pengertian anak

Anak adalah seorang yang lahir dari hubungan pria dan wanita. Kelahiran seorang anak (bayi) karena perkawinan sedikit banyaknya menyebabkan hal-hal tertentu dalam berbagai kehidupan bernegara dan bermasyarakat, secara hukum kelahiran tersebut mempunyai tersebut mempunyai atau menimbulkan akibat hukum.

Menurut pengalaman medis dan pendidikan ilmiah diketahui bahwa terdapat perbedaan antara anak dan orang dewasa, yaitu tidak hanya

17

Roeslan Saleh. 1981, log .cit, hlm 86

18


(21)

berbeda secara kuantatif saja. Tetapi juga badan jiwanya berfungsi jauh

berbeda”19

.

Pengertian anak ini mendasarkan pada dua kategori yaitu pengertian anak dengan mendasarkan pada tingkatan usia dan pengertian anak dengan menggunakan pendekatan psikososial20.

Pengertian anak dengan mendasarkan pada tingkatan usia dalam arti tingkat usia berapakah seorang dapat dikategorikan sebagai anak. Mengenai batas usia seseorang dapat dikategorikan sebagai anak, dibeberapa negara tidak adanya keseragaman. Hal ini terjadi karena ada pengaruh kondisi sosio-kultural masyarakat dari negara-negara yang bersangkutan sehingga memunculkan adanya keanekaragaman penentuan batas usia seorang sebagai anak. Bila dilihat dari seluruh negara maka yang disebut sebagai seorang anak adalah seseorang yang dari usia 6 tahun hingga 20 tahun21.

Selanjutnya mengenai penentuan batasan anak dari aspek psikososial menurut J. Pikunas dan R.J. Havighurts yang dikutip Paulus Hadisuprapto menyatakan bahwa masing-masing tingkatan usia mempunyai karakteristik kejiwaan sendiri-sendiri seperti pada tahapan remaja dini (usia 12 sampai 15 tahun) memiliki kecenderungan kejiwaan antara lain:

a. Sibuk menguasai tubuhnya b. Mencari identitas dalam keluarga.

19

Wahyono dan Rahayu, 1993Op.cit, hlm 21

20

Hadisuprapto, 1997 ,Op.cit, hlm 7

21


(22)

c. Kepekaan sosial tinggi. d. Minat keluar rumah tinggi.

Ada tahapan remaja lanjutan memiliki kecenderungan kejiwaan antara lain:

a. Sudah mulai menampakkan dirinya dan bisa menerima kondisi fisiknya;

b. Mulai dapat menikmati kebebasan emosionalnya; c. Mulai lebih mampu bergaul;

d. Sudah menemukan identitas dirinya;

e. Mulai memperkuat penguasaan diri dan menyesuaikan perilakunya dengan norma-norma keluarga kemasyarakatan;

f. Mulai secara perlahan-lahan meninggalkan reaksi-reaksi dan sikap-sikap kekanak-kanakan22.

2. Pengertian Anak

Ditinjau dari aspek yuridi maka pengertian “Anak” dimata hukum positip

Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang beum dewasa

(minderjarig/person under age), orang yang di bawah umur/keadaan di

bawah umur (minderjarigheid/inferiority) atau kerap juga disebut sebagai anak yang di bawah pengawasan wali (minderjarige ondervoorij). Maka dengan bertitik tolak kepada aspek tersebut di atas ternyata hukum positif Indonesia (ius constitutum/ ius operatum) tidak mengatur adanya unifikasi

22


(23)

hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan kreteria batasan umur bagi seorang anak23.

Pengertian kedudukan anka dalam hukum pidana menurut Maulana

Hassan Wadog bahwa “Kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran hukum secara

negatif”24

.

Menurut Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengklasifikasikan anak kedalam pengertian sebagai berikut:

a. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun;

b. Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun;

c. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh ketetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

23

Lilik Mulyadi, 2005. Pengadilan Anak di Indonesia. Mandar Maju. Bandung hlm 3-4

24


(24)

Menurut Pasal 1 butir 1 dan butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengklasifikasikan definisi anak ke dalam hal berikut:

Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan yang dimaksud dengan Anak Nakal adalah:

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Selanjutnya menurut Maulana Hassan Wadog bahwa pengertian anak dalam hukum pidana meliputi dimensi-dimensi pengertian berikut25 :

a. Ketidakmampuan untuk pertanggungjawaban tindak pidana;

b. Pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubstitusikan hak-hak anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara dengan maksud untuk mensejahterakan anak;

c. Rehablitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan mental spritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri;

d. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan;

25


(25)

e. Hak-hak anak dalam proses hukum acara pidana.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang dinyatakan dalam pasal 330 yang berisikan bahwa “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh tahun, dan tidak lebih dahulu

kawin”.

Pengertian tentang anak secara khusus (legal formal) dapat kita temukan dalam Pasal 1 angka (1) Udang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan Pasal 1 angka (5) undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18(delapan belas)

tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan”.

Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 Tentang

hak Asasi Manusia, pengertian anak adalah : “anak adalah setiap manusia

yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.


(26)

Menurut Pasal 1 ayat (1) undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, pengertian anak yaitu: ”Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) Tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, bagi orang anak yang belum mencapai usia 8 (delapan) tahun itu belum dapat mempertanggung-jawabkan perbuatannya walaupun perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. Akan tetapi bila si anak tersebut melakukan tindak pidana dalam batas umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun maka ia tetap dapat diajukan ke sidang Pengadilan Anak.

C. Tinjauan Umum tentang Narkotika dan Penanggulangan Narkotika

1. Pengertian Narkotika dan Tindak Pidana Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan26.

Istilah Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan Obat berbahaya dan Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Dengan penyebutkan berbagai singkatan tertsebut diatas, maka pada intinya sama, yaitu agar supaya lebih mudah dipahami maka

26


(27)

digunakan istilah Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, Psikotropika dan bahan/Zat Adiktifnya.

Narkotika digolongkan sebagai suatu zat atau bahan yang jika digunakan atau dimasukkan kedalam tubuh mempunyai efek lanjutan. Menurut Dadang Hawari, Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat diluar indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter, pemakaian sendiri secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya selama 1 bulan.

Penyalahguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika bukan untuk keperluan yang seharusnya, dalam hal ini seorang penyalah guna dapat disebut sebagai pemakai narkotika.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 1 ayat (15) yaitu :

“Penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.”

Seorang pemakai belum tentu menjadi seorang pecandu, sebagian hanya memakai sekali waktu saja, kemudian setelah ia tidak menemukan rasa enaknya, ia tidak lagi menginginkan untuk mencoba. Sebagian yang lain hanya memakai manakala lingkungan disekitar atau teman-temanya semua mengkonsumsi narkotika.

Penyalahgunaan narkotika adalah pengguna narkotika yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi kerena ingin menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih, secara lebih kurang teratur, dan


(28)

berlangsung cukup lama sehingga menyebabkan gangguan kesehatan dan sifat ketergantungan akan narkotika (Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Sejak Usia Dini)

Jenis Narkotika di bagi atas 3 golongan :

a. Narkotika Golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh: ganja, morphine, putau, adalah heroin tidak murni berupa bubuk.

b. Narkotika Golongan II : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.

c. Narkotika Golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya ediktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya.

Dampak negatif penyalagunaan narkotika terhadap pelajar 1) Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian;

2) Sering membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai pelajaran;

3) Menjadi murah tersinggung dan capat marah; 4) Sering menguap, mengantuk, dan malas; 5) Tidak memedulikan kesehatan diri; 6) Suka mencuri untuk membeli narkotika.


(29)

Tindak Pidana Narkotika adalah Perbuatan melawan hukum dengan menyalagunakan narkotika yang dapat diancam dengan pidana sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

2. Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika

Upaya pencegahan terhadap penyebaran narkotika dikalangan pelajar, sudah seyogiahnya menjadi tanggung jawab kita bersama. Dalam hal ini semua pihak termasuk orang tua, guru, dan masyarakat harus turut berperan aktif dalam mewaspadai ancaman narkotika.

Adapun upaya-upaya yang lebih kongkret yang dapat dilakukan adalah melakukan kerja sama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya narkotika, atau mungkin mengadakan razia mendadak secara rutin.

Memerlukan pendampingan dari orang tua siswa itu sendiri dengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Pihal sekolah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik pelajar, karena biasanya penyebaran (transaksi) narkotika sering terjadi disekitar lingkungan sekolah. Yang tak kalah penting adalah Pendidikan moral dan agama lebih ditekankan kepada pelajar. Karena salah satu penyebab terjerumusnya pelajar ke dalam lingkaran setan ini adalah kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang mereka serap, sehingga perbuatan tercela seprti ini pun akhirnya mereka jalani.


(30)

Ada 5 bentuk penanggulangan tindak pidana narkotika : 1. Promotif (pembinaan)

Ditujukan kepada masyarakat yang belum mengunakan narkotika, prinsipnya adalah meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan semu dengan memakai narkoba, dengan pelaku program adalah lembaga kemasyarakatan yang difasilitasi dan awasi oleh pemerintah.

2. Preventif (Program Pencegahan)

Program ini ditunjukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menggunakanya. Selain dilakukan oleh pemerintah, program ini sangat efektif bila dibantu oleh lembaga propesional terkait, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat.

3. Kuratif (Pengobatan)

Ditunjukan kepada para pengguna narkoba,. Tujuannya adalah untuk mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit, sebagai akibat dari pemakai narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian narkoba. Tidak sembarangan orang boleh mengobati narkoba. Pengobatan harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari narkoba secara khusus.

4. Rehabilitatif

Upaya memulihkan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya


(31)

agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bebas pemakai narkoba.

5. Represif

Program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar, dan pemakai berdasarkan hukum. Program ini merupakan program instansi pemerintah yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi maupun distribusi semua zat yang tergolong narkoba.

Berdasarkan upaya di atas, mari kita jaga dan awasi pelajar didik kita dari bahaya narkotika, sehingga harapan kita untuk menelurkan generasi yang cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat diteralisasikan dengan baik.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan penggunaan narkotika dalam beberapa terminologi, yaitu:

a. Pencandu narkoba sebagai orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkoba dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 35 2009 tentang Narkotika);

b. Penyalah Gunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum (Pasal 1 angka 15 undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika);

c. Korban penyalahgunaan adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika, karena dibujuk, di perdaya, ditipu, dipaksa,


(32)

dan/atau diancam untuk mengggunakan narkotika (Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomot 35 Tahun 2009);

d. Pasien sebagai orang yang berdasarkan indikasi medis dapat menggunakan,mendapatkan, memilik, menanyimpan dan membawa narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu;

e. Mantan pecandu Narkotika adalah Orang yang sudah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika sacara fisik maupun spikis (Penjelasan Pasal 58 Tahun 2009 Tentang narkotika).

3. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika

Adapun beberapa pendapat tentang penyalahgunaan narkotika, diantaranya sebagai berikut :

a. Dasar agama yang tidak kuat,

b. Komunikasih dua arah anatara orang tua dan anak sangat kurang, c. Pergaulan dalam lingkungan sekolah,

d. Pengaruh lingkungan sekolah,

e, Budaya global yang masuk via elektronik dan media cetak.

D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Putusan hakim merupakan mahkota dari suatu pekara yang sedang diperiksa dan diadili oleh hakim tersebut. Oleh karena itu, tentu saja hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidak cermatan, baik yang bersifat formal maupun meteril sampai dengan adanya kecakapan


(33)

teknik membuatnya. Jika hal negatip tersebut dapat dihindari, tentu saja diharapkan dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembangnya sikap atau sifat kepuasan moral jika kemungkinan moral jika kemudian putusan yang dibuatnya itu menjadi tolak ukur untuk perkara yang sama, atau dapat menjadi bahan refensi bagi kalangan teoritis maupun praktis hukum serta kepuasan nurani sendiri jika putusannya dikuatkan dan tidak dibatalkan pengadilan yang lebih tinggi27.

Menurut Moelyatno, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Rifai, proses atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagaimana berikut :

1. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana

Pada saat hakim menganalisis, apakah terdakwa melakukan perbuatan atau tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu perbuatan sebagai tersebut dalam rumusan suatu aturan pidana.

2. Tahap Menganalisi Tanggungjawab Pidana

Jika seorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana melanggar suatu pasal tertentu, hakim menganalisis apakah terdakwa dapat dinyatakan bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya. Yang dipandang primer adalah orang itu sendiri.

Hakim dapat menggunakan Pasal 44 sampai dengan 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang orang-orang yang dinyatakan

27

Ahmad Rifai. 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Log.cit, hlm 94


(34)

tidak dapat bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya tersebut.

3. Tahap Penentuan Pemidanaan

Dalam hal ini, jikalau hakim berkeyakinan bahwa pelaku telah melakukan perbuatan yang melawan hukum, sehingga ia dinyatakan bersalah atas perbuatannya, dan kemudian perbuatannya itu dapat pertanggungjawabankan oleh si pelaku, maka hakim akan menjatuhkan terhadap pelaku tersebut, dengan melihat pasal-pasal, Undang-Undang yang dilanggar oleh si pelaku.

Sebelum menjatuhkan putusan, hakim harus bertanya kepada diri sendiri, jujurkah ia dalam mengambil keputusan ini, atau sudah tepatkah putusan yang diambilnya itu, akan dapat menyelesaikan suatu sengketa, atau adilkah putusan ini, atau seberapa jauh manfaat dari putusan yang dijatuhkan oleh seorang hakim bagi para pihak dalam perkara atau bagi masyarakat pada umumnya. Ada 2 faktor pertimbangan hakim, yaitu :

a. Faktor Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertanggungjawaban hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan.

Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya. 1. Dakwaan jaksa penuntut umum;


(35)

3. Keterangan terdakwa; 4. Barang-barang bukti;

5. Pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana. a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana kerena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP).

b. Keterangan saksi. Merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus diasampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah.

c. Keterangan terdakwa. Menurut Pasal 184 KUHAP butir E keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukrti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentantang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri.

d. Barang-barang Bukti

Benda tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.


(36)

e. Pasal-pasal dalam Undang-Undangtindak pidana. Hal yang sering terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana yang dilanggar oleh terdakwa.

b. Faktor non yuridis

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan mahkota bagi hakim dan harus dihormati oleh semua pihak tanpa kecuali, sehingga tidak ada satupun pihak yang dapat mengintervesi hakim dalam menjalankan tugasnya tersebut. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai kepentingan pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula rasa keadilan masyarakat.28

Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut29 :

28

Ahmad Rifai. 2011. Ibid hlm 94

29


(37)

1. Teori keseimbangan

Yang dimaksid dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tesangkut dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

2. Teori pendekatan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam menjatuhkan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana.

3. Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari tiori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pedana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka dalam menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputusnya.


(38)

4. Teori pendekatan pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengkatakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.


(39)

III.METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah Pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empris. Untuk itu diperlukan penelitian yang merupakan suatu rencana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Pendekatayuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuranterhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan pelaksanaan hak warga negara untuk melaporkan tentang terjadinya suatu tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Secara operasional penelitian yuridis normatif.

Pendekatan yuridis empiris adalah menelaah hukum sebagai pola perilaku yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan bentuk-bentuk perilaku yang menyimpang di masyarakat yang terjadi sebagai akibat terjadinya kejahatan penyalahgunaan tindak pidana narkotika. Secara operasional penelitian ini dilakukan dilapangan. Sifat penelitian adalah eksplorasi dengan dasar pemikiran mengumpulkan bahan dan data untuk dapat memecahkan permasalahan hukum yang ada.


(40)

B. Sumber Data dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data primer

Data primer adalah data yang digunakan secara langsung dari sumber pertama28. Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian. Penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara responden yang dilakukan pada Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, yang setalah memutus perkara

tindak pidana penyalahgunaan narkotika Nomor :

313/PID/B(A)/2012/PN.TK, dan juga akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakan dengan cara melaku studi kepustakaan, yakni melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal yang bersifat teoritas, konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan, serta ilmu pengetahuan hukum mengikat yang terdiri dari bahan hukum antara lain:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari :

28


(41)

(1) Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

(2) Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

(3) Undang-Undang 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak; (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; (5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok

Kekuasaan Kehakiman.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, dan petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, bahan hukum sekunder dalam penelitian ini, yaitu:

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang hukum acara Pidana; dan (2) Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor:

313/PID/B(A)/2012/pn.tk.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari hasil-hasil penelitian, literatur-literatur, petunjuk teknis maupun pelaksanaan yang berkaitan dengan analisis putusan tindak pidana narkotika yang dilakukam oleh anak pada wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang.


(42)

C. Penentuan Populasi dan sampel

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan penegakan tindak pidana narkotika, yaitu jaksa dan hakim.

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi29. Dalam penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode sample purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu.

Sampel yang dijadikan responden adalah :

a. Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang : 2 orang

b. Dosen Fakultas Hukum Unila : 1 orang

Jumlah : 3 orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan.

a. Studi kepustakaan (library research)

Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi

29


(43)

dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai hubungan dengan pembinaan dan pelatihan kerja terhadap anak yang melakukan kejahatan.

b. Studi lapangan (field research)

Studi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data primer, yang dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan responden atau pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dari kebenaran data yang diperoleh serta relevansinya dengan penulisan.

b. Klasifikasi data yaitu: pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan sehingga memperoleh data yang benar-benar diperlukan. c. Sistematisasi data, yaitu semua data yang telah masuk dikumpul dan

disusun dengan urutannya.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan. Data yang diolah dari kepustakaan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Menguraikan


(44)

data secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan dan menggambarkan data ke dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis sehingga memudahkan interpretasi data dan penarikan suatu kesimpulan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan metode deduktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian dan mengajukan saran.


(45)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakana narkotika sebagai pengguna (Study Putusan Nomor. 313/PID.B(A)/2012/PN.TK) didasarkan pada perbuatan tersebut dengan sengaja untuk mencapai suatu kesengajaan (dolus) yang dimaksud dan memenuhi unsur-unsur dari kesalahan, yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipembuat, adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) dan memenuhi unsur-unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

2. Dasar Pertimbangan hakim dalam memberikan putusan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak khususnya kepada terdakwa Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini Dasar Menurut Pasal 183 KUHAP adalah hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dan menurut Pasl 184 Hakim meminta alat bukti yang sah, yaitu dari keterangan sanksi-sanksi, dan barang bukti berupa Sabu-sabu seberat 0,2329 gram dan 1 unit hanphone merk nokia


(46)

tipe 1208 warna hitam terbuktinya semua unsur-unsur delik yang didakwakan berdasarkan pembuktian fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang didapat dari alat bukti, Selain itu hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan kesalahan terdakwa maupun hal-hal yang dapat meniadakan sifat pidana baik sebagai alasan pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga terdakwa harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut dan dijatuhkan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan

1. Pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna hendaknya mempertimbangkan semua aspek yang terbaik bagi anak, dijatuhi hukuman berupa sanksi atau pidana penjara, karena dari hasil putusan tersebut menentukan kelanjutan masa depan anak kelak dan pidana penjara bukan satu-satunya jalan untuk membuat anak menjadi lebih baik, psikologis anak akan rusak. Akan lebih baik anak diberi pembinaan untuk mengubah sifat buruknya. .

2. Dalam menekankan hukum pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna sebaiknya hakim memutus terdakwa yang dalam perkara ini terdakwa adalah anak dibawah umur (belum mencapai umur 18 tahun) diberikan hukuman tindakan (pembinaan atau rehabilitasi) bukan dengan menjatuhkan sanksi pidana sebagaimana diatur di dalam pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.


(47)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA

(Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK)

(Skripsi)

Oleh

RIRI PRIMA BESTARI SINAGA

UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS HUKUM


(48)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 16

B. Pengertian Anak... 18

C. Tinjauan Umum Tentang Narkotika dan Penanggulangan Narkotika .. 24

D.Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 37

B. Sumber dan Jenis Data ... 38

C. Penentuan Populasi dan Sample... 40

D. Metode Pengumpulan dan Pengolaan Data... 40

E. Analisis Data ... 41

IV.HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden... 43

B. Gambaran Umum menyalahgunakan narkotika yang dilakukan oleh anak sebagai pengguna (Studi Putusan No.313/PID.B(A)/2012/PN.TK)………... 44


(49)

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan terhadap anak yang menyalahgunakan Narkotika sebagai pengguna... 56

V.PENUTUP

A. Kesimpulan... 74 B. Saran... 75


(50)

JudulSkripsi : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA

(Study Putusan No.313/PID.B(A)/2012/PN.TK) NamaMahasiswa :

Riri Prima Bestari Sinaga

No. PokokMahasiswa : 0852011191

Bagian : HukumPidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. KomisiPembimbing

Firganefi, S.H.,M.H. Maya Shafira, S.H.,M.H.

NIP 196312171988032003 NIP 197706012005012002

2. KetuaBagianHukumPidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.


(51)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H.,M.H. ………..

Sekretaris/Anggota : Maya Shafira, S.H.,M.H. ………..

PengujiUtama : Tri Andrisman, S.H.,M.H. ………..

2. Dekan FakultasHukum

Dr. Heryandi, S.H.,M.S.


(52)

MOTTO

Jangan pernah berhenti mengasihi, karena Yesus juga gak pernah berhenti mengasihi kamu.

(Markus 12:31)

Janganlah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa,tetapi takutlah akan TUHAN senantiasa.

(Amsal 23:17)

Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa mengubah masa depan dengan membuat pilihan-pilihan yang benar hari ini.


(53)

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya kecil ini kepada :

Terimakasih Ya Tuhan Yesus yang selalu menemani disetiap

hembusan nafas ini dan menopang setiap pergumulan yang

kerap menghampiri saya disaat senang maupun sedih Engkau

selalu membantu.

Bapak dan Mama yang selalu doain saya, dan mendukung

saya dalam hal apapun,


(54)

menjadi abang yang baik walau kita suka bertengkar tapi

percaya lah saya sangat menyayangimu,

Keluarga besar saya yang selalu mendukung dan mendoakan

saya.

Semua teman dan seluruh sahabat yang ada di Fak.

Hukum Unila Angkatan 2008.


(55)

RIWAYAT HIDUP

Penulis duduk Sekolah Dasar Swasta Methodis I dan diselesaikan pada tahun 2002, kemudian dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Tebing Tinggi dan diselesaikan pada tahun 2005, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Swasta Inti Nusantara Tebing Tinggi dan diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, setelah lulus dari SMA, penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, Pada awal tahun 2012, penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada awal tahun 2012 yang berlokasi di Kampung negeri batin, kecamatan.balambangan umpu, Way Kanan.

Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, pada tanggal 02 juli 1990, sebagai anak kedua dari pasangan Sahat.Sinaga,S.Pd dan Herlina Harianja.


(56)

SANWACANA

Salam Sejahtera,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan Rahmat dan Hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Anak yang menyalah gunakan Narkotika sebagai pengguna ” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari pastilah masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini penulis tidak sendiri melainkan dibantu dan diberikan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Penjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H. selaku Ketua Jurusan Bagian Hukum Pidana

3. Ibu Firganefi, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama penyelesaian skripsi ini


(57)

4. Ibu Maya Shafira, S.H.,M.H selaku Pembimbing II yang sangat sabar membimbing saya, dan meluangkan waktu untuk saya berkonsultasi, juga memberikan banyak saran untuk penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Tri Andrisman. S.H.,M.H. dan Bapak Achmad Irzal F, S.H.,M.H. selaku Pembahas I dan II yang selalu meberikan saran dan kritik kepada penulis

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang selama ini telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung

7. Responden-responden penulis Sri Suharini, S.H.M.H., dan Itong Isnaini Hodayat, S.H.,M.H., selaku Majelis Hakim (Hakim Anak) Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Dr Maroni, S.H.,M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Bapak dan Mama, terimakasih buat segala doa dan dukungannya. Terima kasih atas kesabarannya dalam mendidik saya.

9. Buat Uda dan Inang Uda yang menjadi Bapak dan mama saya selama 2,8 tahun saya tinggal dirumah kalian jika saya selalu berbuat salah terutama ke inang uda Maafin saya ya inang uda.

10.Buat Amang Boru dan Namboru saya yang selalu mendukung setiap penyusunan skripsi ini.

11.Buat Abang dan Adik saya Dasip Adonia Sinaga, Kevin Scifo Sinaga, Tio Nicholas Sinaga, Ian V Haloho, Thomas Caplan Haloho, Edwin A Haloho, Renta Simbolon, Benjamin Haloho.


(58)

12.Buat Kekasih Mangihut Raja David Sipangkar, SH Terimakasih telah mendukung dan memberi motifasi sampai saat ini.

13.Buat Sahabat-Sahabat saya Dewi purnamawati, S.H, Revan Tambunan, SH, Christianti Simbolon, SH, Juliana Tampubolon, S.H, Berliana Manik, S.H, Carlose Sitorus, Tommy Manurung, Dede Hutagalung, Niko Simanungkalit, Van mayel, Dolly Sihombing, Yeriko Simanjuntak, Ayu Aditya, Alex sibuea, Yemima Sinaga, Frengko Sitanggang, Handi Sihotang, andi Pakpahan, Rio Riansyah, Richard Simanungkalit, Torang Sihotang, Ririn Sutari, Fitri Agnes Sihotang, Pondang Masni Damanik, Asni L.Gaol, Christine Elisabeth, dr.Reski Yanti Batu Bara, Putri Puspita, aduh sangkin banyaknya gak bisa disebutin semua maaf ya, yang sudah menemani saya selama ini.

14.Keluarga besar Formakris dari angkatan 2012-2006 dan Para Abang dan kakak yang udah alumni yang selalu menemani hari-hari saya selama kuliah di Fakultas Hukum.

15.Buat Adikku Timotius Kristianto Silalahi, yang selalu menemani saya ke Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri Untuk membantu penyusunan karya tulis saya.

16.Buat Ito saya dopdon Kurniawan sinaga yang tetap setia menemani saya dan bermanja ria selaku ito satu-satunya di fakultas hukum kapan lagi punya ito gak bisa bermanja-manja hehehehe...

17.Temen-temen kantin emak pecal, dari angkata 2012-2006 yang masih tersisah thanks a lot ya bro dukungannya .


(59)

RIRI PRIMA BESTARI SINAGA

18.Sahabat-sahabat di Fakultas Hukum Universitas Lampung, yang gak bisa disebutin satu-satu.

19.Serta buat semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini

Tidak ada yang dapat penulis berikan selain doa yang ikhlas dari hati, semoga semua kebaikan yang telah kalian berikan dan lakukan akan menjadi amal ibadah dan akan mendapatkan berkat yang lebih dari Tuhan Yesus Kristus Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bandar Lampung, 10 Februari 2013

Penulis


(1)

Buat Abang saya tercinta terimakasih selama ini sudah

menjadi abang yang baik walau kita suka bertengkar tapi

percaya lah saya sangat menyayangimu,

Keluarga besar saya yang selalu mendukung dan mendoakan

saya.

Semua teman dan seluruh sahabat yang ada di Fak.

Hukum Unila Angkatan 2008.


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis duduk Sekolah Dasar Swasta Methodis I dan diselesaikan pada tahun 2002, kemudian dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Tebing Tinggi dan diselesaikan pada tahun 2005, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Swasta Inti Nusantara Tebing Tinggi dan diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, setelah lulus dari SMA, penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, Pada awal tahun 2012, penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada awal tahun 2012 yang berlokasi di Kampung negeri batin, kecamatan.balambangan umpu, Way Kanan.

Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, pada tanggal 02 juli 1990, sebagai anak kedua dari pasangan Sahat.Sinaga,S.Pd dan Herlina Harianja.


(3)

SANWACANA

Salam Sejahtera,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan Rahmat dan Hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Anak yang menyalah gunakan Narkotika sebagai pengguna ” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari pastilah masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini penulis tidak sendiri melainkan dibantu dan diberikan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Penjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H. selaku Ketua Jurusan Bagian Hukum Pidana

3. Ibu Firganefi, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama penyelesaian skripsi ini


(4)

membimbing saya, dan meluangkan waktu untuk saya berkonsultasi, juga memberikan banyak saran untuk penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Tri Andrisman. S.H.,M.H. dan Bapak Achmad Irzal F, S.H.,M.H. selaku Pembahas I dan II yang selalu meberikan saran dan kritik kepada penulis

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang selama ini telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung

7. Responden-responden penulis Sri Suharini, S.H.M.H., dan Itong Isnaini Hodayat, S.H.,M.H., selaku Majelis Hakim (Hakim Anak) Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Dr Maroni, S.H.,M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Bapak dan Mama, terimakasih buat segala doa dan dukungannya. Terima kasih atas kesabarannya dalam mendidik saya.

9. Buat Uda dan Inang Uda yang menjadi Bapak dan mama saya selama 2,8 tahun saya tinggal dirumah kalian jika saya selalu berbuat salah terutama ke inang uda Maafin saya ya inang uda.

10.Buat Amang Boru dan Namboru saya yang selalu mendukung setiap penyusunan skripsi ini.

11.Buat Abang dan Adik saya Dasip Adonia Sinaga, Kevin Scifo Sinaga, Tio Nicholas Sinaga, Ian V Haloho, Thomas Caplan Haloho, Edwin A Haloho, Renta Simbolon, Benjamin Haloho.


(5)

12.Buat Kekasih Mangihut Raja David Sipangkar, SH Terimakasih telah mendukung dan memberi motifasi sampai saat ini.

13.Buat Sahabat-Sahabat saya Dewi purnamawati, S.H, Revan Tambunan, SH, Christianti Simbolon, SH, Juliana Tampubolon, S.H, Berliana Manik, S.H, Carlose Sitorus, Tommy Manurung, Dede Hutagalung, Niko Simanungkalit, Van mayel, Dolly Sihombing, Yeriko Simanjuntak, Ayu Aditya, Alex sibuea, Yemima Sinaga, Frengko Sitanggang, Handi Sihotang, andi Pakpahan, Rio Riansyah, Richard Simanungkalit, Torang Sihotang, Ririn Sutari, Fitri Agnes Sihotang, Pondang Masni Damanik, Asni L.Gaol, Christine Elisabeth, dr.Reski Yanti Batu Bara, Putri Puspita, aduh sangkin banyaknya gak bisa disebutin semua maaf ya, yang sudah menemani saya selama ini.

14.Keluarga besar Formakris dari angkatan 2012-2006 dan Para Abang dan kakak yang udah alumni yang selalu menemani hari-hari saya selama kuliah di Fakultas Hukum.

15.Buat Adikku Timotius Kristianto Silalahi, yang selalu menemani saya ke Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri Untuk membantu penyusunan karya tulis saya.

16.Buat Ito saya dopdon Kurniawan sinaga yang tetap setia menemani saya dan bermanja ria selaku ito satu-satunya di fakultas hukum kapan lagi punya ito gak bisa bermanja-manja hehehehe...

17.Temen-temen kantin emak pecal, dari angkata 2012-2006 yang masih tersisah thanks a lot ya bro dukungannya .


(6)

RIRI PRIMA BESTARI SINAGA

18.Sahabat-sahabat di Fakultas Hukum Universitas Lampung, yang gak bisa disebutin satu-satu.

19.Serta buat semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini

Tidak ada yang dapat penulis berikan selain doa yang ikhlas dari hati, semoga semua kebaikan yang telah kalian berikan dan lakukan akan menjadi amal ibadah dan akan mendapatkan berkat yang lebih dari Tuhan Yesus Kristus Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bandar Lampung, 10 Februari 2013

Penulis