Pemeliharaan Larva Abalon Karakterisasi Fenotip

2.4.2.5 Penetasan Telur

Setelah abalon memijah maka induk dikeluarkan dari wadah, sedangkan telur hasil pemijahan diaerasi pelan selama 1-2 jam. Kemudian dilakukan pemanenan telur dan penghitungan jumlah telur, serta penghitungan derajat fertilisasi telur dilakukan juga untuk masing-masing perlakuan dan ulangan Gambar 6. Selain itu, pengamatan perkembangan embrio juga dilakukan pada tahap ini. Setelah telur menetas, trokofor dipindahkan ke bak pemeliharaan larva dengan menggunakan saringan plankton net yang disusun secara bertingkat dengan ukuran 80 dan 60 mikron. Air pada wadah disurutkan total untuk meminimalkan adanya trokofor yang tertinggal. Penebaran trokofor dilakukan dengan kepadatan 250 indliter, merujuk dari BBL Lombok 2010 yang menyatakan kepadatan trokofor pada pemeliharaan Penghitungan derajat penetasan telur dilakukan pada tahap ini. 200-300 indliter. a b c Gambar 6 Penanganan telur abalon: a Pemanenan telur abalon menggunakan saringan bertingkat, b Telur abalon yang tertampung pada saringan 60 mikron, c Penetasan telur abalon pada toples, telur yang tidak menetas akan mengendap di dasar

2.4.2.6 Pemeliharaan Larva Abalon

Selama pemeliharaan, larva abalon diberi pakan alami Nitzchia sp. yang sudah ditumbuhkan sebelumnya pada wadah pemeliharaan. Pemeliharaan larva abalon dilakukan dalam container box 50 L dengan penambahan EM4, tanpa sirkulasi air dan aerasi diberikan secara pelan selama 10 hari hingga trokofor mulai menjadi veliger Gambar 7. Setelah 10 hari pemeliharaan larva, dilakukan pergantian air dengan debit yang kecil untuk menghindari adanya larva abalon yang terlepas. Pada tahap ini, dilakukan pengamatan perkembangan larva abalon, pertumbuhan, dan kelangsungan hidupnya. 9 Gambar 7 Wadah pemeliharaan larva abalon

2.4.2.7 Karakterisasi Fenotip

Pengamatan karakter fenotipik benih abalon dilakukan untuk melihat pola pewarisan fenotip kualitatif dan kuantitatif induk abalon pada keturunannya. Fenotip kuantitatif meliputi ppengukuran karakter morfometrik yang dilakukan dengan bantuan jangka sorong, sedangkan fenotip kualitatif meliputi pengamatan visual morfologinya yaitu warna cangkang, kecerahan cangkang, tekstur cangkang, warna tentakel, kenampakan cilia, kenampakan ototdaging, ketebalan ototdaging, serta warna ototdaging Gambar 8. Mata Cangkang Tentakel Otot kaki Cilia a b Gambar 8 Pengamatan karakter fenotipik benih abalon: a Visualisasi karakter morfologi, b Pengukuran morfometrik menggunakan jangka sorong 10 Karakterisasi fenotip morfometrik meliputi pengukuran panjang jarak yang menghubungkan titik-titik bagian cangkang abalon secara keliling menggunakan bantuan jangka sorong. Setelah masing-masing titik dihubungkan maka diperoleh 6 karakter morfometrik Gambar 9 yang dapat menggambarkan keseragaman maupun keragaman antar abalon yang diamati. D2 D3 D2 D3 SW SW a SL SL D1 D4 D1 D4 b Gambar 9 Variabel-variabel morfometrik pada abalon: a Haliotis squamata dan b Haliotis asinina 11 Keterangan: SL Jarak antara titik tengah ujung cangkang dan lubang respirasi pertama jarak terpanjang cangkang SW Jarak antara bagian atas cangkang dan bagian bawah cangkang jarak terlebar cangkang D1 Jarak diagonal antara titik pangkal lubang respirasi pertama dan titik lebar cangkang bagian atas D2 Jarak diagonal antara titik lebar cangkang bagian atas dan titik tengah ujung cangkang D3 Jarak diagonal antara titik tengah ujung cangkang dan titik lebar cangkang bagian bawah D4 Jarak diagonal antara titik lebar cangkang bagian bawah dan titik pangkal lubang respirasi

2.4.2.8 Pemantauan Kualitas Air