b Pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran fisik mahasiswi TPB IPB

Rata-rata persen lemak tubuh sebelum intervensi pada kelompok MVM sebesar 26.2 ± 4.6 dan kelompok plasebo 29.3 ± 5.4 dengan selang antar masing-masing kelompok 16.6-38.8. Berdasarkan uji statistik independent samples t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan sebelum intervensi p0.05. Setelah intervensi rata-rata persen lemak tubuh pada kelompok MVM sebesar 25.5 ± 4.0 dan pada kelompok plasebo sebesar 29.2 ± 5.0 dengan selang 15.8 - 39.3. Berdasarkan uji independent samples t-test, terdapat perbedaan yang nyata antar masing-masing kelompok perlakuan setelah intervensi p0.05. Berdasarkan uji paired samples t-test, pada kelompok MVM terdapat perbedaan persen lemak tubuh yang nyata p0.05, namun pada kelompok plasebo tidak terdapat perbedaan persen lemak tubuh yang nyata p0.05. Setelah intervensi, dengan uji independent pada selisih nilai persen lemak tubuh penurunannya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p0.05. Pertambahan berat badan biasanya sejalan dengan peningkatan lemak tubuh, pertambahan lemak ini justru dapat menghambat pergerakan dalam melakukan tes kebugaran fisik. Dapat dipastikan pertambahan lemak dalam tubuh ini dapat menurunkan tingkat kebugaran fisik. Rata-rata tinggi badan, berat badan, persen lemak tubuh dan indeks masa tubuh sampel menurut kelompok sebelum dan sesudah intervensi disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Rata-rata tinggi, berat badan, indeks masa tubuh dan persen lemak tubuh sampel menurut kelompok sebelum dan sesudah intervensi Antropometri Kelompok MVM Plasebo Sebelum p BB kg 54.2 ± 8.1 a 50.2 ± 6.2 a 0.163 TB cm 154.3 ± 5.8 a 156.8 ± 3.3 a 0.210 IMT kgm 2 22.7 ± 2.8 a 20.4 ± 2.0 a 0.021 Persen Lemak tubuh 29.3 ± 5.4 a 26.2 ± 4.6 a 0.127 Sesudah BB kg 53.7 ± 5.7 a 49.2 ± 5.3 a 0.066 TB cm 154.3 ± 5.8 a 156 ± 3.3 a 0.210 IMT kgm 2 22.5 ± 2.8 b 20.0 ± 1.7 a 0.005 Persen Lemak tubuh 29.2 ± 5.0 b 25.5 ± 4.0 a 0.044 Selisih BB kg -0.03 ± 1.2 -0.9 ± 2.1 0.616 IMT kgm 2 -0.004 ± 0.5 -0.37 ± 0.8 0.163 Persen Lemak Tubuh -0.03 ± 1.6 -0.73 ± 1.6 0.269 Keterangan:

a,b

Pada kelompok yang sama, huruf yang sama tidak terdapat perbedaan yang nyata p0.05 sebelum dan sesudah suplementasi Uji beda paired samples t-test Hasil penelitian oleh Thong et al. 2012 menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif r=0.33; p0.001 pada nilai IMT dan persen lemak tubuh. Persen lemak tubuh berhubungan negatif dengan nilai VO 2 max r=-0.176; p=0.002 dan kekuatan otot meliputi handgrip; r= -0.648, p0.01 dan kekuatan kaki; r=-0.502, p0.001, kemudian nilai IMT berhubungan negatif dengan juga dengan VO 2 maksimum dan kekuatan otot namun dengan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Penelitian yang dilakukan oleh Freedman et al. 2005 juga memperlihatkan bahwa adanya kaitan nilai IMT dan persen lemak tubuh. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rata-rata bahwa anak perempuan cenderung memiliki massa lemak yang lebih tinggi, sementara anak laki-laki memiliki massa tubuh bebas lemak yang lebih tinggi. Kekuatan otot pada laki-laki berkorelasi positif dengan nilai massa tubuh bebas lemak yang lebih tinggi. Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Asupan dan tingkat kecukupan zat gizi makro meliputi energi dan protein. Energi merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan keberhasilan latihan dan aktivitas fisik, energi yang cukup baik dapat membantu dalam mempertahankan kekuatan, daya tahan dan massa otot Dorfman 2005. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dari hasil konversi data konsumsi pangan selama 2 kaliminggu hari kuliah dan hari libur. Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata asupan energi pada kelompok MVM sebesar 1535 ± 216.1 kkal dan pada kelompok plasebo 1610 ± 202 kkal dengan selang 1164 - 1968 kkal. Rata-rata asupan energi kelompok plasebo lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok MVM, namun perbedaanya tidak terlalu besar. Asupan energi terendah pada kelompok MVM sebesar 1164 kkal dan asupan tertinggi sebesar 1968 kkal sedangkan pada kelompok plasebo asupan energi yang terendah yaitu sebesar 1299 kkal dan asupan tertinggi sebesar 1922 kkal. Hasil uji independent samples t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan p0.05. Rata-rata asupan energi dan protein menurut kelompok selama suplementasi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Rata-rata asupan energi dan protein menurut kelompok selama suplementasi Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Energi kkal 1535 ± 199 1610 ± 197 0.339 Protein gram 47.5 ± 6.2 48.6 ± 5.3 0.632 Kelompok MVM memiliki rata-rata tingkat kecukupan energi sebesar 71 dan kelompok plasebo sebesar 75. Sebagian besar sampel pada masing- masing kelompok intervensi mengalami defisit energi, pada kelompok MVM sebanyak 46.2 sampel termasuk dalam kriteria defisit energi sedang dan pada kelompok plasebo sebanyak 57.1 mengalami defisit energi berat. Berdasarkan uji independent samples t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi masing-masing kelompok intervensi p0.05. Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein dari asupan makanan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein dari asupan makanan Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Energi kkal 71.2 ± 11.6 75.4 ± 12.2 0.372 Protein gram 92.7 ± 16.3 101.6 ± 11.9 0.123 Banyaknya sampel yang memiliki tingkat kecukupan energi defisit diduga karena masih mempertimbangkan body image dan kurangnya nafsu makan. Sebesar 15.4 sampel pada kelompok MVM dan 7.1 sampel pada kelompok plasebo memiliki tingkat kecukupan energi yang cukup. Tingkat kecukupan energi pada sebagian besar sampel kelompok MVM cenderung lebih baik dibandingkan dengan kelompok plasebo. Tingkat konsumsi yang rendah pada kelompok plasebo dapat menyebabkan menurunya kondisi kesehatan dan menurunnya kebugaran tubuh. Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi Hasil studi yang dilakukan oleh Briawan 2008 menunjukkan bahwa sekitar 80 mahasiswi TPB IPB mengalami defisit berat energi. Hasil studi Dwiriani 2012 juga melaporkan hal yang sama, yaitu lebih dari 60 sampel penelitiannya yang merupakan remaja putri mengalami defisit energi tingkat berat. Penelitian lain dilakukan oleh Arabaci 2012 di Turkey yang menggunakan sampel mahasiswa pria dan wanita. Peningkatan tingkat aktivitas fisik harus diimbangi dengan asupan energi yang cukup dan merekomendasikan 10 20 30 40 50 60 Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal Lebih 23 54 8 15 57 29 7 7 P er sen ta se sam pe l MVM Plasebo mahasiswa baik pria maupun wanita untuk melakukan aktivitas fisik secara rutin sehingga meningkatkan kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup. Konsumsi zat gizi makro selanjutnya yang diamati dalam penelitian ini yaitu protein. Tingkat kecukupan protein dikatakan cukup apabila konsumsi protein mencapai 90 dari angka kecukupan protein yang dianjurkan. Asupan rata-rata protein pada kelompok MVM sebesar 47.8 gram dan kelompok plasebo sebesar 48 gram. Jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan protein masing- masing kelompok intervensi, diperoleh rata-rata tingkat kecukupan protein pada kelompok MVM sebesar 92 dan pada kelompok plasebo sebesar 101. Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan protein Berdasarkan Gambar 6, sebagian besar tingkat kecukupan protein sampel termasuk dalam kategori normal baik kelompok MVM maupun kelompok plasebo. Sebesar 57.1 sampel pada kelompok MVM memiliki tingkat kecukupan protein pada kategori normal dan sebesar 28.6 sampel memiliki tingkat kecukupan protein pada kategori defisit sedang. Pada kelompok plasebo sebanyak 76.9 sampel memiliki tingkat kecukupan protein yang termasuk dalam kategori cukup dan sebesar 23.1 sampel memiliki tingkat kecukupan protein berlebih. Tingkat kecukupan protein yang rendah diduga disebabkan oleh rendahnya asupan sumber protein dari hewani maupun nabati. Berdasarkan uji independent samples t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata p0.05 antara tingkat kecukupan protein kelompok MVM dan kelompok plasebo. Asupan dan Tingkat Kecukupan Vitamin Asupan dan tingkat kecukupan vitamin yang diteliti dalam penelitian ini mencakup vitamin A, B 1 , B 2 , vitamin B 6 dan vitamin C. Vitamin A sangat penting dibutuhan untuk pengelihatan dan sirkulasi zat besi dalam tubuh. Angka 20 40 60 80 100 Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal Lebih 7 14 29 43 7 15 85 P e rse n ta se sa m p e l MVM Plasebo kecukupan vitamin A untuk remaja usia 19 - 29 tahun menurut WNPG 2004 adalah sebesar 500 RE. Rata-rata asupan vitamin A pada kelompok MVM yaitu 1218 RE dan kelompok plasebo yaitu 1395 RE. Nilai rataan asupan dan tingkat kecukupan gizi vitamin A dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Rata-rata asupan vitamin dari makanan menurut kelompok selama suplementasi Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Vitamin A µg 1218 ± 282 1395 ± 339 0.152 Vitamin B 1 mg 0.4 ± 0.1 0.5 ± 0.1 0.930 Vitamin B 2 mg 0.7 ± 0.1 0.8 ± 0.1 0.591 Vitamin B 6 mg 0.8 ± 0.1 0.9 ± 0.1 0.520 Vitamin C mg 43.0 ± 26.7 41.9 ± 14.6 0.895 Pemberian suplemen multivitamin dapat memberikan peningkatan pada asupan vitamin vitamin B 1 , B 2 , B 6 dan vitamin C pada kelompok MVM. Berdasarkan uji independent samples t-test terdapat perbedaan yang nyata p0.05 antara asupan vitamin dari makanan dan makanan yang ditambah dengan suplemen. Rata-rata asupan vitamin dari makanan dan suplemen masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Rata-rata asupan vitamin dari makanan dan suplemen masing-masing kelompok perlakuan Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Vitamin B 1 mg 9.5 ± 2.0 a 0.5 ± 0.1 b 0.000 Vitamin B 2 mg 2.0 ± 0.4 a 0.8 ± 0.1 b 0.000 Vitamin B 6 mg 2.6 ± 0.4 a 0.9 ± 0.1 b 0.000 Vitamin C mg 134 ± 30 a 41.9 ± 14.6 b 0.000 Keterangan:

a,b

Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok p0.05 Angka kecukupan vitamin B 1 untuk remaja usia 19 - 29 tahun menurut WNPG tahun 2004 adalah sebesar 1.0 mghari. Rata-rata asupan vitamin B 1 dari makanan pada kelompok MVM sebesar 0.4 mghari dan pada kelompok plasebo sebesar 0.5 mghari. Berbeda dengan kelompok plasebo, pada kelompok MVM konsumsi suplemen memberikan kontribusi terhadap asupan vitamin B 1. Jumlah asupan vitamin B 1 yang berasal dari makanan dan suplemen adalah 9.5 mghari. Jumlah tersebut sudah memenuhi angka kecukupan yang direkomendasikan. Rendahnya asupan vitamin B 1 yang berasal dari makanan dapat dikarenakan kurangnya asupan sumber vitamin B 1 seperti yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan. Angka kecukupan vitamin B 2 untuk remaja usia 19-29 tahun menurut WNPG tahun 2004 adalah sebesar 1.1 mghari. Rata-rata asupan vitamin B 2 pada kelompok MVM sebesar 0.7 mghari dan pada kelompok plasebo 0.8 mghari. Angka kecukupan vitamin B 6 untuk remaja usia 19-29 tahun menurut WNPG tahun 2004 adalah sebesar 1.3 mghari. Rata-rata asupan vitamin B 6 pada kelompok MVM sebesar 0.8 mghari dan pada kelompok plasebo sebesar 0.9 mghari. Pemberian suplemen multivitamin mineral vitamin B 2 dan vitamin B 6 pada kelompok MVM memberikan dampak peningkatan angka kecukupan zat gizi yang direkomendasikan, hal ini dapat dibuktikan dari hasil uji independent samples t-test p0.05. Vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan otot, meningkatkan performa dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas Chen 2000. Angka kecukupan vitamin C untuk remaja usia 19-29 tahun menurut WNPG tahun 2004 sebesar 75 mghari. Pada kelompok MVM rata-rata asupan vitamin C sebesar 43.0 mghari dan pada kelompok plasebo rata-rata asupan vitamin C sebesar 41.9 mghari. Asupan vitamin C kedua kelompok masih tergolong kurang, angka kecukupan gizi yang dianjurkan sebesar 75 mg WNPG 2004. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A masing-masing kelompok cenderung berlebih, pada kelompok MVM sebesar 211 dan kelompok plasebo sebesar 231. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin B 1 kelompok MVM sebesar 42.9 dan pada kelompok plasebo sebesar 45.6. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin B 2 kelompok MVM sebesar 69.6 dan pada kelompok plasebo sebesar 73.4. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin B 6 pada kelompok MVM sebesar 66.5 dan kelompok plasebo sebesar 73.4. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C pada kelompok MVM sebesar 57.4 dan kelompok plasebo sebesar 55.9. Secara keseluruhan tingkat kecukupan vitamin B 1 , B 2 , B 6 dan vitamin C dari makanan kedua kelompok masih tergolong kurang 77, hanya vitamin A yang sudah mencukupi 77. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A, B 1 , B 2 , B 6 dan vitamin C pada kelompok plasebo lebih baik daripada kelompok MVM. Rata- rata tingkat kecukupan vitamin dari asupan makanan dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin dari asupan makanan Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Vitamin A µg 219 ± 45.7 230 ± 62.9 0.578 Vitamin B 1 mg 42.9 ± 8.1 45.6 ± 11.4 0.477 Vitamin B 2 mg 69.6 ± 15.3 73.4 ± 13.0 0.499 Vitamin B 6 mg 66.5 ± 11.6 73.4 ± 12.5 0.152 Vitamin C mg 57.4 ± 35.6 55.9 ± 19.4 0.896 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin dari makanan cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan vitamin dari makanan dan suplemen. Berdasarkan uji independent samples t-test, terdapat perbedaan nyata pada tingkat kecukupan vitamin yang berasal dari makanan dengan tingkat kecukupan vitamin yang berasal dari makanan dan suplemen p0.05. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin dari makanan dan suplemen dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin dari makanan dan suplemen Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Vitamin B 1 mg 907.2 ± 204.7 a 45.6 ± 11.4 b 0.000 Vitamin B 2 mg 201 ± 37.3 a 73.4 ± 13.0 b 0.000 Vitamin B 6 mg 213.4 ± 35.8 a 73.4 ± 12.5 b 0.000 Vitamin C mg 153.8 ± 52.8 a 55.9 ± 19.4 b 0.000 Keterangan:

a,b

Pada baris yang sama, angka dengan huruf sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok p0.05 Asupan dan Tingkat Kecukupan Mineral Asupan mineral yang diteliti dalam penelitian ini meliputi kalsium, zat besi dan seng. Rata-rata asupan kalsium kelompok MVM sebesar 240.4 mghari dan kelompok plasebo sebesar 281.5 mghari. Angka kecukupan kalsium menurut WNPG tahun 2004 untuk remaja usia 19-29 tahun sebesar 800 mghari. Rata- rata asupan kalsium antar masing-masing kelompok terolong dalam kriteria defisit. Kondisi ini disebabkan karena kurangnya konsumsi sumber kalsium. Angka kecukupan zat besi menurut WNPG tahun 2004 untuk remaja usia 19-29 tahun sebesar 26 mghari. Rata-rata asupan zat besi dari makanan pada kelompok MVM sebesar 6.4 mghari dan kelompok plasebo sebesar 6.9 mghari selang antar keseluruhan kelompok yaitu 4.5-9.1 mghari. Asupan yang rendah terhadap pangan sumber zat besi merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya kadar hemoglobin. Nilai rataan asupan dan tingkat kecukupan dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Rata-rata asupan mineral dari makanan menurut kelompok selama suplementasi Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Kalsium mg 240.4 ± 123.8 281.5 ± 137.8 0.515 Besi mg 6.5 ± 1.0 6.9 ± 1.1 0.386 Seng mg 5.3 ± 0.8 5.6 ± 0.7 0.342 Hasil penelitian Burke et al. 2012 di USA terhadap 28 remaja wanita yang intervensi berupa suplemen berbahan baku dari daging merah diberikan selama 8 minggu menunjukkan bahwa pemberian suplemen berbahan baku dari daging merah berpengaruh terhadap komposisi tubuh dan perbaikan sel darah merah, tetapi tidak secara langsung berpengaruh terhadap performa tubuh. Hasil studi lain yang dilakukan oleh Briawan 2008 menunjukkan bahwa sebesar 85 sampel mengalami defisit besi dan sekitar 60 mengalami defisit vitamin C. Hasil studi Dwiriani 2012 juga melaporkan hal yang sama, yaitu sebesar 80 sampel mengalami defisit besi dan vitamin C. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja wanita masih mengalami defisit zat gizi mikro. Angka kecukupan seng untuk remaja usia 19-29 tahun menurut WNPG tahun 2004 adalah sebesar 9.3 mghari. Rata-rata asupan seng dari makanan pada kelompok MVM sebesar 5.3 mghari dan pada kelompok plasebo adalah 5.6 mghari dengan selang keseluruhan 4.0 - 7.0 mghari. Hasil penelitian oleh Cendani dan Murbawani 2011 yang menggunakan desain cross sectional study memberikan hasil bahwa asupan intake besi, seng, Cu, asam folat dan B 6 berhubungan positif dengan kadar hemoglobin, namun kadar hemoglobin tidak berhubungan dengan tingkat kesegaran jasmani. Tingkat kesegaran jasmani dalam penelitian tersebut diukur menggunakan harvard step test. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa rata-rata remaja wanita memiliki tingkat kebugaran dengan kriteria kurang bugar sampai sangat kurang bugar sebesar 80. Rata-rata asupan zat gizi dari makanan dan suplemen masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Rata-rata asupan mineral dari makanan dan suplemen masing-masing kelompok perlakuan Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Kalsium mg 301.2 ± 125.2 a 269.3 ± 100.7 a 0.474 Besi mg 18.6 ± 2.8 a 6.9 ± 1.1 b 0.000 Seng mg 8.4 ± 1.0 a 5.6 ± 0.7 b 0.000 Keterangan:

a,b

Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok p0.05 Konsumsi suplemen pada kelompok MVM menyebabkan peningkatan asupan kalsium, besi dan seng. Berdasarkan uji independent samples t-test terdapat perbedaan yang nyata untuk asupan besi dan seng, namun untuk asupan kalsium tidak berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan oleh minimnya jumlah kandungan kalsium di dalam suplemen. Hasil studi yang dilakukan oleh Brownlie et al. 2004 dengan memberikan intervensi suplemen zat besi 100 mghari kepada wanita yang kekurangan zat besi, kemudain sampel diintruksikan untuk melakukan tes kebugaran jasmani. Hasil studi tersebut memberikan informasi bahwa suplemen besi memiliki dampak positif pada fungsi jaringan tubuh. Rata-rata tingkat kecukupan kalsium dari makanan pada kelompok MVM sebesar 27 dan pada kelompok plasebo sebesar 36. Rata-rata tingkat kecukupan zat besi dari makanan pada kelompok MVM sebesar 25 dan pada kelompok plasebo sebesar 32. Rata-rata tingkat kecukupan seng dari makanan pada kelompok MVM sebesar 47 dan pada kelompok plasebo sebesar 46.2. Rata-rata tingkat kecukupan kalisum, besi dan seng yang berasal dari makanan pada kelompok MVM maupun kelompok plasebo termasuk dalam kriteria kurang 77. Hasil Ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu zat- zat yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi sampel selama intervensi, misalnya serat dan phitat. Zat tersebut dapat memengaruhi penyerapan seng FAOWHO 2001; Almatsier 2006. Berdasarkan uji independent samples t-test tingkat kecukupan besi dan seng dari asupan makanan antar kelompok tidak beda nyata p0.05. Rata-rata tingkat kecukupan mineral dari asupan makanan dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Rata-rata tingkat kecukupan mineral dari asupan makanan Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Kalsium mg 26.9 ± 15.9 36.0 ± 29.8 0.325 Besi mg 24.9 ± 4.2 32.4 ± 20.9 0.199 Seng mg 47.0 ± 14.3 46.2 ± 13.8 0.873 Asupan yang rendah terhadap pangan sumber zat besi merupakan salah satu faktor penyebab anemia gizi besi. Penelitian yang dilakukan oleh McLung et al. 2009 menggunakan sampel wanita yang berprofesi sebagai militer. Intervensi dilakukan dengan pemberian suplemen zat besi sebanyak 100 mghari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa suplemen zat besi dapat meningkatkan kebugaran jasmani pada wanita yang mengalami IDA. Rata-rata tingkat kecukupan mineral dari makanan dan suplemen dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Rata-rata tingkat kecukupan mineral dari makanan dan suplemen Zat Gizi Kelompok p MVM Plasebo Kalsium mg 39.9 ± 17.1 a 15.9 ± 29.7 a 0.676 Besi mg 53.4 ± 28.3 a 32.4 ± 20.8 b 0.040 Seng mg 51.5 ± 35.4 a 46.1 ± 13.7 a 0.616 Keterangan:

a,b

Pada baris yang sama, angka dengan huruf sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok p0.05 Rata-rata asupan zat gizi dari makanan dan suplemen menunjukkan adanya perbedaan yang nyata p0.05. Pemberian suplemen multivitamin mineral ini dapat memberikan tambahan asupan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi mikro tanpa suplemen sampel masih rendah dan termasuk kategori defisit 77 AKG. Hanya rata-rata asupan protein dan vitamin A sampel yang mencukupi kebutuhan protein 90 dan vitamin A 77. Rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, B 1 , B 2 , B 6 , vitamin C, kalsium, seng dan besi sampel pada kelompok MVM cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok plasebo. Perubahan kadar Hemoglobin Pada kelompok MVM rata-rata kadar hemoglobin sebelum intervensi sebesar 11.93 ± 1.16 gL dan kelompok plasebo sebesar 11.60 ± 1.38 gL selang antara kedua kelompok perlakuan sebesar 9.2 - 13.2 gL. Berdasarkan uji independent samples t-test antara kedua kelompok tidak terdapat perbedaan kadar hemoglobin yang nyata p0.05. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al. 2005 di Bangladesh menggunakan sampel remaja wanita sebanyak 197 orang. Sampel diintervensi selama 12 minggu dengan cara diberikan suplemen multivitamin mineral dan besi folat. Hasil studi tersebut memperlihatkan bahwa pemberian suplemen multivitamin mineral tidak memberikan pengaruh secara nyata terdapat perubahan kadar hemoglobin, sedangkan pada intervensi besi dan folat terjadi perubahan kadar hemoglobin pada remaja wanita. Hasil studi lain yang dilakukan oleh Indriani 2011 menujukkan bahwa suplementasi tiga kali per minggu selama 10 minggu dengan besi-folat pada pekerja WUS yang memiliki Hb marginal secara nyata dapat meningkatkan kadar Hb sebesar 8, sedangkan dengan MVM secara nyata dapat meningkatkan Hb sebesar 6. Perubahan kadar hemoglobin sampel selama intervensi dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Perubahan rata-rata kadar hemoglobin selama intervensi Kadar Hemoglobin gdL Kelompok p MVM Plasebo Sebelum 11.93 ± 1.16 a 11.60 ± 1.38 a 0.243 Sesudah 12.04 ± 0.98 a 11.79 ± 1.62 a 0.381 Selisih 0.07 ± 0.5 0.2 ± 0.6 0.682 Keterangan: a Pada baris yang sama, angka dengan huruf sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok p0.05 Setelah intervensi dilakukan selama 8 minggu, perubahan kadar hemoglobin pada kelompok MVM menjadi 12.04 ± 0.98 gdL dan kelompok plasebo menjadi 11.79 ± 1.62 gdL. Pada kelompok MVM dan kelompok plasebo terjadi peningkatan kadar hemoglobin setelah intervensi sebesar 0.07 gdL dan 0.2 gdL. Hasil uji paired samples t-test pada kelompok MVM dan plasebo juga tidak menunjukkan perbedaan kadar hemoglobin yang nyata p0.05. Hasil studi yang dilakukan oleh Hardiansyah 2012 yang menggunakan sebagian besar sampel yang sama, menunjukkan bahwa pada sampel yang mengalami anemia, rata-rata peningkatan kadar Hb pada kelompok MVM 5 kali lebih besar 0.5 gdL dibandingkan dengan kelompok plasebo 0.1 gdL, meskipun ketika di uji beda tidak menunjukkan yang nyata p0.05. Lebih lanjut hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa prevalensi anemia sebesar 39.3 berdasarkan Hb, 91 diantaranya merupakan anemia mikrositik hipokromik dan 9 merupakan anemia normositik hipokromik. Hasil penelitian Oppusunggu 2009 menyatakan bahwa pemberian zat besi selama tiga bulan berhasil meningkatkan kadar hemoglobin sebesar 2.14 gdL dan diikuti peningkatan produktivitas kerja sebesar 16.28, hubungan peningkatan kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja menunjukkan hasil yang signifikan p0.05. Penelitian lain yang dilakukan oleh Permaesih et al. 2011 menyatakan bahwa suplementasi zat gizi mikro seperti vitamin A dan zat besi dapat meningkatkan kadar hemoglobin lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang memperoleh zat besi saja, serta suplementasi vitamin A dan zat besi dapat memberikan dampak positif terhadap perubahan kadar transferin sebagai indikator status besi. Perubahan kadar hemoglobin tidak hanya dipengaruhi oleh suplementasi multivitamin saja akan tetapi juga dipengaruhi juga oleh asupan lain yang berperan dalam pembentukan hemoglobin vitamin C dan protein dan zat penghambat tanin, fitat, oksalat yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Pengaruh Suplementasi Multivitamin Mineral Terhadap Kebugaran Tubuh Penelitian ini juga melihat tingkat kebugaran fisik sampel dimana kebugaran fisik sampel diukur melalui beberapa tes, yaitu: lari cepat 60 meter, push up, sit up, vertical jump, shuttle run dan bleep test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata waktu tempuh lari cepat 60 meter yang dihabiskan sampel pada awal pengukuran untuk kelompok MVM dan plasebo adalah 14.09 detik dan 12.45 detik, sedangkan rata-rata waktu tempuh yang dihabiskan sampel pada akhir pengukuran untuk kelompok MVM dan plasebo adalah 13.26 detik dan 13.07 detik. Rata-rata perubahan waktu tempuh yang dihabiskan sampel untuk menempuh jarak 60 m pada kelompok MVM dan plasebo berturut- turut adalah penurunan 0.83 detik dan peningkatan 0.62 detik. Sebelum intervensi, sebanyak 42.9 sampel pada kelompok MVM mempunyai tingkat kecepatan berkriteria kurang dan sebanyak 57.9 berkriteria sangat kurang. Pada kelompok plasebo, sebanyak 61.5 sampel mempunyai tingkat kecepatan berkriteria kurang dan sebesar 23.1 berkriteria kurang sekali. Setelah intervensi, pada kelompok MVM terdapat 50 sampel yang mempunyai tingkat kecepatan berkriteria kurang dan 50 sampel yang berkriteria kurang sekali. Pada kelompok plasebo sebesar 69.2 sampel mempunyai tingkat kecepatan yang berkriteria kurang dan sebesar 30.8 berkriteria kurang sekali. Berdasarkan uji independent samples t-test, sebelum intervensi terdapat perbedaan tingkat kecepatan yang nyata p0.05. Namun, setelah intervensi diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecepatan yang nyata antara kelompok perlakuan p0.05. Berdasarkan uji paired samples t-test, pada kelompok MVM tidak terdapat perbedaan tingkat kecepatan yang nyata p0.05, sedangkan pada kelompok plasebo terdapat perbedaan tingkat kecepatan yang nyata p0.05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah push up pada kedua kelompok sampel. Jumlah push up dihitung selama 60 detik. Rata-rata jumlah push up awal sampel pada kelompok MVM dan plasebo adalah 24 kali dan 27 kali. Rata-rata jumlah push up kelompok MVM dan plasebo pada akhir pengukuran adalah 29 kali dan 32 kali. Rata-rata peningkatan jumlah push up sampel pada kelompok MVM dan plasebo berturut-turut adalah 5 kali dan 5 kali. Standar push-up yang termasuk dalam kriteria baik yaitu 22 –40 kali Nurhasanah dan Cholil 2007. Sebelum intervensi, sebesar 7.7 kelompok MVM termasuk ke dalam kriteria baik sekali, 69.9 kriteria baik dan 23.1 kriteria sedang, namun pada kelompok plasebo sebesar 50 berkriteria baik dan sebesar 35.7 dalam kriteria sedang. Setelah intervensi, sebesar 92.9 pada kelompok MVM berkriteria baik dan pada kelompok plasebo yang berkriteria baik sudah mencapai 100. Secara umum, kondisi kebugaran otot tangan antara masing-masing kelompok intervensi termasuk dalam kriteria baik. Berdasarkan uji independent samples t-test antara kelompok intervensi sebelum dan sesudah intervensi tidak berbeda nyata p0.05. Setelah intervensi, sebagian besar kelompok sudah mencapai kriteria baik. Berdasarkan uji paired samples t-test, pada kelompok plasebo terdapat perbedaan yang nyata p0.05, sedangkan pada kelompok MVM tidak terdapat perbedaan yang nyata p0.05. Rata-rata nilai waktu tempuh lari 60 meter,