Hubungan Antara Kebugaran Dengan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

(1)

SKRIPSI

OLEH : LILIK MUIZZAH

109101000044

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013M/1434H


(2)

(3)

iii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Agustus 2013

Lilik Muizzah, NIM: 109101000044

Hubungan Antara Kebugaran Dengan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

xv + 120 halaman, 2 bagan, 28 tabel, 7 lampiran.

ABSTRAK

Komponen kebugaran yang paling penting dan berhubungan langsung dan utama dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah, 2011). Daya tahan Kardiorespirasi yang tinggi menunjukkan kemampuan bekerja yang tinggi, yang berarti kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian berjumlah 94 mahasiswi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung kepada responden. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata tingkat kebugaran kardiorespiratori sebesar 112,45-119,38 kali/menit artinya pada mahasiswi kebugarannya kurang baik. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh 2 faktor yang berhubungan dengan kebugaran kardiorespiratori yakni Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan P value 0,015 dan Asupan Protein dengan P value 0,043.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penulis menyarankan kepada mahasiswi agar ditengah padatnya jadwal perkuliahan untuk selalu mengonsumsi makanan dalam jenis, porsi dan frekuensi yang sesuai dengan pola makan gizi seimbang serta mengontrol berat badan dan bagi mahasiswa kesehatan masyarakat peminatan gizi dapat mengadakan konseling gizi kepada rekan-rekan mahasiswa lain mengenai kebugaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pemahaman untuk mengonsumsi makanan yang bergizi, melakukan aktivitas fisik terutama olahraga yang teratur.

Kata Kunci : Kebugaran, kardiorespirasi, Status Gizi, Aktivitas Fisik Daftar Bacaan : (1984 – 2013)


(4)

iv

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

SPECIALISATION PUBLIC HEALTH NUTRITION Skripsi, August 2013

Lilik Muizzah, NIM: 109101000044

Relationship Between Physical Fitness With Nutritional Status And Physical Activity Of Female Public Health Students UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013 xv + 120 pages, 2 charts, 28 tables, 7attachments.

ABSTRACT

The most important fitness components and has contact directly with the primary health care is cardiorespiratory endurance (Fatmah, 2011). The highest cardiorespiratory endurance showes a high ability to work, which means ability to expend considerable amounts of energy at a long period of time.

This research is a quantitative analytical approach which using a cross-sectional study design. Sample of this research was 94 female students. The data which is used in this study is secondary data from relevant agencies and primary data obtained through interviews and measurement of the respondent directly. The data analysis was performed using univariate and bivariate analysis.

Based on this research, it is known that the average fitness level of 112,45 to 119,38 kardiorespiratori times/min it means student fitness is unfavorable. Then based on the results of the bivariate analysis with a significance level of 5%, there are 2 factors related to fitness cardiorespiratory Body Mass Index (BMI) with P value 0,015 and protein intake with the P value of 0,043.

Based on these results, the author suggestes the students to eat foods with balanced although they have a tigth schedule of classes. And also control their weight for a public health students, specialisation public health nutrition should held nutrition conseling to others students about fitness and the factors which influenced their fitness, such as understanding to consume nutrition food, do physical exercise regularly.

Keywords : Fitness, cardiorespiratory, Nutritional Status, Physical Activity Reading List : (1984 - 2013)


(5)

(6)

(7)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kebugaran Dengan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013” dengan baik.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu secara khusus penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta, Abah Drs. Rohimin, Ibunda Dra.Nadlirotun, Inayatul Maula, Afiffur Rahman atas do’a, dukungan, nasehat, dan kasih sayang yang tiada henti dan mungkin tak akan mampu penulis membalasnya.

2. Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi.

3. Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi.

4. Ir. Febrianti, M.Si. selaku dosen gizi dan ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungannya.

5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Dian Sri Rdjeki, M.Gz dan dr. Indrarti Soekotjo, Sp.KO yang telah memberikan pencerahan materi kepada penulis.


(8)

ix

7. Teman-teman Gidza Holic, khususnya Tika, Fitri, Nursyam, Lulu, Fahad, Mufika, Yanita, Ana, Desly yang telah membantu dan menyemangati penulis.

8. Teman-teman kosan Dina, Fida, ka Uji, Ninta, Ratih yang telah memberikan semangat kepada penulis.

9. Untuk sahabatku Badra Al-Aufa, Yeni Faridawati, Vina Oktoramelia, Ade Aprilianti, Annisa Fatmaulida, Nurlia, Santi, terima kasih untuk persahabatan yang indah ini.

10.Khairil Anam yang telah bersedia menjadi tempat curhat dan banyak memberikan movitasi, nasehat, bantuan dan dukungannya selama proses pembuatan skripsi. 11.Ita Hanani kakakku yang super memberikan dukungan dan motivasi hidup pada

penulis.

12.Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2009 dan seluruh mahasiswi Kesehatan Masyarkat 2010-2012 yang telah bersedia membantu penulis khususnya yang bersedia menjadi responden.

Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

Jakarta, Agustus 2013

Penulis


(9)

x Data Diri :

Nama Lengkap : Lilik Muizzah

Tempat, Tanggal Lahir : Demak,03 september 1991

Alamat :Jl.Boulevard Raya G14 no.18 Sukatani Rajeg- Tangerang

Telepon : 085885282062

E-mail : lilik_iza@yahoo.com

Status : Belum Menikah

Riwayat Pendidikan : Formal

Tahun Riwayat Pendidikan

1998-2004 SDN Sukatani 3 2004-2006 SMPN 2 Mauk 2006-2009 SMAN 1 Kota Serang

2009-2013 S1 Gizi Kesehatan Masyarakat Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Non Formal

Tahun Riwayat Pendidikan

2004-2006 Pondok Pesantren Al-Jufri

2006-2009 Pondok Pesantren Raudhatul Qoniin 2013 International Language Programs (ILP)


(10)

xi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Pertanyaan Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 11

1. Tujuan Umum ... 11

2. Tujuan Khusus ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 13

1. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 13

2. Manfaat Bagi Peneliti ... 13

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran ... 29

C. Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa ... 42

D. Penilaian Status Gizi ... 46

E. Kerangka Teori ... 51

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 53 A. Kerangka Konsep... 53

B. Definisi Operasional ... 56

C. Hipotesis ... 59

BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN ... 61

A. Desain Penelitian ... 61


(11)

xii

C. Populasi dan Sampel ... 61

D. Pengumpulan Data ... 64

BAB V HASIL PENELITIAN ... 71

A. Analisis Univariat ... 71

1. Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehata Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ... 71

2. Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. ... 73

3. Distibusi Status Gizi berdasarkan Asupan Gizi pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013... 74

B. Analisis Bivariat ... 78

1. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ... 79

2. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ... 80

3. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013... 80

4. Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013... 81

5. Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013... 82

6. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013... 83

7. Hubungan Asupan Vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ... 83

8. Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013... 84

9. Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013... 85

BAB VI PEMBAHASAN ... 86

A. Kebugaran Pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ... 86

B. Gambaran serta Hubungan antara Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh, Asupan Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 ... 88


(12)

xiii

2. Gambaran dan Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran... 91

3. Gambaran dan Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran ... 92

4. Gambaran dan Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran ... 96

5. Gambaran dan Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran ... 99

6. Gambaran dan Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran ... 102

7. Gambaran dan Hubungan Asupan B1 dengan Kebugaran ... 103

8. Gambaran dan Hubungan Zat Besi (Fe) dengan Kebugaran ... 105

9. Gambaran dan Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran ... 107

BAB VIIPENUTUP ... 110

A. Simpulan ... 110

B. Saran ... 111


(13)

xiv

DAFTAR TABEL

No Nama Tabel Hal

2.1 Jenis - Jenis Tes Fisik 26

2.2 Tingkat Kebugaran berdasarkan norma tes bangku 3 Menit YMCA 27

2.3 Jenis Aktivitas Fisik Sedang dan Berat 36

2.4 Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa 43

2.5 Klasifikasi IMT Dewasa menurut Depkes RI (2004) 47

2.6 Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Perempuan 49

3.1 Definisi Operasional 56

4.1 Pembagian Jumlah Sampel 63

5.1 Distribusi Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 71 5.2 Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat

2013 72

5.3 Distribusi Persen Lemak Tubuh pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat

2013 73

5.4 Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 73 5.5 Distribusi Asupan Energi pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 74 5.6 Distribusi Asupan Protein pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 75 5.7 Distribusi Asupan Vitamin A pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat

2013 76

5.8 Distribusi Asupan Vitamin B1 pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat

2013 76

5.9 Distribusi Asupan Vitamin Fe pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat

2013 77

5.10 Distribusi Asupan Zn pada Mahasiswi Kesehatan Masyarakat 2013 78 5.11 Analisis Hubungan IMT dengan Kebugaran pada Mahasiswi Kesehatan


(14)

xv

5.12 Analisis Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Kebugaran pada

Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 80

5.13 Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi

Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 81

5.14 Analisis Hubungan Asupan Energi dengan Kebugaran pada Mahasiswi

Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 81

5.15 Analisis Hubungan Asupan Protein dengan Kebugaran pada

Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 82

5.16 Analisis Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kebugaran pada

Mahasiswi Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 83

5.17 Analisis Hubungan vitamin B1 dengan Kebugaran pada Mahasiswi

Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 84

5.18 Analisis Hubungan Asupan Fe dengan Kebugaran pada Mahasiswi

Kesehatan Masyarakat Tahun 2013 84

5.19 Analisis Hubungan Asupan Zn dengan Kebugaran pada Mahasiswi


(15)

xvi

DAFTAR BAGAN

No Nama Bagan Hal

2.1 Kerangka Teori 52


(16)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner PAR Q and You

Lampiran 2 Prosedur YMCA 3-minute step test Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 Uji Normalitas Lampiran 5 Analisis Univariat Lampiran 6 Analisis Bivariat


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera jasmani, mental, sosial, dan spiritual kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit dan kecacatan (WHO, 2013). Kemudian kebugaran jasmani adalah suatu kondisi dimana seorang individu memiliki energi yang cukup dan vitalitas untuk menyelesaikan tugas sehari- hari dan kegiatan rekreasi aktif tanpa kelelahan yang tidak semestinya (Nieman, 1998). Sehingga kebugaran dapat menentukan derajat kesehatan seseorang.

Kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan yang ditandai oleh kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan semangat dan berhubungan dengan resiko rendah penyakit kronis. Diperlukan aktivitas fisik yang aktif ditambah dengan latihan fisik yang benar, teratur dan terukur untuk mencapai kebugaran yang optimal. Namun kenyataan dilapangan dengan majunya dunia teknologi memberikan kemudahan aktivitas dan memanjakan manusia sehingga menjadikan kurang gerak yang dilakukan (hypokinetic), seperti penggunaan remote control, komputer, lift dan tangga berjalan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang akan menimbulkan penyakit akibat kurang gerak (Depkes, 2002).

Kemudian daya tahan kardiorespirasi, kebugaran musculoskeletal (kekuatan otot dan daya tahan, fleksibilitas) dan komposisi tubuh yang optimal adalah komponen terukur kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Dari beberapa


(18)

komponen tersebut komponen kebugaran yang paling penting dan berhubungan langsung dan utama dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah, 2011). Daya tahan kardiorespirasi yang tinggi menunjukkan kemampuan bekerja yang tinggi, yang berarti kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama berhubungan langsung dan utama dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori (Fatmah, 2011).

Kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan seluruh tubuh dan melanjutkan gerakan memperpanjang waktu tanpa kelelahan yang tidak semestinya. Sistem kardiorespiratori berguna untuk mensuplai dan membawa oksigen untuk berbagai jaringan dalam tubuh kita (Prentice, 2004). Bugar tidaknya seseorang dapat dinilai dari kekuatan maksimum pergerakan otot dan sendi, percepatan gerakan maksimum dan kemampuan maksimum pengambilan oksigen (Fatmah, 2011).

Kebugaran aerobik (daya tahan kardiorespiratori) dapat dinilai secara langsung dengan tes laboratorium yang disebut pemasukan oksigen (VO2max). Uji kebugaran aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung dengan pengukuran kapasitas aerobik (VO2max) menggunakan douglas bag selama melakukan aktivitas fisik dan metode tidak langsung dapat dilakukan dengan metode prediksi detak jantung (Astrad, 1977 dalam Fatmah, 2011). Pada individu yang bugar, detak jantung atau denyut nadi lebih sedikit jumlahnya karena sistem kardiorespiratori bekerja lebih efisien (Anspaugh, 1997).

Diperlukan suatu parameter yang mampu menguji kesehatan jasmani seseorang. Step tes merupakan salah satu jenis pengukuran tingkat kebugaran seseorang,


(19)

diantaranya dengan metode YMCA (Young Men’s Christian Association)3 minutes menggunakan tes naik turun bangku dalam waktu yang paling singkat dan perhitungan paling sederhana sehingga dapat digunakan pada populasi yang banyak, berdasarkan tingkat norma kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) yaitu dikatakan bugar jika denyut nadi seteleh tes berkisar antara 50-102 kali/menit bagi laki-laki dan 52- 113 kali/menit bagi perempuan (Nieman, 2007).

Data dari Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS) survey tahun 2001-2003 pada masyarakat Asia dan Hawaii atau masyarakat di Kepulauan Pasifik lainnya diperoleh data 61% memiliki tubuh yang tergolong tidak bugar (Kruger, 2004 dalam Cassandra, 2011). Seperti halnya kondisi kebugaran pada masyarakat Indonesia menurut data Sport Development Index (SDI) pada tahun 2006 menujukkan kondisi yang rendah yaitu 1,08% masuk dalam ketegori baik sekali, 4,07% baik, 13,55% sedang, 43,90% kurang, dan 37,40% kurang sekali (Maksum dalam Cassandra, 2011).

Di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang no. 36 tentang kesehatan yang mengamanatkan bahwa upaya kesehatan olahraga ditunjukkan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat serta meningkatkan prestasi belajar, kerja dan olahraga. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia oleh Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2011 telah mengadakan kegiatan kebugaran jasmani. Dengan adanya konsep “beraktivitas fisik agar sehat dan bugar” diharapkan masyarakat dapat melaksanakan upaya pencegahan dan penananggulangan dampak negatif akibat kurang berolahraga dan cedera olahraga (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan laporan dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa institusi terhadap


(20)

generasi muda dan orang dewasa pada dasawarsa terakhir ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat kebugaran jasmani orang Indonesia secara umum kurang baik atau termasuk dalam kategori rendah (FORMI,2011).

Tingkat kebugaran yang rendah banyak dialami oleh perempuan khususnya pada usia remaja dibandingkan dengan laki-laki, hal ini diperkuat dengan penelitian kebugaran yang dilakukan pada siswi kelas II Sekolah Menengah Kejuruan Pangudi Luhur Tarcisius dengan menggunakan Harvard Step Test menunjukkan bahwa status kebugaran sebanyak 78,1% berada pada kriteria kurang, 15,6% berada pada kriteria sedang, dan 6,3% berada pada kriteria baik (Eliyus, 2005 dalam Mustakim, 2010). Penelitian yang dilakukan pada remaja putri usia 18-19 tahun di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan norma tes kebugaran 86,7% mahasiswi tergolong tidak bugar sedangkan berdasarkan nilai median denyut nadi setelah tes diketahui 54,7% tergolong tidak bugar yang dihitung dengan metode step tes YMCA 3 minute (Indrawagita, 2009). Kemudian penelitian dari 30 orang responden remaja usia 18 hingga 23 tahun yang diteliti, 22 orang berada pada level buruk (Indriawati, 2005).

Kebugaran sangatlah penting bagi kesehatan remaja, salah satunya kesehatan jantung. Apabila seorang remaja menjaga kebugarannya maka sistem kardiovaskular akan berfungsi maksimal dan tetap terpelihara (Sumosardjuno, 1992). Kebugaran yang kurang akan mencerminkan kekurangan pula dalam kemampuan bekerja, baik lama maupun daya tahannya untuk bekerja ataupun prestasi kerjanya (Turhayati, 2000).


(21)

Dampak dari rendahnya tingkat kebugaran adalah secara langsung akan berpengaruh terhadap penurunan kinerja dan produktivitas dan dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan penyakit jantung koroner dan penyakit degeneratif lainnya. Penyakit jantung koroner (Coronary artery disease (CAD)) masih menjadi penyebab kematian nomor satu. Jumlah penyakit kardiovaskular (CVD) merupakan yang terbesar dari seluruh kematian, yang berjumlah 17,3 juta jiwa setiap tahunnya, kemudian diikuti penyakit kanker sebanyak 7,6 juta jiwa dan diabetes sebanyak 1,3 juta jiwa. Disamping itu, jumlah kematian akibat CVD ini menggambarkan 30% dari seluruh kematian di dunia dengan 7,3 juta orang diantaranya berhubungan dengan penyakit jantung koroner dan 6,2 juta orang diantaranya berkaitan dengan penyakit stroke (WHO, 2013). Penyakit CVD dan diabetes erat kaitannya dengan kejadian obesitas. Pada tahun 2008, lebih dari 1,4 miliar orang dewasa dan lansia di dunia mengalami overweight, dengan lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta perempuan diantaranya mengalami obesitas (WHO, 2013). Di Indonesia penyakit jantung memiliki prevalensi 7,2 % , diabetes melitus 1,1 %, dan kanker 0,4 % . Rata-rata kota Jakarta yang paling banyak prevalensi kejadian penyakit tidak menular tersebut (Riskesdas, 2007).

Aktivitas fisik memberikan keuntungan kesehatan yang terbanyak dan bahwa tingkat kebugaran aerobik yang lebih tinggi dapat mencegah dari penyakit yang berdampak kepada kematian (Sharkley, 2003). Selanjutnya penelitian oleh Lloyd, et.al. (1998) memecahkan hipotesis bahwa terdapat kolerasi yang positif antara latihan fisik dengan kebugaran (kapasitas kardiorespiratori) pada perempuan remaja dan dewasa. Kemudian terdapat faktor lain yang berhubungan dengan kebugaran


(22)

pada perempuan selain dari aktivitas fisik. Diketahui jenis kelamin termasuk salah satu faktor yang menentukan tingkat kebugaran kardiovaskuler (Haskell and Kiernan, 2000). Laki-laki memiliki kondisi tubuh yang lebih bugar dari pada perempuan (Mustakim, 2010).

Kemudian berdasarkan hasil penelitian tentang kebugaran yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada perempuan usia 19-52 tahun terdapat hubungan yang bermakna antara persen lemak tubuh dengan kebugaran dengan mengukur VO 2max (Wijayanti,2006).

Asupan makanan untuk memperoleh zat gizi juga menjadi salah satu penentu status kebugaran. Penelitian disuatu negara memberikan hasil bahwa asupan gizi sumber energi (karbohidrat dan lemak) lebih memberi pengaruh kuat pada kemampuan kardioresporatori (kebugaran) perempuan dibandingkan dengan laki-laki (Paul,et.al, 2004 dalam Prawestri 2011). Selain itu, sebuah studi juga menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara asupan gizi berupa zat gizi mikro dengan kebugaran pada perempuan remaja maupun dewasa. (Lloyd, et.al, 1998).

Penelitian terkait kebugaran diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara kebugaran mahasiswi angkatan 2009 usia (18-19) tahun dibandingkan dengan angkatan 2010 usia (20-21) tahun (Oranobuka, 2011 dalam Sharkley, 2011). Tingkat kebugaran jasmani pada perempuan lebih rendah dibandingkan pada laki-laki (Hermanto,dkk, 2012). Pada perempuan, kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) mempengaruhi secara signifikan dengan penyebab kematian (Blair, et.al. 1996 dalam Prawestri, 2011).


(23)

Dari data penelitian diatas diketahui bahwa kebugaran diberbagai tingkatan dunia, Asia maupun Indonesia masih menunjukkan tingkat kebugaran pada level rendah terutama pada perempuan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa banyaknya perempuan dalam usia 17-21 tahun yang memiliki tingkat kebugaran dalam skala yang rendah. Dimana pada usia tersebut rata-rata adalah usia sekolah sebagai siswa dan mahasiswa. Kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) pada masa sekolah penting untuk mendukung aktivitas kerja dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kegiatan belajar dan menyelesaikan studi dan sebagai pencegahan terhadap terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan rendahnya aktivitas fisik yang jika tidak dicegah akan menimbulkan kematian. Kemudian pada perempuan kebugaran menjadi penting karena manfaatnya akan berdampak pada siklus kehidupan selanjutnya.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) hubungannya dengan berbagai faktor yang mempengaruhi seperti IMT, persen lemak tubuh, asupan gizi dan aktivitas fisik pada rentang usia mahasiswa khususnya perempuan yang dimulai sejak dini.

B. Rumusan Masalah

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah merupakan institusi pendidikan dengan 74,8% mahasiswa berjenis kelamin perempuan (AIS, 2013). Dimana rentang usia rata-rata adalah 18-23 tahun yang termasuk dalam rentang usia produktif, karena pada usia produktif seperti mahasiswa memerlukan aktivitas kardiorespirasi yang prima yaitu tingkat kemampuan jantung dan paru-paru untuk mensuplai dan membawa oksigen untuk


(24)

berbagai jaringan dalam tubuh kita sehingga seluruh fungsi tubuh dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, organisasi, serta latihan yang berperan dalam kegiatan kampus dan masyarakat dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan optimal dan tidak cepat lelah sebagai langkah preventif diri sebagai mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Padatnya jadwal perkuliahan menjadi salah satu faktor kurangnya melakukan latihan fisik untuk mencapai kebugaran (daya tahan kardiorespiratori).

Studi pendahuluan yang dilakukan kepada 30 orang mahasiswa yang terdiri dari 15 orang perempuan dan 15 orang laki-laki dinilai dari kapasitas maksimal untuk menggunaan oksigen dengan uji tes kebugaran menggunakan metode YMCA 3 -minutes step test yang kemudian dihitung berdasarkan denyut nadinya setelah melakukan tes tersebut. Didapatkan bahwa 66,3% mahasisiwa tidak bugar, ditunjukkan dari jumlah denyut nadi ≥113 (kali/ menit) pada perempuan dan ≥102 laki-laki. Dan 33,7% mahasiswa bugar dengan jumlah denyut nadi <113 (kali/menit) pada perempuan dan ≥102 pada laki-laki. Idealnya intensitas latihan menghasilkan jumlah denyut nadi yang lebih sedikit yaitu 50-102 kali/menit (laki-laki) dan 52-113 kali/menit (perempuan). Kemudian hasil studi pendahuluan diketahui pada perempuan 93,3% tidak bugar dibandingkan dengan laki-laki 40 % tidak bugar.

Berdasarkan hasil observasi selama 1 periode oleh Departemen Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan menunjukkan bahwa kurangnya kegiatan untuk latihan fisik atau olahraga yang rutin dilakukan oleh mahasiswi, berbeda dengan mahasiswa yang sering melakukan pertandingan futsal dan latihan fisik lainnya. Kemudian ditambah dengan hasil studi pendahuluan kepada 15 orang mahasiswi ada 8 orang tidak aktif dalam


(25)

melaksanakan aktivitas olahraga. Olahraga adalah salah satu cara untuk mencapai kebugaran. Perempuan merupakan individu paling beresiko untuk terkena suatu penyakit dan gangguan fisik lainnya.

Dengan rendahnya kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) pada mahasiswi ditambah dengan rendahnya aktivitas olahraga, menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara faktor lain yang mempengaruhi kebugaran (daya tahan kardiorespiratori) seperti Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi, aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran status gizi menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) dan persen lemak tubuh pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

3. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

4. Bagaimana gambaran asupan gizi berupa energi dan protein maupun vitamin A, vitamin B1, zat besi (Fe), dan seng (Zn) pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

5. Apakah ada hubungan antara IMT dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?


(26)

6. Apakah ada hubungan persen lemak tubuh dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 7. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi

Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 8. Apakah ada hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada mahasiswi

Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 9. Apakah ada hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi

Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013? 10. Apakah ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada

mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

11. Apakah ada hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

12. Apakah ada hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?

13. Apakah ada hubungan antara asupan seng (Zn) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013?


(27)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara status gizi (Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan gizi) dan aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran tingkat kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

b. Mengetahui gambaran status gizi menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) dan persen lemak tubuh pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

c. Mengetahui gambaran status gizi menurut persen lemak tubuh pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

d. Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

e. Mengetahui gambaran status gizi berdasarkan asupan gizi berupa energi dan protein maupun vitamin A, vitamin B1, zat besi (Fe), dan seng (Zn) pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

f. Mengetahui hubungan antara IMT dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.


(28)

g. Mengetahui hubungan antara persen lemak tubuh dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

h. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013. i. Mengetahui hubungan antara asupan energi dengan kebugaran pada

mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

j. Mengetahui hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

k. Mengetahui hubungan antara asupan vitamin A dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

l. Mengetahui hubungan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

m. Mengetahui hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.

n. Mengetahui hubungan antara asupan seng (Zn) dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013.


(29)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

a. Memberikan informasi terkait kebugaran pada mahasiswa Kesehatan Masyarakat sehingga didapatkan upaya dalam peningkatan produktivitas belajar.

b. Dapat menjadikan studi acuan terkait aktivitas fisik untuk program kerja Departemen Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan khususnya BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat.

2. Manfaat Bagi Peneliti

a. Sebagai media pengaplikasian ilmu kesehatan mayarakat khususnya ilmu gizi yang telah dipelajari selama studi.

b. Dapat dijadikan referensi atau sumber dan acuan dalam melakukan penelitian lanjutan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni sampai Agustus 2013 pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kebugaran dengan status gizi (IMT, persen lemak tubuh, dan asupan gizi) dan aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif


(30)

Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional.


(31)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebugaran

1. Pengertian Kebugaran

Kebugaran fisik adalah suatu kondisi dimana seorang individu memiliki energi yang cukup dan vitalitas untuk menyelesaikan tugas sehari-hari dan kegiatan rekreasi aktif tanpa kelelahan yang tidak semestinya (Nieman, 1998). Kebugaran adalah keadaan kemampuan jasmani yang dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap tugas jasmani tertentu dan terhadap keadaan lingkungan yang harus diatasi dengan cara yang efisien, tanpa kelelahan yang berlebihan dan telah pulih sempurna sebelum datang tugas yang sama pada esok harinya (Giriwijoyo, 2012).

Kebugaran aerobik (daya tahan kardiorespiratori) didefinisikan sebagai kepasitas maksimal untuk menghirup, menyalurkan dan menggunakan oksigen (Sharkley, 2011). Kesehatan kardiovaskuler penting untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan.

2. Klasifikasi Kebugaran

Kebugaran jasmani merupakan keadaan keseimbangan antara kegiatan biasa dengan tuntutan yang berlebih, dimana tidak terjadi kelelahan dan menyimpan cukup energi untuk aktivitas selanjutnya. Kebugaran dikategorikan menjadi dua, yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (


(32)

health-related fitness) dan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau yang disebut dengan skill-related fitness (Hoeger dan Hoeger, 1996). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai kategori kebugaran :

a. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan

Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health related fitness) didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dimana dibutuhkan energi serta kualitas dan kapasitas yang berhubungan dengan rendahnya risiko munculnya penyakit hipokinetik dini (berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik) (Prentice, 2004). Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh hereditas, pola hidup sehat, akivitas fisik yang cukup dan kualitas diet yang baik (Fatmah, 2011).

Aktivitas fisik yang sesuai dengan kebutuhan akan meningkatkan kesehatan manusia dengan jalan mencegah kelebihan berat badan dan juga dipengaruhi oleh faktor lain dari kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan terdiri dari daya tahan kardiorespirasi, daya tahan otot yang cukup, komposisi tubuh, fleksibilitas atau kelentukan yang memadai. Beberapa organisasi profesional seperti ACSM (American College Sport Medicine) telah mengindikasikan bahwa variasi dalam melakukan aktivitas fisik dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan (Williams, 2002).

b. Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan

Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau skill-related fitness adalah kebugaran untuk melakukan gerakan-gerakan fisik dalam


(33)

aktivitas atletik atau olahraga. Skill-related fitness yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup secara umum dengan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menghadapi kondisi-kondisi darurat yang terkadang membutuhkan ketangkasan (Hoeger dan Hoeger, 1996). Pada kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan lebih banyak berperan bagi kelompok atlet dibandingkan masyarakat umum sehingga penggunannya terbatas pada komunitas dan kegiatan olahraga (Gisolfi dan Lamb, 1989).

Skill-related fitness adalah kemampuan untuk memaksimalkan potensi genetik dengan latihan fisik dan mental yang cukup untuk menyiapkan pikiran dan tubuh dalam kompetisi. Pada kondisi ini, atlet mengembangkan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan, dimana komponen kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan terdiri dari kekuatan, kecepatan, daya tahan, dan skill motorik neuromuskular yang spesifik terkait olahraga dari atlet (Williams, 2002).

Atlet pada semua level kompetisi, baik pada kompetisi internasional, gulat, permain baseball sekolah menengah, pelari jarak jauh pada kelompok usia senior, atau pemain muda sepak bola dapat meningkatkan performa terbaik mereka dengan intensitas latihan yang disesuaikan dengan perkembangan usia, fisik, dan mental mereka.

3. Komponen Kebugaran

Komponen kebugaran seringkali disebutkan dalam dua bagian, satu berhubungan dengan kesehatan dan yang lain berhubungan dengan ketrampilan atlet. Kebugaran berhubungan dengan keterampilan dibutuhkan untuk meraih


(34)

sukses dalam olahraga seperti tenis, sepakbola, bola voli, golf, dan basket akan tetapi, banyak ahli merasa bahwa komponen tersebut memiliki sedikit hubungan yang kuat terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit (Nieman, 1998).

Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan rendahnya risiko terhadap penyakit degeneratif. Daya tahan kardiorespiratori, kebugaran muskuloskeletal (kekuatan dan daya tahan otot, fleksibilitas), dan komposisi tubuh yang optimal diukur sebagai komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang behubungan dengan tampilan di sisi lain memiliki nilai lebih yaitu ketangkasan, keseimbangan, koordinasi, kecepatan, kekuatan dan daya ledak serta memiliki hubungan terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit (Nieman, 1998).

Setiap komponen dari kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan dapat diukur secara terpisah dengan latihan spesifik yang sudah dirancang untuk dikembangkan sesuai dengan jenis olahraganya masing-masing. Bagian yang terpenting disini adalah kebugaran total yang disamakan dengan perkembangan dari setiap komponen mayor melalui program latihan terangkai dengan baik. Beberapa individu berlatih untuk mengembangkan kekuatan dan daya tahan otot namun sedikit dalam latihan aerobik untuk sistem kardiorespiratorinya. Beberapa pelari terkemuka memiliki kebugaran jantung dan paru yang baik namun rendah dalam hal kekuatan tubuh bagian atas (Nieman, 1998).


(35)

Individu yang bugar fisiknya dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari misalnya, membawa bahan makanan, menaiki tangga, berkebun dengan sedikit kelelahan dan menyisakan energi untuk latihan di waktu luang.

Berikut akan dibahas setiap komponen kebugaran yang behubungan dengan kesehatan.

a. Daya Tahan Kardiorespiratori (Ketahanan Jantung)

Daya tahan kardiorespiratori adalah kemampuan jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk menyuplai oksigen ke dalam sel-sel sehingga memenuhi kebutuhan untuk memperpanjang aktivitas fisik (Hoeger dan Hoeger, 1996). Komponen ini adalah yang paling disetujui sebagai komponen kebugaran dan kriteria yang paling umum digunakan untuk pengukuran kebugaran baik pada orang dewasa maupun anak-anak karena merupakan dasar dari kebugaran menyeluruh (total fitness) dengan menggambarkan kualitas fisik seseorang dari sisi yang tergolong vital, yaitu penggunaan oksigen (Gisolfi dan Lamb, 1989).

Daya tahan kardiorespiratori ditentukan oleh kapasitas aerobik atau ambilan (uptake) oksigen maksimal (VO2max) yaitu jumlah maksimal oksigen yang dapat digunakan oleh tubuh per menit saat melakukan kegiatan atau latihan fisik. Saat tubuh sedang menghadapi beban aktivitas fisik, energi dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak sehingga jantung, paru-paru dan pembuluh darah harus menghantarkan lebih banyak oksigen untuk oksidasi energi di dalam sel menjadi ATP (Adenosine triphosphate). Oleh karena itu, semakin kecil frekuensi pompa jantung yang dibutuhkan,


(36)

semakin efisien kerja kardiorespiratori atau semakin bugar kondisi tubuh seorang individu karena berarti dengan satu kali curah, oksigen yang dihantarkan lebih banyak (Anspaugh, 1997). Perbedaan VO2max yang berarti antar individu diturunkan oleh kualitas kerja tiga sistem dalam tubuh, yaitu: (1) respirasi eksternal (fungsi paru-paru), (2) transpor udara (sistem kardiovaskuler seperti jantung, pembuluh darah dan darah), dan (3) respirasi internal (penggunaan oksigen oleh sel tubuh untuk produksi energi) (Prentice dan Bucher, 1988 dalam Wijayanti, 1998).

Pertama-tama, sistem respirasi eksternal membawa oksigen dari udara bebas ke dalam paru-paru dan membawanya ke dalam darah. Pada orang yang memiliki aktivitas fisik yang berat, kapasitas vital dan pernapasan maksimal meningkat. Maka, sirkulasi serta suplai oksigen kedalam darah dari paru-paru pun akan meningkat. Setelah itu, transpor udara pada sistem kardiovaskuler akan memompa dan mendistribusikan oksigen yang telah terikat pada darah ke seluruh tubuh. Peningkatan konsumsi oksigen dapat dicapai melalui peningkatan curah jantung yang merupakan perkalian antara volume darah sekuncup dan frekuensi atau jumlah denyut jantung. Terakhir, respirasi internal terjadi pada sel-sel di dalam tubuh (sel-sel otot dan rangka) dengan penggunaan oksigen untuk merubah simpanan karbohidrat dan lemak (energi) menjadi ATP untuk kontraksi otot dan produksi panas. Proses terakhir ini terjadi saat individu melakukan aktivitas fisik. (Prentice dan Bucher, 1988 dalam Wijayanti, 1998).


(37)

b. Komposisi Tubuh

Komposisi tubuh adalah rasio dari lemak dan berat bebas lemak dan seringkali ditampilkan dalam persen lemak tubuh (Nieman, 1998). Komposisi tubuh adalah komponen kebugaran yang berhubungan dengan jumlah total relatif dari otot, lemak, tulang dan bagian vital dalam tubuh (Haskell dan Kiernan, 2000).

Lemak tubuh yang sehat berkisar antara 15% untuk laki-laki dan 23% untuk perempuan. Banyak metode yang digunakan untuk mengukur lemak tubuh seperti tes skinforld, under water weight (UWW). Tes tersebut memberikan estimasi yang lebih baik untuk berat badan ideal daripada tabel tinggi badan berat badan. Berat badan terbagi menjadi lemak dan massa bebas lemak. Massa bebas lemak terdiri dari otot, tulang dan air. Persen lemak tubuh yang merupakan presentasi dari total berat badan merepresentasi berat lemak, yang juga lebih sering digunakan untuk mengevaluasi komposisi tubuh seseorang (Nieman, 1998). Komposisi tubuh jika seseorang memiliki berat badan yang tinggi tetapi komposisi tubuhnya lebih banyak terdiri atas otot atau massa bukan lemak, risiko kesehatan yang dimiliki tidak sebesar pada orang dengan lebih banyak massa lemak (Mood, et.al, 2003 dalam Indrawagita, 2009).

Komposisi tubuh menyediakan penentuan akurat seberapa banyak berat badan seorang atlet harus ditambah atau dikurangi karena dapat menggambarkan apakah berat badan atlet tersebut lebih banyak terdiri dari massa lemak atau bukan lemak (otot). Apabila persentase lemak menurun


(38)

untuk mencapai kondisi yang paling bugar sehingga performa dapat menjadi lebih maksimal (Amheim dan Prentice, 2000 dalam Wijayanti, 2006).

c. Kekuatan dan Daya Tahan Otot

Kekuatan otot adalah kapasitas otot untuk mengatasi suatu beban. Sementara itu, daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk mempertahankannya selama mungkin (Hoeger dan Hoeger, 1996). Individu yang menggunakan aktivitas fisik reguler untuk meningkatkan daya tahan kardiorespiratori, kebugaran muskuloskeletal dan tingkat lemak tubuh yang optimal dapat memperbaiki tingkat energi dasar mereka dan menempatkan mereka pada risiko yang rendah terhadap penyakit jantung, kanker, diabetes, osteoporosis, dan penyakit kronis lainnya (Nieman, 1998).

Kekuatan adalah kemampuan maksimal seseorang untuk mengangkat suatu beban. Menjadi kuatnya otot-otot tubuh seorang pesenam disebabkan latihan yang terus menerus. Oleh karena itu agar jasmani kita sehat maka semua otot tubuh harus dilatih, sehingga kemampuan otot menjadi maksimal. Jika kita melakukan latihan, sebaiknya mengikutserakan semua otot tubuh (Sumosardjuno, 1992).

d. Kelentukan

Kelentukan adalah jangkauan area gerak sendi-sendi tubuh. Komponen ini tercermin pada kemampuan seseorang untuk menekuk, merengang, dan memutar tubuhnya (Haskell dan Kienan, 2000). Otot, ligamen, dan tendon


(39)

mempengaruhi keleluasaan gerak pada sendi-sendi tubuh. Kelentukan berhubungan dengan umur dan aktivitas fisik.

Kelentukan akan berkurang seiring dengan meningkatnya umur yang lebih dikarenakan kekurangan aktivitas dalam gerak dibandingkan dengan proses penuaan. Kelentukan memiliki banyak keuntungan dalam hal kesehatan. Diantaranya pergerakan yang baik, meningkatkan resistensi cedera dan rasa sakit pada otot, mengurangi tekanan darah dan stres (Nieman, 1998). Kapasitas fungsional tubuh kita untuk bergerak pada daerah gerak yang maksimal, bergantung pada panjang otot, tendon, dan ligamen persendian. Untuk memperbaiki kelenturan atau memelihara kelenturan tubuh, maka kita harus menggerakkan persendian kita pada daerah geraknya secara maksimal dan teratur (Sumosardjuno, 1992). Agar kesegaran jasmani kita baik, maka kita tidak hanya melakukan latihan untuk salah satu komponen saja, tetapi juga berlatih untuk memperbaiki semua komponen.

4. Pengukuran Kebugaran

Skor atau tingkat kebugaran seseorang dapat diketahui melalui serangkaian pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan komponen-komponen kebugaran melalui tahapan dengan menggunakan peralatan tertentu (Permaesih, et.al, 2001 dalam Fatmah, 2011). Tes kebugaran merupakan indikator kuantitatif yang menggambarkan sejauh mana kualitas fisik seseorang saat ini dan setelah beraktivitas fisik.


(40)

Cara penentuan tingkat kebugaran dipilih berdasarkan tujuan pengukuran, jenis kemampuan yang akan diukur terutama yang berhubungan dengan jenis pekerjaan yang biasa dilakukan (Moeloek,dkk, 1984). Gambaran tingkat kebugaran seseorang dapat diperoleh melalui pengukuran pada komponen atau interaksi antara komponen-komponen tersebut. Pengukuran kebugaran terbagi ke dalam dua kategori berdasarkan metabolisme energi, yaitu pengukuran aerobik dan pengukurn anaerobik (Rowland M.D, 1996).

a. Uji Kebugaran Aerobik

Aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam, renang, bersepeda (Depkes, 2002). Kebugaran aerobik adalah kapasitas maksimal untu menghirup, menyalurkan, dan menggunakan oksigen. Sebaiknya diukur dalam tes laboratorium yang disebut maksimal pemasukan oksigen (VO2max) (Sharkey, 2003).

Uji kebugaran aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan pengukuran kapasitas aerobik (VO2max) dapat dilakukan menggunakan alat Douglas Bag (dua kantung udara yang disambung dengan selang pada mulut dan hidung dengan cara dipanggul) selama melakukan aktivitas fisik.

Metode lain dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan spirometer yang terkomputerisasi sehingga dinilai paling objektif. Uji kebugaran dapat dilakukan dengan pemberian beban latihan fisik (seperti penggunaan treadmill dan sepeda ergometer) pada individu yang telah dipasangi spirometer


(41)

sistem metabolik yang terkomputerisasi. Alat tersebut dipasang pada mulut individu yang diuji sehingga volume pertukaran gas serta detak jantung dapat dimonitor (Rowland, M.D, 1996). Pengukuran VO2max dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tes maksimal dan submaksimal. Pada tes maksimal, VO2max diukur pada kondisi kelelahan maksimum selama melakukan beban latihan fisik sehingga sistem kardiorespiratori memang benar-benar sedang mengalami VO2max (menggunakan oksigen secara maksimal) (Rowland M.D, 1996).

Sementara itu, tes submaksimal VO2max dilakukan dengan pengukuran saat sebelum mencapai kondisi kelelahan maksimum karena individu seperti anak-anak atau lanjut usia akan menghentikan beban latihan fisik saat mereka merasa lelah, walaupun belum pada kelelahan maksimal. Pengukuran VO2max submaksimal dapat dilakukan dengan uji Åstrand-Rhyming Nomogram. Prosedur ini menganggap bahwa ambilan oksigen dan detak jantung berhubungan linear sehingga VO2max maksimal dapat diprediksi (Bucher, 1985). Namun, pengukuran laboratorium VO2max relatif mahal, memakan waktu, memerlukan tenaga yang terampil dan tidak praktis untuk tes massal (Rowland, M.D, 1996 dan Nieman, 1990 dalam Wijayanti, 1998).

Uji kebugaran dengan metode langsung akan menghasilkan jumlah yang dinyatakan dalam satuan milliliter per menit (ml/menit) atau milliliter per kilogram berat badan per menit (ml/ kgBB/ menit). Satuan VO2max dengan berat badan (ml/kgBB/menit) memungkinkan untuk membandingkan VO2max dengan memperhitungkan variasi ukuran tubuh dalam situasi lingkungan yang berbeda (Nieman, 1990; Bowers dan Fox, 1992; dalam Wijayanti, 1998).


(42)

Metode tidak langsung dilakukan dengan metode prediksi melalui detak jantung (Astrad, 1977 dalam Fatmah, 2011). Pada individu yang bugar, detak jantung atau denyut nadi lebih sedikit jumlahnya karena sistem kardiorespiratori bekerja secara lebih efisien, yaitu setiap detak oksigen yang terpompa dalam darah lebih banyak sehingga kebutuhan oksigen dapat langsung terpenuhi (Aspaugh, 1997). Tujuan yang ingin dicapai dalam olahraga pada dasarnya adalah kapasitas aerobik yang menunjukkan derajat kebugaran seseorang. Berikut jenis latihan fisik dan instrumen untuk menilai kebugaran:

Tabel 2.1

Jenis-Jenis Latihan Fisik

Jenis Latihan Fisik Instrumen

Tes lari 12 menit (Metode Cooper) Lintasan

Tes lari 2,4 km Lintssan

Tes dengan Ergocycle Sepeda Ergometer

Tes Naik Turun Bangku

- Havard Step Test (untuk laki-laki)

- Queen’s College step test

- YMCA (Young Men’s

Christian Association) 3- minute step test

- Bangku setinggi 20 inci (70 cm)

- Bangku setinggi 16.25 inci (57 cm)

- Bangku setinggi 12 inci (31 cm)

Sumber : Fatmah, 2011

Pengukuran kebugaran yang paling tepat dan sesuai untuk digunakan pada jumlah sampel besar adalah pengukuran kebugaran aerobik dengn tes naik-turun bangku (step test). Pengukuran ini berdasarkan pada denyut nadi saat atau segera setelah melakukan latihan fisik berupa naik-turun bangku yang tatacaranya telah distandarisasi (Rowland, M.D, 1996).


(43)

Diantara ketiga macam tes naik-turun bangku, waktu paling singkat dan perhitungan paling sederhana terdapat pada YMCA 3-minute (tes bangku 3 menit YMCA) sehingga cocok untk tes yang dilakukan secara massal (Nieman, 2007).YMCA3-minute step test menggunakan bangku setinggi 12 inci (31 cm) biasanya digunakan untuk tes massal selama 3 menit dan memiliki perhitungan paling sederhana (Nieman, 2007). Pengukuran kebugaran dapat dilakukan dengan perhitungan denyut nadi sesaat setelah tes dilakukan (Jones, 2010).

Recovery denyut nadi 5 menit setelah tes naik turun tangga 3 menit YMCA merupakan salah satu indikator pengukuran kebugaran kardiopulmonari. Semakin cepat denyut nadi kembali seperti sebelum tes, maka akan semakin bugar seseorang tersebut (Chen, 2006 dalam Nanda, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Yuan, Fu, Zhang, Li dan Sahan (2008) dalam Nanda (2012) membuktikan bahwa tes naik turun bangku-3 menit YMCA ini merupakan metode terbaik pengukuran kebugaran aerobik setelah dibandingkan dengan 40 cm step test dan squat-up down test karena memiliki reliabilitas tertinggi karena digunakan untuk populasi yang besar.

Untuk menentukan tingkat kebugaran seseorang berdasarkan perhitungan denyut nadi setelah melakukan tes bangku 3 menit YMCA dapat dilihat dalam tabel 2.2 :

Tabel 2.2

Tingkat Kebugaran Berdasarkan Norma Tes Bangku 3 Menit YMCA

Usia

18-25 26-35 36-45 46-55 56-65 65+

Kategori Laki-laki


(44)

Usia

18-25 26-35 36-45 46-55 56-65 65+

Kategori

Baik 77-84 79-85 80-88 87-93 86-94 87-92

Diatas Rata-rata 88-93 88-94 92-98 95-101 97-100 94-102

Rata-rata 95-100 96-102 100-105 103-109 103-109 104-110

Dibawah

Rata-rata 102-107 104-110 108-113 111-117 111-117 114-118

Buruk 111-119 114-121 116-124 119-128 119-128 121-126

Sangat Buruk 124-157 126-161 130-163 131-154 131-154 130-151

Perempuan

Istimewa 52-81 58-80 51-84 63-91 60-92 70-92

Baik 85-93 85-92 89-96 92-101 97-103 96-101

Diatas Rata-rata 96-102 95-101 100-104 102-110 106-111 104-111

Rata-rata 104-110 104-110 107-112 111-118 113-118 116-121

Dibawah

Rata-rata 113-120 113-119 115-120 119-124 119-127 123-126

Buruk 122-131 122-129 124-132 123-132 129-135 128-133

Sangat Buruk 135-169 134-171 137-169 133-171 141-174 135-155

Sumber : Nieman, 2007

b. Tes Kebugaran Anaerobik

Anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, lari sprint 100 m, tenis lapangan, bulutangkis. Energi pada metabolisme anaerobik akan disalurkan pada jenis latihan yang berupa ledakan otot dan memiliki intensitas tinggi. Oleh karena itu, pengukuran kebugaran anaerobik mengarah pada komponen daya tahan dan kekuatan otot. Beberapa prosedur telah dikembangkan untuk memprediksi tingkat kebugaran anaerobik, yaitu Margaria stair-running test (tes berlari naik tangga Margaria) dan tes anaerobik Wingate (Rowland M.D, 1996). Prinsip dasar dalam pelaksanaan tes ini yaitu tes kebugaran ini harus dilaksanakan bertahap dan berkesinambungan.

Dalam penerapannya perlu dicermati siapa yang menjadi populasi yang akan menjalani tes kebugaran jasmani. Bila populasi yang akan menjalani tes kebugaran adalah heterogen (masyarakat umum) milsalnya warga suatu kelurahan maka


(45)

kapasitas tes cukup kapasits aerobik. Namun, untuk menyeleksi terhadap populasi yang homogen maka dapat dilakukan pengukuran kapasitas aerobik dan anaerobik (Giriwijoyo dkk, 2012).

Metabolisme aerobik jauh lebih efisien dari pada non-aerobik, yang menghasilkan 38 molekul adenosin triphospate (ATP) yaitu komponen yang menggerakan kontraksi otot. Per molekul glukosa berbeda dengan 2 molekul jika melalui jalan anaerobik (Sharkley, 2011).

Karena menghasilkan sedikit asam laktat, latihan aerobik relatif menyenangkan. Dan hasil oksidasi lemak yang berlebih, persendian energi yang memadai untuk dapat memperpanjang latihan. Latihan aerobik dapat dilakukan dari beberapa menit hingga beberapa jam. Latihan aerobik dapat dilakukan dengan bersantai sambil becengkerama pada aerobik tingkat menengah.

Sekitar tahun 2000 ini, skor kebugaran aerobik (VO2max) telah dipandang sebagai cara mengukur kebugaran yang terbaik dan dipercayai memiliki hubungan dengan kesehatan dan prestasi kerja serta olahraga (Sharkley, 2011).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran

Tingkat kebugaran seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Genetik

Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan reaksi,


(46)

fleksibilitas dan keseimbangan setiap orang (Montgomery, 2001 dalam Fatmah, 2011).

Penelitian oleh Malina dan Bouchard (1991) menentukan bahwa hereditas mempengaruhi 25-40% perbedaan nilai VO2max. Kemudian Sundet, Magnus, dan Tambs (1994) berpendapat bahwa lebih dari setengah perbedaan kekuatan maksimal aerobik dikarenakan oleh perbedaan genotype, dengan faktor lingkungan (nutrisi, latihan) sebagai penyebab lainnya. Orang tua mewariskan faktor yang dapat memberikan kontribusi pada kebugaran aerobik, termasuk kapasitas maksimal sistem respiratori dan kardoivaskular, jantung, sel darah merah dan hemoglobin serta persentase serat otot. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa kapasitas otot untuk merespon latihan juga merupakan keturunan. Faktor keturunan lainnya seperti fisik dan komposisi tubuh juga mempengaruhi kebugaran dan potensi performa yang tinggi (Sharkley, 2011).

Faktor ras juga mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang, khususnya dari segi kebugaran aerobik. Hasil suatu penelitian yang dilakukan pada 35 wanita kulit hitam dan kulit putih menyatakan bahwa kebugaran aerobik pada wanita kulit hitam lebih rendah dibandingkan dengan kelompok wanita kulit putih (Hunter, 2000 dalam Fatmah, 2011).

2. Jenis Kelamin

Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas paru-paru dan sebagainya. Sampai pubertas biasanya kebugaran anak laki-laki hampir


(47)

sama dengan anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran pada laki-laki dan perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan dengan daya tahan kardiorespiratori, yaitu kapasitas aoerobik pada perempuan lebih rendah 15-25 persen dibandingkan dengan laki-laki (Sharkley, 2011). Hal ini dikarenakan perempuan memiliki jaringan lemak lebih banyak, adanya perbedaan hormon testosteron dan esterogen, dan kadar hemoglobin yang lebih rendah.

3. Umur

Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur. Namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% pertahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Depkes, 2002).

Berdasarkan penelitian kepada seseorang yang memulai berlatih aerobik pada usia 30 tahun memiliki nilai VO2max sebelumnya 46 ml/kg.min sebelumnya menjadi 54 ml/kg.min, beberapa bulan kemudian mengalami penurunan karena tidak meneruskan latihan. Di usia 60 tahun, ia memiliki waktu untuk melakukan aktivitas dan tes kebugarannya menujukan nilai 52 ml/kg.min artinya walaupun kemampuan latihan dapat menurun seiring dengan usia, ahli gerontologi olahraga, Dr. Herb de Vries telah menunjukkan bahwa kebugaran dapat ditingkatkan, bahkan setelah usia 70 (de Vreis, 1986 dalam Sharkley, 2011).


(48)

4. Status Kesehatan

Status kesehatanmerupakan salah satu determinan atau faktor penentu dari kebugaran kardiovaskuler (daya tahan kardiovaskuler) (Malina dan Bouchard, 1989 dalam Haskell dan kiernan, 2000). Kemampuan untuk menjalani aktivitas fisik yang lebih berat dari biasanya dapat diketahui dengan menggambarkan status kesehatan seseorang. Hal tersebut juga diperlukan sebelum melakukan tes kebugaran sehingga status kesehatan responden dapat dikontrol.

Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengetahui status kesehatan adalah kuesioner Par-Q (Physical Activity Readiness Questionnaire). Kuesioner tersebut melihat status kesehatan melalui enam pertanyaan yang meliputi kondisi jantung berdasarkan keterangan dokter, ada atau tidaknya nyeri dada saat beraktivitas dan tidak beraktivitas, rasa pusing atau pengalaman kehilangan kesadaran, masalah tulang dan sendi, obat tekanan darah atau jantung yang sedang dikonsumsi serta alasan lain yang berhubungan dengan kesehatan (Health Canada, 1998).

5. Kebiasaan Konsumsi Rokok dan Alkohol

Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan kardiovaskuler. Pada asap termbakau terdapat 4% karbonminoksida (CO). Daya ikat (afinitas) CO pada hemoglobin sebesar 200-300 kali lebih kuat dari oksigen. Hal ini berarti CO lebih cepat mengikat hemoglobin daripada oksigen. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, dengan adanya ikatan CO pada hemoglobin maka akan menghambat pengangkutan oksigen kejaringan tubuh (Astrand, 1992).


(49)

Karbondioksida dari rokok mengurangi suplai oksigen dari darah ke jaringan dan sel tubuh. Nikotin dapat mempersempit pembuluh darah dan mengahalangi peredaran darah. Alkohol juga dapat memberikan akibat yang merugikan kepada kesanggupan jantung dalam memberikan sambutan kepada olahraga (Kuntaraf, 1992).

Seperti faktor risiko penyakit kardiovaskuler, merokok menjadi salah satu yang berhubungan dengan kejadian jantung koroner. Perokok dengan konsumsi rendah kandungan tar, nikotin, memiliki risiko lebih kecil dibandingkan dengan perokok yang mengonsumsi lebih banyak zat berbahaya tersebut. Tetapi itu semua berbahaya dan dapat berisiko terhadap kematian. (Bucher, 1985).

6. Aktivitas Fisik

Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur akan mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh (Depkes, 1994 dalam Fatmah, 2011). Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat baik kompetitif maupun non kompetitif. Aktivitas fisik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa latihan fisik merupakan salah satu faktor yang menghambat proses penuaan yang


(50)

ditandai dengan penurunan kapasitas aerobik dan kekuatan otot yang akan menurunkan tingkat kebugaran (Astrad, 1992).

Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda dan berkerja) (Williams, 2002). Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit seperti cardiovakuler disease (CDV), stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti kanker payudara, hipertensi, osteoporosis, dan risiko jantung, kelebihan berat badan, kondisi muskuloskletal, gangguan mental dan psikologikal dan mengontrol perilaku yang berisiko seperti merokok, alkohol, serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja (WHO, 2008 dalam Fatmah, 2011).

Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, di antaranya yaitu (Astrad, 1992) :

1) Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung.

2) Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung.

3) Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung. 4) Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik.

5) Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh). 6) Meningkatkan kemampuan otot.


(51)

Kebiasaan olahraga didefinisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasilnya adalah meningkatkan kesegaran jasmani. Sedangkan kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya berolahraga setiap kegiatan dalam seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Depkes, 1994 dalam Fatmah 2011):

a. Intensitas latihan

Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik yang maksimal. Intensitas latihan yang dianjurkan untuk berolahraga kesehatan adalah antara 72% dan 78% dari denyut nadi maksimal.

b. Lamanya latihan

Jika kita menghendaki hasil latihan yang baik, berarti cukup bermanfaatkan bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya, maka harus berlatih sampai mencapai training zone yaitu selama 15-25 menit.

c. Frekuensi latihan

Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap berolahraga.

d. Cara Pengukuran Aktivitas Fisik

Pengukuran aktivitas fisik tergolong kompleks dan tidak mudah. Berbagai pendekatan telah dikembangkan diantaranya adalah klasifikasi pekerjaan, obeservasi perilaku, penggunaan alat sensor gerakan, penandaan


(52)

fisiologi (detak jantung) serta penggunaan kalorimeter. Namun, metode yang paling sering digunakan saat ini adalah self-reported survey (survei dengan pelaporan diri) (Haskell dan Kiernan, 2000).

1) International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)

International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) merupakan kuesioner internasional yang dirancang untuk mengukur aktivitas fisik pada orang dewasa pada 7 hari sebelumnya. Jenis aktivitas fisik lebih spesifiknya terbagi menjadi aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat (IPAQ, 2005). Aktivitas sedang adalah aktivitas yang menggunakan tenaga fisik sedang sehingga membuat bernafas agak lebih kuat daripada biasanya serta dilakukan minimal 10 menit. Aktivitas fisik berat adalah aktivitas yang menggunakan tenaga fisik kuat sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya dan dilakukan minimal 10 menit. Menurut WHO (2011) beberapa jenis aktivitas sedang dan berat adalah seperti pada tabel 2.3

Tabel 2.3

Jenis Aktivitas Fisik Sedang dan Berat

No Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas Fisik Berat

1 Berjalan cepat Berlari

2 Menari Mendaki bukit

3 Berkebun Bersepeda cepat

4 Melakukan pekerjaan rumah

tangga (menyapu, mengepel) Aerobik

5 Berburu Berenang cepat

6 Bermain dengan anak-anak Bertanding olahraga (sepak

bola, voli, basket)

7 Badminton Menyekop atau menggali parit

8 Membawa/memindahkan

barang (<20 kg) Membawa/memindahkan beban (>20kg)


(53)

Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu berdasarkan penjumlahan dari aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET merupakan hasil dari perkalian dari Basal Metabolisme Rate dan METs-menit hasil dari dihitung dengan mengalikan skor METs dengan kegiatan yang dilakukan dalam menit. Nilai METs untuk berjalan adalah 3,3; aktivitas sedang adalah 4,0; dan aktivitas berat adalah 8,0.

Berikut merupakan cara perhitungan aktivitas fisik menurut IPAQ (2005).

7. Status Gizi

Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur (Fatmah, 2011). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu.

Dalam dunia olahraga, keadaan (status) gizi baik dan ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup serta pada waktu yang tepat sangat penting. Teknik dan latihan

Total MET-menit/minggu = aktivitas berjalan (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas sedang (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas berat


(54)

apabila tidak dilengkapi dengan status gizi yang baik tidak akan mencapai prestasi yang optimal (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985).

Kelebihan lemak tubuh meningkatkan massa tubuh sehingga menurut hukum II Newton akan menurunkan percepatan (gerak). Peningkatan berat badan akan membawa pada kebutuhan energi yang lebih besar pada sistem aerobik untuk melakukan dan melangsungkan pergerakan badan. Oleh karena itu, kelebihan berat badan umumnya menyebabkan saat kelelahan yang jauh lebih dini (Woolford, et.al, 1993 dalam Wijayanti, 2006). Ketidakmampuan tubuh dalam melakukan aktivitas sering dikaitkan dengan penimbunan lemak (Marley,1988 dalam Permaesih 2000). Jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur lemak jaringan lebih sedikit dibandingkan yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur massa bukan lemak (lean body-mass). Oleh karena itu, dengan persen lemak yang besar, suhu tubuh akan meningkat lebih banyak (Woolford,et.al, 1993 dalam Wijayanti, 2006).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Maputo, Mozambik dari 2316 orang anak-anak dan remaja berusia 618 tahun menyatakan bahwa kelompok gizi lebih (overweight) tergolong paling rendah dalam hampir seluruh tes kebugaran. Sementara itu, dibandingkan dengan kelompok normal, kelompok gizi kurang (underweight) lebih buruk dalam tes kekuatan, sama baiknya dalam aspek kelenturan dan ketangkasan, namun justru lebih baik dalam daya tahan kardiovaskular (Prista, et.al, 2003dalam Indrawagita, 2009). Sementara itu, sebuah penelitian pada 80 remaja obesitas yang dilakukan di Georgia, AS memperoleh hasil


(55)

bahwa kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) berhubungan terbalik dengan persen lemak tubuh (Gutin, et.al, 2002).

8. Asupan Gizi

Asupan gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kebugaran karena berkaitan dengan aktivitas fisik dan status gizi. Keadaan atau status gizi sangat ditentukan oleh kebiasaan makan yang baik dalam jangka waktu yang lama (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985).

Proses pencapaian kebugaran tidak terlepas dari pengaturan gizi. Pada awalnya pengaturan gizi hanya fokus pada penanggulangan defisiensi zat gizi untuk pencegahan penyakit kronis. Namun, dampak dari perubahan gaya hidup dan peningkatan umur harapan hidup maka konsep bugar mulai diterapkan. Konsep bugar yang dimaksud adalah kemampuan untuk hidup aktif dan sehat dan membutuhkan kualitas hidup yang baik dimana adanya kecukupan dan keseimbangan zat gizi mikro dan makro (Fatmah, 2011). Asupan gizi yang harus dipenuhi diantaranya energi, protein, vitamin, dan mineral.

a. Energi

Peningkatan aktivitas fisik atau intensitas olahraga yang dilakukan seseorang diiringi dengan peningkatan pemakaian energi (Wardlaw, 1999 dalam Indrawagita, 2009). Hal ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan pada atlet yang membutuhkan berat badan yang ringan dan rendah konsumsi energinya cendrung memiliki rendahnya kekuatan kardiorespiratori (Pařízková, 1989).


(56)

Sebuah penelitian yang dilakukan pada wanita dan pria berusia 47 48 tahun menyatakan bahwa zat gizi yang berpengaruh lebih kuat pada komponen kebugaran persen lemak tubuh jika dibandingkan dengan laki-laki adalah berupa makronutrien, yaitu karbohidrat dan lemak (Paul, et.al, 2004 dalam Indrawagita, 2009).

b. Protein

Protein adalah salah satu zat gizi esensial yang sangat penting. Protein memiliki fungsi fisiologis yang penting. Protein memilki fungsi fisiologis untuk mengoptimalkan performa aktivitas fisik. Survei menyatakan bahwa banyak sekolah menegah dan perguruan tinggi atlet mempercayai bahwa performa atlet meningkat karena performa aktivitas fisik (Williams, 2002).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Georgia, AS pada 80 orang remaja dan anak-anak obesitas menyatakan bahwa terdapat hubungan hampir bermakna (nilai p = 0,063) antara kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) dengan asupan protein. Namun, hubungan tersebut bersifat terbalik, yaitu semakin kecil konsumsi protein, semakin tinggi daya tahan kardiovaskulernya atau sebaliknya (Gutin, et.al, 2002). Selain itu, penelitian lain menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi menurut IMT pada bebagai ras dan golongan umur (Slattery, 1992).

c. Vitamin A

Vitamin A adalah salah satu vitamin larut lemak. Secara teoritis, defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi performa aktivitas fisik (Williams, 2002). Penelitian lain yang dilakukan pada wanita menyatakan bahwa terdapat


(1)

Departemen Kesehatan, FKUI, PDSKO, PPKOR, 2002. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan: Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Angka Kecukupan Gizi (AKG) http://www.depkes.go.id

Depdiknas. 2012. Persen Lemak Tubuh. Jakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Driskell,J.A dan I. Wolinsky. 2002.Nutritional Assesment of Athletes.US: CRC Press

LLC, 2002.

Eskaning Arum Pawestri, 2011. Hubungan antara Jenis Kelamin, Status Gizi, Aktivitas Fisik, Dan Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran Pada Siswa/siswi SMA Negeri 1 Kebumen, Jawa Tengah Tahun 2011.

Fatmah,SKM,MSc,Dr. 2011. Gizi kebugaran dan Olah Raga. Bandung: Lubuk Agung Fahey, Thomas. D, et,al. 2000. Fit dan Well Core Concepts and Labs in Physical Fitness

and Wellness Sixth Edition. Mc Graw Hill

FORMI.2011. Pekan dan Tes Kebugaran Jasmani Nasional. Artikel Majalah AKTIF, edisi IV / 01 – 2011

Giriwijoyo. 2012. Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga). Bandung: Rosda Karya Gisolfi, Carl V. dan Lamb, David R.1989. Perspectives In Exercise Science and Sports

Medicine Volume 2: Youth, Exercise and Sport. Indiana. USA: BenchmarkPress Inc.

Gutin, Bernard, et.al. 2002. “Effects of Exercise Intensity on Cardiovascular Fitness, Total Body Composition, and Visceral Adiposity of Obese Adolescents”. American Journal of Clinical Nutrition 75 :818 26.

Hadibroto,dkk,2004. Seluk beluk suplement. PT.Gramedia Utama : Jakarta

Haskell, William L dan Michaela Kiernan.2000. “Methodologic Issues in Measuring Physical Activity and Physical Fitness when Evaluating the Role of Dietary Supplements for Physically Active People”. American Journal of ClinicalNutrition 72: 541S – 50S.

Hasalkar, Suma, et.al.2005.”Measures and Physical Fitness Level of the CollegeGoing Students”. Anthropologist (7) no. 3 (2005): 185 – 7.

Health Santé Canada. 2002.Par-Q and You (A questionnaire for people aged 15 to 69).http://www.hc-sc.gc.ca/hppb/paguide/pdf/guideEng.pdf.


(2)

Hermanto,dkk. 2012. Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Tingkat Kesegaran pada Wanita Vegetarian. Journal of Nutrition College : Vol 1.No.1 hal 421-434.

Hoeger, Werner W.K. dan Sharon A.Hoeger. 1996.Fitness and Wellness. Colorado, USA : Morton Publishing Company.

Indrawagita, Larasati. 2009. Hubungan Antara Status Gizi, Asupan Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Gizi FKM UI tahun 2009. Depok: Skripsi Program Sarjana FKM UI.

Indriawati, Ratna. 2005.“Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani dan Kapasitas Vital

Paru pada Kelompok Remaja dengan Faal Paru Normal”. Majalah Ilmu

FaalIndonesia, 4 Maret, 135 42.

Iskaningtyas, Dita Anitya. 2011.Model Prediksi VO2max anak usia 10-11 tahun Etnis Jawa (Desa Tersobo, Kebumen) dari tes berjalan 1 mil berdasarkan jenis kelamin , denyut nadi dan waktu tempuh.Depok: Skripsi

Jones, Lorraine A. 2010. “The Effect of Statistic Stretching n Recovery Heart Rate Following The YMCA step Test”. ProQuest Dissertation and Theses

Konig, D. et.al. 2003. Cardiorepiratory fitness modifies the associoation between dietary fat intake and plasma fatty acids. European Journal Clinical Nutrition,

Kuntaraf, Jhonathan.1992. Olah Raga Sumber Kesehatan. Bandung: Advent Indonesia Kraus, William F dan Pamela S. Douglas.2005. “Where Does Fitness Fit In?”. New

England Journal of Medicine 353;5 (): 517 – 19.

Kristensen P.L,et al.2010. “The Association Between Aerobic Fitness and Physical Activity In Children and Adolescent: The European Youth Heart Study.” European Journal of Applied Physiology.

Lloyd, Tom, et.al. 1998“Fruit Consumption, Fitness, and Cardiovascular Health in

Female Adolescents: The Penn State Young Women’s Health Study”. American

Journal of Clinical Nutrition 67 :624 30.

Moeloek, Dangsina dan Arjatmo Tjoronegoro. 1984. Kesehatan dan Olahraga. Jakarta: FKUI

Manore. 2000. “ Effect of physical activity on thiamen, riboflavin, and vitamin B-6”. American Journal of Clinical Nutrition 67 :624 – 30.


(3)

Martins,et,al.2003. The relationship between body mass index, blod pressure, and pulse rate among normotensive and hypertensive participans in the thrid National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES). Departement of Medicine,Charles R.Drew University:USA.

Mifsud, Gabrielle, Karine Duval, dan Eric Doucet.2009. “Low Body Fat and Hight Cardiorespiratory Fitness at the Onset of the Freshmen Year May Not Protect Against Weight Gain”. British Journal of Nutrition. 101

Mustakim. 2010. Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran pada Siswa/Siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Terpilih Kabupaten Sragen Jawa Tengah Tahun 2010. Depok: Skripsi Progam Sarjana FKM UI. Nanda, 2012. Hubungan Antara Status Gizi, Asupan Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan

Kebugaran pada Karyawan PT. WIKA. Depok: Skripsi Program Sarjana FKM UI. Nieman, David C. 1998. The Exercise Health Connection. USA : Human Kinetics. Nieman, David C. 2007.Exercise Testing and Prescription: A Health Related Approach.

New York, USA: McGraw-Hill Companies Inc.

Notoatmodjo. Soelidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Paul, David R, et.al.2004.“Effects of The Interaction of Sex and Food Intake on The Relation Between Energy Expenditure and Body Composition”.American Journal of Clinical Nutrition

Pařízková, Jana.1989. ”Age-Dependent Changes in Dietary Intake Related to Work Output, Physical Fitness and Body Composition”. American Journal of Clinical Nutrition.

Permaesih, Dewi. 2000. “Kaitan Kesegaran Jasmani, Kesehatan dan Olahraga

Keterampilan”. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia XXVIII No.10 : 569 –

73.

Prentice, William E. 2004. Get Fit, stay fit. USA: Mc Graw Hiil.

Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI. 1985. Manual Kesehatan Olahraga. Jakarta: Dinas Kesehatan DKI Jakarta

Prawestri, Eskaning Arum.2011. Hubungan Antara Jenis Kelamin, Status Gizi, Aktivitas Fisik, dan Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran pada siswa/siswi SMA Negri 1 Kebumen, Jawa Tengah Tahun 2011. Depok: Skripsi Program Studi FKM UI


(4)

Prista, António, et.al.(2003)“Anthropometric Indicators of Nutritional Status: Implications for Fitness, Activity and Health in School-Age Children and Adolescents from Maputo, Mozambique”. American Journal of Clinical Nutrition 952 9

Ramayulis, Rita. “Gizi Kebugaran (Nutrition for fitness)”, dalam pelatihan gizi olahraga. 3-5 April 2008.

Riset Kesehatan Dasar tahun (RISKESDAS).2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. (www.riskesdas.co.id pada 18 Maret 2012

Rizzo, Nico S,et.al. 2007.Relationship of physical activity,fitness, and fatness with clustered metabolic risk in children and adolescent. The Eouropean Youth Heart Study. Journal Pediatr

Rowland M.D, Thomas W. 1996. Developmental Exercise Physiology. Illinois, USA:Human Kinetics.

Sabri,Luknis, Hastono. 2009. Statistik Ksehatan. Jakarta: Rajawali Press

Santo, Antonio Saraiva, dan Lawrence A.2003.Golding. “Predicting Maximum Oxygen Uptake From a Modified 3-Minutes Step Test”. Research Quarterly forExercise and Sport.

Sassen, Barbara, dkk.2010. “Cardiovascular Risk Profile: Cross-Sectional Analysis of Motivational Determinants, Physical Fitness and Physical Activity”. Biomedical Central Public Health.

Sharkley, Brian J. 2011.Kebugaran dan Kesehatan (terjemah dariFitness and Health oleh Eri Desmarini N).Jakarta: Rajawali Press.

Sherwood,Lauralee. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems, Seventh Edition: Belmont, CA

Slattery, Martha L, et.al. 1992. “ Association of Body Fat and Its Distribution with Dietary Intake, Physical Activity, Alcohol and Smoking in Blacks and Whites”. American Journal of Clinical Nutrition 55 : 943 – 9.

SN, Blair, et.al. 1996. Influences of cardiorespiratory fitness and other precursors on cardiovascular disease and all-cause mortality in men and women. JAMA. 1996 Jul 17;276(3):205-10.

Supariasa, I Dewa Nyoman, et.al.2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Sumosardjuno, Sadoso. 1992. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga. Jakarta : Gramedia Putaka Utama.


(5)

Tampubolon, Erwin S.2002. Gambaran Tingkat Kesegaran Jasmani Karyawan Puskesmas Kecamatan Palmerah di Kotamadya Jakarta Barat Tahun 2001. Depok: Tesis Program Pacasarjana FKM UI.

Turhayati, Elmy Rindang.2008.Gambaran Keadaan Kesegaran Jasmani dan Beberapa Faktor yang Berhubungan pada Karyawan PT. Ekspan Nusantara Tahun 1999. Depok: Thesis Program Pascasarjana FKM UI.

Trismanto, Ashari. 2003. Hubungan Status Gizi dan Perilaku Hidup Sehat dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Serang, Banten Tahun 2003. Depok: Skripsi Program Sarjana FKMUI. Vaz, Mario, dkk. ”Micronitrient Supplementation Improves Physical Performance

Measures in Asian Indian School-Age Children”. The Journal of Nutrition. (2011): 2017-2023.

Wijayanti, Kusuma. 1998. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan VO2max Peserta Diklat Penjenjangan Struktural PNS SPAMA Depdikbud tahun 1996. Depok:Skripsi Program Sarjana FKM UI.

Williams, M.H. 1995. Nutrition for Fitness and Sport 4th Edition, USA: Brown and Benchmark Publishers.

Williams, Robert M.2002. Nutrition, Health and Fitness. New York, USA: McGrawHill Williams, Lippincott dan Lippincott Wilkins. 2009. ACSM’s Guidelines For Exercise

Testing and Prescription 8th Edition. Philadelphia, USA: ACSM’s Publisher. William MH. Nutrition for fitness and sport. Iowa. Brown Publisher. 2005;19-48.

World Health Organization (WHO). 2005. International Physical Activity Quesioner (IPAQ).

World Health Organization (WHO). 2005. Guidelines for Data Processing and Analysis of the International Physical Activity Quesioner (IPAQ).

World Health Organization (WHO). 2011. Global Recommendations on Physical Activity for Health 18–64 years old. Diakses pada www.who.int pada 5 mei 2013. World Health Organization (WHO). 2013. Noncommunicable disease and mental


(6)

Zhu, Y. Isabel dan Jere D. Haas. 1997. “Iron Depletion Without Anemia and Physicial Performance in Young Women”. American Journal of Clinical Nutrition 66 : 334 -41