Perancangan Sistem Informasi Fedi A. Sondita, MSc, dan Bapak Prof. Dr.

4.3 Perancangan Sistem Informasi

Perancangan sistem informasi adalah tahapan yang dilakukan untuk menghasilkan sistem informasi yang lengkap dan dapat digunakan bagi yang memerlukan informasi tersebut. Tahapan ini dilakukan sebelum implementasi ke komputer, pada tahap perancangan informasi ini perlu ketelitian dan kelengkapan agar sistem yang dibangun sesuai dengan pengguna informasi. Perancangan sistem informasi harus dilakukan dengan teliti agar mengurangi kesalahan setelah proses implementasi ke komputer. 4.3.1. Desain sistem Penyusunan desain sistem bertujuan untuk memberikan gambaran lingkup dari sistem informasi yang akan di susun, yang dimulai dari input data, proses pengolahan data untuk menghasilkan informasi pelabuhan perikanan, hingga penyajian informasi yang akan dihasilkan output data. 4.3.2. Perancangan database Database yang dirancang dalam sistem informasi pelabuhan perikanan di Cilacap yaitu dengan menggunakan software Microsoft Access 2003. Basis data disusun untuk menyajikan informasi mengenai pelabuhan perikanan. Tersedianya informasi yang cepat dan akurat tentulah sangat mendukung dan dibutuhkan oleh pelaku sistem pelabuhan perikanan. 1. Pembuatan Basis Data Sistem informasi yang dibangun merupakan bagian dari model fungsional. Model fungsional memperlihatkan bagaimana data diperlakukan dengan mengabaikan urutan, pemilahan atau struktur objek. Model fungsional memperlihatkan bagaimana suatu nilai bergantung pada nilai yang lain dan fungsi-fungsi yang berhubungan dengannya. Struktur basis data yang dikembangkan, dikelompokkan dalam 4 empat katagori yaitu data hasil tangkapan, fasilitas pelabuhan, lingkungan dan oseanografi, serta data armada dan nelayan. Keempat katagori ini kemudian dikembangakan dalam satu media penyimpanan data. Basis data hasil tangkapan terdiri dari file-file usaha penangkapan ikan yang dibentuk dari tiga sumber input yaitu data eksternal usaha penangkapan ikan, data internal riset dan data internal pelabuhan. File-file dikembangkan menjadi informasi dengan jangkauan waktu yang lebih luas bulanan dan tahunan. Tabel 3 File di basis data produksi Nama File Basis Data Usaha Penangkapan Ikan Sumber data Jenis Ikan Hasil Tangkapan Upaya Penangkapan Harga ikan Ukuran ikan Nama Kapal Potensi Lestari Eksternal intelegent Eksternal intelegent Riset Nama Kapal Eksternal intelegent Eksternal intelegent Sistem informasi pelabuhan - nama pemilik kapal Riset Hasil tangkap dan upaya penangkapan Basis data fasilitas pelabuhan terdiri dari file-file yang berhubungan dengan fasilitas dan kondisi umum lingkungan pelabuhan. File ini dibentuk dari satu sumber input yaitu data internal pelabuhan. Tabel 4 File di basis data fasilitas pelabuhan Nama File Basis Data Fasilitas Pelabuhan Sumber data Keadaan Umum Cilacap Keadaan umum PPSC Sistem informasi Kabupaten - Kondisi Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Kedua kondisi tersebut Cilacap dan Pelabuhan kemudian dijabarkan dalam bentuk file pendukung, seperti topografi wilayah, kependudukan, perumahan dan lain sebagainya untuk Cilacap serta struktur organisasi, fasilitas pokok, fungsional dan penunjang dan lain sebagainya untuk pelabuhan. Tabel 5 File dalam basis data lingkungan dan oseanografi Nama File Basis Data Lingkungan dan Oseanografi Sumber data Pasang surut Hidro-oseanografi Sedimentasi Klimatologi Sungai Topografi dan batimetri Geoteknik Eksternal intelegent Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Basis data lingkungan dan oseanografi terdiri dari file-file yang berhubungan dengan kondisi fisik perairan serta kondisi oseanografi yang dibentuk dari dua sumber input yaitu data internal sistem pelabuhan dan data eksternal oseanografi. Sedangkan basis data armada dan nelayan terdiri dari file- file yang berhubungan dengan armada penangkapan dan jumlah serta jenis nelayan yang dibentuk dari dua sumber input yaitu eksternal pelabuhan dan internal sistem pelabuhan. Tabel 6 File di basis data armada dan nelayan Nama File Basis Data Armada dan Nelayan Sumber data Armada penangkapan ikan Jumlah Nelayan Daerah Penangkapan ikan Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Sistem informas pelabuhan – fasilitas pelabuhan Eksternal intelegent 2. Pembuatan Menu Utama Pembuatan menu utama bertujuan untuk memberikan gambaran tentang rancang bangun global sistem pelabuhan perikanan di Cilacap. Menu utama dibuat agar para pengguna tidak mengalami kesulitan pada saat menjalankan program ini. Menu utama dari sistem informasi pelabuhan perikanan di Cilacap ini terdiri atas 4 menu, yaitu PPSC, informasi perikanan, Kabupaten Cilacap, dan lain-lain. a. Menu PPSC Pada menu PPSC Gambar 12 terdapat sub menu organisasi pelabuhan dan sub menu unit penangkapan. Pada sub menu organisasi pelabuhan diberikan informasi mengenai struktur organisasi Gambar 13, sarana dan prasarana Gambar 14, dan denah lokasi Gambar 15. Pada sub menu unit penangkapan terdapat informasi mengenai daerah penangkapan ikan Gambar 16, nelayan Gambar 17, dan alat tangkap Gambar 18. Informasi berupa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PPSC seperti adanya fasilitas dasar penahan gelombang breakwater, alur pelayaran, rambu- rambu navigasi, kolam pelabuhan, fasilitas fungsional pabrik es, cold storage, tangki BBM, instalasi listrik, instalasi air bersih dan gedung pelelangan ikan dan fasilitas pendukung kantor administrasi pelabuhan, kantor syah bandar, bea cukai, aparat keamanan, kantor manajemen unit, perumahan karyawan, gudang dan warung. Denah lokasi PPSC juga disediakan dalam bentuk sub menu yang memberikan gambaran mengenai posisi dari PPSC, luas areal, bentuk pelabuhan, jalur masuk dan keluar kapal, dll. Pada unit penangkapan diberikan informasi mengenai daerah penangkapan dimana menyediakan nama-nama daerah penangkapan ikan di Indonesia. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan daerah penangkapan yang diperlukan dalam menentukan wilayah guna pendugaan potensi sumberdaya perikanan. Gambar 12 Tampilan menu PPSC. Pada Gambar 12 tampak menu PPSC yang menampilkan informasi bahwa PPSC berlokasi di kelurahan Tegal Kamulyan, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap propinsi Jawa Tengah, tepatnya pada posisi 109 01 ’ 18,4 ” BT dan 07 43 ’ 31,2 ” LS merupakan pelabuhan perikanan yang berkembang cukup pesat, mengingat Kabupaten Cilacap sebagai penghasil udang terbesar di Selatan pulau Jawa. Letak Kabupaten Cilacap yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia memiliki sumberdaya ikan, baik pelagis kecil maupun pelagis besar serta jenis lainnya, menyebabkan adanya usaha pemerintah dan nelayan setempat untuk mengadakan tempat untuk mendaratkan hasil tangkapan. Tercatat ada 13 tempat untuk mendaratkan hasil tangkapan yaitu TPI Sentolokawat, TPI Pandanarang, TPI Lengkong, TPI Tegal Katilayu, TPI Sidakaya, TPI Begawan Donan, TPI Kawunganten, TPI Tambakreja, TPI Nusawungu, TPI Adipala, TPI Karangtalun, TPI Tritih Kulon, dan TPI PPSC. Perkiraan potensi perikanan tangkap terdiri dari perairan pantai Cilacap 52.600 ton dan lepas pantai Kabupaten Cilacap Samudera Indonesia 852.600 ton. Rata-rata produksi perikanan tangkap di Kabupaten Cilacap sebesar 13.508.894 ton atau 25,64 dari potensi perikanan pantai Cilacap DPK 2003. Gambar 13 Tampilan sub menu struktur organisasi PPSC. Gambar 13 menyajikan tampilan sub menu struktur organisasi PPSC yang merupakan menu PPSC. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Kep.26.IMEN2001 tanggal 1 Mei 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan, menetapkan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap merupakan Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang prasarana pelabuhan perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi produksi dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya penangkapan untuk pelestariannya. PPSC termasuk ke dalam pelabuhan perikanan yang belum diusahakan yang mana seluruh sarananya dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis UPT Pelabuhan Perikanan dengan susunan organisasi terdiri dari: a. Bagian Tata Usaha Terdiri dari sub-bagian keuangan dan sub-bagian umum yang mempunyai tugas melaksanakan urusan keuangan, kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, serta pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan. b. Bidang Pengusahaan Terdiri dari seksi sarana, seksi pelayanan dan pengembangan usaha, dimana setiap seksi mempunyai tugas melaksanakan pembangunan, pemeliharaan, pengembangan, dan pendayagunaan sarana dan prasarana, pelayanan jasa fasilitas usaha dan bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendali lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan. c. Bidang Tata Operasional Terdiri dari seksi kesyahbandaran, seksi pemasaran dan informasi yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan, fasilitas pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta pengelolaan jaringan sistem informasi perikanan. PPSC sebagai prasarana untuk memajukan industri perikanan Kabupaten Cilacap harus mampu menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan perikanan dan kelautan. Untuk itu Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap perlu menyediakan fasilitas-fasilitas untuk kebutuhan para pengguna pelabuhan, sehingga mereka dapat merasa aman, nyaman, dan tentram. Fungsi pelabuhan yang baik harus mempunyai fungsi utama sebagai tempat berlabuh dan berlindung kapal, tempat pendaratan hasil tangkapan dan pemberangkatan kapal, memberikan pelayanan lainnya yang dibutuhkan oleh pengguna pelabuhan, membantu kelancaran jasa perdagangan dan lain sebagainya. Dalam rangka untuk mewujudkan fungsi pelabuhan yang baik, PPSC telah menyediakan beberapa fasilitas, baik itu fasilitas dasar, fasilitas fungsional, maupun beberapa fasilitas pendukung lainnya. Informasi tersebut disajikan pada sub menú informasi sarana prasarana PPSC Gambar 14. Gambar 14 Tampilan informasi sarana dan prasarana. Dalam mempermudah para pengguna jasa di PPSC, sistem informasi ini juga dielengkapi dengan sub-sub menu denah lokasi PPSC. Informasi ini berisikan posisi ataupun letak masing-masing fasilitas di PPSC Gambar 15 Informasi daerah penangkapan ikan, merupakan informasi penting. informasi ini disajikan dalam bentuk peta Gambar 16. Informasi daerah penangkapan ikan yang ada dalam SI yang dibangun sangat fleksibel dan dapat diupdate setiap waktu sesuai kebutuhan. Sebagai sumber utama peta daerah penangkapan ikan adalah peta yang dikeluarkan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan BRKP yaitu Balai Riset dan Observasi Kelautan , sebagaimana disebutkan oleh Sukresno dan Martanti 2006 bahwa penyusunan peta prakiraan daerah penangkapan ikan merupakan keluaran Balai Riset dan Observasi Kelautan BROK yang berkantor di Bali. Gambar 15 Tampilan informasi denah lokasi. Peta prakiraan daerah penangkapan ikan yang didistribusikan 2 kali dalam satu minggu menggunakan judul Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan, tanggal dan wilayah WPP ditambahkan untuk memberikan batasan mengenai daerah dan masa berlakunya peta. Peta tersebut menyajikan informasi daerah penangkapan ikan yang disajikan dengan simbol ikan berwarna hitam, sedangkan daerah potensi penangkapan ikan disajikan dengan simbol ikan berwarna putih. Gambar 16 Tampilan informasi daerah penangkapan ikan. Lebih lanjut disebutkan oleh Sukresno dan Martanti 2006 bahwa peta prakiraan daerah penangkapan ikan yang dikeluarkan oleh BROK juga menginformasikan arah dan kecepatan angin serta tinggi gelombang. Arah dan kecepatan angin dilambangkan dengan tanda panah yang menunjukkan arah tertentu dengan ukuran panjang panah sebagai refresentasi dari kecepatan angin. Tinggi gelombang di tampilkan sebagai garis kontur dengan indek kontur 0.2 yang ditampilkan sebagai angka pada setiap garis kontur. Pada sub menut informasi prakiraan daerah penangkaoan disajikan batas WPP yang berhimpit dengan garis ZEE. Dalam operasionalnya daerah operasi unit penangkapan di PPSC terbagi dalam tiga jalur, yaitu : 1. Jalur I Operasi penangkapannya hanya berjarak 3 mil dari garis pantai atau hanya berada di sekitar Teluk Penyu. Kapal-kapal yang melakukan aktivitas penangkapan di jalur ini berukuran sekitar 10 GT menggunakan motor tempel, bersayap atau disebut perahu katir dan alat tangkap yang digunakan adalah payang, trammelnet, gillnet, rawai hanyut dan serok. Armada yang berada pada jalur I dilokasikan di sekitar Kolam Kali Yasa sebagai fishing base yang berdekatan dengan area pemukiman penduduk. 2. Jalur II Operasi penangkapannya berjarak 3 - 7 mil dari garis pantai dengan kapal yang berukuran sekitar 10 – 50 GT dan alat tangkap yang digunakan adalah trammelnet, gillnet, dan longline. Waktu operasi penangkapannya sekitar enam hari dengan daerah penangkapannya meliputi sekitar teluk Penyu, Gombong, Yogyakarta bagian selatan, Pacitan dan Pangandaran. 3. Jalur III Daerah operasi berjarak minimal 12 mil dari garis pantai dengan kapal yang berukuran minimal 50 GT dan alat tangkap yang digunakan adalah gillnet, dan longline. Waktu operasi penangkapannya sekitar tujuh hari atau dapat mencapai 30 hari, dan daerah penangkapannya meliputi sekitar Teluk Penyu, Gombong, Yogyakarta bagian selatan, Pacitan dan Pangandaran serta daerah yang lain. Kapal longline di PPSC telah memiliki beberapa alat bantu navigasi yang modern yaitu magnetik kompas, SSB dan RDF. Gambar 17 Tampilan sub lingkungan fisik. Selain informasi mengenai daerah penangkapan ikan dalam SIMPELKAN juga disajikan info lingkungan fisik mencakup informasi mengenai kondisi pasang surut Gambar 17. Informasi lingkungan fisik di seputar Cilacap digunakan dalam usaha tambat labuh kapal dan masuk keluarnya kapal di alur pelayaran. Telah diketahui bahwa alur pelayaran mengalami sedimentasi sehingga nelayan tidak dapat masuk ke pelabuhan untuk melakukan lelang. Akibat kondisi diatas maka rancang bangun sistem informasi berbasis nelayan ini, mencoba memberikan informasi akurat mengenai kapan terjadinya pasang tertinggi dan surut terendah didasarkan pada data dari DISHIDROS. Dengan mengetahui pasang dan surut perairan, nelayan diharapkan dapat mengambil waktu yang tepat dalam upaya masuk ke areal kolam pelabuhan. Berbeda halnya dengan kondisi lingkungan fisik lainnya yang bersifat stagnan, informasi pasang surut ini sifatnya dinamis. Artinya informasi yang diberikan disesuaikan dengan tanggal dan bulan bilamana kapal bersandar. Gambar 18 Tampilan informasi nelayan. Masyarakat disekitar pelabuhan merupakan masyarakat pesisir yang menyandarkan hidupnya dari usaha perikanan laut baik aktivitas penangkapan, pengawetan, maupun pengolahan. Nelayan sebagai pelaku utama dalam usaha perikanan tangkap mempunyai peran dalam pengembangan pelabuhan. Nelayan yang berada di PPSC telah mengenal perkembangan teknologi penangkapan dan alat bantu navigasi, terutama bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap longline. Dari 13 tempat pelelangan ikan di Cilacap, sebagian besar nelayan berpusat di PPSC, disebabkan potensi penangkapan ikan dan perkembangan aktivitas baik penangkapan dan hasil tangkapannya, produksi, pemasaran, logistik hingga penyediaan fasilitas cukup memadai dan menjanjikan. Alasan yang paling utama adalah tingkat pendapatan nelayan di sekitar PPSC lebih tinggi. Jumlah nelayan di PPSC yaitu berjumlah 6.078 orang. Sedangkan untuk tempat pendaratan kapal yang lain hanya memiliki beberapa jumlah nelayan. Jumlah nelayan Cilacap berdasarkan tempat pendaratan kapal adalah 15.200 orang yang terdiri atas Sentolo Kawat 452 orang, Pandanarang 841 orang, Lengkong 563 orang, Tegalkatilayu 576 orang, Sidakaya 715 orang, Begawan Donan 385 orang, Kawunganten 4.577 orang, Tambakreja 347 orang, Nusawungu 156 orang, Adipala 187 orang, Karang Talun 183 orang, Tritih Kulon 140 orang, PPS Cilacap 6.078 orang Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, 2003. Banyaknya nelayan berpengaruh terhadap jumlah alat tangkap yang digunakan. Informasi tentang nelayan disajikan dalam sub menu informasi nelayan Gambar 18. Informasi alat tangkap yang disediakan menyajikan informasi alat-alat tangkap yang digunakan nelayan di PPSC seperti alat tangkap gillnet, trammel net, long line dan lain-lain. Selanjutnya juga disediakan sub menu nelayan dengan informasi yang disajikan mengenai jumlah nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan dari skala kecil sampai skala besar Gambar 19. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Cilacap bervariasi. Jumlah alat tangkap keseluruhan adalah 3.650 unit yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok tuna dan kelompok non tuna. Kelompok tuna yaitu kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap longline dengan tujuan utama penangkapan adalah ikan tuna seperti yellow fin tuna Thunnus albacore, big eye tuna Thunnus obesus, albacore Thunnus alalunga, dan cakalang Katsuwonus pelamis, selain itu juga jenis black marlin Macaira indica, layaran Istiophorus orientalis dan cucut Carcharias sp. Kelompok alat tangkap non tuna terdiri dari gillnet, trammel net, payang, dogol, bubu, jermal, jaring apung, dan sero. Alat tangkap kelompok tuna dimiliki oleh kapal-kapal yang biasa beroperasi di daerah ≥ 12 mil karena jenis ikan Tuna biasa hidup di perairan yang dalam dan biasanya ukuran dari kapal ini relatif besar yaitu sekitar ≥ 30 GT dan dilengkapi dengan palka yang besar berisi es yang akan digunakan sebagai media pembekuan ikan selama kegiatan operasi penangkapan. Lama trip penangkapan untuk kapal ini bervariasi, ada yang mingguan ada pula yang sampai berbulan-bulan. Sedangkan alat tangkap kelompok non Tuna biasa beroperasi di perairan yang relatif dangkal 12 mil namun tidak menutup kemungkinan alat tangkap jenis ini beroperasi di perairan yang cukup dalam. Alat tangkap kelompok non Tuna dimiliki oleh kapal-kapal yang berukuran relatif kecil 30 GT dan kebanyakan lama trip penangkapannya hanya harian sampai mingguan. Gambar 19 Tampilan informasi alat tangkap. Berdasarkan wawancara yang dilakukan selama penelitian, alat tangkap yang digunakan nelayan Cilacap mengalami perubahan dan perkembangan, dimana nelayan akan menggunakan alat tangkap yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Mereka memilih alat tangkap dengan hasil tangkapan yang memiliki nilai jual yang tinggi. Informasi perkembangan alat tangkap dari beberapa tahun terakhir bisa langsung di akomodir dalam SIMPELKAN. b. Menu Informasi Perikanan Menu informasi perikanan dibagi dalam 2 sub menu utama yaitu biologi dan info lingkungan fisik. Sub menu biologi mencakup informasi mengenai info spesies dan harga ikan Gambar 20 dan 21 dan info musim penangkapan Gambar 21. Data produksi ikan berdasarkan waktu dikeluarkan berdasarkan kriteria-kriteria yang diminta oleh pengguna atau pengunjung website yaitu berdasarkan waktu yang dipilih, nama ikan, alat tangkap dan armada penangkapan. Sedangkan data produksi ikan berdasarkan kapal dapat dilihat berdasarkan kapal, wilayah tangkap dan tempat pendaratan. Dari sistem ini dapat dilihat produksi ikan dari kapal-kapal tertentu yang terdaftar dalam sistem. Selain itu disediakan juga tempat untuk mencatat kapal-kapal yang tidak masuk ke dalam sistem tapi mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan yang terdaftar dalam sistem. Kapal-kapal tidak melakukan bongkar disebabkan faktor harga ikan yang rendah dan adanya retribusi yang terlalu tinggi. Informasi akan sangat dibutuhkan oleh nelayan, sehingga mereka dapat segera mengambil keputusan apakah akan mendaratkan hasil tangkapannya di PPSC atau tidak. Info sub menu harga ikan disajikan pada Gambar 20. Produksi perikanan di PPSC terutama untuk tiga kelompok spesies, yaitu ikan pelagis, demersal dan moluska rata-rata kecenderungannya turun. Rata- rata produksi ikan pelagis adalah dari tahun 1996-2003 adalah sebesar 5.335.280 ton per tahun, demersal 927.210 ton per tahun dan moluska sebesar 130.720 ton per tahun. Infomasi tentang info spesies yang didaratkan di PPSC di tampilkan pada sub menu informasi info spesies Gambar 21. Tetapi jika diperhatikan dari nilai produksinya, penurunan yang terjadi pada volume produksi tidak membuat nilai produksi yang ada menurun. Penurunan yang terjadi pada tahun tersebut karena adanya penurunan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar. Pada akhir 2004 produksi di PPSC mengalami penurunan disebabkan oleh kurangnya optimalisasi dari fasilitas yang ada. Permasalahan tersebut adalah adanya sedimentasi yang terjadi di jalur masuknya kolam ke dermaga sehingga alur masuk kapal besar khususnya, akan terganggu. Secara otomatis pelelangan ikan hasil tangkapan ikan di TPI menurun jumlahnya. Penurunan jenis hasil tangkapan adalah ikan yang sejak tahun 1997 menjadi tangkapan utama yaitu tongkol. Tongkol yang merupakan jenis ikan pelagis kecil tergantikan oleh ikan tuna yang merupakan ikan pelagis besar. Perubahan ini juga mengindikasikan adanya tren baru yaitu menangkap ikan tuna selain ekonomis tinggi juga perubahan atau peluasan daerah penangkapan ikan yaitu semakin luas ke Samudera Hindia. Karena tren tersebut maka untuk alat tangkap yang digunakan juga menjadi berubah menjadi alat tangkap ikan tuna seperti longline. Sehingga wajar jikalau penurunan tongkol sebagai jenis hasil tangkapan dari nelayan di Cilacap. Gambar 20 Tampilan sub menu harga ikan. Ikan yang menjadi sasaran di Cilacap tidak hanya jenis pelagis tetapi ikan demersal juga menjadi sasaran, untuk hasil tangkapannya pada akhir tahun ini juga menurun. Tidak semua mengalami penurunan, ikan cucut mengalami kenaikkan karena merupakan hasil tangkapan yang banyak tertangkap bersama ikan tuna. Selain itu, udang menjadi pilihan utama nelayan untuk menjadi sasaran, dilihat dari nilai ekonomis dan ada penyaluran atau perusahaan yang siap membeli udang untuk keperluan ekspor. Hasil tangkapan udang adalah jenis jerbung dan dogol. Gambar 21 Tampilan sub menu informasi info species. Gambar 22 menampilkan informasi musim penangkapan Kabupaten Cilacap pada umumnya memiliki musim dua musim penangkapan ikan yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat biasanya berlangsung antara bulan Nopember sampai bulan Maret, dengan kondisi gelombang laut yang besar dan curah hujan yang tinggi. Sedang musim timur biasa terjadi pada bulan April sampai September dengan kondisi kebalikan dari musim Barat yaitu gelombang laut yang relatif tenang dan curah hujan yang rendah. Berbeda dengan nelayan kabupaten Cilacap, nelayan di PPSC biasa menggolongkan musim penangkapan menjadi tiga yaitu: musim puncak terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober dimana ikan tangkapan sangat melimpah, yang kedua yaitu pada bulan Februari sampai bulan Juni dengan hasil tangkapan sedang, dan yang ketiga adalah musim paceklik yaitu berkisar pada bulan November sampai dengan Januari. Untuk melihat musim penangkapan di PPSC dengan melihat data hasil penangkapan ikan pelagis per spesies yang masih mempunyai potensi cukup tinggi. Hasil tangkapan ikan pelagis per spesies pada tahun 2003 menggambarkan bahwa pada bulan Februari sampai Juni mengalami kenaikan jumlah produksi dibanding dengan bulan Juli sampai Oktober sebagai ikan tangkapan yang melimpah. Gambar 22 Tampilan informasi musim penangkapan. Dari penggolongan musim tersebut memperlihatkan bahwa tidak semua ikan mengalami peningkatan produksi. Untuk bulan Juli sampai Oktober sebagai bulan yang berlimpah untuk ikan tangkapannya, hanya ikan cakalang yang mengalami kenaikkan cukup tinggi sampai mencapai 493.209 Kg per bulan sedang pada bulan Februari sampai Juni ikan tuna yang mengalami kenaikkan cukup signifikan mencapai 80.060 Kg per bulan, sedangkan untuk bulan paceklik ikan yaitu bulan November sampai Januari ikan yang mendominasi adalah tetap ikan tuna. Ini memperlihatkan bahwa produksi ikan di PPSC didominasi oleh ikan tuna dan cakalang sebagai ikan yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan berkualitas ekspor. Dari semua ikan yang termasuk dalam ikan pelagis tersebut, ada jenis ikan yang dari bulan ke bulan tidak mengalami kecenderungan baik turun atau naik tetapi mengalami kestabilan yaitu ikan layaran. Sedangkan ikan yang mengalami penurunan atau kelangkaan hasil tangkapan untuk tahun 2003 adalah ikan tuna jenis albakor. c. Menu Kabupaten Cilacap Menu Kabupaten Cilacap memberikan gambaran informasi sederhana mengenai wilayah Kabupaten Cilacap yang dapat dilihat dari beberapa aspek seperti aspek geografis dan topografi Gambar 23, disamping itu disajikan juga informasi tentang kependudukan, keadaan kesehatan, perumahan, agama, pendidikan, dan gambaran umum perikanan dan kelautan di Cilacap. Informasi mengenai Kabupaten cilacap meliputi posisi, batas-batas wilayah. Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten yang terluas di Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung barat bagian selatan propinsi Jawat Tengah dengan luas wilayah daratan 2.146,57 km² DPK 2003 batas-batas kota ini adalah : ™ Utara : Kabupaten Banyumas dan Brebes ™ Selatan : Samudera Indonesia ™ Barat : Propinsi Jawa Barat ™ Timur : Kabupaten Banyumas Kabupaten Cilacap letaknya berbatasan dengan pantai selatan pulau Jawa yang terletak pada posisi 108º 04’ 30” - 109º 30’ 30” BT dan 07º 30’ 04” - 07º 45’ 20” LS atau berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia sehingga potensial akan sumberdaya perikanan. Cilacap juga terlindungi dari bahaya Samudera Hindia karena adanya pulau Nusa Kambangan yang letaknya berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga mempunyai sumberdaya yang baik meliputi ikan pelagis kecil, pelagis besar dan lain-lain Gambar 23. Gambar 23 Tampilan informasi geografis dan topografi. Gambaran tentang kependudukan disajikan pada Gambar 24 Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten yang terbesar di Jawa Tengah yang memiliki jumlah penduduk sampai dengan tahun 2004 sebanyak 1.726.271 jiwa, yang terdiri dari perempuan 861.959 jiwa dan laki-laki 864.312 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0,31 per tahun. Berdasarkan mata pencaharian utamanya, penduduk Kabupaten Cilacap terdiri dari petani, buruh tani, nelayan, pengusaha, pengrajin, buruh industri, buruh bangunan, perkebunan, perdagangan, angkutan, PNSTNI POLRI dan pensiunan BPS JATENG 2006. d. Menu Lain-lain Pada menu lain-lain menyediakan suatu model analisis sumberdaya ikan dengan menggunakan metode surplus produksi model Schaefer dan Fox. Sub model menu Schaefer dan Fox terdiri dari informasi input data Gambar 24 dan hasil model Gambar 25. Setiap orang yang mengunjungi website ini bisa menggunakan program yang disediakan tersebut. Secara garis besar program ini dibagi menjadi dua bagian yaitu input data form SDI dan hasil model. Menu lain menyajikan hasil pengolahan data dan analisis untuk mengestimasi status sumberdaya perikanan Gambar 25. Pengolahan data dilakukan terhadap data harian per kapal untuk menghasilkan data bulanan dan data tahunan. Analisis potensi SDI dilakukan untuk memperoleh informasi nilai dugaan potensi SDI di PPSC. Pedugaan potensi SDI dilakukan dengan cara analisis data produksi catch dan upaya penangkapan effort menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox Sparre and Venema 1999. Menurut Gulland 1983, hubungan antara hasil tangkapan per satuan upaya CPUE dan upaya effort dapat berupa hubungan linier maupun eksponensial. Pada Gambar 25 tampak hubungan kurva MSY untuk ikan cucut yang menggunakan model Schaefer . Gambar 24 Tampilan input data form SDI. Gambar 25 Tampilan hasil model. 5 PEMBAHASAN Pelabuhan adalah pusat aktivitas perekonomian kelautan, sehingga keberadaannya sangat diperlukan dalam pembangunan kelautan. Pada saat ini dirasakan pengembangan pelabuhan umum dan perikanan belum berfungsi secara optimal. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai faktor seperti terbatasnya fasilitas, rendahnya teknologi, kualitas pelayanan yang rendah serta biaya yang mahal maupun kesalahan dalam perencanaan. Dalam rangka peningkatan arus barang dan jasa pada era pasar bebas maka pengelolaan pelabuhan harus mampu meningkatkan kinerjanya dan menekan biaya tinggi agar efesiensi nasional maupun bisnis dapat tercapai. Dalam pengelolaan perizinan perlu dicari sistem prosedur yang paling efisien dan efektif agar pergerakan kapal dan arus barang dapat diperbaiki, perizinan kapal umum dan kapal ikan harus dipisah karena karakteristiknya berbeda sehingga tidak terjadi inefisiensi karena birokrasi yang panjang. Sudah saatnya pemerintah lebih sebagai fasilitator dan membuat kebijakan sehingga bisnis bisa bergerak sesuai dengan kekuatan yang berperilaku wajar Kusumastanto 2003. Sistem informasi yang dibangun merupakan bagian dari model fungsional. Model fungsional memperlihatkan bagaimana data diperlakukan dengan mengabaikan urutan, pemilahan atau struktur objek. Model fungsional memperlihatkan bagaimana suatu nilai bergantung pada nilai yang lain dan fungsi-fungsi yang berhubungan dengannya Jogiyanto 2003. Dalam pengaplikasiannya program berbasis LAN sistem informasi pelabuhan perikanan tidak hanya dapat diterapkan di PPSC saja, akan tetapi dapat juga diaplikasikan di seluruh pelabuhan perikanan di Indonesia yang mempunyai karakteristik yang sama. Beberapa modifikasi kondisi umum dan up-dating data harus dilakukan guna penyesuaian sistem informasi ini. Kusumastanto 2003 menyebutkan bahwa salah satu persoalan mendasar dalam pembangunan perikanan adalah lemahnya akurasi data statistik perikanan. Data perikanan di berbagai wilayah di Indonesia biasanya berdasarkan perkiraan kasar dari laporan dinas perikanan setempat. Belum ada metode baku yang handal untuk dijadikan panduan dinas-dinas di daerah setempat dalam pengumpulan data perikanan ini. Bagi daerah-daerah yang memiliki tempat atau pelabuhan pendaratan ikan biasanya mempunyai data produksi perikanan tangkap yang lebih akurat karena berdasarkan pada catatan jumlah ikan yang didaratkan. Namun demikian akurasi data produksi ikan tersebut pun masih dipertanyakan berkaitan dengan adanya fenomena transaksi penjualan ikan tanpa melalui pendaratan atau transaksi ditengah laut. Pola transaksi penjualan semacam ini menyulitkan aparat dalam menaksir jumlahnilai ikan yang ditangkap di peraiaran laut di daerahnya. Apalagi dengan daerah- daerah yang tidak memiliki tempat pendaratan ikan seperti di kawasan pulau- pulau kecil di Indonesia maupun berkembangnya tempat-tempat pendaratan ikan swasta atau ‘TPI Swasta’ yang sering disebut tangkahan-tangkahan seperti yang berkembang di Sumatera Utara. Bagaimana pemerintah akan menerapkan kebijakan pengembangan perikanan bila tidak didukung dengan data-data yang akurat. Apakah ada jaminan pemerintah mampu membongkar sistem penangkapan ikan yang carut-marut dan tiap-tiap daerah yang mempunyai bentuk dan pola yang berbeda-beda. Keadaan sistem yang mampu memonitor setiap aktivitas penangkapan di daerah-daerah menjadi satu kelemahan yang terpelihara sejak dulu. Celah kelemahan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang terkait untuk memperkaya diri dari hasil perikanan tangkap. Sehingga isu kebocoran devisa dengan adanya pencurian ikan menggambarkan kelemahan sistem manajemen pengelolaan perikanan nasional. Tanpa mengetahui karakter atau polajaringan bisnis penangkapan ikan yang dilakukan masyarakat atau para nelayan yang bermodal diberbagai daerah atau sentra- sentra penangkapan ikan, maka kebijakan perijinan ulang terhadap usaha penangkapan ikan ini akan terdapat peluang korupsi dan kolusi. Ditengarai dengan polajaringan bisnis perikanan tangkap sudah terbiasa dengan budaya KKN, maka mekanisme kolusi dan korupsi di dalam bisnis penangkapan ikan ini harus diatasi secara sistematis. Lebih lanjut Haluan 2002 menyebutkan bahwa sistem informasi manajemen dalam pengembangan perikanan tangkap di Indonesia sudah mulai berkembang, walaupun masih harus dikembangkan agar dapat berimbang dengan SIM pada tingkat internasional seperti FAO Fisheries Department. Diharapkan agar semua perusahaan perikanan tingkat menengah ke atas memiliki jaringan internet yang dapat mengakses dan diakses oleh Departemen Kelautan dan Perikanan DKP. SIMPELKAN yang dibangun mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan program lainnya. Keunggulan ini disebabkan: 1 pembuatan program dengan menggunakan bahasa ASP dapat langsung digunakan sebagai LAN dan internet tanpa melalui konversi program terlebih dahulu; 2 program dengan menggunakan bahasa ASP lebih mudah dan sederhana; 3 dalam program ASP, halaman ditentukan dalam sebuah page yang tidak dapat tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya, sehingga secara otomatis yang ditampilkan adalah hanya satu halaman. Selain keunggulan tersebut, program ASP juga memiliki beberapa kelemahan yaitu: 1 tidak mempunyai media penyimpanan berkas data, sehingga dalam penyimpanan berkas data dibantu oleh program lainnya, seperti Microsoft Access, Microsoft Excel dan lain sebagainya; 2 program ASP belum dapat menampilkan grafik secara baik; c membutuhkan webmaster selaku administrator untuk proses pemutakhiran data data updating. Sistem informasi pelabuhan perikanan samudera Cilacap ini merupakan pengembangan dari pusat informasi pelabuhan perikanan PIPP yang sudah ada. Pengembangan ini ditujukan untuk lebih memudahkan pengguna dan menyempurnakan informasi yang tersedia. Kebijakan desentralistik setidaknya membawa berbagai implikasi penting, diantaranya adalah terhadap kelembagaan, pengelolaan sumberdaya ikan serta partisipasi masyarakat termasuk terhadap sistem infromasi. Dengan otonomi daerah diharapkan lembaga pemerintah daerah mampu merumuskan tugas, fungsi dan kewenangannya dengan baik sehingga mampu melayani masyarakat lokal dengan baik, salah satu bentuk pelayanannya adalah penyediaan informasi. Selain itu, melalui desentralisasi diharapkan juga terjadi pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan. Kebijakan desentralisasi dapat memberikan manfaat dalam bentuk peningkatan partisipasi masyarakat lokal dan kualitas pelayanan publik. Partisipasi masyarakat akan terjadi apabila masyarakat nelayan dapat memainkan peranannya rule secara jelas, memperoleh keadilan equity, akses dan kontrol terhadap sumberdaya alam. Desentralisasi merupakan pintu menuju terwujudnya regulated and sustainable fisheries. Desentralisasi akan memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya tersebut akan merupakan bentuk tanggungjawab mereka terhadap masa depan sumberdaya ikan tersebut FAO 1995. Artinya, mereka tidak hanya akan berhenti pada upaya merencanakan dan melaksanakan prinsip pengelolaan sumberdaya secara lestari seiring dengan nilai-nilai tradisional yang mereka miliki, tetapi tanggung jawab itu akan muncul juga dalam bentuk pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan. Model pengawasan dari masyarakat ini akan lebih efektif dan efisien. Adanya model pengelolaan sumberdaya ikan yang berbasis masyarakat tersebut akan berjalan efektif sekaligus penting untuk mengantisipasi berbagai tuntutan, bahkan ancaman dari masyarakat internasional. Saat ini, masyarakat internasional menuntut diwujudkannya perikanan yang berkelanjutan sustainable fisheries melalui ketetapan FAO dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries pada tahun 1995. Dengan ketentuan baru tersebut, seluruh praktik pemanfaatan sumberdaya perikanan harus memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan sustainability. Jika terjadi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tersebut, sangat dimungkinkan munculnya tuduhan melakukan unregulated fishing yang pada gilirannya akan membuat rawan perdagangan nasional sebagaimana yang saat ini tengah dirumuskan International Plan of Action IPOA tentang IUU Illegal, Unregulated and Unreported Fishing FAO 1995 b dan Charles 2001. Penerapan informasi hasil pengolahan dan analisis data untuk pengkajian status sumberdaya ikan memerlukan perhatian khusus. Para pengguna umum hendaknya lebih memusatkan perhatian kepada trend atau kecenderungan produksi dan produktivitas. Informasi ini penting untuk perencanaan kegiatan penangkapan ikan dibandingkan dengan informasi tentang status stok ikan. Sebagaimana disebutkan oleh Imron 2000 pengelolaan sumberdaya perikanan membutuhkan landasan kebijakan yang tepat agar dapat menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut. Artinya, dalam menentukan kondisi status sumberdaya ikan Idealnya memperhatikan seluruh kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan. Pelaporan data yang benar dan lengkap dari nelayan setiap setelah melakukan penangkapan ikan akan berguna untuk memberikan gambaran kasar kuantitas stok ikan yang dapat ditangkap atau diakses nelayan pada titik-titik waktu tertentu. Informasi tentang status stok ikan seyogianya diolah dan dianalisis oleh para peneliti karena stok ikan mencakup dimensi area yang luas, bukan hanya di perairan yang berdekatan dengan Cilacap, dan melibatkan armada perikanan dari lokasi lain, bahkan di luar negeri PPSC 2004. Oleh karena itu, informasi tentang status stok ikan harus melewati prosedur ilmiah dan merupakan pernyataan para peneliti beserta stakeholder lain, seperti yang dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Perikanan Laut. Kegiatan utama yang perlu dilakukan setalah sistem informasi ini di verifikasi dan validasi adalah memperkenalkannya kepada para pengguna, terutama nelayan. Perkenalan ini perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga nelayan memahami manfaat sistem informasi dimana mereka juga akan berbagi informasi tentang ikan hasil tangkapannya, nelayan mampu menggunakan dan memanfaatkan informasi yang tersedia di dalamnya. Harga ikan yang berlaku umum dan wajar dapat diketahui nelayan dan para pembeli ikan sehingga terjadi fair trade. Nelayan diharapkan dapat memprediksi musim puncak dan musim paceklik secara lebih tepat sehingga usaha perikanan dapat dilakukan secara lebih efisien. Hal ini merupakan upaya untuk menekan ketidak-pastian usaha karena nelayan akan berangkat melaut jika prospek keberhasilan penangkapan ikan tinggi. Pada periode yang tidak prospektif, nelayan dapat merencanakan kegiatan lain di luar penangkapan ikan, sehingga mereka tidak akan terjerat hutang untuk menutupi biaya operasi. Kegiatan lain diluar penangkapan ikan lebih populer dengan sebutan mata pencaharian alternatif. Sebagaimana disebutkan oleh Purbayanto et al. 2007 bahwa mata pencaharian alternatif dikembangkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan melalui penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan penghasilan. Kegiatan lain ataupun mata pencaharian alternatif tersebut biasa juga disebut sebagai alternative income generation, seperti dikembangkan dalam proyek PEMP, MCRMP, CoFish, Coremap, dan sebagainya Sistem informasi manajemen dalam pengembangan perikanan tangkap di Indonesia sudah mulai berkembang, walaupun masih harus dikembangkan agar dapat berimbang dengan SIM pada tingkat internasional seperti FAO Fisheries Department. Arahan pengembangan antara lain agar sistem informasi manajemen menyeluruh di tingkat propinsi dan kabupaten di Indonesia dan mencakup semua kegiatan perikanan, tidak hanya perikanan tangkap saja. SIM yang sudah ada harus dirawat dan diperbaiki sehingga tetap handal dalam memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan dalam menunjang perikanan tangkap Haluan 2002. Dari hasil wawancara dengan berbagai pihak yang terkait setelah dilakukan ujicoba penggunaan SIMPELKAN, maka SIMPELKAN sangat berperan penting dalam menunjang usaha dan pengembangan perikanan tangkap, karena dengan mudah kita bisa mendapatkan data atau informasi yang berkaitan dengan kegiatan perikanan tangkap di daerahnya. Penelusuran data atau informasi kegiatan perikanan tangkap dapat dilakukan secara otomatis dan memakan waktu sedikit. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh dari stakeholders perikanan tangkap dengan adanya SIMPELKAN : 1. Nelayan • Time series harga dan produksi harian, begitu juga informasi persaingan antar pemilik kapal akan menjadi bahan informasi untuk melaut, dengan informasi ini nelayan bisa memprediksi peluang hasil tangkapan yang akan diraih. • Infomasi daerah penangkapan musim penangkapan dengan cepat. yang tersedia di SIMPELKAN akan mempermudah dan mempercepat nelayan memperoleh daerah penangkapan yang ideal. • Nelayan sebagai pelaku utama dari pemanfaatan sumberdaya ikan di laut, dapat memperoleh informasi mengenai jenis dan kelengkapan fasilitas di pelabuhan perikanan. • Nelayan dapat mendapatkan informasi sejauhmana dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan perikanan tangkap. 2. Investor pengusaha dan pedagang ikan • Time series harga dan produksi harian akan menjadi informasi yang sangat penting terkait dengan peluang membuka kegiatan usaha. Sementara bagi pedagang informasi tersebut dapat dijadikan bahan dalam menentukan lokasi pasar ikan yang akan didaratkan di pelabuhan perikanan. • Informasi tentang kondisi wilayah, daya dukung lingkungan sekitar serta kondisi fasilitas di pelabuhan perikanan bisa dijadikan bahan dalam menetapkan rencana investasi. Sehingga pengusaha tidak mengalami resiko kegagalan usaha. • Akan memerlukan informasi tentang armada penangkapan, melalui sistem informasi ini dapat diketahui kapal – kapal dengan alat tangkap yang sering digunakan untuk operasi penangkapan, dan kebanyakan mendaratkan hasil tangkapannya di PPSC. 3. Peneliti dan institusi pendidikan • Informasi tentang data dalam 5 tahun terakhir yang tercatat dalam SIMPELKAN akan menjadi data penting untuk bahan penelitian ataupun kajian tentang perikanan tangkap • SIMPELKAN yang secara umum mampu merangkum informasi kegiatan ataupun aktivitas perikanan tangkap, dapat memberikan kontribusi dalam proses analisis kebijakan pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap. 4. Pemerintah Kabupaten Cilacap dan pemerintah pusat • Informasi potensi SDI yang menggunakan pendekatan Schaefer dan Fox akan membantu pemerintah dalam menentukan berapa banyak armada penangkapan serta kegiatan penutupan musim-musim penangkapan. • Sangat memerlukan informasi tentang kegiatan perikanan, sehingga bisa dengan mudah merumuskan kebijakan yang terkait. 5. UPT Pelabuhan • Informasi yang tredapat dalam SIMPELKAN seperti produksi ikan harian, harga ikan serta aktivitas kapal dan lain sebagainya akan mempermudah pihak pengelola pelabuhan dalam menentukan tingkat pelayanan di pelabuhan, sehingga akan tercipta pelayanan prima di pelabuhan perikanan Melalui uji coba rancangan SIMPELKAN ini penelusuran data dan informasi dapat dilakukan hanya dalam waktu kurang dari 10 detik. Data atau informasi tersebut dapat disimpan dalam disket, flasdisk atau harddisk komputer, dengan demikian penerapan komputerisasi, dalam hal ini database di PPSC dapat mengakibatkan perubahan media penyimpanan, dari bentuk dokumen buku jurnal harian menjadi bentuk file komputer. Perubahan positif dapat terjadi dalam implementasi SIMPELKAN yaitu : 1. Efisien dalam penggunaan waktu dan tenaga. 2. Memperoleh informasi dengan cepat tentang aktivitas perkanan tangkap 3. Dapat memberikan reverensi bagi pengguna yang ingin menyusun suatu kebijakan ataupun langkah-langkah usaha dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan Selain hal – hal diatas SIMPELKAN ini mempunyai kelebihan lain, dalam mengakses sistem informasi ini tidak diperlukan suatu sofware khusus, karena sudah berbentuk aplikasi, jadi pemakaipengguna hanya tinggal mengklik icon yang tersedia tanpa menginstalnya. Sistem informasi digital ini mempunyai beberapa kelemahan jika dibandingankan dengan sistem informasi yang lama manual : 1. Penerapan komputerisasi dapat menjadi tidak efisien bila penerapan tersebut tidak diimbangi dengan adanya pelatihan sumberdaya manusia di bidang komputer. 2. Pada tahap awal implementasinya akan memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk membeli peralatan dan pelatihan sumberdaya manusia. 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan