memiliki tiga kaidah sebagai berikut Puslitbangkim Permukiman 2004 diacu dalam Karlinasari 2006:
1. Bila terjadi gempa ringan bangunan tidak akan mengalami kerusakan baik
pada elemen struktur kolom, balok, atap, dinding, dan pondasi maupun pada elemen non-struktur genteng dan kaca.
2. Bila terjadi gempa berkekuatan sedang, bangunan bisa mengalami
kerusakan hanya pada elemen non-struktur. Sedangkan elemen strukturnya tidak boleh rusak.
3. Bila terjadi gempa berkekuatan besar, bangunan bisa mengalami
kerusakan, baik pada elemen struktur maupun elemen non-strukturnya. Namun, kedua elemen tersebut tidak boleh membahayakan penghuni yang ada di dalam
bangunan. Penghuni harus mempunyai waktu untuk menyelamatkan diri sebelum bangunannya runtuh.
Menurut Rusmawan 2005, konsep bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah upaya untuk membuat seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan yang
utuh, yang tidak lepasruntuh akibat gempa. Penerapan konsep tahan gempa antara lain dengan cara membuat sambungan yag cukup kuat diantara berbagai elemen
tersebut serta pemilihan material dan pelaksanaan yang tepat.
2.2 Bambu
Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas-ruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang berimpang, dan memiliki daun
buluh yang menonjol. Bambu termasuk famili gramineae, sub-famili Bambusoideae, dan suku Bambuceae. Bambu terbagai atas beberapa bagian, yaitu
rimpang, pucuk, buluh, percabangan, daun, dan perbungaan Heyne 1987. Bambu memiliki diameter yang semakin mengecil dari pangkal ke bagian ujung batang.
Permukaan batang bagian luar dan dalam terbentuk dari lapisan kulit yang mengandung zat lilin yang berguna untuk mengatur kadar air. Bambu mudah
terserang jamur dan daya tahannya tergantung pada kondisi cuaca dan lingkungan sehingga daya tahannya lebih rendah dibandingkan dengan kayu.
Sifat-sifat fisis dan mekanis bambu sangat berhubungan erat dengan kegunaannya. Bambu yang digunakan sebagai bahan bangunan sangat perlu
mengetahui kekuatannya karena menyangkut keamanan. Menurut Liese 1980, berat jenis BJ bambu bervariasi antara 0,5-0,6 dengan bagian luar batang
memiliki BJ yang lebih besar daripada bagian dalamnya. Kadar air bambu juga bervariasi, yaitu bambu dewasa segar memiliki kadar air antara 50 - 99, pada
bambu muda berkisar antara 80 - 150, sedangkan kadar air bambu kering antara 12 - 18. Kadar air batang bambu meningkat dari bawah ke atas dan dari
umur 1-3 tahun, selanjutnya menurun pada bambu yang berumur lebih dari 3 tahun Dransfield dan Widjaja 1995.
2.3 Bambu Tali Gigantochloa apus J.A. J.H. Schultes Kurz
Bambu tali tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia dan diperkirakan berasal dari Burma dan Thailand bagian selatan. Bambu tali tumbuh di daerah
tropis yang lembab dan daerah kering, berumpun rapat dan tegak. Bambu tali dikenal dengan nama awi tali Sunda, pring tali atau pring apus Jawa Widjaja
2001. Bambu tali memiliki ciri-ciri berumpun rapat, pertumbuhan simpodial,
buluhnya tegak mencapai tinggi 8-30 cm dengan diameter 4-13 cm dan tebal 1-1,5 cm, berwarna hijau terang sampai kuning. Panjang ruas 20-60 cm dengan buku
sedikit membengkok pada bagian luar. Bambu tali mempunyai buluh yang berwarna hijau kekuningan dengan lapisan lilin pada bagian bawah buku-bukunya
ketika masih muda. Pelepah buluhnya sangat kecil sehingga hampir tidak Nampak dan selalu melekat pada buluhnya Bambu ini dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan, perkakas rumah tangga, atap, dinding rumah, anyaman dan alat musik tradisional Dransfield dan Widjaja 1995.
Kadar air rata-rata batang bambu tali segar adalah 54,3 dan batang bambu kering 15,1 Dransfield dan Widjaja 1995. Nilai MOR bambu tali menurut
Idris et. al. 1980 adalah sebesar 502-1.240 kgcm
2
, nilai MOE sebesar 57.515- 121.334 kgcm
2
, keteguhan tekan sebesar 502-1.240 kgcm
2
. Sifat mekanis batang bambu tali tanpa buku lebih besar dibandingkan batang dengan bukunya.
2.4 Panel Sandwich