BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Tahan Gempa
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang rawan gempa, karena di negara Indonesia terdapat tiga lempeng, yakni Eurasia, Indo-Australia,
dan Pasifik, yang bila bertumbukan akan menghasilkan gempa tektonik. Secara alamiah, fenomena alam tersebut tidak bisa dihindari. Sebab lempeng-lempeng
yang ada di Indonesia merupakan bagian dari kerak bumi yang bergerak aktif. Lempeng-lempeng bumi tersebut adalah bagian dari kerak bumi yang terdiri
atas berbagai jenis bebatuan. Efek dari pergeseran itu adalah berupa getaran yang disebut gempa. Gempa terjadi karena ada perpindahan massa dalam lapisan
batuan bumi Rusmawan 2005. Menurut Agus 2002, gempa bumi merupakan peristiwa alam yang dikaitkan dengan adanya hentakan pada kerak bumi. Aktifitas
tektonik menjadi penyebab utama gempa bumi, gaya tektonik ini disebabkan oleh adanya proses pergerakan lempeng tektonik yang menyebabkan pembentukan
gunung-gunung, gerakan-gerakan patahan lempeng bumi, dan tarikan atau tekanan bagian-bagian benua yang besar.
Menurut SNI 03-1726-2002 Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti yang ditunjukkan Gambar 1, dimana wilayah gempa 1 dan 2 adalah
wilayah dengan kegempaan ringan, wilayah gempa 3 dan 4 adalah wilayah gempa sedang, serta wilayah gempa 5 dan 6 adalah wilayah dengan kegempaan berat.
Pembagian wilayah gempa ini didasarkan atas percepatan puncak pada batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun.
Gambar 1. Peta pembagian wilayah zona gempa Peristiwa gempa merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam
merencanakan struktur bangunan. Struktur yang direncanakan harus mempunyai katahanan terhadap gempa dengan tingkat keamanan yang dapat diterima. Aspek
penting gerakan tanah akibat gempa bumi adalah pengaruhnya terhadap struktur bangunan, yaitu tegangan stress dan displacement atau banyaknya kerusakan
yang akan terjadi. Selama terjadinya gempa, struktur bangunan mengalami gerakan vertikal dan
gerakan horizontal. Dari kedua gaya tersebut, gaya dalam arah vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitasi yang bekerja pada struktur, sedangkan struktur
biasannya dirancang terhadap gaya vertikal dengan faktor keamanan yang mencukupi. Oleh karena itu, struktur umumnya jarang sekali runtuh karena gaya
gempa vertikal. Sebaliknya, gaya gempa horizontal bekerja pada titik-titik lemah dalam struktur yang kekuatannya tidak mencukupi dan akan menyebabkan
keruntuhan. Oleh karena itu, prinsip utama dalam perancangan tahan gempa adalah meningkatkan kekuatan struktur terhadap gaya horizontal yang umumnya
tidak mencukupi Agus 2002. Pada dasarnya, yang dimaksud dengan bangunan tahan gempa bukan berarti
bangunan itu tidak akan rusak atau runtuh bila ada gempa. Bangunan tahan gempa
memiliki tiga kaidah sebagai berikut Puslitbangkim Permukiman 2004 diacu dalam Karlinasari 2006:
1. Bila terjadi gempa ringan bangunan tidak akan mengalami kerusakan baik
pada elemen struktur kolom, balok, atap, dinding, dan pondasi maupun pada elemen non-struktur genteng dan kaca.
2. Bila terjadi gempa berkekuatan sedang, bangunan bisa mengalami
kerusakan hanya pada elemen non-struktur. Sedangkan elemen strukturnya tidak boleh rusak.
3. Bila terjadi gempa berkekuatan besar, bangunan bisa mengalami
kerusakan, baik pada elemen struktur maupun elemen non-strukturnya. Namun, kedua elemen tersebut tidak boleh membahayakan penghuni yang ada di dalam
bangunan. Penghuni harus mempunyai waktu untuk menyelamatkan diri sebelum bangunannya runtuh.
Menurut Rusmawan 2005, konsep bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah upaya untuk membuat seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan yang
utuh, yang tidak lepasruntuh akibat gempa. Penerapan konsep tahan gempa antara lain dengan cara membuat sambungan yag cukup kuat diantara berbagai elemen
tersebut serta pemilihan material dan pelaksanaan yang tepat.
2.2 Bambu