58 Lampiran 8. Pengaruh Interaksi Bahan Organik dan Dekomposer terhadap Kadar
dan Serapan Hara N, P, K Daun
Bahan Organik Dekomposer
Cairan Pupuk Kandang Ayam
Cairan Pupuk Kandang Ayam + Tithonia
diversifolia Pupuk Hayati
Kontrol
A. Kadar Hara Daun
N
Pupuk kandang ayam 3.62
3.58 3.16
Jerami 3.53 2.97
3.20 Tithonia diversifolia
3.34 2.74 2.34
Jerami kontrol 3.20
P
Pupuk kandang ayam 0.39
0.37 0.35
Jerami 0.36 0.40
0.43 Tithonia diversifolia
0.36 0.35 0.31
Jerami kontrol 0.38
K
Pupuk kandang ayam 1.42
1.28 1.45
Jerami 1.38 1.30
1.25 Tithonia diversifolia
1.42 1.36 1.30
Jerami kontrol 1.38
B. Serapan Hara Tanaman
N mgtanaman
Pupuk kandang ayam 182.45
205.85 183.60
Jerami 151.08 133.65
117.44 Tithonia diversifolia
258.52 172.35 331.81
Jerami kontrol 196.48
P mgtanaman
Pupuk kandang ayam 19.66
21.28 20.34
Jerami 15.41 18.00
15.78 Tithonia diversifolia
27.86 22.02 43.96
Jerami kontrol 23.33
K mgtanaman
Pupuk kandang ayam 71.57
73.60 84.25
Jerami 59.06 58.50
45.88 Tithonia diversifolia
109.91 85.54 184.34
Jerami kontrol 84.73
59
Lamprosema indicata Riptortus linearis
Ulat Penggulung Daun Kepik Penghisap Polong
Spodoptera litura Dasychira inclusa Ulat Bulu
Anaplocnemis phasiana Oxya sp. Belalang Nezara viridula Lampiran 9. Hama yang Menyerang
PENGARUH BAHAN ORGANIK DAN JENIS DEKOMPOSER TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI
Glycine max L. Merrill
SRI AYU DWI LESTARI A24070065
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PENGARUH BAHAN ORGANIK DAN JENIS DEKOMPOSER TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI Glycine max L. MERRILL
The Effect of Organic Materials and Decomposer on Soybean Growth and Production
Sri Ayu Dwi Lestari
1
, Sandra Arifin Aziz
2
ABSTRACT
Field experiment was set up in Cikarawang, Dramaga, Bogor from December 2010 to April 2011. The objective of the study was to investigate the effect of chicken manure, rice
straw, and green manure Tithonia diversifolia with application of decomposer, i.e. chicken manure liquid, chicken manure + Tithonia diversifolia liquid, and biofertilizer under organic
farming system. The experiment used randomized complete block design with organic materials chicken manure, rice straw, and Tithonia diversifolia as first factor and
decomposers chicken manure liquid, chicken manure + Tithonia diversifolia liquid, and biofertilizer as second factor. Chicken manure treatment gives the best effect on soybean
growth and production components than rice straw and Tithonia diversifolia. Soybean productivities from organics treatments chicken manure, Tithonia diversifolia, rice straw, and
control were 1.00, 0.85, 0.73, and 0.98 ton dry seed ha
-1
, respectively. Biofertilizer gave better response on soybean growth and production components than chicken manure +
Tithonia diversifolia liquid, chicken manure liquid, and control, i.e. 0.89, 0.88, 0.82, and 0.98 ton dry seed ha
-1
, respectively. Key words: organic soybean, decomposer, chicken manure, rice straw, Tithonia diversifolia
Hemsl.
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
RINGKASAN
SRI AYU DWI LESTARI. Pengaruh Bahan Organik dan Jenis Dekomposer terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai
Glycine max L. Merrill Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan organik dan dekomposer terhadap pertumbuhan dan produksi hasil kedelai
Glycine max L. Merrill yang diusahakan secara organik. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor pada bulan
Desember 2010 sampai April 2011. Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak RKLT
Faktorial dengan dua faktor. Penelitian ini terdiri dari 9 perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 27 satuan percobaan ditambah dengan 3 petak sebagai
kontrol perlakuan bahan organik jerami padi dan tanpa dekomposer. Faktor pertama adalah 3 jenis bahan organik, yaitu : pupuk kandang ayam, jerami padi,
dan Tithonia diversifolia. Faktor kedua adalah 3 jenis dekomposer, yaitu : cairan pupuk kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam Tithonia diversifolia, dan
pupuk hayati. Seluruh data penelitian diolah dengan sidik ragam menggunakan program SAS 6.12. Pada pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji
Duncan Multiple Range Test DMRT pada taraf 5 dan 1. Khusus untuk melihat
perbandingan antara kontrol dengan ketiga perlakuan lainnya, dilakukan uji lanjut t-Dunnett.
Benih kedelai yang digunakan adalah benih kedelai varietas Wilis. Bahan organik, dekomposer, kapur, dan abu sekam diaplikasikan satu bulan sebelum
penanaman kedelai. Kedelai ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 10 cm dan 1 benihlubang. Penanaman tanaman penghambat organisme pengganggu tanaman
POPT Tagetes erecta dan serai juga dilakukan bersamaan dengan kedelai. Ketiga dekomposer diaplikasikan lagi pada saat 3 MST. Dilakukan penyemprotan
dengan pestisida nabati setiap minggu sejak 5 hingga 12 MST. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik
berpengaruh nyata terhadap jumlah benih tumbuh; jumlah cabang 3, 5, 7, 9, 11 MST, dan jumlah cabang produktif; jumlah daun tetrafoliet dan pentafoliet; indeks
luas daun 7 dan 9 MST; bobot basah dan kering tajuk; bobot basah dan kering akar; bobot basah dan kering bintil akar; intensitas serangan hama dan keparahan
penyakit; jumlah polong hampa; bobot kering biji petak bersih; serta produktivitas. Produktivitas kedelai nyata tertinggi didapatkan dari penambahan
pupuk kandang ayam sebesar 1.00 tonha, sedangkan produktivitas kedelai dengan penambahan Tithonia diversifolia dan jerami padi sebesar 0.85 dan 0.73 tonha.
Hasil uji lanjut t-Dunnett antara perbandingan tiga perlakuan bahan organik dengan kontrol pada komponen produksi nyata lebih tinggi hanya pada
peubah jumlah polong hampa untuk aplikasi pupuk kandang ayam. Peubah intensitas serangan hama 8 MST dan intensitas keparahan penyakit pada aplikasi
kontrol memberikan pengaruh yang nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya
Penambahan cairan pupuk kandang ayam menyebabkan jumlah cabang 3 MST lebih tinggi 3.3 dan 6.9 dibandingkan dengan yang mendapat cairan pupuk
kandang ayam Tithonia diversifolia dan pupuk hayati. Selain itu, perlakuan cairan pupuk kandang ayam juga menyebabkan laju asimilasi bersih 7-9 MST
rata-rata 180.00 dan 268.42 lebih tinggi daripada dua perlakuan lainnya. Pengaruh dekomposer cairan pupuk kandang ayam juga mampu meningkatkan
jumlah daun tetrafoliet 2.0 dan 4.2 dan pentafoliet 5.2 dan 10.2 lebih tinggi dibandingkan dengan dua dekomposer lainnya.
Bobot kering biji petak bersih pada dekomposer pupuk hayati lebih tinggi 1.25 dibandingkan dengan cairan pupuk kandang ayam dan 8.21 lebih tinggi
daripada cairan pupuk kandang ayam Tithonia diversifolia. Aplikasi dekomposer pupuk hayati memberikan produktivitas kedelai tertinggi jika
dibandingkan dengan dekomposer cairan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam Tithonia diversifolia, dengan nilai berturut-turut 0.89, 0.88, dan
0.82 tonha. Perlakuan kontrol memberikan hasil yang lebih tinggi pada komponen
produksi jumlah tanaman panen, bobot kering biji petak bersih 7.5 m
2
, dan produktivitas 0.98 tonha jika dibandingkan dengan perlakuan cairan pupuk
kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam Tithonia diversifolia, dan pupuk hayati.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai Glycine max L. Merrill adalah salah satu komoditi pangan
utama setelah padi dan jagung, sebagai sumber protein nabati utama bagi masyarakat. Kebutuhan kedelai di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2009, akan tetapi produksi kedelai dalam negeri terus menurun seiring dengan merosotnya areal tanam. Demi
mencukupi permintaan kedelai dalam negeri yang semakin meningkat, pemerintah melakukan impor dari berbagai Negara, seperti : USA, India, Brazil, dan
Argentina Supadi, 2008. Salah satu usaha peningkatan produktivitas lahan selama ini adalah secara
kimia dengan penggunaan pupuk anorganik. Cara ini selain biayanya yang tinggi juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, oleh karena itu penggunaan
pupuk organik merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam konsep pertanian organik. Pemberian pupuk organik selain meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman, juga memiliki kelebihan di antaranya menambah unsur hara tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah Hadid dan
Laude, 2007. Peranan bahan organik begitu penting, yaitu sebagai kunci utama dalam
meningkatkan kandungan hara dalam tanah dan efisiensi pemupukan, maka penambahan bahan organik merupakan tindakan yang harus lebih dahulu
dilakukan untuk memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman, sehingga produktivitas dapat meningkat. Ada beberapa jenis pupuk organik yang dapat
digunakan dalam pertanian, misalnya pemberian bahan organik berupa 10 ton pupuk kandang ayamha dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi
kedelai organik Melati dan Andriyani, 2005. Selain itu, jerami yang didapatkan setelah panen padi, sebaiknya setiap musim tanam selanjutnya dikembalikan ke
dalam tanah agar dapat memberikan manfaat bagi pertumbuhan tanaman Arafah dan Sirappa, 2003. Daun Tithonia diversifolia mengandung unsur hara yang
cukup tinggi, sebagian Tithonia diversifolia dapat menghasilkan bahan organik secara cepat dan menghasilkan tanaman yang lebih baik serta dapat menggantikan
2 kebutuhan nitrogen. Nitrogen dibutuhkan bakteri penghancur pada tumbuhan
bahan kompos untuk tumbuh dan berkembang-biak, sehingga nitrogen yang tinggi membantu dalam proses pengomposan Indriani, 2000.
Budidaya secara organik masih menghadapi banyak kendala, salah satu diantaranya adalah lamanya proses dekomposisi pupuk organik di dalam tanah.
Dalam mempercepat proses dekomposisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan pemberian dekomposer. Dekomposer adalah makhluk
hidup atau beberapa jenis organisme bakteri dan jamur yang berfungsi untuk mengurai atau memecah makhluk hidup yang sudah mati, sehingga materi yang
diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar daerah tersebut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, contohnya seperti
mikroorganisme lokal yang dapat berasal dari berbagai bahan buah-buahan, tanaman, tulang ikan, bangkai hewan, dan sampah yang ada disekitar kita
Indriani, 2000. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pertumbuhan serta aktivitas mikroorganisme yang berperan dalam proses
penguraian bahan organik Sutaryono dan Fauzi, 2007. Pemberian pelapuk atau dekomposer kotoran ayam pada tanaman kedelai,
akan menghasilkan tinggi tanaman dan bobot basah polong panen muda lebih tinggi daripada tanpa menggunakan dekomposer Hindratno, 2006. Kombinasi
pupuk hayati dan beberapa bahan organik mempengaruhi sifat fisik dan biologi tanah Mezuan et al., 2002. Berdasarkan hasil penelitian Bertham 2002
pemberian pupuk hayati berpengaruh terhadap jumlah polong total, jumlah polong bernas, dan jumlah bintil akar pada tanaman kedelai.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan organik pupuk kandang ayam, jerami padi, dan Tithonia diversifolia dengan dekomposer cairan
pupuk kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam Tithonia diversifolia, dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai.
3
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu : 1.
Terdapat bahan organik yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai.
2. Terdapat dekomposer yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai. 3.
Terdapat kombinasi terbaik antara perlakuan bahan organik dan dekomposer untuk menghasilkan produksi kedelai tertinggi.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Budidaya Kedelai
Tanaman kedelai Glycine max L. Merrill dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas :
Dicotyledonae Ordo
: Polypetales
Famili : Leguminos
Subfamili : Papilionoidae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max
Nama ilmiah : Glycine max L. Merrill Kedelai merupakan tanaman herba yang tumbuh tegak, berbatang pendek
30-100 cm, memiliki 3-6 percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat sering kali tidak terbentuk percabangan atau hanya
bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku, dan tahan rebah. Pada node pertama tanaman kedelai yang tumbuh dari biji terbentuk
sepasang daun tunggal, selanjutnya pada semua node di atasnya terbentuk satu daun bertiga trifoliate. Daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga
trifoliate mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak daun,
setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang Pitojo, 2007.
Warna bunga kedelai biasanya putih dan ungu, setelah 7-10 hari bunga pertama muncul, polong kedelai akan terbentuk untuk pertama kali. Polongnya
berwarna hijau saat masih muda dan akan berubah menjadi kuning kecokelatan saat masak, sementara itu warna kulit bijinya bervariasi, misalnya kuning, hitam,
atau cokelat. Bijinya ada yang berbentuk bulat, agak gepeng, atau bulat telur, tergantung pada varietas tanaman, namun sebagian besar bijinya berbentuk bulat
telur.
5 Kedalaman perakaran tanaman kedelai dapat mencapai 2 m, sedangkan
penyebaran ke samping hingga 1.5 m. Pada akar kedelai tumbuh benjolan seperti puru, yang disebut bintil akar. Bintil akar merupakan bentuk simbiosis kedelai
dengan bakteri Rhizobium japonicum yang mampu mengikat gas nitrogen bebas dari udara. Adanya kerjasama ini memungkinkan kedelai untuk memenuhi
sebagian hara nitrogen untuk pertumbuhannya Purnamawati dan Purwono, 2009. Beberapa komponen penting yang termasuk dalam faktor iklim antara lain
suhu, panjang hari, kelembaban udara, dan curah hujan. Pertumbuhan tanaman kedelai pada musim kemarau dengan kondisi suhu udara berkisar antara 20-30
o
C dianggap lebih optimal dengan kualitas biji yang lebih baik. Namun, suhu yang
terlalu tinggi selama musim kemarau 30
o
C juga bisa menekan atau memperlambat proses perkecambahan biji sehingga polong menjadi lebih cepat
masak dan polong menjadi mudah luruh Adisarwanto, 2008. Kedelai tergolong tanaman hari pendek, yaitu tidak mampu berbunga bila
panjang hari lama penyinaran melebihi 16 jam dan mempercepat pembungaan bila lama penyinaran kurang dari 12 jam. Secara umum, persyaratan panjang hari
untuk pertumbuhan kedelai berkisar antara 11-16 jam, dan panjang hari optimal untuk memperoleh produktivitas tinggi adalah panjang hari 14-15 jam. Di
Indonesia panjang hari pada dataran rendah 1-500 m dpl, dataran sedang 501- 900 m dpl, dan dataran tinggi 901-1 600 m dpl relatif konstan dan sama, sekitar
12 jam Sumarno dan Manshuri, 2007. Kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap proses pemasakan biji
kedelai karena semakin tinggi kelembaban, proses pemasakan polong akan semakin cepat sehingga proses pembentukan biji menjadi kurang optimal.
Kelembaban udara yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 75-90. Selain kelembaban udara, faktor lingkungan tumbuh yang sangat
berpengaruh adalah kelembaban tanah. Penurunan kelembaban tanah dari 90 air tersedia menjadi 50 air tersedia dapat menurunkan hasil biji kedelai antara 30-
40. Hal ini terutama bila penurunan kelembaban tanah tersebut terjadi pada periode pembentukan polong.
Selama pertumbuhan tanaman, kebutuhan air untuk tanaman kedelai sekitar 350-550 mm. Kekurangan atau kelebihan air akan berpengaruh terhadap
6 produksi kedelai. Oleh karena itu, untuk mengurangi pengaruh negatif dari
kelebihan air, dianjurkan untuk membuat saluran drainase sehingga jumlah air dapat diatur dan dapat terbagi secara merata. Ketersediaan air tersebut bisa berasal
dari saluran irigasi atau dari curah hujan yang turun. Stadia tumbuh kedelai yang memerlukan curahan air yang banyak atau kelembaban tanah yang cukup tinggi
adalah pada stadia awal vegetatif perkecambahan, stadia berbunga, serta stadia pembentukanpengisian polong. Namun, perlu diwaspadai bahwa curah hujan
yang tinggi juga bisa menyebabkan polong busuk akibat kelembaban udara yang sangat rendah dan membuat kualitas biji yang dihasilkan menurun Adisarwanto,
2008. Kedelai
Glycine max Merr varietas ’’Wilis’’ dilepaskan pada tahun 1983 oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Wilis berasal dari galur F4
persilangan varietas No. 1682 dengan Orba, yang disilangkan di Bogor pada tahun 1975. Keturunan dari persilangan diseleksi dengan metode seleksi massa berstrata
berdasarkan umur matang, mulai generasi F2 sampai F4. Pembuatan galur murni dilakukan pada generasi F4. Galur yang terbaik adalah No. 16821343-I-1-0, yang
kemudian dilepas sebagai varietas baru, dengan nama Wilis. Dari 18 lingkungan percobaan, Wilis menghasilkan rata-rata 1 626 kgha, sedangkan varietas
pembanding Orba 1 311 kgha, dan varietas lokal 1 269 kgha. Umur matang Wilis berkisar antara 85–90 hari, dengan rata-rata 88 hari. Varietas Wilis bertipe
batang determinate, tinggi batang sedang 40–50 cm, batang kokoh, tegap, bercabang, dan tidak mudah rebah. Ukuran bijinya kecil, berbentuk bundar
lonjong, berwarna kuning seragam dengan hilum warna cokelat tua. Wilis cocok ditanam pada lahan bekas padi sawah dengan pengolahan minimal atau tanpa
pengolahan tanah. Jarak tanam yang sesuai dengan kedelai varietas Wilis adalah 40 cm x 15 cm, 45 cm x 10 cm, atau 50 cm x 10 cm, dengan populasi 350 000-
450 000 tanaman per hektar. Ukuran bijinya yang kecil, menguntungkan dalam penyimpanan benih Sumarno et al., 1984.
Berat 100 biji kedelai varietas Wilis sekitar 10 g, dengan kadar protein 37 dan kadar lemak 18. Sifat unggul kedelai Wilis yang lainnya adalah agak
tahan terhadap penyakit karat Phakospora pachyrhizy dan virus Pitojo, 2007. Terhadap penyakit karat daun, Wilis menunjukkan reaksi toleran, yakni gejala
7 serangan karat hanya terjadi pada tanaman menjelang matang dan tidak
mengakibatkan penurunan hasil secara nyata Sumarno et al., 1984. Kedelai dikelompokkan dalam tiga kelompok umur, varietas kedelai yang
berumur panjang lebih dari 90 hari, varietas kedelai yang berumur sedang antara 85-90 hari, dan varietas kedelai yang berumur pendek antara 75-85 hari.
Namun demikian, pertumbuhan varietas-varietas tersebut memiliki karakter utama yang hampir sama, yang dibedakan menjadi stadium pertumbuhan vegetatif dan
stadium pertumbuhan generatif Pitojo, 2007 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Fase Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai
Singkatan Stadia Tingkatan Stadia
Uraian VF
Stadium pemunculan Kotiledon muncul dari dalam tanah.
VC Stadium kotiledon
Daun unifoliet berkembang, tepi daun tidak menyentuh.
V1 Stadium buku pertama
Daun terurai penuh pada buku unifoliet. V2
Stadium buku kedua Daun trifoliet yang terurai penuh pada buku
di atas buku unifoliet. V3
Stadium buku ketiga Tiga buah buku pada batang utama dengan
daun terurai penuh, terhitung mulai buku unifoliet.
Vn Stadium buku ke-n
N buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh, terhitung mulai buku
unifoliet. R1
Mulai berbunga Bunga terbuka pertama pada buku maupun
batang. R2
Berbunga penuh Bunga terbuka pada satu dari dua buku
teratas pada batang dengan daun terbuka penuh.
R3 Mulai berpolong
Polong sepanjang 5 mm pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang dengan
daun terbuka penuh. R4
Berpolong penuh Polong sepanjang 2 cm pada salah satu
diantara 4 buku teratas pada batang dengan daun terbuka penuh.
R5 Mulai berbiji
Biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah satu diantara 4 buku teratas dengan daun
terbuka penuh. R6
Berbiji penuh Polong berisikan satu biji hijau yang mengisi
rongga polong pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang dengan daun
terbuka penuh.
R7 Mulai
matang Satu polong pada batang utama telah
mencapai warna polong matang. R8
Matang penuh
95 dari polong telah mencapai warna polong matang.
Sumber : Adisarwanto 2005
8
Pertanian Organik
Sistem pertanian organik adalah pertanian yang menghimpun seluruh imajinasi para petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab
menghindarkan bahan dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Pertanian organik
bertujuan untuk mengelola pertanian dan ekosistem sekaligus secara bersama- sama Sutanto, 2002.
Pertanian organik dapat merehabilitasi kerusakan yang sudah terjadi dan mencegah kerusakan lebih lanjut dari alam. Kerusakan tanah karena penggunaan
pupuk sintetik secara perlahan-lahan diperbaiki oleh penggunaan pupuk kompos, rotasi tanaman, dan sistem multicropping. Sistem rotasi tanaman dan
multicropping juga dapat menekan ledakan hama dan penyakit. Semakin lama
sebuah lahan dikelola secara organik maka semakin stabil ekosistem di lahan tersebut sehingga kecil kemungkinan terjadi ledakan hama. Apalagi dengan
adanya kompos maka segala unsur yang dibutuhkan tanaman menjadi tercukupi Saragih, 2008.
Dalam pertanian organik, bahan yang digunakan juga harus berupa bahan organik yang dapat berupa pupuk organik. Pupuk organik merupakan hasil akhir
dari penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa serasah tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, jerami, kompos, bungkil, guano, tepung
tulang, dan lain sebagainya. Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah top soil, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi
daya serap dan daya simpan air, yang oleh karenanya kesuburan tanah menjadi meningkat Yuliarti, 2009.
Sampai saat ini pemanfaatan limbah pertanian pada pertanian organik belum optimal dilakukan, apalagi abu sekam padi sebagai sumber hara khususnya
kalium belum banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar petani dan bahkan belum banyak yang mengerti tentang manfaat abu sekam padi sebagai pupuk organik
masa depan. Pada dasarnya pupuk organik dari abu sekam padi sangat baik untuk menggantikan pupuk kimia sebagai sumber kalium, yaitu KCl pada penyediaan
hara kalium di dalam tanah. Akan tetapi belum terlihat pada jaringan tanaman khususnya tanaman sampel pada pertumbuhan vegetatif awal. Hal ini sangat
9 tergantung pada jenis tanah dan pengairan yang baik pada saat yang tepat, dan
jenis tanaman yang dibudidayakan Hadi, 2005. Sekam padi bila dibakar akan menghasilkan arang sekam atau abu sekam.
Abu sekam padi dapat berfungsi mengubah struktur tanah menjadi gembur sehingga perakaran berkembang baik dan menjadi lebih kuat. Abu sekam padi
berpengaruh nyata terhadap sifat biologis dan fisik tanah, selain itu juga karena abu sekam memiliki kandungan unsur silikat yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan jaringan Asiah, 2006. Selain memiliki kandungan silikat yang tinggi, abu sekam padi
juga memiliki kandungan unsur K yang relatif tinggi. Abu sekam padi dapat menurunkan intensitas serangan hama, tetapi sebaiknya tidak diberikan secara
tunggal melainkan dikombinasikan dengan pupuk organik yang lain Melati et al., 2008.
Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran padat dan cair dari ternak, yang tercampur dengan sisa makanannya serta alas kandang. Pupuk
kandang yang diberikan ke lahan pertanian akan memberikan keuntungan, antara lain : memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara bagi tanah, menambah
kandungan humus atau bahan organik ke dalam tanah, meningkatkan efektifitas jasad renik, meningkatkan kapasitas penahan air, mengurangi erosi dan pencucian
serta peningkatan KTK dalam tanah. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian pupuk kandang ayam dosis 20 tonha memberikan hasil yang nyata tertinggi
terhadap peubah yang diamati, diantaranya yaitu : tinggi tanaman, indeks luas daun ILD, jumlah cabang, jumlah ruas, bobot kering akar, bobot kering tajuk,
bobot polong panenpetak, bobot polong isi, dan bobot polong hampa pada tanaman kedelai Sinaga, 2005.
Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam padat mengandung 0.40 N, 0.10 P, dan 0.45 K, sedangkan kotoran ayam cair mengandung 1.00 N,
0.80 P, dan 0.40 K. Tidak semua unsur hara tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena sebagian hilang sewaktu pengolahan. Kehilangan tersebut
10 terutama karena pencucian serta dekomposisi aerob dan anaerob Marsono dan
Sigit, 2008. Pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar daripada
pupuk kandang yang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair urine bercampur
dengan bagian padat Sutedjo, 2002. Produktivitas kedelai pada budidaya organik dengan pupuk kandang
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan budidaya konvensional dan organik tanpa pupuk, yang nilainya secara berturut-turut adalah 6.03, 1.80,
dan 2.00 kg10 m
2
Kurniasih, 2006, selain itu juga Iqbal 2008 mengemukakan bahwa dengan pemberian pupuk kandang dapat menyebabkan ketersediaan hara
N, P, dan K di dalam tanah menjadi seimbang, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman.
Jerami Padi
Jerami adalah bagian vegetatif dari tanaman padi batang, daun, tangkai malai. Pada waktu tanaman dipanen, jerami adalah bagian tanaman yang tidak
dipungut. Bobot jerami padi merupakan fungsi dari a rejim air, b varietas, nisbah gabahjerami, c cara budidaya, d kesuburan tanah, dan e musim,
iklim, dan tinggi tempat Makarim et al., 2007. Bahan organik berperan penting dalam pembentukan bahan organik tanah
untuk jangka panjang. Sumber bahan organik yang mudah diperoleh di lahan sawah adalah sisa-sisa tanaman padi atau jerami padi Indriyati et al., 2008.
Pemberian jerami padi, baik mentah maupun yang telah diolah menjadi kompos ataupun dalam bentuk mulsa padi ke beberapa tanaman pangan sudah sering
diteliti dan pada umumnya memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan dan produksinya Makarim et al., 2007.
Tithonia diversifolia
Salah satu jenis tanaman Asteraceae yang dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur adalah T. diversifolia atau bunga matahari Meksiko. Tanaman
11 ini telah menyebar hampir di seluruh dunia dan sudah dimanfaatkan sebagai
sumber hara N dan K oleh petani Kenya, namun di Indonesia belum banyak dimanfaatkan. T. diversifolia banyak tumbuh sebagai semak di pinggir jalan,
tebing, dan sekitar lahan pertanian. T. diversifolia dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan sumber bahan organik tanah melalui teknik pertanaman lorong
atau tanaman pembatas kebun. Tanaman T. diversifolia dapat memperbanyak diri secara generatif dan vegetatif, yaitu dari akar dan stek batang atau tunas, sehingga
dapat tumbuh cepat setelah dipangkas. Daun T. diversifolia kering mengandung N 3.50-4.00, P 0.35-0.38, K 3.50-4.10, Ca 0.59, dan Mg 0.27. Pupuk hijau
dari T. diversifolia juga dapat mensubstitusi pupuk KCl Hartatik, 2007. T. diversifolia
merupakan gulma yang banyak tumbuh di daerah tropis, kaya unsur hara, mudah terdekomposisi, dan mengandung zat yang dapat
menghalau ulat tanah serta dapat menyerap polutan. Hasil penelitian menunjukkan biofertilizer T. diversifolia mempunyai potensi yang setara dengan pupuk
anorganik untuk pertumbuhan dan pertanaman sawi, selain itu biofertilizer T. diversifolia
mempunyai peluang untuk mendukung sistem pertanian organik Widiwurjani dan Suhardjono, 2006.
Berdasarkan hasil penelitian Kurniansyah 2010 perlakuan penambahan T. diversifolia
memberikan pengaruh terbaik pada komponen pertumbuhan dan produksi kedelai dibandingkan dengan penambahan Centrosema pubescens
ataupun perlakuan pupuk kandang secara tunggal. Produktivitas kedelai yang dihasilkan dengan penambahan T. diversifolia adalah sebesar 1.48 tonha.
Pupuk Organik Cair
Pupuk organik cair dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti kotoran ternak atau pupuk kandang dan hijauan. Pupuk kandang dapat digunakan dalam
bentuk cair. Pupuk kandang cair dibuat dengan mencampur kotoran hewan dengan air kemudian diaduk. Dibutuhkan waktu kira-kira 2 minggu untuk melarutkan
semua unsur hara yang terkandung pada pupuk ke dalam air. Larutan siap bila warnanya berubah menjadi coklat tua. Cara lain untuk memperkirakan kapan
larutan siap digunakan adalah melalui penciuman. Pada hari pertama akan terasa bau amoniak yang kuat. Setelah 10-14 hari, bau tersebut akan berkurang. Dengan
12 menyimpannya terlebih dahulu sebelum digunakan maka akan meningkatkan
kandungan fosfat sementara kandungan hara menjadi seimbang. Penggunaan pupuk kandang cair akan meningkatkan efisiensi penggunaan fosfat oleh tanaman
Yuliarti, 2009. Aplikasi pupuk organik cair biasanya dilakukan dengan disemprotkan ke
daun dan disiramkan langsung ke perakaran tanaman. Aplikasi pupuk organik cair dengan cara disemprotkan ke daun sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi terik
matahari atau kelembaban rendah karena larutan pupuk akan cepat menguap. Aplikasi pupuk organik cair yang lain, yaitu dengan menyiramkan langsung ke
perakaran tanaman. Cara aplikasi pemupukan ini lebih tepat untuk tanaman besar dan tanaman tahunan yang tidak terjangkau penyemprotan. Pemupukan akan lebih
efisien bila dilakukan sekaligus dengan penyiraman tanaman Marsono dan Sigit, 2008.
Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair adalah air kelapa yang dapat berfungsi sebagai sumber karbohidrat
bagi pupuk, seperti pada penelitian Sutari 2010 yang menyebutkan bahwa dengan pemberian air kelapa dicampur dengan daun gamal sebagai
mikroorganisme lokal dan urine sapi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman Brassica juncea
L. pada jumlah daun, tinggi tanaman, berat basah, dan berat kering. Afriani 2006 menyatakan bahwa senyawa penting bagi kultur jaringan
yang terkandung dalam air kelapa adalah zat pengatur tumbuh. Kandungan zat pengatur tumbuh dalam air kelapa bermanfaat untuk menginduksi kalus serta
menginduksi proses morfogenesis. Palungkun 1998 menyebutkan bahwa buah kelapa yang terlalu muda
belum memiliki daging buah, yang ada hanya air yang disebut dengan air degan. Air kelapa muda ini mengandung mineral 4, gula 2, abu, dan air. Air kelapa
dari buah tua hanya mengandung beberapa vitamin dalam jumlah kecil. Kandungan vitamin C nya hanya 0.70-3.70 mg100 mg air buah, asam nikotinat
0.64 gml, asam panthotenat 0.52 gml, biotin 0.02 gml, riboflavin 0.01 gml, dan asam folat hanya 0.003 gml. Selain itu air kelapa dari buah yang tua juga
mengandung asam amino bebas sebanyak 4.135 g100 g sisa alkohol tidak terlarut. Jumlah air kelapa dari jenis kelapa dalam lebih banyak daripada jenis
13 hibrida. Air dari jenis kelapa dalam rata-rata 300 cc, sedangkan dari jenis hibrida
rata-rata hanya 230 cc. Berat jenis air kelapa umumnya sekitar 1.02 dengan pH sekitar 5.6.
Pupuk Hayati
Pupuk hayati atau lebih dikenal dengan pupuk mikroba telah banyak beredar di pasaran dan di beberapa daerah mulai digunakan oleh petani
.
Pupuk mikroba menurut SK Menteri Pertanian No. R.130.760.11.1998 digolongkan ke
dalam kelompok pupuk alternatif Tombe, 2008. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati biofertilizer dapat
diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini
adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah Yuwono, 2006.
Salah satu contoh dari pupuk hayati yang banyak dijual di pasaran, yaitu merek Bioextrim. Pupuk hayati Bioextrim terdiri atas enam mikroba dengan
populasi 10
3
-10
5
cfuml kandungan lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Aplikasi pupuk hayati ini dapat meningkatkan produksi kedelai sampai dengan
3.25 tonha di Desa Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Grobogan, Jawa Tengah Karjono, 2009.
Pupuk hayati Bioextrim mengandung mikroba Azospirillum sp. yang berfungsi untuk menambat dan mengolah nitrogen sehingga dapat langsung
dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan Azotobacter sp. dapat menambat nitrogen, melarutkan fosfat, dan menghasilkan hormon untuk pertumbuhan tanaman.
Mikroba Bacillus sp. mampu melepaskan ikatan fosfor dari mineral liat, dengan demikian tanaman langsung dapat memanfaatkannya, sedangkan Pseudomonas
sp. mampu melarutkan fosfat yang mengendap di dalam tanah menjadi fosfat yang dapat diserap tanah. Rhizobium spp. berfungsi dalam pembentukan nodul
Duryatmo, 2009.
14
Mikroorganisme Lokal MOL
Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai bahan organik yang ada di alam, misalnya sampah tanaman serasah ataupun sisa-sisa tanaman yang telah mati.
Sumber bahan organik lainnya adalah hewan ternak, unggas, dan lain sebagainya. Limbah atau kotoran hewan merupakan bahan organik yang bermanfaat bagi
tanah pertanian. Bahan tersebut diproses dengan cara yang rumit oleh mikroorganisme lokal dalam tanah dan dirombak menjadi bahan organik yang
diperlukan kehidupan tanaman Yuliarti, 2009. Mikroorganisme lokal dapat berupa larutan. Larutan Mikroorganisme
Lokal MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia. Larutan MOL mengandung unsur hara makro dan
mikro, selain itu juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik perangsang pertumbuhan dan sebagai agens pengendali hama dan
penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida. Bahan-
bahan pembuatan MOL lainnya, yaitu : buah-buahan busuk pisang, pepaya, mangga, dan lain-lain, rebung bambu, pucuk tanaman merambat, tulang ikan,
keong, urine sapi, bahkan sampai urine manusia, darah hewan, bangkai hewan, air cucian beras, dan sisa makanan Syaifudin et al., 2008. Keunggulan penggunaan
MOL yang paling utama adalah murah bahkan tanpa biaya. Secara terperinci bahan utama dalam MOL terdiri dari dua jenis komponen, antara lain :
a. Karbohidrat : air cucian beras tajin, singkong, kentang, dan gandum.
• Glukosa : dari gula merah diencerkan dengan air, cairan gula pasir, gula batu dicairkan, dan air kelapa.
b. Sumber bakteri : keong mas, kotoran ayam, dan kulit buah-buahan
Hadinata, 2008.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dimulai pada bulan Desember 2010 sampai dengan
April 2011. Curah hujan rata-rata di lokasi penelitian sebesar 86.00-278.40 mmbulan. Analisis tanah dan hara dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Insititut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Wilis dengan dosis 40 kgha deskripsi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kapur Dolomite dengan dosis 2 tonha diberikan untuk meningkatkan pH tanah dan abu sekam dengan dosis 2 tonha diberikan sebagai pembenah tanah dan
penyumbang unsur hara Si dan C. Bahan organik yang digunakan adalah 10 ton pupuk kandang ayamha, 10 ton jerami padiha, dan 10 ton T. diversifoliaha,
sedangkan untuk dekomposernya menggunakan cairan pupuk kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia, dan pupuk hayati Bioextrim. Bahan
lain yang digunakan untuk pembuatan dekomposer, yaitu : 40 liter air kelapa dan 4 kg gula merah.
Tanaman serai
Cymbopogon nardus dan tanaman tahi kotok Tagetes erecta
L. digunakan sebagai tanaman Penghambat Organisme Pengganggu Tanaman Kusheryani dan Aziz, 2005. Pengendalian hama lainnya dilakukan
dengan menggunakan pestisida nabati sebanyak tiga macam larutan, yaitu : ekstrak serai, ekstrak serai + T. diversifolia, dan ekstrak daun Mimba.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak RKLT Faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah 3 jenis bahan organik
dan faktor kedua adalah 3 jenis dekomposer, dengan 3 ulangan petakan di lapang
16 dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebagai kontrol adalah perlakuan jerami padi
tanpa pemberian dekomposer. Berbagai jenis bahan organik, dekomposer, dan kontrol yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan Organik, Dekomposer, dan Kontrol
Bahan Organik Dekomposer
Kontrol Pupuk kandang ayam O1 Cairan pupuk kandang ayam D1
Jerami padi + air
O0 Jerami padi O2
Cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia D2 T. diversifolia
O3 Pupuk hayati Bioextrim D3
Model statistik linier untuk rancangan yang diajukan adalah : Y
ijk
= μ +
i
+ α
j
+ β
k
+ α
jk
+ ε
ijk
Y
ijk
= Nilai pengamatan kedelai pada ulangan ke-i, bahan organik ke-j, jenis dekomposer ke-k
μ = Nilai tengah rataan umum
i
= Pengaruh ulangan ke-i, i = 1,2,3 α
j
= Pengaruh bahan organik ke-j, j = 1,2,3 β
k
= Pengaruh dekomposer ke-k, k = 1,2,3 α
jk
= Pengaruh interaksi bahan organik ke-j dengan dekomposer ke-k ε
ijk
= Pengaruh galat percobaan ulangan ke-i, bahan organik ke-j, dekomposer ke-k
Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan pada pengaruh yang berbeda nyata, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test DMRT pada
taraf kesalahan 5 dan 1 Gomez and Gomez, 1995. Khusus untuk melihat perbandingan antara kontrol dengan ketiga perlakuan lainnya, setelah data
dianalisis menggunakan sidik ragam, maka dilanjutkan dengan uji lanjut t- Dunnett.
Pelaksanaan Penelitian 1.
Persiapan Tempat Tumbuh
Pengolahan tanah dilakukan sebanyak dua kali. Pengolahan tanah pertama untuk semua luasan lahan, sedangkan pengolahan tanah kedua hanya untuk setiap
petak yang didahului dengan pembuatan petakan-petakannya. Kegiatan pengolahan tanah yang dilakukan adalah pembalikan dan perataan tanah. Luas
17 total lahan penanaman kedelai adalah sebesar 412.5 m
2
, setiap petak berukuran 2.5 m x 5.5 m, dengan total 30 petak.
Pengambilan contoh tanah untuk dianalisis, dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi bahan organik dan dekomposer. Pengapuran menggunakan
Dolomite, pemberian abu sekam, bahan organik, dan dekomposer dilakukan pada empat minggu sebelum tanam kedelai -4 MST. Kapur Dolomite, abu sekam,
bahan organik, dan dekomposer diaplikasikan dengan cara dialur dekat dengan lubang tanam kedelai.
2. Pembuatan dan Aplikasi Dekomposer