Fase Vegetatif Fase Generatif

21 No Karakter Agronomi Satuan Waktu Pengamatan Cara

A. Fase Vegetatif

9. Jumlah benih tumbuh 1 dan 2 MST Menghitung jumlah benih kedelai yang tumbuh dari semua petakan. 10. Tinggi tanaman cm Setiap 2 minggu Mengukur tinggi pada 10 tanaman contoh dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. 11. Jumlah cabang Setiap 2 minggu Menghitung jumlah cabang yang keluar dari cabang utama, pada 10 tanaman contoh. 12. Jumlah daun Setiap 2 minggu Menghitung jumlah daun pada 10 tanaman contoh. 13. Jumlah daun tetra dan pentafoliet 7 MST Menghitung daun tetra dan pentafoliet pada semua tanaman kedelai. 14. Analisis kadar NPK daun 7 MST Tiga sampel daun dari tiap perlakuan, komposit setiap 3 ulangan. 15. Bobot basah dan kering akar, tajuk dan bintil akar. g 7 MST Menimbang bobot basah dan kering akar, tajuk, dan bintil akar dari tiga tanaman pinggir dari setiap petakan. Akar dan tajuk di-oven pada suhu 105 o C selama 1x24 jam, sedangkan bintil akar di-oven pada suhu 60 o C selama 2x24 jam. 16. Kadar air daun 7 MST Tiga sampel daun per kombinasi perlakuan, komposit dari 3 ulangan.

B. Fase Generatif

17. Umur berbunga hari Saat 75 tanaman berbunga Visual 18. Umur panen hari Daun, batang, dan polong menguning serta pengisian polong sudah maksimal R8 Visual 19. Jumlah tanaman saat panen Panen Menghitung jumlah seluruh tanaman dari semua petakan. 20. Tinggi tanaman cm Panen Mengukur tinggi pada 10 tanaman contoh dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. 22 No Karakter Agronomi Satuan Waktu Pengamatan Cara 21. Jumlah cabang produktif Panen Menghitung jumlah cabang yang menghasilkan polong pada 10 tanaman contoh. 22. Jumlah polong isi dan polong hampa g Panen Menghitung jumlah polong isi dan hampa pada 10 tanaman contoh. 23. Bobot basah dan kering tajukakar g Panen Menimbang bobot basah tajuk dan akar pada 10 tanaman contoh kemudian dikeringkan manual pada bangunan pengering selama 3x24 jam kemudian ditimbang bobot keringnya. 24. Bobot kering biji dan kulit polong g Panen Menimbang bobot kering biji dan kulit polong pada 10 tanaman contoh kemudian dikeringkan manual pada bangunan pengering selama 3x24 jam. 25. Bobot kering 100 butir biji g Panen Menimbang bobot kering 100 butir biji pada masing- masing perlakuan. Pengeringan dilakukan secara manual di bangunan pengeringan selama 3x24 jam. 26. Bobot kering biji petak bersih 7.5 m 2 dan petak pinggir g Panen Menimbang bobot kering biji dari semua petak bersih dan pinggir. 27. Produktivitas tonha Panen Menghitung produktivitas dengan rumus 10 000 m 2 dibagi dengan luas lahan petak bersih, lalu dikali dengan bobot kering biji petak bersih yang sudah dikonversi dalam ton. Berikut ini adalah skor untuk intensitas serangan hama dan keparahan penyakit, serta rumus-rumus penghitungan untuk beberapa peubah, yaitu : 1. Intensitas serangan hama dan keparahan penyakit yang diamati pada 8 dan 10 MST. Metode penghitungan mengikuti Sastrosiswojo 1984. Pengamatan dilihat dari gejala serangan pada daun kedelai untuk keparahan penyakit dan polong kedelai untuk intensitas serangan hama. Skor untuk pengamatan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit dapat dilihat pada Tabel 5. 23 Tabel 5. Intensitas Serangan Hama dan Keparahan Penyakit Skor Keterangan Tidak ada serangan 1 Bagian tanaman yang terserang 10 2 Bagian tanaman yang terserang 10-25 3 Bagian tanaman yang terserang 25-50 4 Bagian tanaman yang terserang 50-75 5 Bagian tanaman yang terserang 75 Intensitas serangan hama dan keparahan penyakit dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : IP = Keterangan : IP = Intensitas serangan hama atau keparahan penyakit. n = Jumlah tanaman yang mempunyai skor serangan ke-i. v i = Skor tanaman 0, 1, 2, 3, 4, 5. V = Skor tanaman tertinggi. N = Jumlah seluruh sampel tanaman yang diamati. 2. Pengamatan laju tumbuh relatif LTR gminggu dihitung menggunakan rumus : LTR = Keterangan : W 1 = Bobot kering pada waktu T 1 g W 2 = Bobot kering pada waktu T 2 g T 1 = Waktu pengamatan awal minggu T 2 = Waktu pengamatan akhir minggu 3. Pengamatan laju asimilasi bersih LAB gcm 2 minggu dihitung menggunakan rumus : LAB = Keterangan : W 1 = Bobot kering pada waktu T 1 g W 2 = Bobot kering pada waktu T 2 g T 1 = Waktu pengamatan awal minggu 24 T 2 = Waktu pengamatan akhir minggu A 1 = Luas daun total pada waktu T 1 cm 2 A 2 = Luas daun total pada waktu T 2 cm 2 Suseno, 2007 4. Kadar air daun KA Daun = Keterangan : BB = Bobot basah daun g BK = Bobot kering daun g HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah 1983, hasil analisis tanah awal menunjukkan tanah bereaksi agak masam dengan pH sebesar 5.70. Kandungan C-organik tergolong tinggi 1.20 dan kandungan N-total di dalam tanah termasuk rendah yaitu 0.13. Ketersediaan P di dalam tanah sebesar 2.2 ppm. Unsur hara makro K, Ca, Na, dan kapasitas tukar kation tergolong rendah berturut-turut 0.21, 3.02, 0.28, dan 15.86 me100g. Kejenuhan basanya termasuk sedang sebesar 29.26. Tekstur tanah termasuk liat dengan perbandingan komposisi pasir, debu, dan liat berturut-turut 6.93, 23.26, dan 69.81. Setelah dilakukan pemberian kapur, abu sekam, bahan organik, dan dekomposer, terjadi peningkatan status hara makro, kemasaman tanah, tingkat kejenuhan basa, kapasitas tukar kation, hara mikro Mn, dan logam berat Zn, sedangkan kandungan hara mikro Fe serta logam berat Cu mengalami penurunan. Hasil analisis tanah sebelum dan setelah aplikasi bahan organik dan dekomposer disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis hara bahan organik Tabel 6, masing-masing bahan organik memiliki keunggulan dalam unsur hara tertentu. T. diversifolia mengandung unsur C, N, dan K tertinggi. Pupuk kandang ayam mengandung unsur N, P, dan K lebih tinggi daripada jerami padi, selain itu pupuk kandang ayam mengandung unsur hara mikro Fe, Cu, Zn, dan Mn tertinggi. Tabel 6. Hasil Analisis Hara Bahan Organik Bahan Organik C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn …………………ppm.…….……..…… ……………..…….ppm………………… Pupuk kandang ayam 21.56 1.14 0.68 1.65 2.21 0.38 26 600.00 214.00 360.00 920.00 Jerami padi 34.20 0.93 0.20 1.52 0.08 0.07 1 207.05 10.51 24.25 273.80 Tithonia diversifolia 54.88 3.06 0.25 5.75 1.69 0.16 297.70 32.40 157.80 235.90 Hasil analisis hara dekomposer Tabel 7 menunjukkan cairan pupuk kandang ayam mengandung unsur hara makro P, Ca, Mg, dan unsur hara mikro 26 Fe, Zn, Mn tertinggi. Unsur hara makro N dan K pada cairan pupuk kandang dan cairan pupuk kandang T. diversifolia bernilai sama. Tabel 7. Hasil Analisis Hara Dekomposer C N P Dekomposer K Ca Mg Fe Cu Zn Mn …………………...…….……….. ……….….…ppm.…………… Cairan pupuk kandang ayam 4.96 0.03 0.17 0.39 0.20 0.10 1 003.10 3.39 21.38 55.20 Cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia 5.06 0.03 0.16 0.39 0.19 0.08 828.50 5.06 20.60 44.50 Pupuk hayati Bioextrim - 0.09 0.14 0.11 0.04 - - - - - Keterangan : - unsur hara tidak diamati Setelah masa dekomposisi bahan organik pupuk kandang ayam, jerami padi, dan T. diversifolia selama 30 hari, dapat terlihat bahwa pupuk kandang ayam dan T. diversifolia memiliki tingkat dekomposisi yang lebih cepat dibandingkan dengan jerami padi. Proses dekomposisi juga dibantu dengan pemberian tiga jenis dekomposer, akan tetapi dengan penambahan tersebut juga tidak memberikan pengaruh terhadap jerami padi yang masih tersisa karena bentuknya masih utuh sampai waktu dekomposisi selesai Gambar 2. Gambar 2. Tanah dan Tingkat Dekomposisi Ketiga Jenis Bahan Organik Sebelum Penanaman Kedelai Penelitian ini dilakukan pada bulan basah periode Desember 2010-April 2011 dengan curah hujan tertinggi pada bulan April dan curah hujan terendah pada bulan Februari. Temperatur rata-rata sebesar 27.04 o C dan intensitas cahaya matahari rata-rata sebesar 8 197.2 calcm 2 menit Tabel 8. Tabel 8. Data Temperatur, Intensitas Cahaya Matahari, dan Curah Hujan di Wilayah Dramaga Bulan Desember 2010-April 2011 Bulan Temperatur o C Intensitas Cahaya Matahari calcm 2 menit Curah Hujan mm Desember 2010 26.90 7 699 177.30 Januari 2011 27.10 7 182 202.70 Februari 2011 27.30 7 909 86.00 Maret 2011 27.00 8 687 140.00 April 2011 26.90 9 509 278.40 Sumber : Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor 27 Lahan yang digunakan untuk penanaman kedelai merupakan lahan bekas penanaman padi sawah. Pada saat penanaman kedelai dilakukan 16 Januari 2011 kondisi tanah pada 20 petak depan kering dan berbongkah-bongkah, sedangkan 10 petak belakang masih berlumpur. Benih mulai berkecambah pada 7 HST dengan persentase tumbuh benih kedelai sebesar 79.55. Beberapa benih kedelai tidak tumbuh karena terserang cendawan Aspergilus flavus. Gejala serangan cendawan tersebut dilihat dari permukaan benih yang ditutupi hifa berwarna putih sampai kecokelatan sehingga benih tidak dapat tumbuh. Penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur 7 hari setelah tanam dengan mengganti tanaman yang tidak tumbuh. Persentase tumbuh benih setelah dilakukan penyulaman berubah menjadi 84.66. Tanaman kedelai mulai berbunga pada umur 39 HST dan berbunga lebih dari 75 setelah 44 HST. Polong mulai terbentuk saat tanaman berumur 49 HST. Pada saat umur tanaman 7 MST ditemukan banyak daun tetrafoliet dan pentafoliet pada semua petak tetapi yang paling banyak adalah pada petakan dengan perlakuan bahan organik T. diversifolia. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kandungan hara yang tersedia untuk tanaman kedelai sehingga memacu pertumbuhan daun yang hebat. Petak yang diberi bahan organik T. diversifolia mempunyai keragaan yang bagus, yaitu warna daun lebih hijau, daun lebih lebar, dan tajuk lebih rimbun Gambar 3. Gambar 3. Petakan Penelitian Kiri : Pupuk Kandang Ayam + Cairan Pupuk Kandang Ayam; Tengah : Jerami Padi + Cairan Pupuk Kandang Ayam; dan Kanan : T. diversifolia + Cairan Pupuk Kandang Ayam Gulma dominan yang terdapat di lahan adalah Ageratum conyzoides, Cyperus iria, Cynodon dactylon, Euphorbia hirta, Ludwigia octovalvis, Mimosa pudica , dan Physalis angulata. Sejak 2 MST tanaman mulai terserang hama Spodoptera litura , ulat bulu Dasychira inclusa, belalang Oxya sp., dan ulat 28 penggulung daun Lamprosema indicata yang banyak merusak bagian daun kedelai. Pada saat fase berbunga muncul hama Anaplocnemis phasiana yang menyerang bagian pucuk dan pada saat fase membentuk polong, muncul hama kepik hijau Nezara viridula dan kepik penghisap polong Riptortus linearis. Penyakit yang menyerang tanaman adalah hawar bakteri Pseudomonas syringae pv glycinea, mulai menyerang daun kedelai pada 5 MST dengan serangan sebanyak 100 Gambar 4. Semua daun pada tanaman kedelai terserang penyakit hawar bakteri. Daun dapat terserang penyakit hawar bakteri sebanyak 100 kemungkinan disebabkan oleh keadaan lingkungan yang mendukung timbulnya bakteri penyebab penyakit ini. Menurut Saleh dan Hardaningsih 2007 penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syringae pv. glycinea. Di Indonesia penyakit hawar bakteri banyak terdapat di dataran tinggi. Suhu yang relatif tinggi dan cuaca basah mendorong perkembangan penyakit hawar bakteri. Gejala awal pada daun berupa bercak kecil, tembus cahaya, dan tampak kebasahan berwarna kekuningan atau cokelat muda. Bercak kemudian membesar, bagian tengahnya mengering berwarna cokelat tua atau cokelat kehitaman dikelilingi oleh lingkaran halo kebasahan. Beberapa bercak dapat bersatu menjadi bercak yang besar dan bagian tengahnya nekrotik sehingga daun sobek-sobek. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 9. Gambar 4. Gejala Serangan Patogen Penyebab Penyakit Hawar Bakteri 29 Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Perlakuan Bahan Organik dan Dekomposer Peubah Umur MST Bahan Organik O Dekomposer D OD KK Jumlah benih tumbuh 2 tn tn 8.49 Tinggi tanaman cm 3 tn tn tn 5.88 5 tn tn tn 8.33 7 tn tn tn 8.79 9 tn tn tn 8.09 11 tn tn tn 8.09 13 tn tn tn 8.09 Jumlah cabang 3 tn 3.94 5 tn tn 8.38 7 tn tn 12.26 9 tn tn 11.58 11 tn tn 11.67 Jumlah cabang produktif 13 tn tn 11.53 Jumlah daun 3 tn tn tn 3.91 5 tn tn tn 9.42 7 tn tn tn 6.35 9 tn tn tn 11.27 11 tn tn tn 19.04 Jumlah daun tetrafoliet 7 tn 3.28 Jumlah daun pentafoliet 7 tn 6.02 Laju asimilasi bersih gcm 2 minggu 5-7 tn tn tn 0.19 x 7-9 tn 0.12 x Laju tumbuh relatif gminggu 5-7 tn tn tn 13.09 x 7-9 tn tn tn 7.81 x Indeks luas daun cm 2 5 tn tn tn 12.45 x 7 28.91 9 27.92 Bobot basah tajuk g 7 20.29 Bobot basah akar g 7 15.89 Bobot basah bintil akar g 7 tn tn 5.61 x Bobot kering tajuk g 7 23.55 Bobot kering akar g 7 tn 5.97 x Bobot kering bintil akar g 7 tn tn 1.82 x Kadar air daun 7 tn tn tn 17.12 Intensitas serangan hama 8 tn 6.68 10 tn 22.17 Intensitas keparahan penyakit 8 tn 1.49 Jumlah polong bernas 13 tn tn tn 24.54 Jumlah polong hampa 13 tn tn 20.59 x Bobot kering polong bernas g 13 tn tn tn 27.56 Bobot kering polong hampa g 13 tn tn tn 17.85 x Bobot kering tajuk g 13 tn tn tn 15.42 x Bobot kering kulit polong g 13 tn tn tn 23.71 Bobot kering biji g 13 tn tn tn 24.38 Bobot kering akar g 13 tn tn tn 12.01 x Jumlah tanaman panen 13 tn tn 10.44 Bobot 100 butir biji 13 tn tn tn 8.99 Bobot kering biji petak bersih 7.5 m 2 g 13 tn tn 22.37 Bobot kering biji petak pinggir g 13 tn tn tn 21.23 x Produktivitas tonha 13 tn tn 22.37 Keterangan : tn Tidak berbeda nyata; Berbeda nyata pada taraf 5; Berbeda nyata pada taraf 1; x Hasil transformasi √x+0.5 30 Hasil A. Pengaruh Bahan Organik terhadap Komponen Pertumbuhan Kedelai Penggunaan pupuk kandang ayam, jerami padi, dan T. diversifolia berpengaruh nyata pada jumlah benih tumbuh; jumlah cabang 3, 5, 7, 9, 11 MST, dan jumlah cabang produktif; jumlah daun tetrafoliet; jumlah daun pentafoliet; indeks luas daun 7 dan 9 MST; bobot basah dan kering tajuk; bobot basah dan kering akar; bobot basah dan kering bintil akar; intensitas serangan hama; serta intensitas keparahan penyakit. Pemberian pupuk kandang ayam mampu memberikan jumlah cabang rata- rata 15.2 dan 21.8 lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian jerami padi dan T. diversifolia . Selain itu, perlakuan pupuk kandang ayam juga dapat meningkatkan jumlah daun tetrafoliet dan pentafoliet rata-rata 64.3 dan 79.9 lebih tinggi dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya. Aplikasi bahan organik jerami padi menyebabkan intensitas serangan hama 8, 10 MST, dan keparahan penyakit dengan rata-rata berturut-turut sebesar 12.97, 13.15, dan 8.96 lebih tinggi daripada yang mendapat pupuk kandang ayam; serta sebesar 93.59, 495.60, dan 19.95 lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang mendapat T. diversifolia. Pada peubah intensitas serangan hama dan keparahan penyakit, aplikasi bahan organik T. diversifolia memberikan pengaruh yang paling sedikit dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya. Penambahan T. diversifolia menyebabkan jumlah benih tumbuh rata-rata 14.8 dan 4.6 lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan pupuk kandang ayam dan jerami padi. Pemberian T. diversifolia mampu meningkatkan indeks luas daun 7 dan 9 MST dengan rata-rata 42.29 dan 114.78 lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian dua bahan organik lainnya. Selain itu, pada pengamatan destruktif 7 MST, dengan pemberian T. diversifolia juga dapat memberikan hasil yang lebih baik dengan rata-rata bobot basah tajuk 48.52 dan 101.88, bobot kering tajuk 52.08 dan 116.83, bobot basah akar 39.19 dan 101.96, bobot kering akar 58.33 dan 137.5, bobot basah bintil akar 93.33 dan 1 350.00, dan bobot kering bintil akar 50.00 dan 5 900.00 lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian dua bahan organik lainnya Tabel 10. 31 Tabel 10. Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis Bahan Organik Peubah Umur MST Bahan Organik Pupuk Kandang Ayam Jerami Padi Tithonia diversifolia Kontrol Jumlah benih tumbuh 2 336.3 b 369.2 a 386.1 a 382.3 Tinggi tanaman cm 3 12.79 12.88 13.53 12.59 5 26.81 26.02 26.29 24.72 7 48.95 49.63 47.06 46.45 9 51.06 52.22 49.76 49.85 11 51.06 52.22 49.76 49.85 13 51.06 52.22 49.76 49.85 Jumlah cabang 3 3.2 a+ 2.9 b+ 2.8 b+ 2.5 5 8.7 a+ 6.7 b 7.3 b 6.4 7 10.5 a+ 9.2 b 8.4 b 8.6 9 10.3 a+ 9.1 b 8.3 b 8.5 11 10.2 a+ 9.1 b 8.1 b 8.4 Jumlah cabang produktif 13 9.8 a 8.8 b 7.9 b 8.3 Jumlah daun 3 2.8 2.8 2.8 + 2.6 5 6.6 5.9 6.1 6.0 7 12.4 11.5 11.5 11.6 9 8.3 8.1 7.9 7.7 11 10.6 10.3 10.7 10.1 Jumlah daun tetrafoliet 7 135.1 a+ 77.3 c+ 87.8 b+ 68.0 Jumlah daun pentafoliet 7 37.1 a+ 17.8 c+ 24.6 b+ 8.7 Laju asimilasi bersih gcm 2 minggu 5-7 3x10 -3 1x10 -3 2.5x10 -3 4.5x10 -4 7-9 2.5x10 -3 1.3x10 -3 8x10 -4 1x10 -3 Laju tumbuh relatif gminggu 5-7 0.34 0.15 0.28 0.05 7-9 0.17 0.11 0.07 0.12 Indeks luas daun cm 2 5 0.56 0.49 0.83 0.60 7 1.03 b 0.69 b 1.50 a+ 0.76 9 1.13 b 0.74 b 1.57 a+ 0.81 Bobot basah tajuk g 7 5.07 b 3.73 c 7.53 a+ 4.70 Bobot basah akar g 7 0.74 b+ 0.51 c 1.03 a+ 0.52 Bobot basah bintil akar g 7 0.15 b 0.02 c 0.29 a+ 0.05 Bobot kering tajuk g 7 1.44 b 1.01 c 2.19 a+ 1.41 Bobot kering akar g 7 0.24 b 0.16 c 0.38 a+ 0.20 Bobot kering bintil akar g 7 0.04 b 1x10 -3 c 0.06 a+ 9x10 -3 Kadar air daun 7 71.15 68.55 69.25 55.69 Intensitas serangan hama 8 22.98 b+ 25.96 a+ 13.41 c+ 29.16 10 9.58 b+ 10.84 a+ 1.82 c+ 5.48 Intensitas keparahan penyakit 8 69.08 b+ 75.27 a+ 62.75 c+ 79.46 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada α = 5 atau 1; Angka yang diikuti oleh tanda + menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada α = 5 berdasarkan uji t-Dunnett. 32 Berdasarkan uji t-Dunnett, perlakuan bahan organik pupuk kandang ayam berbeda nyata lebih tinggi terhadap kontrol pada peubah jumlah cabang 3 hingga 11 MST; jumlah daun tetrafoliet dan pentafoliet; bobot basah akar; intensitas serangan hama 8 dan 10 MST; serta intensitas keparahan penyakit. Perlakuan jerami padi yang dibandingkan dengan kontrol memberikan hasil berbeda nyata lebih tinggi pada jumlah cabang 3 MST; jumlah daun tetrafoliet dan pentafoliet; serta intensitas serangan hama 10 MST. Penambahan T. diversifolia berbeda nyata lebih tinggi terhadap jumlah cabang dan jumlah daun 3 MST; jumlah daun tetrafoliet dan pentafoliet; indeks luas daun 7 dan 9 MST; bobot basah dan kering tajuk; bobot basah dan kering akar; bobot basah dan kering bintil akar; intensitas serangan hama; serta intensitas keparahan penyakit jika dibandingkan dengan kontrol Tabel 10. B. Pengaruh Dekomposer terhadap Komponen Pertumbuhan Kedelai Penambahan dekomposer cairan pupuk kandang ayam menyebabkan jumlah cabang tanaman kedelai 3 MST rata-rata 3.3 dan 6.9 lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang mendapat cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia dan pupuk hayati. Selain itu, pemberian cairan pupuk kandang ayam dapat menyebabkan laju asimilasi bersih 7-9 MST rata-rata 180.00 dan 268.42 lebih tinggi daripada pemberian dua dekomposer lainnya. Pengaruh dekomposer cairan pupuk kandang ayam juga mampu meningkatkan jumlah daun tetrafoliet 2.0 dan 4.2 dan pentafoliet 5.2 dan 10.2 lebih tinggi dibandingkan dengan dua dekomposer lainnya. Pemberian pupuk hayati menyebabkan indeks luas daun 7 dan 9 MST rata- rata 72.70 dan 33.73 lebih tinggi dibandingkan dengan cairan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia. Penambahan pupuk hayati juga memberikan hasil yang lebih tinggi pada bobot basah tajuk 44.13 dan 28.49, bobot basah akar 43.08 dan 32.86, dan bobot kering tajuk 44.78 dan 42.65 daripada penambahan cairan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia. Aplikasi pupuk hayati menyebabkan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit 8 MST dengan rata-rata 9.06 dan 1.35 lebih tinggi dibandingkan dengan dua dekomposer lainnya Tabel 11. 33 Tabel 11. Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis Dekomposer Peubah Umur MST Dekomposer Cairan Pupuk Kandang Ayam Cairan Pupuk Kandang Ayam Tithonia diversifolia Pupuk Hayati Kontrol Jumlah benih tumbuh 2 357.7 372.3 361.7 382.3 Tinggi tanaman cm 3 13.23 12.94 13.03 12.59 5 26.71 26.75 25.66 24.72 7 48.39 48.63 48.61 46.45 9 50.83 51.29 50.93 49.85 11 50.83 51.29 50.93 49.85 13 50.83 51.29 50.93 49.85 Jumlah cabang 3 3.1 a+ 3.0 a+ 2.9 b+ 2.5 5 7.8 + 7.6 + 7.3 6.4 7 9.7 9.7 8.9 8.6 9 9.4 9.5 8.8 8.5 11 9.3 9.5 8.6 8.4 Jumlah cabang produktif 13 8.9 9.2 8.5 8.3 Jumlah daun 3 2.8 2.8 + 2.7 2.6 5 6.3 6.3 6.0 6.0 7 11.8 12.1 11.5 11.6 9 8.3 8.4 7.6 7.7 11 11.3 10.7 9.6 10.1 Jumlah daun tetrafoliet 7 102.1 a+ 100.1 ab+ 98.0 b+ 68.0 Jumlah daun pentafoliet 7 27.7 a+ 26.3 ab+ 25.1 b+ 8.7 Laju asimilasi bersih gcm 2 minggu 5-7 2.5x10 -3 1.9x10 -3 2.4x10 -3 4.5x10 -4 7-9 2.8x10 -3 a 1x10 -3 b 7.6x10 -4 b 1x10 -3 Laju tumbuh relatif gminggu 5-7 0.26 0.23 0.29 0.05 7-9 0.18 0.10 0.07 0.12 Indeks luas daun cm 2 5 0.57 0.59 0.73 0.60 7 0.78 b 1.03 b 1.40 a+ 0.76 9 0.88 b 1.11 ab 1.46 a+ 0.81 Bobot basah tajuk g 7 4.60 b 5.16 b 6.63 a+ 4.70 Bobot basah akar g 7 0.65 b 0.70 b 0.93 a 0.52 Bobot basah bintil akar g 7 0.15 0.16 0.16 0.05 Bobot kering tajuk g 7 1.34 b 1.36 b 1.94 a 1.41 Bobot kering akar g 7 0.24 0.23 0.31 0.20 Bobot kering bintil akar g 7 0.03 0.03 0.04 + 9x10 -3 Kadar air daun 7 66.15 70.64 72.16 55.69 Intensitas serangan hama 8 20.89 a+ 19.47 b+ 21.98 a+ 29.16 10 6.89 7.69 7.67 5.48 Intensitas keparahan penyakit 8 69.16 ab+ 68.29 b+ 69.65 a+ 79.46 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada α = 5 atau 1; Angka yang diikuti oleh tanda + menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada α = 5 berdasarkan uji t- Dunnett. 34 Berdasarkan uji t-Dunnett pada komponen pertumbuhan kedelai, perlakuan kontrol memberikan nilai yang lebih tinggi daripada dekomposer cairan pupuk kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia, dan pupuk hayati pada peubah jumlah benih tumbuh, intensitas serangan hama 8 MST, dan intensitas keparahan penyakit. Perlakuan kontrol memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya pada peubah intensitas serangan hama 8 MST dan intensitas keparahan penyakit Tabel 11. C. Pengaruh Bahan Organik terhadap Komponen Produksi Kedelai Aplikasi bahan organik pupuk kandang ayam, jerami padi, dan T. diversifolia berpengaruh nyata terhadap jumlah polong hampa, jumlah tanaman panen, bobot kering biji petak bersih 7.5 m 2 , dan produktivitas. Penambahan bahan organik pupuk kandang ayam menghasilkan jumlah polong hampa 88.2 dan 18.5 dan bobot kering biji per 7.5 m 2 36.64 dan 18.16 lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan jerami padi dan T. diversifolia. Bobot 100 butir biji yang dihasilkan pada penelitian ini rata-rata hanya sebesar 9.24 g, bobot 100 butir biji ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan deskripsi menurut Sumarno et al. 1984 sebesar 10.00 g. Produktivitas kedelai nyata tertinggi didapatkan dari penambahan pupuk kandang ayam sebesar 1.00 tonha, sedangkan produktivitas kedelai dengan penambahan T. diversifolia dan jerami padi sebesar 0.85 dan 0.73 tonha. Penambahan bahan organik T. diversifolia mampu menghasilkan jumlah tanaman panen rata-rata 15.1 dan 3.7 lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan pupuk kandang ayam dan jerami padi. Hasil uji lanjut t-Dunnett pada komponen produksi memberikan hasil berbeda nyata tertinggi hanya pada peubah jumlah polong hampa, dengan nilai lebih tinggi 2.09 daripada kontrol. Perbandingan dari ketiga perlakuan bahan organik dengan kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada komponen produksi lainnya. Akan tetapi, penambahan pupuk kandang ayam dan T. diversifolia memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol Tabel 12. 35 Tabel 12. Komponen Produksi Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis Bahan Organik Peubah Bahan Organik Pupuk Kandang Ayam Jerami Padi Tithonia diversifolia Kontrol Jumlah polong bernas 24.1 19.1 21.4 19.5 Jumlah polong hampa 3.2 a+ 1.7 b 2.7 ab 1.1 Bobot kering polong bernas g 7.16 5.47 5.89 5.61 Bobot kering polong hampa g 0.42 0.19 0.43 0.42 Bobot kering tajuk g 4.18 2.72 3.81 3.20 Bobot kering kulit polong g 26.48 20.30 23.11 20.89 Bobot kering biji g 46.69 33.28 40.36 36.58 Bobot kering akar g 1.10 0.79 0.92 0.88 Jumlah tanaman panen 217.1 b 241.0 ab 249.9 a 255.3 Bobot 100 butir biji g 9.59 9.15 8.98 8.65 Bobot kering biji petak bersih 7.5 m 2 g 752.44 a 550.67 b 636.78 ab 738.33 Bobot kering biji petak pinggir g 150.22 135.33 181.22 184.00 Produktivitas tonha 1.00 a 0.73 b 0.85 ab 0.98 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada α = 5 atau 1; Angka yang diikuti oleh tanda + menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada α = 5 berdasarkan uji t-Dunnett. D. Pengaruh Dekomposer terhadap Komponen Produksi Kedelai Perlakuan dekomposer cairan pupuk kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia, dan pupuk hayati tidak berpengaruh nyata pada semua komponen produksi, akan tetapi perlakuan pupuk hayati memberikan nilai tertinggi pada bobot kering biji petak bersih dan produktivitas dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya. Bobot kering biji petak bersih dengan penambahan dekomposer pupuk hayati lebih tinggi 1.25 dibandingkan dengan penambahan cairan pupuk kandang ayam dan 8.21 lebih tinggi daripada penambahan cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia. Produktivitas kedelai tertinggi didapatkan dari penambahan pupuk hayati jika dibandingkan dengan penambahan cairan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia, dengan nilai berturut-turut 0.89, 0.88, dan 0.82 tonha. Akan tetapi produktivitas kedelai varietas Wilis yang dihasilkan dari penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan potensi produksi menurut Sumarno et al. 1984 sebesar 1.63 tonha. Perlakuan kontrol menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada komponen produksi bobot kering polong hampa, jumlah tanaman panen, bobot kering biji petak bersih 7.5 m 2 , bobot kering biji petak pinggir, dan produktivitas jika 36 dibandingkan dengan perlakuan cairan pupuk kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia, dan pupuk hayati Tabel 13. Hal ini dapat disebabkan oleh letak petakan kontrol yang sejak saat penanaman memiliki kondisi tanah berlumpur dan cukup air. Tabel 13. Komponen Produksi Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis Dekomposer Peubah Dekomposer Cairan Pupuk Kandang Ayam Cairan Pupuk Kandang Ayam Tithonia diversifolia Pupuk Hayati Kontrol Jumlah polong bernas 23.0 20.6 21.0 19.5 Jumlah polong hampa 2.8 2.5 2.3 1.1 Bobot kering polong bernas g 6.64 5.83 6.05 5.61 Bobot kering polong hampa g 0.37 0.30 0.37 0.42 Bobot kering tajuk g 3.85 3.84 3.01 3.20 Bobot kering kulit polong g 24.85 22.55 22.49 20.89 Bobot kering biji g 41.49 40.30 38.54 36.58 Bobot kering akar g 1.01 1.05 0.76 0.88 Jumlah tanaman panen 231.8 239.6 236.7 255.3 Bobot 100 butir biji g 9.18 9.39 9.15 8.65 Bobot kering biji petak bersih 7.5 m 2 g 658.00 615.67 666.22 738.33 Bobot kering biji petak pinggir g 149.56 159.11 158.11 184.00 Produktivitas tonha 0.88 0.82 0.89 0.98 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada α = 5 atau 1; Angka yang diikuti oleh tanda + menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada α = 5 berdasarkan uji t-Dunnett. E. Interaksi Bahan Organik dan Dekomposer terhadap Beberapa Komponen Pertumbuhan dan Produksi serta Intensitas Serangan Hama Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 9, interaksi antara bahan organik dan dekomposer berpengaruh nyata pada peubah laju asimilasi bersih 7-9 MST, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, indeks luas daun 7 dan 9 MST, serta intensitas serangan hama 8 MST. Kombinasi perlakuan bahan organik T. diversifolia dengan dekomposer pupuk hayati memberikan hasil tertinggi pada bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar dengan nilai 10.87, 1.45, 3.32, dan 0.54 g. Selain itu, kombinasi tersebut juga menghasilkan indeks luas daun 7 dan 9 MST tertinggi dibandingkan kombinasi lainnya. Kombinasi bahan organik dan dekomposer tersebut memberikan hasil yang terbaik hanya pada komponen pertumbuhan, terutama pada saat pengamatan destruktif 7 MST. 37 Kombinasi perlakuan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam memberikan hasil tertinggi pada laju asimilasi bersih dengan nilai 5.3x10 -3 gcm 2 minggu. Pada peubah intensitas serangan hama 8 MST, kombinasi perlakuan tertinggi adalah pada bahan organik jerami dan dekomposer cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia dengan nilai 12.65. Intensitas serangan hama terendah terdapat pada kombinasi perlakuan T. diversifolia dengan cairan pupuk kandang ayam, yaitu sebesar 0.19. Produktivitas kedelai tertinggi didapatkan dari interaksi antara bahan organik pupuk kandang ayam dengan dekomposer pupuk hayati sebesar 1.07 tonha. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan t-Dunnett untuk membandingkan antara kombinasi perlakuan bahan organik dan dekomposer dengan kombinasi perlakuan kontrol, hasil berbeda nyata terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan T. diversifolia dan pupuk hayati, yaitu pada pengamatan destruktif 7 MST untuk bobot basah dan kering tajuk serta bobot basah dan kering akar dengan selisih lebih tinggi sebesar 6.16, 1.90, 0.94, dan 0.34 g. Kombinasi perlakuan tersebut juga memberikan hasil berbeda nyata tertinggi pada indeks luas daun 7 dan 9 MST Tabel 14. 38 Tabel 14. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bahan Organik dan Dekomposer pada Beberapa Komponen Pertumbuhan dan Produksi serta Intensitas Serangan Hama Bahan Organik Dekomposer Cairan Pupuk Kandang Ayam Cairan Pupuk Kandang Ayam Tithonia diversifolia Pupuk Hayati Kontrol Laju asimilasi bersih 7-9 MST gcm 2 minggu Pupuk kandang ayam 5.3x10 -3 a+ 1.2x10 -3 b 9.6x10 -4 b Jerami padi 2.3x10 -3 b 8.4x10 -4 b 7.0x10 -4 b Tithonia diversifolia 7.2x10 -4 b 1.1x10 -3 b 6.3x10 -4 b Jerami padi kontrol 1.0x10 -3 Bobot basah tajuk 7 MST g Pupuk kandang ayam 4.19 bc 5.73 bc 5.30 bc Jerami padi 3.59 c 3.88 bc 3.71 bc Tithonia diversifolia 5.86 b 5.86 b 10.87 a+ Jerami padi kontrol 4.70 Bobot basah akar 7 MST g Pupuk kandang ayam 0.62 cd 0.78 bc 0.84 b+ Jerami padi 0.49 d 0.53 d 0.50 d Tithonia diversifolia 0.84 b+ 0.79 bc 1.45 a+ Jerami padi kontrol 0.52 Bobot kering tajuk 7 MST g Pupuk kandang ayam 1.30 b 1.47 b 1.53 b Jerami padi 1.08 b 0.99 b 0.97 b Tithonia diversifolia 1.64 b 1.62 b 3.32 a+ Jerami padi kontrol 1.41 Bobot kering akar 7 MST g Pupuk kandang ayam 0.27 b 0.23 b 0.23 b Jerami padi 0.17 b 0.16 b 0.15 b Tithonia diversifolia 0.29 b 0.30 b 0.54 a+ Jerami padi kontrol 0.20 Indeks luas daun 7 MST cm 2 Pupuk kandang ayam 0.72 bc 1.28 b 1.09 bc Jerami padi 0.69 c 0.73 bc 0.65 c Tithonia diversifolia 0.94 bc 1.08 bc 2.47 a+ Jerami padi kontrol 0.76 Indeks luas daun 9 MST cm 2 Pupuk kandang ayam 0.88 bc 1.37 b 1.14 bc Jerami padi 0.72 c 0.77 bc 0.73 c Tithonia diversifolia 1.03 bc 1.17 bc 2.52 a+ Jerami padi kontrol 0.81 Intensitas serangan hama 8 MST Pupuk kandang ayam 10.67 ab+ 8.79 b 9.28 b Jerami padi 9.81 ab+ 12.65 a+ 10.06 ab+ Tithonia diversifolia 0.19 d 1.62 cd 3.65 c Jerami padi kontrol 5.48 Produktivitas tonha Pupuk kandang ayam 1.01 0.94 1.07 Jerami padi 0.77 0.73 0.71 Tithonia diversifolia 0.86 0.80 0.89 Jerami padi kontrol 0.98 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada α = 5 atau 1; Angka yang diikuti oleh tanda + menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada α = 5 berdasarkan uji t-Dunnett. 39 Pembahasan A. Pengaruh Bahan Organik terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Berdasarkan hasil sidik ragam Tabel 9, pemberian pupuk kandang ayam, jerami padi, dan T. diversifolia berpengaruh nyata pada jumlah benih yang tumbuh; jumlah cabang 3, 5, 7, 9, 11 MST, dan jumlah cabang produktif; jumlah daun tetrafoliet; jumlah daun pentafoliet; indeks luas daun 7 dan 9 MST; bobot basah dan kering tajuk; bobot basah dan kering akar; bobot basah dan kering bintil akar; intensitas serangan hama; intensitas keparahan penyakit; jumlah polong hampa; jumlah tanaman panen; bobot kering biji per 7.5 m 2 ; dan produktivitas. Pemberian pupuk kandang ayam mampu memberikan jumlah cabang rata- rata 15.2 dan 21.8 lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian jerami padi dan T. diversifolia . Berdasarkan penelitian Sinaga 2005, dilaporkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam selain berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan indeks luas daun juga berbeda nyata terhadap jumlah cabang dan jumlah ruas. Hal ini diduga karena sifat pupuk kandang yang lebih mudah terdekomposisi sehingga unsur hara yang dibutuhkan sudah siap dan dapat diserap oleh tanaman untuk proses pertumbuhannya. Jumlah daun tetrafoliet dan pentafoliet pada aplikasi pupuk kandang ayam rata-rata 64.3 dan 79.9 lebih tinggi dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Kurniansyah 2010 banyaknya jumlah daun tetrafoliet dan pentafoliet merupakan indikasi kesuburan tanah yang tinggi terutama serapan P yang lebih tinggi pada tanaman kedelai yang mendapat pupuk kandang ayam. Kondisi tersebut diduga karena serapan dan kandungan P yang tinggi tidak mampu disalurkan tanaman ke bagian lain karena keterbatasan fase pertumbuhan tanaman sehingga menginduksi bagian tanaman lain untuk berkembang. Perlakuan bahan organik pupuk kandang ayam menghasilkan bobot kering biji petak bersih per 7.5 m 2 36.64 dan 18.16 lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi dan T. diversifolia. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Andriyani 2005 yang menyebutkan bahwa pemberian 10 ton pupuk kandang ayamha memberikan pengaruh nyata terhadap komponen produksi. Berhubungan dengan tingginya bobot kering biji petak bersih, produktivitas kedelai tertinggi juga 40 didapatkan dari penambahan pupuk kandang ayam dengan nilai sebesar 1.00 tonha, sedangkan produktivitas kedelai untuk penambahan T. diversifolia dan jerami padi sebesar 0.85 dan 0.73 tonha Tabel 12. Produktivitas kedelai Wilis ini masih lebih rendah dibandingkan potensi produksi menurut Sumarno et al. 1984 sebesar 1.63 tonha. Hal ini dapat disebabkan oleh penambahan bahan organik tersebut baru dilakukan pertama kali musim tanam pertama, sedangkan unsur hara dalam tanah akan lebih kaya apabila telah diberikan bahan organik beberapa kali, yang nantinya dapat meningkatkan produksi tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Makarim et al. 2007, disampaikan bahwa pemberian jerami padi, baik mentah maupun yang telah diolah menjadi kompos ataupun dalam bentuk mulsa padi ke beberapa tanaman pangan sudah sering diteliti dan pada umumnya memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan dan produksinya. Akan tetapi pada penelitian ini menunjukkan hasil yang justru kebalikannya, dengan penambahan jerami padi memberikan hasil yang paling kecil pada sebagian besar komponen pertumbuhan dan produksi. Aplikasi jerami padi memberikan hasil tertinggi hanya pada intensitas serangan hama 8 dan 10 MST dibandingkan dengan pupuk kandang ayam dan T. diversifolia berturut-turut sebesar 53.28 dan 254.38. Aplikasi jerami padi menghasilkan intensitas keparahan penyakit rata-rata sebesar 8.96 lebih tinggi daripada aplikasi pupuk kandang ayam serta sebesar 19.95 lebih tinggi jika dibandingkan dengan T. diversifolia. Pada peubah intensitas serangan hama dan keparahan penyakit, aplikasi bahan organik T. diversifolia memberikan pengaruh yang paling sedikit dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya Tabel 10. Hal ini dapat disebabkan oleh tanaman T. diversifolia mengandung unsur K yang paling tinggi sebesar 5.75 dibandingkan pupuk kandang ayam dan jerami padi berturut-turut sebesar 1.65 dan 1.52. Unsur kalium K berperan untuk membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, dan berperan membentuk antibodi tanaman terhadap penyakit serta kekeringan Marsono dan Sigit, 2008. Jumlah benih kedelai yang tumbuh pada penambahan T. diversifolia rata- rata 4.58 dan 14.80 lebih tinggi dibandingkan perlakuan jerami padi dan pupuk kandang ayam. Hal ini dapat disebabkan oleh T. diversifolia mudah 41 terdekomposisi sehingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya. Penambahan T. diversifolia menyebabkan jumlah benih kedelai yang tumbuh lebih banyak, hal ini dapat mempengaruhi jumlah tanaman panen pada perlakuan tersebut. Pada pengamatan destruktif 7 MST, perlakuan T. diversifolia juga dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dengan rata-rata bobot basah tajuk 48.52 dan 101.88, bobot kering tajuk 52.08 dan 116.83, bobot basah akar 39.19 dan 101.96, bobot kering akar 58.33 dan 137.5, bobot basah bintil akar 93.33 dan 1 350.00, dan bobot kering bintil akar 50.00 dan 5 900.00 dibandingkan perlakuan pupuk kandang ayam dan jerami padi. Pemberian T. diversifolia mampu meningkatkan indeks luas daun 7 dan 9 MST dengan rata-rata 42.29 dan 114.78 lebih tinggi daripada pemberian pupuk kandang ayam dan jerami padi. Tingginya nilai komponen pertumbuhan tersebut diduga karena T. diversifolia mengandung unsur N sebesar 3.06 lebih tinggi daripada jerami padi dan pupuk kandang ayam berturut-turut sebesar 0.43 dan 1.14. Marsono dan Sigit 2008 menyatakan bahwa pupuk hijau, contohnya T. diversifolia adalah pupuk yang berasal dari tanaman tertentu yang masih segar yang dibenamkan ke dalam tanah untuk menambah bahan organik tanah dan unsur hara, khususnya nitrogen N. Unsur N ini berperan untuk memacu pertumbuhan tanaman secara umum, terutama pada fase vegetatif. Di samping kandungan unsur hara, dengan penambahan pupuk organik ternyata dapat memperbaiki sifat fisik tanah yang memungkinkan hara mudah diserap oleh akar tanaman. B. Pengaruh Dekomposer terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Aplikasi dekomposer cairan pupuk kandang ayam menyebabkan jumlah cabang tanaman kedelai pada 3 MST rata-rata 3.3 dan 6.9 lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diaplikasikan dekomposer cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia dan pupuk hayati. Selain itu, pemberian cairan pupuk kandang ayam juga menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada laju asimilasi bersih 7-9 MST dengan rata-rata 180.00 dan 268.42 daripada dua perlakuan lainnya. Pengaruh dekomposer cairan pupuk kandang ayam juga mampu meningkatkan jumlah daun tetrafoliet 2.0 dan 4.2 dan pentafoliet 5.2 dan 10.2 lebih tinggi 42 dibandingkan dengan dua dekomposer lainnya. Aplikasi dekomposer cairan pupuk kandang ayam memberikan hasil yang lebih baik pada beberapa peubah yang diamati dibandingkan dengan dekomposer cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia dan pupuk hayati. Menurut Yuliarti 2009 penggunaan pupuk kandang cair akan meningkatkan efisiensi penggunaan fosfat oleh tanaman. Pupuk kandang cair menyediakan beberapa unsur mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman seperti halnya pupuk kimia. Pupuk kandang cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Penggunaan pupuk kandang cair lebih memudahkan pekerjaan, dengan menggunakan pupuk kandang cair berarti kita melakukan tiga macam proses dalam sekali pekerjaan, yaitu : memupuk tanaman, menyiram tanaman, dan mengobati tanaman. Penambahan pupuk hayati memberikan hasil yang lebih tinggi pada bobot basah tajuk 44.13 dan 28.49, bobot basah akar 43.08 dan 32.86, dan bobot kering tajuk 44.78 dan 42.65 daripada penambahan cairan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia. Menurut Tombe 2008 menambahkan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobiologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Penelitian Wu et al. 2005 menunjukkan bahwa pupuk hayati dapat memacu pertumbuhan tanaman. Keberadaan mikroba di dalam pupuk hayati dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui fiksasi N, membuat hara lebih tersedia dalam pelarutan P atau meningkatkan akses tanaman untuk mendapatkan unsur hara yang memadai. Goenadi 1995 menambahkan, mikroba yang terdapat dalam pupuk hayati dapat memasok unsur hara. Mikroba dapat hidup bersimbiosis dengan tanaman, sehingga mampu menambat unsur N dari udara yang selanjutnya diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Penambahan pupuk hayati menyebabkan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit 8 MST dengan rata-rata 9.06 dan 1.35 lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan dua dekomposer lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan unsur K yang terkandung dalam pupuk hayati merupakan yang paling kecil dibandingkan 43 dengan ketiga dekomposer lainnya, sehingga dapat menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap serangan penyakit. Berdasarkan uji lanjut terhadap komponen produksi dengan pemberian dekomposer menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata, akan tetapi pupuk hayati memberikan nilai tertinggi pada bobot kering biji petak bersih dan produktivitas dibandingkan dengan dua dekomposer lainnya. Bobot kering biji petak bersih pada dekomposer pupuk hayati lebih tinggi 1.25 dibandingkan dengan cairan pupuk kandang ayam dan 8.21 lebih tinggi daripada cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia. Meskipun dengan aplikasi pupuk hayati memberikan hasil intensitas serangan hama dan keparahan penyakit tertinggi, akan tetapi pada peubah produktivitas, aplikasi dekomposer pupuk hayati juga tetap memberikan produktivitas tertinggi jika dibandingkan dengan penambahan cairan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia, dengan nilai berturut-turut 0.89, 0.88, dan 0.82 tonha Tabel 13. C. Pengaruh Bahan Organik dan Dekomposer terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Dibandingkan dengan Kontrol Perlakuan bahan organik pupuk kandang ayam, jerami padi, dan T. diversifolia menunjukkan hasil berbeda nyata pada jumlah cabang 3, 5, 7, 9, dan 11 MST; jumlah daun 3 MST; jumlah daun tetrafoliet dan pentafoliet; indeks luas daun 7 dan 9 MST; bobot basah dan kering tajuk; bobot basah dan kering akar; serta bobot basah dan kering bintil akar; serta intensitas serangan hama 8 dan 10 MST Tabel 10. Perlakuan kontrol menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada jumlah tanaman panen jika dibandingkan dengan ketiga perlakuan bahan organik lainnya. Selain itu, perlakuan kontrol dibandingkan dengan cairan pupuk kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia, dan pupuk hayati memberikan hasil tertinggi pada produktivitas. Hal ini dapat disebabkan oleh keadaan petakan pada perlakuan jerami padi kontrol yang berlumpur dan cukup air pada saat penanaman sehingga jumlah tanaman yang tetap tumbuh sejak penyulaman hingga saat panen jauh lebih banyak dan dapat mempengaruhi hasil produktivitasnya. Selain itu karena pada awal penanaman, kondisi tanah pada tiga 44 perlakuan lainnya berbongkah-bongkah yang menyebabkan akar tanaman lebih sulit dalam mendapatkan unsur hara dari bahan organik sehingga jumlah benih kedelai yang tumbuh lebih rendah dibandingkan kontrol. Menurut Adisarwanto 2008 stadia tumbuh kedelai yang memerlukan curahan air yang banyak adalah pada stadia awal vegetatif, yaitu pada saat tanam dan memulai perkecambahan. Kecukupan air ini adalah untuk meningkatkan imbibisi benih agar dapat berkecambah dengan baik. D. Interaksi Bahan Organik dan Dekomposer terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Dibandingkan dengan Kontrol Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 9, interaksi antara bahan organik dan dekomposer memberikan hasil yang berpengaruh nyata pada peubah laju asimilasi bersih 7-9 MST, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, indeks luas daun 7 dan 9 MST, serta intensitas serangan hama 8 MST. Kombinasi perlakuan bahan organik T. diversifolia dengan dekomposer pupuk hayati memberikan hasil tertinggi pada bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar dengan nilai 10.87, 1.45, 3.32, dan 0.54 g. Kombinasi bahan organik dan dekomposer tersebut memberikan hasil yang terbaik hanya pada komponen pertumbuhan. Kombinasi pemberian pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam memberikan hasil tertinggi pada laju asimilasi bersih dengan nilai 5.3x10 -3 gcm 2 minggu. Menurut Sinaga 2005 pemberian pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap indeks luas daun yang merupakan salah satu komponen dari laju asimilasi bersih sehingga menyebabkan nilai dari laju asimilasi bersih juga menjadi tinggi. Tingginya indeks luas daun pada perlakuan ini diduga disebabkan oleh tingginya kandungan nitrogen yang terdapat dalam pupuk kandang yang diaplikasikan. Selain itu juga karena adanya tambahan cairan pupuk kandang ayam yang menurut Yuliarti 2009 memiliki kandungan nitrogen yang bagus untuk pertumbuhan tanaman. Pada peubah intensitas serangan hama 8 MST, kombinasi perlakuan tertinggi adalah pada penambahan bahan organik jerami dan dekomposer cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia dengan nilai 12.65. Intensitas serangan 45 hama terendah terdapat pada kombinasi perlakuan T. diversifolia dengan cairan pupuk kandang ayam, yaitu sebesar 0.19. Produktivitas kedelai tertinggi didapatkan dari interaksi antara penambahan pupuk kandang ayam dan pupuk hayati sebesar 1.07 tonha. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan t-Dunnett untuk membandingkan antara kombinasi perlakuan bahan organik dan dekomposer dengan kombinasi perlakuan kontrol, hasil berbeda nyata terbanyak ditunjukkan oleh penambahan T. diversifolia dan pupuk hayati, yaitu pada pengamatan destruktif 7 MST bobot basah dan kering tajuk serta bobot basah dan kering akar dengan selisih lebih tinggi sebesar 6.16, 1.90, 0.94, dan 0.34 g Tabel 14. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan bahan organik pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terbaik terhadap komponen pertumbuhan dan produksi kedelai dibandingkan jerami padi dan T. diversifolia. Produktivitas kedelai pada pemberian pupuk kandang ayam, jerami padi, dan T. diversifolia berturut-turut 1.00, 0.73, dan 0.85 tonha. Tanaman kedelai memberikan respon lebih baik terhadap pertumbuhan dan produksinya dengan penambahan dekomposer pupuk hayati daripada cairan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia. Produktivitas tanaman yang mendapat perlakuan dekomposer cairan pupuk kandang ayam, cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia, dan pupuk hayati masing-masing sebesar 0.88, 0.82, dan 0.89 ton kedelai keringha. Kombinasi penambahan bahan organik dan dekomposer yang memberikan hasil tertinggi pada produktivitas adalah dengan penambahan pupuk kandang ayam dan pupuk hayati sebesar 1.07 tonha, sedangkan produktivitas untuk kontrol jerami padi sebesar 0.98 tonha. Saran Perlu dilakukan penelitian pada musim tanam kedua untuk melihat apakah pertumbuhan dan produksinya akan lebih meningkat setelah diberikan pupuk organik secara terus-menerus dan juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pestisida nabati yang dapat mengurangi serangan hama dan penyakit. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2005. Kedelai : budidaya yang efektif dengan pemupukan dan pengoptimalan bintil akar. Penebar Swadaya. Jakarta. 107 hal. . 2008. Budidaya kedelai tropika. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hal. Afriani, A.T. 2006. Penggunaan Gandasil, Air Kelapa, dan Ekstrak Pisang pada Perbanyakan Tunas dan Perbesaran Planlet Anggrek Dendrobium Dendrobium Kanayao secara In Vitro. Skripsi. Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal. Andriyani, W. 2005. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Hijau Calopogonium mucunoides terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Glycine max L. Merr Panen Muda dengan Budidaya Organik. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hal. Arafah dan M.P. Sirappa. 2003. Kajian penggunaan jerami dan pupuk N, P, dan K pada lahan sawah irigasi. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan 41:15-24. Asiah, A. 2006. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Glycine max L. Merr Panen Muda dengan Budidaya Organik. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hal. Bertham, Y.A. 2002. Potensi pupuk hayati dalam peningkatan produktivitas kacang tanah dan kedelai pada tanah seri Kandanglimun, Bengkulu. JIPI. 41:18-26. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1 281 hal. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2009. Press release mentan pada panen kedelai. http:ditjentan.deptan.go.id. [29 September 2010]. Duryatmo, S. 2009. Makhluk mini pengganda produksi. http:www.trubus- online.co.id. [24 November 2010]. Goenadi, D.H. 1995. Mikroba pelarut hara dan pemantap agregat dari beberapa tanah tropika basah. Menara Perkebunan 62: 60-66. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian diterjemahkan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah: E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal. 48 Hadi, P. 2005. Abu sekam padi pupuk organik sumber kalium alternatif pada padi sawah. J. Gema 3318:38-45. Hadid, A. dan S. Laude. 2007. Pengaruh konsentrasi pupuk organik cair lengkap dan dosis pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. J. Agroland 144:260-264. Hadinata, I. 2008. Membuat mikroorganisme lokal. http:ivanhadinata.blogspot.com. [29 November 2010]. Hartatik, W. 2007. Tithonia diversifolia sumber pupuk hijau. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 295:3-5. Hindratno, T.P. 2006. Pengaruh Lama Dekomposisi Pupuk Hijau dan Jenis Pelapuk terhadap Budi Daya Kedelai Glycine max L. Merrill Panen Muda Secara Organik. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 50 hal. Indriani, Y. H. 2000. Membuat kompos secara kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. 62 hal. Indriyati, L.T., S. Sabiham, L.K. Kadarusman, R. Situmorang, Sudarsono, dan W.H. Sisworo. 2008. Transformasi nitrogen dalam tanah tergenang : aplikasi jerami padi dan kompos jerami padi. J. Tanah Trop. 133:189-197. Iqbal. A. 2008. Potensi kompos dan pupuk kandang untuk produksi padi organik di tanah inceptisol. J. Akta Agrosia 111:13-18. Karjono. 2009. Bisnis pupuk hayati prospek di depan mata. http:www.trubus- online.co.id. [24 Februari 2010]. Kurniansyah, D. 2010. Produksi Kedelai Organik Panen Kering dari Dua Varietas Kedelai dengan Berbagai Jenis Pupuk Organik. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60 hal. Kurniasih, W. 2006. Pengaruh Jenis, Dosis Benih dan Umur Tanaman Pupuk Hijau terhadap Produksi Kedelai Glycine max L. Merrill Panen Muda. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 65 hal. Kusheryani, I. dan S. A. Aziz. 2005. Pengaruh Jenis Tanaman Penolak Organisme Pengganggu Tanaman terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai Glycine max L. Merrill yang Diusahakan Secara Organik. Bul. Agron. 341:39-45. 49 Makarim, A.K., Sumarno, dan Suyamto. 2007. Jerami padi : pengelolaan dan pemanfaatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 53 hal. Marsono dan P. Sigit. 2008. Pupuk akar : jenis dan aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. 152 hal. Melati, M. dan W. Andriyani. 2005. Pengaruh Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Hijau Calopogonium mucunoides terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Panen Muda yang Dibudidayakan Secara Organik. Bul. Agron. 332:8-15. Melati, M., A. Asiah, dan D. Rianawati. 2008. Aplikasi pupuk organik dan residunya untuk produksi kedelai panen muda. Bul. Agron. 363:204-213. Mezuan, I.P. Handayani, dan E. Inoriah. 2002. Penerapan formulasi pupuk hayati untuk budidaya padi gogo : studi rumah kaca. JIPI. 41:27-34. Palungkun, R. 1998. Aneka produk olahan kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. 118 hal. Pitojo, S. 2007. Benih kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 83 hal. Purnamawati, H. dan Purwono. 2009. Budidaya 8 jenis tanaman pangan unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hal. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Saleh, N. dan S. Hardaningsih. 2007. Pengendalian penyakit terpadu pada tanaman kedelai, hal. 319-344. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim Eds. Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Saragih, S.E. 2008. Pertanian organik : solusi hidup harmoni dan berkelanjutan. Penebar Swadaya. Jakarta. 163 hal. Sastrosiswojo, S. 1984. Status Pengendalian Hayati Hama Plutella xylostella oleh Parasitoid Diadegma eucerophaga di Jawa Barat. Dalam Risalah Seminar Hama dan Penyakit Sayuran. Cipanas. Sinaga, Y.A.S. 2005. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Glycine max L. Merr Panen Muda yang Diusahakan secara Organik. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hal. 50 Sumarno, D.M. Arsyad, A. Dimyati, Rodiah, O. Sutrisno, dan Dahro. 1984. Pembentukan varietas unggul kedelai wilis. Bul. Agron. 153:21-31. Sumarno dan A. G. Manshuri. 2007. Persyaratan tumbuh dan wilayah produksi kedelai di Indonesia, hal. 74-94. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim Eds. Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Supadi. 2008. Menggalang partisipasi petani untuk meningkatkan produksi kedelai menuju swasembada. J. Litbang Pertanian 273:106-111. Suseno, M.T. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Umur Panen terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Krokot Portulaca oleracea L.. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hal. Sutanto, R. 2002. Pertanian organik : menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan. Kanisius. Jakarta. 189 hal. Sutari, N.W.S. 2010. Investigasi Pengaruh Bio-Urine, Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal MOL dari Daun Gamal Gliricidia sepium pada Pertumbuhan dan Produksi Pupuk Hijau Brassica juncea L.. Abstrak Presentasi “Agricultural Adaptation in Response to Climate Change”. Denpasar. 217 hal. Sutaryono, Y.A. dan M.T. Fauzi. 2007. Potensi mikroorganisme lokal dalam memacu proses pengomposan padi. J. Agroland 142:134-139. Sutedjo, M.M. 2002. Pupuk dan cara pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 110 hal. Syaifudin, A., L. Mulyani, dan E. Sulastri. 2008. Pemberdayaan mikroorganisme lokal sebagai upaya peningkatan kemandirian petani. http:le3n1.blog.uns.ac.id. [29 November 2010]. Tombe, M. 2008. Bio fob : teknologi aplikasi mikroba pada tanaman. http:biofob.blogspot.com. [11 Mei 2010]. Widiwurjani dan H. Suhardjono. 2006. Respon Dua Varietas Sawi terhadap Pemberian Biofertilizer Tithonia Tithonia diversifolia sebagai Pengganti Pupuk Anorganik. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Bogor. Wu, S.C., Cao Z.H., Li C.Z.G., Cheung K.C., Wong M.H. 2005. Effect of biofertilizer containing N-Fixer, P and K solubilizer and AM fungi on maize growth: a greenhouse trial. Soil Boil Biochem 125: 155-166. 51 Yuliarti, N. 2009. 1001 cara menghasilkan pupuk organik. Lily Publisher. Yogyakarta. 70 hal. Yuwono, N.W. 2006. Pupuk hayati. http:nasih.staff.ugm.ac.id. [11 Mei 2010]. LAMPIRAN 53 Lampiran 1. Kandungan Organik Pupuk Hayati Bioextrim Kandungan Jumlah Satuan Mikroba Azospirillum sp. 2.4 x 10 8 cfuml Azotobacter sp. 3.2 x 10 8 cfuml Pseudomonas sp. 5.0 x 10 6 cfuml Rhizobium sp. 7.2 x 10 5 cfuml Bacillus sp. 2.7 x 10 5 cfuml Bakteri Pospat 4.0 x 10 7 cfuml Salmonella 0 mpnml E – coli 0 mpnml Unsur Hara N 885 ppm P 1 390 ppm K 1 085 ppm Ca 445 ppm Lampiran 2. Deskripsi Kedelai Varietas Wilis Nomor induk : B-3034 Nomor galur : 16821343-I-10 Asal : Persilangan No. 1682 x Orba F4 Grup I Warna hipokotil : Ungu Warna bunga : Ungu Warna bulu : Coklat tua Warna polong tua : Coklat kehitaman Warna biji : Kuning Warna hilum : Coklat tua Tipe tumbuh : Determinate Umur berbunga : ± 39 hari Umur matang : ± 88 hari Tinggi batang : 40-50 cm Kerebahan : Tahan Bobot 100 biji : ± 8.9-10 g Kandungan lemak : ± 19 Kandungan protein : ± 37 Ketahanan penyakit : Toleran karat Hasil rata-rata : 1 626 kgha Pemulia : Sumarno, D.M. Arsyad, A. Dimyati; Rodiah, O. Sutrisno; Dahro Dilepas tahun : 1983 Sumber : Sumarno et al., 1984 54 Lampiran 3. Petakan di Lapang v A1 O1D1 O1D2 O1D3 O2D1 O2D2 O1D2 O3D3 O3D1 O2D3 O3D2 O1D3 O1D1 O2D2 O2D3 O2D1 O1D1 O1D3 O3D2 O3D1 O3D3 O1D2 O2D3 O2D1 O2D2 O3D3 O0 O0 O3D2 O3D1 O0 Keterangan : = Ulangan 1 = Ulangan 2 = Ulangan 3 O0 = Kontrol Ukuran petakan = 5.5 m x 2.5 m Jarak tanam = 25 cm x 10 cm Total petakan = 30 O0 = Kontrol O1 = Pupuk kandang ayam O2 = Jerami padi O3 = T. diversifolia D1 = Cairan pupuk kandang ayam D2 = Pupuk kandang ayam + T. diversifolia D3 = Pupuk hayati Bioextrim = Cymbopogon nardus Serai 55 Lampiran 4. Cara Pembuatan Pestisida Nabati No. Jenis Pestisida Nabati Bahan Jumlah Bahan Cara Pembuatan Aplikasi 1. Ekstrak Serai - Serai - Air 2 kg 14 liter • 2 kg serai dicacah halus • Siapkan air sebanyak 14 liter • Masukkan serai yang sudah dicacah + air ke dalam ember • Tutup ember dan diamkan selama 24 jam • Setelah 24 jam, ekstrak serai tersebut dimasukkan ke dalam tabung semprot 14 liter, tanpa ditambahkan air lagi • Ekstrak serai dapat disemprotkan langsung pada tanaman kedelai 5 MST 2. Ekstrak Serai + Tithonia diversifolia - Serai - Tithonia diversifolia - Air 2 kg 2 kg 14 liter • 2 kg serai + 2 kg Tithonia diversifolia dicacah halus • Siapkan air sebanyak 14 liter • Masukkan serai dan Tithonia diversifolia yang sudah dicacah + air ke dalam ember • Tutup ember dan diamkan selama 24 jam • Setelah 24 jam, ekstrak serai + Tithonia diversifolia tersebut dimasukkan ke dalam tabung semprot 14 liter, tanpa ditambahkan air lagi • Ekstrak serai + Tithonia diversifolia dapat disemprotkan langsung pada tanaman kedelai 6 – 8 MST 3. Ekstrak Daun Mimba - Daun mimba - Air - Gula pasir 2 kg 14 liter 0.5 kg • 2 kg daun mimba dicacah halus • Siapkan gula pasir sebanyak 0.5 kg • Siapkan air sebanyak 14 liter • Masukkan daun mimba yang sudah dicacah + air + gula pasir ke dalam ember • Tutup ember dan diamkan selama 24 jam • Setelah 24 jam, ekstrak daun mimba tersebut dimasukkan ke dalam tabung semprot 14 liter, tanpa ditambahkan air lagi • Ekstrak daun mimba dapat disemprotkan langsung pada tanaman kedelai 9 – 12 MST 56 Lampiran 5. Hasil Analisis Hara Tanah Sebelum dan Setelah Perlakuan Bahan Organik dan Dekomposer Analisis pH H 2 O C-org N- total P Ca Mg K Na KTK Al KB Fe Cu Zn Mn Teksur ……......………. ppm …………...me100g……..…………. ………..ppm……... Pasir Debu Liat Sebelum Perlakuan 5.70 1.20 0.13 2.20 3.02 1.13 0.21 0.28 15.86 tr 29.26 7.67 3.60 6.14 40.42 6.93 23.26 69.81 Setelah Perlakuan O0D0 5.70 1.68 0.17 2.90 6.45 2.92 0.35 0.54 16.02 tr 64.04 2.91 0.71 7.63 243.27 7.03 30.95 62.02 O1D1 6.80 2.39 0.22 10.20 13.80 5.85 0.94 0.69 22.62 tr 94.08 0.53 0.10 11.62 187.94 6.48 38.75 54.77 O1D2 6.60 2.07 0.19 8.60 11.46 4.38 0.80 0.61 17.94 tr 96.15 0.56 0.09 21.11 235.65 4.94 35.60 59.46 O1D3 6.70 1.92 0.18 5.50 8.27 3.58 0.91 0.70 16.50 tr 81.58 0.30 0.09 16.38 236.92 6.57 20.83 72.60 O2D1 6.50 1.84 0.18 4.10 12.31 1.66 0.40 0.39 19.32 tr 76.40 3.38 1.19 8.22 265.04 5.74 28.69 65.57 O2D2 6.70 1.60 0.16 3.60 11.68 2.71 0.48 0.42 17.04 tr 89.73 1.82 0.58 7.71 234.52 5.73 37.39 56.88 O2D3 6.50 1.76 0.18 3.40 12.36 2.00 0.66 0.46 17.62 tr 87.85 2.83 0.99 8.04 267.52 7.05 28.57 64.38 O3D1 6.80 1.92 0.18 4.10 12.18 1.97 0.63 0.46 18.10 tr 84.20 1.13 2.73 8.20 234.36 5.02 34.29 60.69 O3D2 7.30 1.60 0.16 3.80 11.06 1.63 0.42 0.38 16.84 tr 80.11 0.40 0.01 1.22 109.78 5.55 16.76 77.69 O3D3 5.70 1.20 0.12 2.80 10.54 2.90 0.29 0.35 17.59 tr 80.05 3.39 0.84 10.24 230.28 5.76 30.07 64.17 Keterangan : tr = tidak terukur O0D0 = Jerami padi Kontrol O1D1 = Pupuk kandang ayam + Cairan pupuk kandang ayam O1D2 = Pupuk kandang ayam + Cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia O1D3 = Pupuk kandang ayam + Pupuk hayati O2D1 = Jerami padi + Cairan pupuk kandang ayam O2D2 = Jerami padi + Cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia O2D3 = Jerami padi + Pupuk hayati O3D1 = T. diversifolia + Cairan pupuk kandang ayam O3D2 = T. diversifolia + Cairan pupuk kandang ayam T. diversifolia O3D3 = T. diversifolia + Pupuk hayati 57 Lampiran 6. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah Menurut Pusat Penelitian Tanah 1983 Sifat Tanah Penilaian Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi pH H 2 O 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 5.0 C-Org 0.1 0.1-0.2 0.21-0.50 0.51-1.75 1.75 N-Total 5 5-10 11-15 16-25 25 P-Bray I ppm 10 10-15 16-25 26-35 35 KTK me100 g 5 5-16 17-24 25-40 40 Basa-Basa Dapat Ditukar Ca me100 g 2 2-5 6-10 11-20 20 Mg me100 g 0.4 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 8.0 K me100 g 0.1 0.1-0.2 0.3-0.5 0.6-1.0 1.0 Na me100 g 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 1.0 Kejenuhan Al me100 g 5 5-10 11-20 20-40 40 Kejenuhan Basa 10 10-20 21-30 31-60 60 Reaksi Tanah Sangat Masam 4.5 Masam 4.5-5.5 Agak Masam 5.6-6.5 Netral 6.6-7.5 Agak Alkalis 7.6-8.5 Alkalis 8.5 Lampiran 7. Interpretasi Nilai Unsur Hara Mikro Unsur Hara Kurang Cukup Memadai …………………………..….ppm………..……...……..……….. Zn 0.5 10 Fe 2.5 4.5 Mn 1.0 1.0 Cu 0.2 0.2 Sumber : Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor 58 Lampiran 8. Pengaruh Interaksi Bahan Organik dan Dekomposer terhadap Kadar dan Serapan Hara N, P, K Daun Bahan Organik Dekomposer Cairan Pupuk Kandang Ayam Cairan Pupuk Kandang Ayam + Tithonia diversifolia Pupuk Hayati Kontrol

A. Kadar Hara Daun