Instrumen Nontes untuk Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa

5 Syarat seseorang mempunyai keterampilan berbicara secara lancar tidak hanya dari pengetahuan tentang ciri-ciri bahasa, tetapi juga dari kemampuannya untuk memproses informasi dan memproses informasi bahasa tersebut Harmer, 2001: 269. Selanjutnya, Harmer membagi unsur-unsur keterampilan berbicara menjadi dua, yaitu ciri-ciri bahasa dan proses mental atau proses sosial. Berdasarkan ciri-ciri bahasa, unsur-unsur yang penting dalam keterampilan berbicara menurut Harmer 2001: 269 dapat dijelaskan sebagai berikut. Unsur yang pertama adalah connected speech , seorang pembicara yang fasih dapat menggunakan penghubung ujaran dengan lancar. Unsur yang kedua adalah alat berekspresi. Unsur penting yang ketiga adalah leksis dan tata bahasa. Unsur penting yang keempat adalah bahasa negosiasi. Keterampilan berbicara bahasa Jawa juga mempunyai unsur-unsur pembentuk seperti yang diuraikan di atas. Selain itu, seorang penutur bahasa Jawa juga harus memperhatikan unggah-ungguh berbahasa yang sesuai dengan konteks budaya Jawa, termasuk di dalamnya adalah tingkat tutur undha usuk basa , tindak tanduk yang menyertai patrap , serta konteks tuturan berlangsung.

B. Instrumen Nontes untuk Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa

Jawa Penilaian dalam sistem evaluasi hasil belajar merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. Informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi 1999: 8 penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Selanjutnya, Djemari Mardapi 2008: 18 menyebutkan bahwa ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian di bidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal, sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda. Keterampilan berbicara berdasarkan karakter dan budaya Jawa, terkait dengan keterampilan siswa dalam mempraktikkan penggunaan ragam bahasa Jawa dalam bentuk lisan, memerlukan bentuk penilaian nontes yang berupa lembar pengamatan. Teknik nontes adalah suatu alat penilaian yang biasanya 6 dipergunakan untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan siswa dengan tidak menggunakan tes. Hal ini berarti bahwa jawaban yang diberikan oleh siswa tidak bisa dikategorikan sebagai jawaban benar atau salah sebagaimana interpretasi jawaban tes. Dengan teknik nontes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa dilakukan tanpa “menguji” siswa melainkan dilakukan dengan cara penilaian tertentu. Penilaian yang dilakukan dengan teknik nontes terutama bertujuan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan evaluasi hasil belajar siswa dari segi ranah sikap hidup affective domain dan ranah keterampilan psychomotoric domain . Terkait dengan penilaian keterampilan berbicara, Burhan Nurgiyantoro 2009: 278 menyatakan bahwa bentuk-bentuk keterampilan berbicara memungkinkan peserta didik untuk tidak saja mengucapkan kemampuan berbahasanya, melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaannya. Dengan demikian penilaian tersebut bersifat fungsional, di samping dapat juga mengungkapkan kemampuan peserta didik berbicara dalam bahasa yang bersangkutan mendekati pemakaiannya secara normal. Alat penilaian tugas untuk bercerita berdasarkan beberapa ahli yang dimodifikasi menurut Burhan Nurgiyantoro 2009: 290 terdiri atas keakuratan informasi, hubungan antarinformasi, ketepatan struktur dan kosakata, kelancaran, kewajaran urutan wacana, dan gaya pengucapan. Lembar penilaian performansi keterampilan berbicara bahasa Jawa yang telah dikembangkan disusun berdasarkan pemahaman beberapa teori penilaian berbicara yang disampaikan oleh para ahli bahasa. Di antaranya Richard, Platt and Weber dalam Nunan, 1999: 226 yang mengemukakan tentang unsur-unsur kompetensi komunikatif dalam berbicara yang dapat digunakan sebagai tolak ukur penilaian keterampilan berbicara, sebagai berikut. Communicative competence includes: a knowledge of the grammar and vocabulary of language; b knowledge of rules of speaking e.g., knowing how to begin and end conversations, knowing what topics can be talked about in different types of speech events, knowing which address forms should be used with different persons one speaks to and in different situations; c knowing how to use and respond to different types of speech acts such as requests, apologies, thanks, and invitations; d knowing how to use language appropriately . 7 Lain halnya dengan penilaian keterampilan berbahasa menurut Brown 2004: 142-143, yaitu bahwa penilaian keterampilan berbicara terbagi menjadi dua bagian yaitu mikroskill dan makroskill. Penilaian mikroskill berhubungan dengan bagian-bagian kecil dari bahasa seperti fonem, morfem, kata, kolokasi, dan unit-unit frase. Penilaian makroskill berhubungan dengan unsur-unsur yang lebih besar, seperti kelancaran, wacana, fungsi, gaya, kohesi, komunikasi nonverbal, dan pilihan strategi. Diuraikan lebih lanjut, untuk mengukur kecakapan berbicara, Brown 2004: 172-173 membaginya menjadi enam kategori, yaitu tata bahasa, kosakata, pemahaman, kefasihan, pengucapan, dan tugas. Masing-masing kategori tersebut mempunyai lima tingkatan yang akan dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini. Kategori untuk mengukur kecakapan berbicara tersebut Brown, 2004 juga dipertimbangkan untuk menyusun kategori pengukuran keterampilan berbicara bahasa Jawa dengan penyesuaian berdasarkan karakteristik dan nilai-nilai budaya Jawa kelas awal di sekolah dasar. Berbeda dengan penilaian yang dikemukakan oleh Brown 2004 di atas, Lambert 2003: 3-4 memberikan alternatif penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbicara dalam beberapa kategori. Peserta didik yang dikategorikan sangat mahir kategori 7-6, disebutnya excellent , adalah peserta didik yang dapat menyampaikan gagasan secara jelas, dapat dengan fasih mengungkapkan gagasan, meminta, dan menjawab pertanyaan dari teman sekelas. Kategori berikutnya adalah kategori baik kategori 5, peserta didik dapat mengungkapkan gagasan dengan cukup baik dan dapat dimengerti. Kategori memuaskan kategori 4 menggolongkan keterampilan berbicara peserta didik yang masih mempunyai keragu-raguan dalam mengemukakan pendapat, tetapi bisa menceritakan gagasan dasar. Kategori t erakhir adalah kategori “memerlukan perbaikan” kategori 3-1. Dalam kategori ini, peserta didik mencoba untuk berkata, mengemukakan gagasan, tetapi mempunyai kesukaran menceritakan gagasan dasar kepada teman sekelas. Juga mengalami kesukaran menanggapi pertanyaan dan komentar teman. Pemahaman terhadap beberapa pendapat mengenai penilaian keterampilan berbicara di atas dijadikan dasar pengembangan dalam penyusunan kisi-kisi instrumen lembar penilaian performansi keterampilan berbicara bahasa Jawa. 8 Penyusunan ini juga didasarkan karakteristik dan tujuan pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar. Simpulan dari beberapa pendapat mengenai penilaian keterampilan berbicara adalah bahwa penilaian berbicara mencakup a pengetahuan tata bahasa, kosakata, b pemahaman, c pengucapan, d kefasihan, e pengetahuan aturan berbicara, f pengetahuan menanggapi pembicaraan, dan g mengetahui penggunaan bahasa secara pantas. Pemahaman ini kemudian disesuaikan dengan kompetensi pembelajaran bahasa Jawa peserta didik sekolah dasar. Pembelajaran bahasa Jawa di tingkat dasar lebih mengutamakan pembelajaran bahasa Jawa yang sederhana, bermakna, dan menyenangkan, sehingga diharapkan peserta didik dapat tertarik, senang, dan berminat untuk belajar bahasa Jawa. Oleh karena itu, penyusunan instrumen penilaian performansi keterampilan berbicara bahasa Jawa juga disusun dengan sederhana tanpa menghilangkan makna penting dari tujuan pembelajaran bahasa Jawa. Atas dasar pemahaman tersebut, maka aspek penilaian keterampilan berbicara bahasa Jawa, yang digunakan sebagai dasar penyusunan kisi-kisi instrumen penelitian, meliputi aspek tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan tingkat tutur. Dari aspek tata bahasa, akan dapat diketahui kemampuan peserta didik dalam memproses pembentukan kata dan struktur kalimat. Aspek kosakata mengungkap keluasan penguasaan peserta didik terhadap kosakata bahasa Jawa, ketepatan pemilihan dan penggunaannya. Dari aspek kefasihan, dapat diketahui pemahaman peserta didik terhadap tuturan yang dihasilkannya. Hal ini dapat terlihat dari kelancaran dan kepercayaan diri saat bertutur. Aspek tingkat tutur digunakan untuk mengungkap pemahaman peserta didik terhadap penerapan tingkat tutur secara tepat, sesuai dengan konteks budaya Jawa, baik pilihan kata maupun perilaku yang menyertai ujaran selalu sesuai dengan unggah-ungguh. Penyederhanaan aspek penilaian keterampilan berbicara bahasa Jawa ini disusun agar tidak memberikan beban penilaian yang berat bagi peserta didik di tingkat sekolah dasar, namun tetap berpedoman pada tujuan pembelajaran bahasa Jawa yang mengedepankan pembelajaran yang bermakna dan kontekstual sesuai dengan fungsi bahasa Jawa. 9 Hal lain yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan instrumen penelitian ini adalah sistem penskoran yang digunakan dalam penilaian. Menurut Djemari Mardapi 2008: 121 bahwa sistem penskoran instrumen yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir adalah 7 dan yang terkecil adalah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, skor tertinggi 4 dan yang terendah adalah 1. Lebih lanjut disampaikan bahwa dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada kategori 3 untuk skala Likert. Untuk mengatasi hal tersebut skala Likert hanya menggunakan 4 pilihan agar jelas sikap atau minat responden.

C. Nilai-nilai Budaya dalam Tingkat Tutur Bahasa Jawa