Latar belakang Masalah PENDAHULUAN
5
Undang Negara Indonesia. Masyarakat, Orang tua dan pemerintah tidak boleh membeda-bedakan. Bagi lembaga sekolah pendidikan inklusi harus
menyediakan sarana prasarana penunjang pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.
Kehadiran pendidikan Inklusi sebagai jawaban atas semboyan Pendidikan untuk semua atau education for all dimana tidak ada pembeda-
bedaan, tidak ada diskriminasi termasuk kepada anak berkebutuhan khusus. Ini terbukti pada hari Jumat tanggal 12 desember 2014 diadakan Deklarasi
Pendidikan Inklusi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai perwujudan kepedulian pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam dunia
pendidikan tanpa membeda-bedakandiskriminasi. Deklarasi di bacakan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamungkubowono X,
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta dan perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Harapan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat menerapkan pendidikan inklusi bukan hanya di lembaga pendidikan tetapi juga masyarakat dan lingkungan
yang inklusi. Berdasarkan Deklarasi Pendidikan Inklusi di Daerah Istimewa
Yogyakarta diketahui bahwa Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 dan Sekolah Dasar Negeri Pojok adalah Sekolah Dasar Inklusi di Kecamatan Mlati Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum penelitian, peneliti melakukan observasi terlebih dahulu. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
diketahui bahwa dalam proses implementasi kebijakan pendidikan inklusi
6
Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 dan Sekolah Dasar Negeri Pojok mengikuti arahan dan intruksi berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta seperti kegiatan diklat, seminar studybanding, dan beasiswa. Berdasarkan observasi, dalam proses pembelajaran diketahui bahwa
siswa berkebutuhan khusus merasa minder ketika mengikuti proses pembelajaran di kelas reguler bersama anak-anak normal lainnya. Jika hal ini
terus terjadi dapat meruntuhkan kepercayaan dirisiswa berkebutuhan khusus dan menurunkan semangat dalam mengembangkan keterampilan dan
potensinya. Cara mengajar guru yang tidak menggunakan pedoman yang jelas ketika mengajar siswa berkebutuhan khusus karena guru tidak memiliki
dokumen program pembelajaran individu sehingga siswa berkebutuhan khusus sering tertinggal dalam pembelajaran.
Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 dan Sekolah Dasar Negeri Pojok memiliki perbedaan salah satunya jumlah siswa berkebutuhan khusus.
Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 memiliki 22 siswa berkebutuhan khusus dengan spesifikasi semua lambat belajar, sedangkan di Sekolah Dasar Negeri
Pojok terdapat 17 siswa berkebutuhan khusus dengan spesifikasi 16 siswa lamat belajar dan 1 siswa tunagrahita. Dengan jumlah siswa berkebutuhan
khusus di Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah Siswa Berkebutuhan Khuhsus di Sekolah Dasar Negeri Pojok
ternyata tidak mempengaruhi prestasi siswa, justru Sekolah Dasar Negeri Pojok lebih menonjol restasi akademik maupun non akademiknya.
Dibuktikan dengan prestasi siswa berkebutuhan khusus spesifikasi lambat
7
belajar yang memperoleh mendali emas cabang olahraga atletik di Olimpiade Olahraga Siswa Nasional O2SN yang diselenggarakan oleh Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 29-30 April 2014.
Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 dan Sekolah Dasar Negeri Pojok medapatkan dukungan dan bantuan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Daerah Istimewa Yogyakarta berupa sarana prasarana sekolah seperti pengadaan trampoline, sepeda statis dan pelley weight, pelatihan guru inklusi
dan diklat. Beasiswa siswa berkebutuhan khusus tidak diberikan semua siswa, hanya beberapa siswa berkebutuhan khusus saja yang mendapatkan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pasal 28 Ayat 1
“Pendidik harus memiliki kualifikasi dan komponen sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
yang baru yaitu Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi,
dijelaskan dalam pasal 3 ayat 1 dan pasal 8:
“Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa
berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Pasal 8:
“Pembelajaran pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip- prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar
peserta didik.” Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan
Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8000654 tentang Penetapan
8
Guru Pembimbing Khusus Guru Inklusi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta
memberikan satu Guru Pendamping Khusus ke sekolah pendidikan inklusi. Guru pendamping Khusus menurut Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi yang dimaksud dengan Guru Pendamping Khusus adalah:
“Tenaga pendidik yang memiliki kompetensi dalam memberikan pendampingan bagi
warga sekolah dan orang tua untuk kelancaran dalam penyelenggaraan pendidikan in
klusi di satuan pendidikan”. Dalam pelaksanaan kebijakan, Guru Pendamping Khusus dari Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta kurang memiliki kompetensi dalam memberikan pendampingan siswa berkebutuhan
khusus, ini terlihat ketika Guru Pendamping Khusus di Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 dan Sekolah Dasar Negeri Pojok di wawancarai tidak tahu
mengenai program kebijakan sekolah pendidikan inklusi. Dalam peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 41
Tahun 2013 tentang Pusat Sumber Pendidikan Inklusi Bab 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 4 yang dimaksud dengan Pusat Sumber
Pendidikan Inklusi adalah: “Lembaga yang menjadi sistem pendukung penyelenggaraan
pendidikan inklusi guna memperlancar, memperluas, meningkatkan kualitas, dan menjaga keberlangsungan layanan pendidikan bagi
penyandang disabilitas di sekolah penyelenggara Pendidikan Inklusi
pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.”
9
Dalam pelaksanaan kebijakannya belum sampai di Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 dan Sekolah Dasar Negeri Pojok. Dalam Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi pada Pasal 3 Ayat 1 disebutkan “ Setiap
satuan pendidikan wajib menerima peserta didik berkebutuhan khusus”. Dalam pelaksanaannya sekolah masih menolak siswa berkebutuhan khusus
kategori berat seperti tunagrahita berat, epilepsi dan tunanetra. Peneliti akan terfokus pada proses implementasi kebijakan pendidikan
di Sekolah Dasar Negeri Plaosan 1 dan Sekolah Dasar Negeri Pojok dari Dinas Pendidikan karena peraturan tentang pendidikan inklusi banyak berasal
dari Dinas Pendidikan dan sekolah menjalankannya dengan membuat program sekolah. Dalam menjalankan program peneliti juga akan meneliti
faktor pendukung penghambat serta strategi sekolah dalam menangani hamabatan. Ini perlu diteliti karena berhasilnya suatu kebijakan tergantung
proses di dalamnya dan masih sedikit penelitian tentang ini.